Perlahan Aji membuka kedua matanya. Rasanya masih pengar sekali. Aji lalu menyadari bahwa tubuhnya terjatuh dari atas sofa saat pingsan.Ia lalu bangun dari posisinya. Dibenarkannya letak kaca matanya. Aji masih merasa perutnya sedikit mual, tapi sudah tidak terlalu ingin muntah seperti semalam.Ia melirik sedikit ke arah Natasha. Istrinya masih belum bangun. Ia bersyukur. Aji kemudian melihat ke arah jam weker yang bertengger di atas meja nakas. "Sudah mau pagi rupanya," ujarnya saat melihat jam sudah berada di angka 04.00.Aji pun bersiap untuk pergi ke ruang kerjanya lagi. Ia harus menyelesaikan beberapa dokumen dan juga kegiatan untuk agustusan nanti.Ia pun berjalan sambil menahan berat tubuhnya. Masih terasa pusing juga karena asam lambungnya naik. Tenggorokannya kini terasa kering.Setidaknya dia harus minum sedikit air dan minum obatnya lagi. Dia tak mungkin sakit, padahal kegiatan masih belum selesai dikerjakan. Baru saja akan di mulai malahan.Sesampainya di ruang kerjanya,
Rapat di mulai dengan aman terkendali. Aji yang ditunjuk lagi menjadi ketua pelaksananya tampil percaya diri. Ia memperkenalkan semua konsep-konsep yang sudah dibuat semalaman. Dan sudah dikonsultasikan dengan walikota.Rasanya sedikit deg-degan juga saat presentasi. Mengingat semua pesertanya bukan orang sembarangan. Beberapa kepala sekolah, guru-guru, hingga orang-orang yang berada di dinas pendidikan ikut hadir.Meskipun ia sering mengisi kegiatan-kegiatan serupa, rasanya tetap tak berubah. Aji berusaha berbicara seformal dan sopan mungkin. Penjelasanya dibuat agar semua peserta yang hadir mengerti.Rencana-rencana kegiatan itu sudah sering dilakukan selama hampir tiga tahun ini. Aji tidak pernah mengubah konsepnya. Ia hanya menambahkan sedikit kegiatan lain sebagai variasinya. Menurutnya kegiatan yang sama setiap tahun akan nampak monoton dan membosankan. Apalagi untuk kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak muda. Pasti pesertanya akan sedikit jika monoton. Makanya Aji berusaha me
Ariani dan Aji pun makan terlebih dahulu di tempat langganan mereka di mall itu. Dengan menggelendot manja di lengan Aji, keduanya menyusuri mall mencari tempat makan itu. Setelahnya kedua berjalan bergandengan menyusuri tiap lantai mall."Mau nonton film nggak, Yang?" Ariani bertanya kepada sang kekasih."Boleh. Terserah kamu," jawab Aji pendek. Ia merasa mulai lelah dengan perjalanan tambahannya itu. Namun, ia juga merasa senang dengan apa yang dilakukan.Ariani pun mengangguk. Ia lalu menggeret Aji menuju loket biskop. Matanya sibuk menerawang untuk mencari film bagus. Ada banyak film romantis ternyata di minggu ini. Selain itu juga film horor yang mulai naik daun berjejer di sana."Nonton film horor ya?" Ariani bertanya. Aji mengangguk.Setelah Aji membayar, keduanya langsung masuk ke teater. Aji hanya mengiyakan permintaan Ariani. Padahal kekasihnya itu ketakutan jika melihat film horor.Benar saja, sepanjang film diputar Ariani hanya bersembunyi di balik dada bidang Aji. Ia keta
Aji masuk ke halaman apartemen"Mau mampir dulu nggak, Ji?" Ariani bertanya sambil menatap kekasihnya itu lama.Aji menggeleng. Ia merasa tubuhnya tidak sanggup lagi apabila harus bermain lagi dengan Ariani. Dia pasti bisa pingsan setelahnya."Lain kali aja, Sayang," ujar Aji dengan halus. Ia berusaha untuk menilak keinginan Ariani dengan halus. Agar kekasihnya itu tidak marah padanya.Ariani mengangguk paham. Ia dapat melihat wajah Aji yang sedikit pucat. "Apa kamu yakin bisa pulang sendiri?" Ariani bertanya nampak khawatir.Aji pun mengangguk. Kepalanya terasa pusing sebelah. Dan rasa mualnya sudah sedikit reda. "Nggak papa, Rin. Lagian rumahku juga udah deket kok," kata Aji sambil membenahi letak kaca matanya.Ariani mengangguk. Ia tak mungkin mencegah kekasihnya yang kelewat keras kepala itu. Akhirnya ia membiarkan Aji menyetir sendiri menuju rumahnya.Sementara, Aji melamun di perjalanan pulang. Ia tak mengerti dengan perasaannya kini. Ada rasa yang berbeda saat dekat dengan Aria
