Ariana memasuki gerbang bersamaan dengan sebuah mobil box berlogo sebuah perusahaan wedding organizer masuk dan terus melaju melewati bangunan megah di hadapannya menuju area belakang yang Ariana duga acara pernikahan akan diselenggarakan.
Ariana tersenyum tipis dalam setiap langkahnya menuju teras istana yang berupa undakan lima anak tangga itu. Bayangan ketika Karenina datang berkunjung ke restorannya secara tiba-tiba hanya untuk mengumumkan kabar kembalinya ke kota kembali memenuhi kepalanya. Ya, satu tahun yang lalu Karenina tiba-tiba saja datang dan menyombongkan dirinya dan membandingkan kehidupannya dengan kehidupan Ariana. Bagaimana ia melewati masa-masa saat ia tinggal dengan ibu kandungnya yang menurutnya tak Ariana dapatkan. Sekolah di sekolah level internasional, jalan-jalan ke luar negeri, pertemuan dengan orang-orang penting dan kaya raya dan banyak hal lainnya yang Karenina yakini tidak akan pernah Ariana miliki. Ariana hanya menanggapi semuanya dengan senyuman tipis. Melihat adiknya tampak sehat dan bicara saja itu sudah kabar baik baginya. Dia tidak perlu merasa iri dengan kehidupan yang sudah dijalaninya karena mereka memiliki kehidupan mereka masing-masing. Dan bahkan, Ariana yakini jika mereka hidup bersama pun, mereka akan tetap memiliki lingkar pertemanan yang berbeda karena Ariana dan Karenina memiliki karakter yang berbeda. Karenina tiba-tiba saja menjadi pelanggan tetap di restorannya. Namun selama itu juga Ariana tidak pernah melihat kembarannya itu datang bersama teman-teman kaya yang selalu diunggulkannya. Saat Lani bertanya kenapa kembarannya itu selalu datang sendirian, Karenina menjawab karena restoran itu sebenarnya bukan level teman-temannya dan karena ia tidak mau mereka melihat Ariana. Dan ya, itu tambahan bukti kalau Karenina enggan mengakui Ariana sebagai saudara kembarnya. Dan tiba bulan yang lalu, adik kembarnya itu kembali membuat sebuah pengumuman 'penting' di restorannya dan menunjukkan cincin pertunangan bernilai fantastis dan juga memberitahukannya kabar tentang pernikahannya. Tentu saja informasi itu diberikan bukan karena ia ingin restu Ariana yang dengan bahagianya berhasil gadis itu langkahi. Bukan juga karena meminta Ariana untuk hadir di pernikahannya. Jauhkan pikiran meminta Ariana menjadi pengiring pengantinnya. Jelas hal itu tidak akan pernah terbersit di pikiran saudara kembarnya itu. Karenina memberitahukan perihal pernikahannya pada Ariana karena dua hal. Pertama, adik kembarnya itu ingin Ariana merasa kesal dan cemburu sebab dia menikah lebih dulu dan berhasil mendapatkan sosok pria sekelas Gerald Zeroun, pria keturunan Yunani berparas tampan, bertubuh atletis dan tentunya super duper kaya karena dia adalah CEO sebuah Perusahaan Ventura berskala internasional yang juga merupakan spesialisasi merger dan akuisisi ternama dikalangan pebisnis meskipun usianya masih sangat muda. Yang menurut pendapat adik kembarnya, jelas bukan pria yang akan bisa Ariana dapatkan mengingat kelas sosial mereka yang berbeda. Dan alasan yang kedua. Karenina ingin membuat Ariana kesal sebab kembarannya itu dengan sengaja memilih jasa sebuah catering besar untuk menangani hidangan di acara besarnya alih-alih menggunakan jasa catering restoran milik Ariana. Ya, adiknya memang sesombong itu. Dan semua itu jelas karena didikan ibu kandung mereka dan juga sang nenek yang sampai saat ini tak pernah mengakui Ariana sebagai cucunya. Tapi lantas semua itu membuat Ariana terusik? Jawabannya, tidak. Ariana bahkan tidak tertarik untuk menjadi bagian dari kaum hedonis macam Karenina, ibu dan juga neneknya. Ariana menaiki undakan berlantai marmer menuju ke sebuah pintu kayu ganda berbahan jati yang sudah dicat berwarna putih yang kini juga terbuka dengan sangat lebar seolah memang sedang menunggunya. Berbeda dengan area luar yang sibuk, area dalam terlihat lebih tenang sehingga saking sepinya Ariana bisa mendengar suara hentakan stilletonya sendiri. "No-nona. Anda kemana saja?" Cicit seorang wanita berseragam pelayan lengkap dengan celemek di depan tubuhnya. "Nyonya dan Tuan sudah mencari Nona dari kemarin malam." Lanjutnya dengan nada khawatir yang membuat Ariana memandangnya dengan sebelah alis terangkat. "Apa kau tidak mengenali majikanmu