Ariana terbangun. Kepalanya pening dan tengkuknya terasa berat. Ia mencoba mengerjap namun tidak mengenali dimana ia berada.Matanya terasa sulit untuk terbuka.Ayah!Mengingat ayahnya membuat kesadaran Ariana kembali sepenuhnya. Ia tersentak dan bangun dalam sekali gerakan sehingga membuat kepalanya kembali berdenyut sakit. Suara pekikan, larangan dan suara-suara asing lainnya menggema di kepalanya.Apa dia sedang bermimpi? Tanyanya dalam hati."Anda seharusnya tidak bangun secara tiba-tiba." Ucap seseorang dengan nada panik yang membuat Ariana kembali membuka mata dan melihat seorang wanita berusia sekitar empat puluhan menatapnya dengan mimik cemas. Wajah itu jelas tidak Ara kenali."Anda siapa?" Ariana balik bertanya. Ia ingin menggosok matanya yang terasa berat. Namun tangan wanita itu menahannya."Anda tidak boleh merusak riasannya. Kalau tidak Tuan Wiryawan akan marah." Pinta wanita itu panik.
Gerald telah mengenakan setelan jas putih dengan benang-benang perak yang menghiasi kelepak jas nya. Tampak semakin gagah dengan wajah tampannya yang sudah bersih dari bulu-bulu wajah yang ia pangkas khusus untuk acara ini."Apa aku terlihat seperti pengantin pria pada umumnya?" Tanyanya pada pria berusia akhir lima puluhan yang membalas pertanyaannya dengan senyum geli."Anda tahu kalau Anda tidak sama dengan pria manapun pada umumnya." Jawab pria itu yang Gerald anggap sebagai sebuah pujian. "Mobil sudah siap, Tuan. Anda mau berangkat sekarang?" Tanya pria itu lagi yang dijawab anggukkan oleh Gerald.Gerald keluar dari kamarnya. Di ruang tengah kediamannya, sudah berdiri neneknya dan juga ibunya. Kedua wanita itu tampak berdandan dengan rapi, mengenakan pakaian mahal sekalipun tahu kalau mereka hanya akan datang ke sebuah acara yang sederhana.Ya, sederhana. Karena Gerald akan menikah secara sederhana di kediaman Wiryawan. Satu dari hal mengejutkan lain
Ariana dibawa ke sebuah hotel megah—yang ia tahu merupakan milik dari keluarga Turki-Indonesia bermarga Levent—secara terpaksa.Hotel yang ia tahu merupakan tempat dimana resepsi pernikahan Gerald dan Karenina akan dilaksanakan.Seandainya ia adalah tamu pesta, mungkin ia akan menikmati seluruh kemewahan yang tersedia. Semua yang tampak di depan matanya sangatlah fantastis, se-fantastis harga yang harus Karenina dan Gerald keluarkan untuk semua kemegahan itu.Dekorasi yang super mewah dengan bunga-bunga asli menjadi penghias ruangan. Catering dengan menu beragam yang ia yakini akan enak dilidah yang mungkin dalam keadaan normal akan jadikan sebagai bahan testimoni untuk cateringnya sendiri. Dan tentu saja, souvenir ekslusif yang Ariana yakin akan membuat jiwa kaum kekurangan meronta menginginkannya.Kemewahan resepsi yang selama ini Karenina banggakan, malam itu seolah menjadi kutukan tersendiri untuk Ariana.Terbiasa mengenakan celana jeans dan at
Ariana kembali bergelung dan memeluk gulingnya karena enggan meninggalkan rasa hangat yang menjalar di tubuhnya. Ia mengeryit tanpa membuka mata saat merasakan kakinya ditindih sesuatu.Lani? Pikirnya tanpa membuka mata.Sahabat sekaligus sepupunya itu memang selalu saja masuk ke kamarnya dan tidur bersamanya tanpa seijinnya. Namun Ariana selalu membiarkannya.Mereka selama ini memang hidup berdua dan katakanlah mereka bergantung satu sama lain karena semenjak duduk di bangku SMA mereka sudah tinggal satu rumah bersama.Anehnya, Lani tidak seperti biasa.Apa tubuh sahabatnya itu menggemuk dalam semalam? Kenapa bobotnya menjadi semakin berat? Dan apa Lani juga mengonsumsi obat penumbuh bulu? Kenapa kaki sahabatnya itu terasa kasar?Ah ya, mungkin Lani belum melakukanwaxing. Pikir Ariana lagi.Ariana mencoba menggerakkan tubuhnya. Namun bukannya bergerak menjauh, tubuh Lani malah beringsut semakin dekat. Bahkan tangan gad