"Anjir pundaknya kenapa itu? Kok warnanya merah gitu? Ya ampun ngapain aja mereka berdua tadi?" Natasha menatap tubuh Aji yang tidak ditutupi oleh handuk.Ia tak sengaja terbangun saat Aji sedang mengambil bajunya di depan meja rias. Dan pemandangan pertama yang dia lihat ada tubuh suaminya yang penuh dengan kissmark. Ingin rasanya ia tertawa dengan apa yang sudah dilihatnya."Loh, Mas Aji udah pulang?" Natasha pun bertanya saat melihat suaminya di depan meja rias.Aji tidak mengatakan apapun. Ia hanya tersenyum sebagai jawabannya. Aji sudah membawa pakaiannya dan bersiap ke kamar mandi berganti baju. Ia lupa membawa bajunya sebelum mandi.Natasha pun terlihat bangun. Merenggangkan otot-ototnya. Ia kemudian duduk di atas ranjangnya sambil menatap apa yang dilakukan suaminya.Aji hanya diam saat kedua mata istrinya mengawasinya tanpa berkedip. Natasha seolah menunggu ucapan dari mulutnya. Namun, ia seolah hanya membisu. Ia tak tahu apa yang harus dikatakannya karena tatapan sang istri
Hari-hari selanjutnya, Aji dan Natasha sudah saling sibuk dengan kegiatan masing-masing. Aji sibuk dengan kegiatan-kegiatan menjelang agustusan. Sementara Natasha membantu peserta didiknya untuk mengirimkan berita agat diikutsertakan dalam lomba cipta berita.Pagi ini, Aji sudah berada di meja makan. Menatap nasi goreng yang baru saja selesai dimasak Natasha. Istrinya itu sekarang menjadi lebih sering masak untuknya. Meskipun tidak setiap hari. Sebab, Natasha juga sibuk dengan kegiatan lain.Aji merasa tubuhnya tidak enak badan pagi ini. Sejak beberapa bulan yang lalu ia memang sering merasa sakit. Pekerjaannya yang menumpuk selain mengajar membuatnya sedikit keteteran. Padahal tahun-tahun sebelumnya, ia merasa baik-baik saja. Namun, tahun ini agaknya berbeda. Ia malah menjadi sering sakit. Ditambah ia menjadi jarang makan dan tidur. "Mas, kok kayaknya lagi sakit ya? Apa kita pergi ke dokter aja setelah absensi?" Natasha bertanya sambil menatap ke arah suaminya. Ia kemudian duduk di
Dokter pribadi yang biasa dipanggil ke rumah sudah pulang beberapa saat lalu. Aji kini sudah tidur dengan tenang. Dokter sudah menyuntik Aji dengan obat tidur. Supaya ia dapat beristirahat.Ia akan beristirahat total dalam beberapa hari. Dan jika kondisinya tidak segera membaik, ia akan dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan medis.Natasha lalu duduk di sebelah suaminya. Dipandanginya wajah Aji yang pucat. Dahinya masih panas saat Natasha menyentuhnya. Aji benar-benar tumbang.Ia menjadi kasihan dengan suaminya. Banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Sepertinya saat ini adalah deadline untuk kegiatan-kegiatannya. Ditambah Aji yang jarang tidur jika tidak lelah. Membuat kondisinya semakin drop saja.Ditatapnya sang suami yang tengah tidur pulas seperti bayi. Membuat Natasha ingin tertawa dengan polah suaminya itu. Dielusnya pipi Aji dengan perlahan."Loe itu terlalu memforsir diri, Ji. Makanya loe jadi sakit seperti ini. Dasar keras kepala," ucap Natasha di dalam hati.
