Rapat di mulai dengan aman terkendali. Aji yang ditunjuk lagi menjadi ketua pelaksananya tampil percaya diri. Ia memperkenalkan semua konsep-konsep yang sudah dibuat semalaman. Dan sudah dikonsultasikan dengan walikota.Rasanya sedikit deg-degan juga saat presentasi. Mengingat semua pesertanya bukan orang sembarangan. Beberapa kepala sekolah, guru-guru, hingga orang-orang yang berada di dinas pendidikan ikut hadir.Meskipun ia sering mengisi kegiatan-kegiatan serupa, rasanya tetap tak berubah. Aji berusaha berbicara seformal dan sopan mungkin. Penjelasanya dibuat agar semua peserta yang hadir mengerti.Rencana-rencana kegiatan itu sudah sering dilakukan selama hampir tiga tahun ini. Aji tidak pernah mengubah konsepnya. Ia hanya menambahkan sedikit kegiatan lain sebagai variasinya. Menurutnya kegiatan yang sama setiap tahun akan nampak monoton dan membosankan. Apalagi untuk kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak muda. Pasti pesertanya akan sedikit jika monoton. Makanya Aji berusaha me
Ariani dan Aji pun makan terlebih dahulu di tempat langganan mereka di mall itu. Dengan menggelendot manja di lengan Aji, keduanya menyusuri mall mencari tempat makan itu. Setelahnya kedua berjalan bergandengan menyusuri tiap lantai mall."Mau nonton film nggak, Yang?" Ariani bertanya kepada sang kekasih."Boleh. Terserah kamu," jawab Aji pendek. Ia merasa mulai lelah dengan perjalanan tambahannya itu. Namun, ia juga merasa senang dengan apa yang dilakukan.Ariani pun mengangguk. Ia lalu menggeret Aji menuju loket biskop. Matanya sibuk menerawang untuk mencari film bagus. Ada banyak film romantis ternyata di minggu ini. Selain itu juga film horor yang mulai naik daun berjejer di sana."Nonton film horor ya?" Ariani bertanya. Aji mengangguk.Setelah Aji membayar, keduanya langsung masuk ke teater. Aji hanya mengiyakan permintaan Ariani. Padahal kekasihnya itu ketakutan jika melihat film horor.Benar saja, sepanjang film diputar Ariani hanya bersembunyi di balik dada bidang Aji. Ia keta
Aji masuk ke halaman apartemen"Mau mampir dulu nggak, Ji?" Ariani bertanya sambil menatap kekasihnya itu lama.Aji menggeleng. Ia merasa tubuhnya tidak sanggup lagi apabila harus bermain lagi dengan Ariani. Dia pasti bisa pingsan setelahnya."Lain kali aja, Sayang," ujar Aji dengan halus. Ia berusaha untuk menilak keinginan Ariani dengan halus. Agar kekasihnya itu tidak marah padanya.Ariani mengangguk paham. Ia dapat melihat wajah Aji yang sedikit pucat. "Apa kamu yakin bisa pulang sendiri?" Ariani bertanya nampak khawatir.Aji pun mengangguk. Kepalanya terasa pusing sebelah. Dan rasa mualnya sudah sedikit reda. "Nggak papa, Rin. Lagian rumahku juga udah deket kok," kata Aji sambil membenahi letak kaca matanya.Ariani mengangguk. Ia tak mungkin mencegah kekasihnya yang kelewat keras kepala itu. Akhirnya ia membiarkan Aji menyetir sendiri menuju rumahnya.Sementara, Aji melamun di perjalanan pulang. Ia tak mengerti dengan perasaannya kini. Ada rasa yang berbeda saat dekat dengan Aria
"Anjir pundaknya kenapa itu? Kok warnanya merah gitu? Ya ampun ngapain aja mereka berdua tadi?" Natasha menatap tubuh Aji yang tidak ditutupi oleh handuk.Ia tak sengaja terbangun saat Aji sedang mengambil bajunya di depan meja rias. Dan pemandangan pertama yang dia lihat ada tubuh suaminya yang penuh dengan kissmark. Ingin rasanya ia tertawa dengan apa yang sudah dilihatnya."Loh, Mas Aji udah pulang?" Natasha pun bertanya saat melihat suaminya di depan meja rias.Aji tidak mengatakan apapun. Ia hanya tersenyum sebagai jawabannya. Aji sudah membawa pakaiannya dan bersiap ke kamar mandi berganti baju. Ia lupa membawa bajunya sebelum mandi.Natasha pun terlihat bangun. Merenggangkan otot-ototnya. Ia kemudian duduk di atas ranjangnya sambil menatap apa yang dilakukan suaminya.Aji hanya diam saat kedua mata istrinya mengawasinya tanpa berkedip. Natasha seolah menunggu ucapan dari mulutnya. Namun, ia seolah hanya membisu. Ia tak tahu apa yang harus dikatakannya karena tatapan sang istri
