Share

Part 5

Gerald mengangkat kepalanya dari dokumen yang sedang dia pelajari dan memandang asistennya dengan alis bertaut dalam. "Ulangi lagi perkataanmu?" perintahnya dingin tajam. Pria muda yang usianya terpaut dua tahun lebih muda darinya itu balik menatapnya dan berkata dengan nada datarnya.

"Tunangan Anda, Nona Karenina menghilang Tuan." Jawabnya lagi.

"Menghilang?" Kata itu kembali Gerald ulang. Bukan karena pendengaran Gerald terganggu namun untuk memastikan diri kalau apa yang didengarnya itu salah. "Menghilang katamu?" Asistennya itu lagi-lagi menganggukkan. "Menghilang tepat sehari sebelum pernikahan?" Lagi-lagi pria itu mengangguk. "Bagaimana bisa?" Tanyanya dengan nada dingin yang biasanya membuat para lawannya goyah.

"Informan kita mengatakan kalau tunangan Anda menghilang diam-diam tepat sebelum makan malam." Ucap pria itu tanpa merasa tertekan sedikitpun oleh sikap arogan dan dingin majikannya. Dia jelas sudah terbiasa melihat perubahan sikap sang billionaire berdarah Yunani pemilik perusahaan ventura yang dikenal dengan kejeliannya dalam berbisnis dan berinvetasi itu.

Ya, dia adalah Gerald Zeroun. Pemilik perusahaan ventura multinasional dengan jumlah kekayaan yang jelas tidak terbayangkan. Satu-satunya pewaris klan Zeroun yang juga merupakan billionaire muda yang digadang-gadang sebagai pebisnis sukses abad ini. Pria tampan penuh pesona yang masih melajang di usianya yang menginjak tiga puluh dua. Atau mungkin akan mengakhiri masa lajangnya dalam hitungan jam jika saja calon mempelainya tidak hilang seperti kabar yang mereka terima saat ini.

"Berani-beraninya dia." Ucap Gerald seraya kembali duduk di kursi kebesarannya. Tangan kanannya terkepal erat di atas meja. Matanya menatap tajam penuh ancaman. "Siapkan mobil! Kita pergi kesana sekarang juga. Aku harus mengkonfirmasi kabar ini secara langsung." Perintahnya kasar yang dijawab sang asisten dengan anggukkan kepala. "Hanenda. Berani sekali kau mempermalukanku." Desisnya tajam.

Mobil sudah sampai di kediaman keluarga Wiryawan. Pengumuman akan kedatangannya membuat si nyonya rumah membuka pintu dengan kedua tangannya sendiri. Wajah cantik terawatnya memandang Gerald dengan sorot panik dan pucat.

"Tu-Tuan Zeroun." Cicitnya, tampak sekali berusaha tersenyum dan menghilangkan kegugupannya. Kesombongan dan keanggunan yang biasa ditunjukannya kini luntur sudah karena wanita itu sadar akan masalah yang dilakukan putrinya ia yakini sudah sampai kepada sang taipan si calon mempelai pria.

"Selamat malam, Nyonya Wiryawan." Sapa Gerald dengan keramahan yang teramat luar biasa. Gerald bisa melihat wanita itu meremas kedua tangannya dan menelan ludah karena gugup.

"Ma-malam." Ia masih tergagap. Wanita tua itu kembali menelan salivanya sebelum kembali berkata. "Tuan Zeroun, apa yang Anda lakukan disini?"

"Kenapa? Apa aku tidak boleh mampir ke rumah calon mempelai wanitaku? Meskipun itu hanya untuk mengecek seberapa persen persiapan pernikahan kami sudah diselesaikan?" Tanya Gerald basa-basi yang membuat wanita itu menggeleng karena gugup.

"Bu-bukan seperti itu. Hanya saja, konon katanya mempelai wanita dan mempelai laki-laki harusnya tidak saling bertemu sebelum pernikahan berlangsung." Jawab Nyonya Juliarty berkilah. Wanita itu menggiring Gerald untuk terus masuk ke dalam rumah alih-alih membiarkan Gerald untuk duduk di ruang tamu.

Gerald mengangkat sudut mulutnya dan menggelengkan kepala. "Mungkin itu terjadi dalam budaya Anda, tapi jelas budaya kita berbeda. Bukan begitu?

"Lagipula jelas pernikahan saya dan putri Anda bukan pernikahan biasa dan kami juga bukan pasangan pengantin pada umumnya. Bukan begitu?" Gerald mengingatkan. "Atau sebenarnya, ada sesuatu yang coba Anda sembunyikan dari saya. Karena beberapa saat yang lalu saya mendengar kalau calon mempelai saya menghilang." Ucapnya dengan suara yang pelan namun terdengar seeperti petir yang menyambar di telinga Nyonya Juliarty .

"I-itu tidak benar." Jawabnya gagap dengan mata terbelalak lebar. "Da-darimana Anda mendengar kabar palsu seperti itu?" Ucapnya mengelak.

Nyonya Juliarty membuka pintu sebuah ruangan yang Gerald duga merupakan ruang kerja dan di ujung rungan, tepat di belakang jendela ia bisa melihat sosok Tuan Hanenda Wiryawan tengah berbicara dengan seseorang lewat ponselnya yang langsung menutupnya saat melihat siapa yang sudah berani masuk ke teritorinya.

"Dari seseorang yang kuyakini keakuratan informasinya." Jawabnya seraya menunjukkan senyum ramahnya pada si Tuan rumah yang dibalas tuan rumah dengan senyum kikuknya.

"Itu rumor yang mengerikan." Ucap Nyonya Juliarty seraya memerintahkan seseorang untuk membawakan tamu mereka minuman.