Keduanya saling menatap. Aji memainkan anak rambut Natasha dengan perlahan."Apa aku boleh melakukannya?" Aji tiba-tiba langsung bertanya demikian.Natasha hanya mengangguk.Mendapatkan lampu merah Aji langsung mendekatkan wajahnya ke arah Natasha. Keduanya saling dapat merasakan napas masing-masing."Kamu bilang ke aku kalau sakit ya," kata Aji lembut di depan wajah Natasha."Iya, Mas," jawab Natasha.Aji lalu memulainya dengan mengecup perlahan bibir istrinya. Keduanya saling memainkan dengan ritme rendah. Natasha menutup kedua matanya untuk menikmati sentuhan suaminya.Aji pun perlahan menurunkan tangannya. Masuk ke dalam baju Natasha. Ia meremas benda kembar milik Natasha secara bergantian."Engh..." Natasha mengoceh parau. Membuat Aji semakin bersemangat.Aji lalu menaikkan sebelah kaki Natasha di atas pahanya. Menjepit miliknya dan istrinya. Natasha langsung membalasnya.Istrinya membuka celananya sedikit. Sehingga adik kecilnya dapat bernapas dengan leluasa. Aji masih memainkan
Aji melajukan mobilnya menuju sebuah hotel mewah di tengah kota. Malam ini akan ada pertemuan dengan para pejabat di kotanya. Aji akan menjadi salah satu bagiannya.Mengingat hal itu, membuat Aji semakin was-was. Ia sebentar lagi akan menjadi plt kepala dinas pendidikan. Kalimat itu membuat Aji menjadi gugup sendiri.Salah satu jabatan yang penting di kotanya. Ia akan bersanding dengan orang-orang penting kepercayaan Pak Zainal. Menjadi sebuah hal yang sangat baik bagi karirnya.Apalagi ia sudah lama mempersiapkan dirinya. Dan hari ini adalah waktu yang tepat. Makanya Aji tidak mau datang terlambat. Ia harus datang lebih awal.Maka mobilnya segera digas supaya cepat sampai. Coba dilupakannya sesaat apa yang baru saja terjadi. Terutama kelakuan istrinya yang sudah di luar batas. Aji tak ingin masalah pribadinya itu mengganggunya. Apalagi di hari yang sangat penting baginya. Tikus kecil ini seolah mimpinya sudah di depan mata. Aji seolah tak dapat mempercayainya.Aji mengingat bagaiman
Kepala Aji menjadi pening. Ia pusing memikirkan kelakuan istrinya yang tega bermain di belakangnya. Ia sangat marah dan kecewa. Perasaannya campur aduk dan tak dapat didefinisikan.Seharusnya Natasha dapat meminta cerai darinya jika ia memiliki pacar. Aji tidak akan mempermasalahkannya. Toh, pernikahannya hanya sebatas di atas kertas saja. Ia pasti akan dengan senang hati apabila menceraikan Natasha.Bukan malah bermain di belakangnya seperti ini. Seolah seperti membalas perbuatannya yang masih sering kencan dengan Ariani. Aji tak dapat memaafkannya."Brengsek sekali perempuan itu. Ia ingin membalas apa yang kulakukan padanya rupanya. Aku akan menceraikannya setelah pulang dari rapat nanti," kata Aji sambil memandang lurus ke jalan.Aji sedang mengantar Ariani pulang ke rumahnya. Semenjak beberapa hari yang lalu, ia sudah rutin mengantar jemput sang kekasih dari sekolah maupun sebaliknya. Aji melakukannya atas ijin dari sang istri.Setidaknya Aji sudah berusaha menjadi suami yang baik