Hari-hari selanjutnya, Aji dan Natasha sudah saling sibuk dengan kegiatan masing-masing. Aji sibuk dengan kegiatan-kegiatan menjelang agustusan. Sementara Natasha membantu peserta didiknya untuk mengirimkan berita agat diikutsertakan dalam lomba cipta berita.Pagi ini, Aji sudah berada di meja makan. Menatap nasi goreng yang baru saja selesai dimasak Natasha. Istrinya itu sekarang menjadi lebih sering masak untuknya. Meskipun tidak setiap hari. Sebab, Natasha juga sibuk dengan kegiatan lain.Aji merasa tubuhnya tidak enak badan pagi ini. Sejak beberapa bulan yang lalu ia memang sering merasa sakit. Pekerjaannya yang menumpuk selain mengajar membuatnya sedikit keteteran. Padahal tahun-tahun sebelumnya, ia merasa baik-baik saja. Namun, tahun ini agaknya berbeda. Ia malah menjadi sering sakit. Ditambah ia menjadi jarang makan dan tidur. "Mas, kok kayaknya lagi sakit ya? Apa kita pergi ke dokter aja setelah absensi?" Natasha bertanya sambil menatap ke arah suaminya. Ia kemudian duduk di
Dokter pribadi yang biasa dipanggil ke rumah sudah pulang beberapa saat lalu. Aji kini sudah tidur dengan tenang. Dokter sudah menyuntik Aji dengan obat tidur. Supaya ia dapat beristirahat.Ia akan beristirahat total dalam beberapa hari. Dan jika kondisinya tidak segera membaik, ia akan dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan medis.Natasha lalu duduk di sebelah suaminya. Dipandanginya wajah Aji yang pucat. Dahinya masih panas saat Natasha menyentuhnya. Aji benar-benar tumbang.Ia menjadi kasihan dengan suaminya. Banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Sepertinya saat ini adalah deadline untuk kegiatan-kegiatannya. Ditambah Aji yang jarang tidur jika tidak lelah. Membuat kondisinya semakin drop saja.Ditatapnya sang suami yang tengah tidur pulas seperti bayi. Membuat Natasha ingin tertawa dengan polah suaminya itu. Dielusnya pipi Aji dengan perlahan."Loe itu terlalu memforsir diri, Ji. Makanya loe jadi sakit seperti ini. Dasar keras kepala," ucap Natasha di dalam hati.
Keduanya saling menatap. Aji memainkan anak rambut Natasha dengan perlahan."Apa aku boleh melakukannya?" Aji tiba-tiba langsung bertanya demikian.Natasha hanya mengangguk.Mendapatkan lampu merah Aji langsung mendekatkan wajahnya ke arah Natasha. Keduanya saling dapat merasakan napas masing-masing."Kamu bilang ke aku kalau sakit ya," kata Aji lembut di depan wajah Natasha."Iya, Mas," jawab Natasha.Aji lalu memulainya dengan mengecup perlahan bibir istrinya. Keduanya saling memainkan dengan ritme rendah. Natasha menutup kedua matanya untuk menikmati sentuhan suaminya.Aji pun perlahan menurunkan tangannya. Masuk ke dalam baju Natasha. Ia meremas benda kembar milik Natasha secara bergantian."Engh..." Natasha mengoceh parau. Membuat Aji semakin bersemangat.Aji lalu menaikkan sebelah kaki Natasha di atas pahanya. Menjepit miliknya dan istrinya. Natasha langsung membalasnya.Istrinya membuka celananya sedikit. Sehingga adik kecilnya dapat bernapas dengan leluasa. Aji masih memainkan
Aji lalu berganti meliuk-liukkan tubuhnya saat istrinya itu memainkan adik kecilnya. Sementara kedua tangan istrinya meraba-raba tubuh bagian bawahnya. Natasha kemudian meremas benda milik Aji dengan kedua tangannya."Apa kamu senang, Mas?" Natasha bertanya sambil tersenyum."Makasih ya, Istriku. Kamu membuatku melayang di dunia malam ini," jawab Aji. Natasha lalu tersenyum. "Bagaimana kalau kamu hamil, Sayang?" Aji bertanya dengan hati-hati."Nggak papa, Mas. Jangan terlalu dipikirkan. Kamu masih tetap milik Ariani kok," ujar Natasha menengahi. Entah mengapa hati Aji tiba-tiba menjadi menghangat.Aji pun mengecupi benda kembar di depan dada. Menenggelamkanya sesaat di antara ceruknya. Aji menyukai setiap jengkal tubuh istrinya.Ia lalu menangkup tubuh istrinya. Adik kecilnya pun dipepet dengan benda di bawah milik Natasha. Sementara benda kembar di tubuh atas Natasha menempel di dada bidang Aji. Terasa besar dan kenyal.Diraihnya bibir Natasha lagi. Candunya adalah istrinya. Aji lal