sendiri?" Tanyanya dengan nada datar yang membuat pelayan wanita itu mengernyit bingung. "Dimana Nyonya Juliarty?" Tanyanya yang membuat si pelayan mengernyit semakin dalam. Tentu saja, batin Ariana. Ia tahu kalau saudara kembarnya memanggil wanita yang sudah melahirkan mereka dengan sebutan Mami dan pria yang menjadi ayah tirinya dengan sebutan Papi. Tapi bagi Ariana, ibunya adalah Nyonya Juliarty dan pria yang menjadi ayah tirinya kini adalah Tuan Hanenda Wiryawan. "Nyo-nyonya ada di ruang kerja, bersama dengan Tunangan Anda." Ucap wanita itu dengan terbata. Sepertinya wanita itu masih meyakini kalau orang yang berdiri di hadapannya adalah majikannya. "Dan dimana itu ruang kerja?" Tanya Ariana berusaha menunjukkan senyum manisnya yang ia yakini malah terlihat seperti seringai yang mengerikan karena wanita berseragam pelayan itu tampak memandanginya dengan takut. "Di-disana." Tunjuk pelayan itu dengan ibu jarinya. Namun diamnya Ariana membuat wanita itu melangkah lebih dulu untuk menunjukkan letak ruangan yang seharusnya pada Ariana. Pelayan itu mengetuk pintu dengan sopan. Setelah mendapat jawaban dari dalam ruangan, barulah ia berani membuka pintu lebar yang juga berbahan kayu jati itu. "Nyonya, Nona sudah kembali." Umumnya entah pada 'Nyonya' yang mana. Menggeser tubuhnya ke samping, pelayan itu memberi Ariana akses untuk melangkah. "Apa kau masih belum bisa membedakan mana majikanmu dan mana yang bukan?" Desisnya sinis yang membuat wanita itu terlonjak kaget dan menatap Ariana bingung.Gerald mengangkat kepalanya dari dokumen yang sedang dia pelajari dan memandang asistennya dengan alis bertaut dalam. "Ulangi lagi perkataanmu?" perintahnya dingin tajam. Pria muda yang usianya terpaut dua tahun lebih muda darinya itu balik menatapnya dan berkata dengan nada datarnya."Tunangan Anda, Nona Karenina menghilang Tuan." Jawabnya lagi."Menghilang?" Kata itu kembali Gerald ulang. Bukan karena pendengaran Gerald terganggu namun untuk memastikan diri kalau apa yang didengarnya itu salah. "Menghilang katamu?" Asistennya itu lagi-lagi menganggukkan. "Menghilang tepat sehari sebelum pernikahan?" Lagi-lagi pria itu mengangguk. "Bagaimana bisa?" Tanyanya dengan nada dingin yang biasanya membuat para lawannya goyah. "Informan kita mengatakan kalau tunangan Anda menghilang diam-diam tepat sebelum makan malam." Ucap pria itu tanpa merasa tertekan sedikitpun oleh sikap arogan dan dingin majikannya. Dia jelas sudah terbiasa melihat perubahan sikap sang billionaire berdarah Yunani pemi
Gerald melirik asistennya dengan sebelah alis terangkat. Pria yang mengenakan setelan resmi dengan wajah datar itu balik memandang Gerald dengan gelengan kepala samar sebelum keduanya melirik ke arah pintu bersamaan dengan desisan yang terdengar kasar di telinga mereka saat gadis yang baru masuk itu berkata, "Apa kau masih belum bisa membedakan mana majikanmu dan mana yang bukan?” yang membuat Gerald semakin bertanya-tanya.“A-Ariana ?” Cicit Nyonya Juliarty seraya bangkit berdiri dari duduknya. Wanita menjelang pertengahan abad itu memandang gadis yang baru saja masuk dengan tatapan tak percaya sebelum melirik ke arah Gerald dengan tatapan takutnya.‘Ariana ?’ Ulang Gerald dalam hati. Ia melirik si gadis yang melangkah masuk dengan gerak angkuhnya dengan tatapan tertarik. Kemiripan wajah gadis itu dengan calon istri Gerald bernilai sembilan puluh lima persen karena lima persennya habis untuk gaya make-up dan juga tata rambut yang jelas berbeda dengan Karenina yang ia lihat terakhir k
“Jadi, tanpa aku tahu ternyata calon istriku memiliki seorang kembaran?” Tanya Gerald setelah Ariana hilang dari pandangannya.Senyum di wajahnya ditanggapi dengan ekspresi pucat di wajah tiga orang yang berusia jauh lebih tua daripadanya. Meskipun demikian, Nyonya Mahiswara tampaknya memiliki pengendalian diri yang lebih baik jika dibandingkan dengan putri dan menantunya.“Pertanyaannya, jika aku tidak melihatnya dengan mata kepalaku sendiri, apakah kalian akan menjebakku dengan menggantikan pengantinku tanpa sepengetahuanku?” Tanyanya dengan nada santai dan tatapannya terarah pada Nyonya Juliarty yang seketika itu juga tampak membeku karena gugup.“Ti-tidak seperti itu.” Jawab Nyonya Juliarty lirih.“Putriku hanya mencari rencana cadangan.” Kalimat pembelaan itu keluar dari mulut Nyonya Mahiswara. Dan dengan demikian Gerald menjadi tahu siapa sebenarnya yang memiliki kekuasaan di rumah ini dan harus berhati-hati pada wanita tua ini.“Rencana cadangan. Menggantikan calon istriku deng