Natasha lalu mematikan sambungan telepon. Sambil menunggu kedatangan suaminya. Ia tak mungkin pergi dari lokasi demo. Keadaan sudah chaos di mana-mana.Natasha melihat banyak pendemo yang ingin merangsek masuk. Mereka berusaha memecah barikade aparat di depan gedung itu. Aparat berusaha tetap dalam barisan.Kawat berduri yang dipasang di depan pintu masuk mulai di acak-acak para pendemo. Mereka nampak sangat marah dengan barisan barikade polisi yang seolah seperti paku hidup itu. Upaya mereka hanya sia-sia saja.Natasha masih melihat kekacauan yang sedang terjadi. Rasanya ia sangat ketakutan terjebak di antara situasi rusuh tersebut. Menyesali sikapnya yang memilih jalur sepi. Malah membuat dirinya ketakutan bersama dua muridnya.Kanya masih diam sambil memandangi keadaan yang kacau balau. Sedangkan Dinda sejak tadi memeluk Natasha yang sedang memegangi tisu untuk menghentikan pendarahan. Tak ada yang dapat dilakukan oleh ketiganya. Mereka hanya dapat menanti bantuan datang."Bu, Dind
Natasha baru saja selesai makan siang bersama Pras dan dua muridnya itu. Mereka makan siang ditraktir Pras di sebuah restoran cepat saji.Dinda dan Kanya pun senang dengan apa yang baru saja terjadi. Sehabis menang keduanya malah ditraktir oleh juri yang tadi mengkurasi naskah keduanya."Om, makasih sudah diajak makan siang. Terus kami dibayari juga," ujar Kanya sambil tersenyum. Ia lalu mengambil es krimnya yang diletakkan di atas meja."Iya, Om. Makasih ya, Om," Dinda menambahi. Tangannya masih sibuk memisahkan tulang ayam dari dagingnya.Pras tersenyum dengan apa yang dilakukan dua murid SMP itu. "Iya, sama-sama," ucap Pras.Ia lalu menggosok-gosok puncak kepala Dinda dan Kanya secara bergantian. Senang sekali sudah bertemu dengan dua anak yang menurutnya sangat menarik tersebut."Kalau gitu kalian lanjutin makannya ya. Om ada janji lagi setelah ini," ujar Pras sambil tersenyum ke arah Dinda dan Kanya.Dua murid itu hanya mengangguk dengan ucapan Pras. Mereka lalu sibuk lagi dengan
"Bu Nata sama pacarnya ke sini ya?" Dinda langsung bertanya ketika melihat Pras di sebelah gurunya.Pras hanya tertawa sambil menutup mulutnya dengan tangan. Dua anak didik Natasha membuatnya sedikit geli. Namun, ia tak mungkin secara terang-terangan berkata jujur."Enggak dong. Ini temannya, Bu Nata. Kenalin ini Om Pras," kata Natasha menahan semburat merah yang akan muncul di pipinya. Jika tak dapat menahan diri pipinya pasti akan seperti kepoting rebus."Iya, kenalin namaku Pras," ujar Pras sambil mengulurkan tangannya. Ia berusaha untuk tetap profesional di hadapan murid sekolah Natasha itu.Dinda dan Kanya pun mengangguk. Keduanya secara bergantian balik memperkenalkan diri masing-masing. Mereka menyambut uluran tangan Pras. Secara tidak sadar kedua murid Natasha itu langsung akrab dengan Pras.Mereka langsung banyak bercerita kepada lelaki yang usianya sepadanan dengan Natasha tersebut. Sambil sesekali Pras melemparkan candaannya. Hingga membuat dua muridnya itu merasa senang be
Tanpa sengaja Natasha menabrak seseorang saat berjalan menghampiri kedua muridnya. Ia berjalan menuju luar pendopo.Dinda dan Kanya baru saja turun usai mengambil hadiah. Mereka akhirnya bisa membawa pulang piala itu ke sekolah. Mengalahkan dominasi sekolah Aji dan Ariana yang bertengger di peringkat kedua.Natasha senang bukan main, kedua anak didiknya berhasil mendapatkan juara pertama pada lomba kepenulisan di pendopo balaikota. Rasanya senang sekali bisa bermanfaat untuk orang lain.Natasha berjalan keluar untuk mencari kedua muridnya. Sebab belakang panggung berada di luar pendopo. Ia harus memutar arah untuk dapat menemukan dua anak didiknya itu.Rasanya ada sedikit rasa bangga di dalam dirinya. Natasha berjalan sambil tersenyum sendiri. Pencapaiannya sudah sangat bagus hari ini. Natasha tanpa sadar berjalan tidak melihat ke kiri ataupun kanan. Sontak hal itu membuatnya menabrak orang lain di hadapannya.Natasha hampir jatuh terjerembab. Namun, ia merasa ada yang menariknya. Se