"Baguslah kalau memang kabar itu tidak benar." Ucap Gerald dengan senyum manisnya yang membuat wanita itu balas tersenyum lega. "Tapi kalaupun benar, saya harap kabar ini belum sampai pada Nenek saya, Nyonya. Karena saya tidak tahu apa yang akan beliau katakan nanti jika tahu calon cucu menantunya pergi begitu saja sehari sebelum pernikahan." Ucapnya dengan nada penuh peringatan yang membuat laki-laki paruh baya itu tak kalah shocknya.

Dengan santai Gerald berjalan menuju sofa single yang kosong. Duduk di atasnya dengan keangkuhan layaknya ialah si pemilik rumah. Tangannya terulur meraih gelas kosong yang ada di atas meja dan menuangkan es batu ke dalamnya sebelum menuang cairan berwarna keemasan di atasnya.

Gerald memperhatikan es batu yang bergoyang di dalam gelasnya seolah benda itu sangat menarik menggoyangkan gelasnya. Suara dentingan es batu yang menyentuh kaca menjadi pengisi kesunyian disela samar perintah yang terdengar di balik pintu kaca yang mengarah pada taman dimana upacara dan juga resepsi pernikahannya dan putri sang tuan rumah akan dilaksanakan. Menoleh ke jendela yang lebar, Gerald menyesap wiski mahal milik 'calon mertua'nya dengan perlahan seraya merasakan sensasi panas menjalar di tenggorokannya.

Dibandingkan pasangan yang kini tengah menatapnya dengan penuh antisipasi, Gerald justru terkesan sangat santai. Sejujurnya, dia tidak menginginkan pernikahan ini, jadi baginya tidak masalah sekalipun pernikahan ini tidak terjadi karena pernikahan ini hanyalah sebuah kontrak kerjasama yang dibuat oleh ibunya, Hestia Zeroun dan Nyonya Juliarty Wiryawan.

Neneknya, Nyonya Rosaline Zeroun sama seperti Gerald, tidak pernah menyetujui ide pernikahan ini. Namun karena satu dua alasan, pernikahan ini adalah solusi yang mereka anggap terbaik saat ini.

Nyonya Juliarty melangkah dengan tergesa menuju sofa lain yang ada di dekat Gerald. Sorot matanya tampak semakin panik, jelas wanita itu sudah tidak bisa lagi menyembunyikan fakta yang kini tengah terjadi di kediamannya. Kedua tangannya saling menggenggam dengan erat sehingga Gerald bisa melihat buku jarinya yang berkutek merah itu memutih saking kuatnya cengkeramannya.

"Ti-tidak. Saya mohon jangan katakan apapun pada Nyonya Rosaline." Pinta wanita menjelang paruh baya itu dengan terbata. "Karenina tidak hilang. Dia hanya pergi selama beberapa saat untuk melepas penat karena sudah satu minggu ini dikurung di rumah. Besok dia akan kembali. Saya janji." Lagi-lagi Nyonya Juliarty memandang Gerald dengan tatapan mengiba.

Gerald menyandarkan punggungnya dengan sikap santai, meletakkan sebelah tangan kanannya yang memegang gelas ke tangan sofa sebelum memposisikan kaki kanan ke atas kaki kirinya. Ia menggoyang-goyang gelas wiskinya dengan dramatis sebelum menyesapnya lagi.

"Benarkah demikian, Tuan Wiryawan?" Gerald memandang suami si Nyonya dengan tatapan datar namun terkesan mengintimidasi.

Pria tua yang masih berdiri di samping meja kerjanya itu kaku dan tak bisa memberikan jawaban. Tampaknya otak tuanya sedang kesulitan mencari solusi dari kepelikan yang mereka hadapi.

"Nah nah nah, bagaimana ini Nyonya Wiryawan? Kenapa saya tidak mendapatkan jawaban yang pasti?" Tanya Gerald yang membuat wanita itu balik memandang suaminya dengan marah sebelum kembali menatap Gerald dengan sorot memelas.

"Tidak. Sunguh. Karenina tidak hilang dan saya pastikan acara besok akan tetap berlangsung seperti seharusnya. Karenina akan kembali. Besok dia akan menjadi mempelai Anda di pelaminan." Jawabnya yakin.

Gerald menaikkan sebelah alisnya. "Jika tidak?" Tantangnya.

"Tidak ada kata tidak. Saya pastikan kalau dia akan ada disana." Jawab Nyonya Juliarty Wiryawan dengan tegas.

Gerald mengangkat sudut bibirnya. "Baiklah, saya akan memegang kata-kata Anda. Tapi jika dia tidak kembali, maka Anda tahu konsekuensinya, kan?" Pertanyaan Gerald kali ini benar-benar membuat wanita itu ketakutan.

Nyonya rumah itu melirik suaminya, meminta pertolongan. Namun sama sekali tak mendapat dukungan apa-apa.

"Jika pernikahan ini sampai batal, maka saya akan mencari pengantin yang lain dan itu berarti suntikan dana dari keluarga kami akan batal." Ujar Gerald dengan ketenangan yang luar biasa.

"Saya tidak hanya memberikan ancaman kosong, Tuan Wiryawan. Anda tahu bagaimana cara kerja saya. Dan ide 'bisnis' ini adalah saran dari istri Anda. Jadi jika pernikahan ini gagal, jelas saya sama sekali tidak akan dirugikan. Tapi mungkin Anda dan keluarga Anda lah yang nantinya akan menjadi pengemis di jalanan." Gerald menunjukkan senyum dimatanya sementara bibirnya meneguk sisa wiski dalam gelas.

Ia bangkit dan bersamaan dengan itu sebuah ketukan pintu terdengar dan seorang pelayan masuk seraya berkata, "Nyonya, Nona sudah kembali." Yang membuat sang tuan rumah menghela napas lega. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status