Mobil pick-up nya sudah mendarat mulus di bagian belakang resto. Wendi yang menjadi pengemudi sekaligus asistennya di dapur sudah bersiap meminta bantuan karyawan lainnya untuk menurunkan bahan baku dan memasukkannya ke dapur.Resto yang dikelola Ariana memang bukan sebuah resto mewah. Tapi sistem yang digunakannya memang seperti sistem resto Lunch and Dinner seperti kebanyakan resto western lainnya. Untuk menu, bervariasi. Setiap harinya sebelum resto buka mereka selalu mengumumkan menu apa saja yang akan mereka buat hari itu. Sistem reservasi berlaku. Mereka juga menerima request menu selama ada pemberitahuan sebelumnya.Delapan orang anak buahnya sudah sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Sambil berlalu menuju tangga, Ariana menyapa mereka satu persatu. Di lantai atas, dimana kantor sekaligus ruang pribadinya berada sudah ada Lani yang sibuk dengan catatannya."Full book untuk dinner. Dan sisa empat set table untuk lunch." Ucapnya bahkan sebelum Ariana mendudukkan bokongnya di sof
Jangan pernah mengemis pada mereka yang meninggalkanmu. Bahkan jika suatu saat mereka menangis darah memintamu kembali. Jangan pernah mau!***"Aku akan menikah." Ucapan bernada tak acuh itu membuat Ariana mendongakkan kepala, sejenak melupakan bumbu apa yang seharusnya dia masukan kedalam mangkuk racikannya. "Selamat kalau begitu." Ucap Ariana juga dengan nada tak acuh yang sama dan kembali melanjutkan pekerjaannya. "Kamu tidak mau tahu siapa yang akan kunikahi?" Tanya Karenina seraya menyandarkan pinggulnya ke meja kitchen dan melipat kedua tangannya di depan dada, memandang langsung ke arah Ariana. "Apa aku perlu tahu?" Ariana balik bertanya. "Toh kamu juga tidak akan mengundangku ke pernikahanmu." Lanjutnya dan mulai mengaduk semua bumbu dengan menggunakan pengocok manual. "Syukurlah kalau kamu sadar diri." Ucap Karenina dengan nada mengejek. "Tapi meskipun kamu tidak akan datang ke pernikahanku, aku tetap butuh bantuanmu." Lanjutnya seraya memandang area dapur restoran Ariana
Ariana mau tak mau datang ke rumah ayahnya karena sang ayah yang meminta. Tanpa perlu ayahnya beritahukan, Ariana sudah menduga apa yang akan mereka bicarakan kali ini. Tentu berkaitan dengan Karenina dan permintaannya."Apa ayah marah?" Tanyanya pada sang Bunda saat wanita berhijab itu membuka pintu rumah untuknya. Ibu sambungnya itu menjawab dengan senyuman khasnya dan menggelengkan kepala."Udah makan?" Tanya wanita yang selama tiga belas tahun terakhir ini berperan sebagai ibu untuknya."Udah. Tadi sebelum kesini makan dulu." Jawab Ariana yang lagi-lagi ditanggapi dengan anggukkan ibunya."Ayah ada di halaman belakang." Ucapnya memberitahu dan Ariana melangkah menuju halaman belakang dimana ayahnya tampak tengah duduk menikmati secangkir kopi hitam dan buku bacaan."Bacaan apalagi sekarang?" Tanya Ariana seraya memeluk bahu sang ayah dan mengecup puncak kepalanya lembut. Pria berusia akhir empat puluhan itu menutup buku dan menunjukkan bagian depan buku yang tengah dibacanya pada
Jelas, selama ini yang mereka tahu nenek mereka hanyalah nenek Asmita, wanita sederhana berparas sendu dengan tatapan yang meneduhkan. Bukan wanita berpenampilan mahal dengan make-up yang bisa dikatakan cukup tebal di hadapan mereka. "Aku ibu dari ibu kalian." Ucap wanita itu lagi menjelaskan. "Apa ayah kalian tidak pernah membicarakan tentang ibu kalian?" Tanya wanita itu lagi dan jelas baik Ariana ataupun Karenina menjawab dengan gelengan kepala. "Apa selama ini dia mengatakan kalau ibu kalian sudah meninggal?" Tanyanya lagi dan keduanya menganggukkan kepala. Lalu dengan dramatis wanita itu menekan dadanya sendiri dan menunjukkan wajah sedih seraya berkata, "Tega sekali dia. Bahkan putriku masih sehat dan dia mengatakan kalau ibu kalian sudah meninggal?" "Apa ibu kami masih hidup?" Tanya Karenina dengan polosnya. Wanita itu menganggukkan kepala dengan antusias. "Dia hidup dan masih sangat sehat. Dia bahkan ingin bertemu dengan kalian." Berbeda dengan Karenina yang tampak antusia