Natasha menjadi tidak dapat mengontrol perasaannya saat tiba giliran sekolah Aji. Dua peserta didik dari sekolah sang suami maju ke depan. Tak ada suara apapun dari bangku penonton.Semua yang datang tak sabar melihat penampilan murid itu. Penampilan dari sekolah yang menyabet piala itu secara beruntun. Sungguh pemandangan yang tak dapat digambarkan dengan kata-kata.Dewan juri lalu mengetuk mikrofon dengan perlahan. Membuat jantung siapa saja berhenti berdetak. Meskipun hanya lomba seremonial tiap tahun, namun terasa berbeda di setiap tahunnya. Awalnya hanya lomba menulis cerita pendek, tapi tahun ini diganti menjadi lomba membuat berita. Sama-sama masuk dalam lomba kepenulisan.Pras mendekatkan mikrofon di depan mulutnya. Dinaikkannya sedikit letak kaca matanya. Ia bersiap untuk memberikan pertanyaan kepada peserta lomba."Saya senang dengan tema lomba ini. Meskipun masih jarang digunakan, mengenai penggunaan teknologi seperti media sosial memang dapat berdampak buruk bagi anak-anak
Natasha memarkirkan motornya di parkiran balaikota. Hari ini muridnya akan melakukan presentasi atas karya yang sudah keduanya buat tempo hari.Natasha kini sudah berangkat lagi dengan motornya. Sebab Aji sudah menjemput Ariani pergi dan pulang lagi. Aji sudah meminta ijin kepadanya. Dan ia mengiyakannya. Natasha mengingat bagaimana suaminya meminta ijin kepadanya. Setelah Aji bercerita bahwa Ariani masih sering mengajaknya pergi keluar. Dan Aji merasa tak enak hati jika Natasha harus sering pulang pergi sendiri karena hal itu."Mas, tadi malam pergi kemana sama Ariani?" Natasha bertanya saat sarapan beberapa waktu lalu.Aji tengah mengunyah roti bakar rasa coklat kejunya. Ia lalu menghentikan kegiatannya. Kemudian menatap sang istri dengan membisu."Udah, Mas cerita aja nggak papa. Aku juga enggak akan ngapa-ngapain kok. Atau cemburu mungkin. Aku cuma penasaran aja," ujar Natasha mencoba meyakinkan suaminya. Aji yang ditanyai hal itu nampak berpikir. Ia mencoba merangkai kata-kata
Ariani menggandeng tangan Aji dengan mesra. Aji sudah membayar komik yang dibeli keduanya. Kini mereka berjalan menuju parkiran mobil. Ariani sejak turun sampai ke dalam mobil terus menempel ditubuh Aji. Ia senang dapat pergi bersama sang kekasih. Meskipun hanya pergi sebentar.Aji pun membuka pintu mobil untuk Ariani. Ariani pun masuk bak permaisuri yang habis diajak kencan sang raja. Ia masuk dengan perlahan ke dalam mobil Aji. Aji pun menutup kembali pintu mobilnya, begitu melihat Ariani sudah nyaman di tempat duduknya.Aji kini sudah dapat melihat dengan jelas. Kaca matanya sudah diganti dengan yang baru. Meskipun ia agak tidak percaya diri dengan kaca mata yang dipilihkan oleh Ariani. Aji tetap memakainya. Tak ada salahnya ia mencoba model kaca mata baru.Aji pun menyetir mobilnya perlahan dari mall itu. Keduanya sudah pergi cukup lama sejak pulang dari sekolah. Malam pun semakin pekat. Aji yang akan mengantar Ariani ke apartemennya. Gadis itu tak dibiarkan olehnya pergi sendir