Ariana merasakan sebuah tangan hangat dan sedikit kasar terasa menyentuh perutnya. Mengusapnya dengan pelan dan bergeser naik untuk menangkup salah satu payudaranya sementara tangan yang lain terasa menyentuh bagian luar pakaian dalamnya. Ariana juga merasakan gesekan halus di ceruk lehernya diiringi dengan usapan lembut yang hangat dan kecupan. Tak sadar ia menggigit bibirnya, merasakan sensasi aneh, hangat dan menyenangkan menjalar ke seluruh tubuhnya. Terlebih denyutan menyenangkan di area intimnya.Seseorang melepas kaitan branya dan mengecupi punggungnya, hal yang membuat Ariana geli namun tak mau menghindarinya.Apakah ia bermimpi? Kenapa mimpinya terasa senyata ini? Saat ia merasakan tangan yang mengelus bagian luar pakaian dalamnya itu bergerak dan hampir menyusup masuk, Ariana terbelalak.'Gerald !'Teriak otaknya lantang dan ia seketika merubah posisi tubuhnya menjadi terlentang yang kemudian ia sesali karena hal itu membuat Gerald mala
Di dalam kamar mandi Ariana menepuk kedua pipinya pelan seraya memandangi penampilannya di depan cermin. Ya Tuhan apa yang baru saja ia lakukan barusan? Bercumbu? Sepertinya itu lebih dari sekedar bercumbu. Atau sebenarnya inilah yang disebut denganmake out?Padahal belum sampai 24 jam ia menjadi istri pria asing itu tapi ia sudah melakukan hal-hal mesum yang..."Aaarrrggghhhh..." Ariana meredam teriakan tertahannya. Sumpah, ia sebenarnya malu, meskipun ia tidak ingin mengakui hal itu.Pria itu mengajarkannya hal-hal yang buruk. Padahal demi Tuhan, Ariana belum pernah disentuh pria manapun sebelumnya. Lalu kenapa dia malah bersikap layaknya jalang yang mau-mau saja dicium dan diraba oleh pria asing.Oke, tidak sepenuhnya asing. Pria itu suaminya sekarang. Dan Ariana sendiri tidak melakukan hal dosa meskipun ia melakukan hal yang lebih dari itu.Tapi pria itu tetap saja orang asing. Meskipun statusnya adalah suaminya. Yang Ariana tahu t
"Bunda...!" satu teriakan diiringi dengan sebuah pelukan erat di kaki Ariana membuat Ariana mematung. Ia memandang bocah tampan dan Gerald secara bergantian."Bunda?" lirih Ariana dengan dahi mengernyit dalam lebih kepada Gerald."Iya, Bunda." Jawab bocah kecil itu masih dengan kedua tangan memeluk paha Ariana. "Bunda, Bundanya Asha kan?” Tanya bocah itu penuh harap. “Papa bilang, Papa bakal ngajak Bunda pulang ke rumah. Tapi Asha tungguin dari kemarin Papa gak juga bawa Bunda pulang." Ucap bocah kecil itu dengan kata agak cadelnya.Ariana hanya mengernyit bingung dengan ucapan bocah itu. Mungkin yang bocah itu sebut dengan ‘Bunda’ itu adalah Karenina, bukan dirinya.“Maaf, tapi…”“Semalam Bunda sama Papa kecapekan, jadi kita gak pulang ke rumah.” Gerald menyanggah sebelum Ariana mengklarifikasi siapa dirinya pada bocah itu. Ia memandang Gerald dengan tajam. Bagaimana bisa pri
"Papa...!" Arshaq kembali menggedor pintu kamar Gerald dengan tak sabar.Gerald mencoba menahan geramannya, namun pria itu berbisik di telinga Ariana, "Ini belum selesai." sesaat sebelum pria itu memberikan kecupan singkat di sudut bibir Ariana. "Kita akan membahas ini nanti di rumah." Dan setelah mengatakan itu, Gerald membuka pintu kamar lebar-lebar dan menurunkan pandangan untuk melihat sosok bocah yang balik memandangnya dengan ekspresi kesal. "Kamu kenapa?" tanya Gerald pada bocah lima tahun di depannya."Jangan sembunyiin Bunda." Rengek bocah itu seraya menerobos masuk ke dalam kamar dan mencari Ariana. Melihat Ariana yang tengah berdiri, Arshaq langsung memeluk kaki gadis itu lagi. "Bunda, jangan peygi." Mohonnya dengan kepala mendongak memandang Ariana dengan mata berkaca.Ariana mematung. Tatapan itu, apakah itu tatapan yang sama yang ia berikan pada ibunya saat ibunya datang dan membawa Karenina bersamanya dan mengabaikan Ariana?Mes
"Karen, Sayang. Kamu sudah sadar?" Pertanyaan Nyonya Juliarty membuat semua orang yang ada di ruangan itu mendongakkan kepala. Tuan Toni Sadhana dan sang ibu mendekati tempat tidur Karenina sementara Gerald masih terduduk di kursinya dan tersenyum menatap sang istri yang masih menutup mata."Sayang, Karenina sudah kembali." Ucapnya berbisik pelan."Mami..." Lirih Karenina dan gadis itu menangis terisak begitu saja dalam pelukan sang ibu yang berdiri dan membungkuk susah payah menahan rasa sakitnya hanya untuk memberikan putrinya ketenangan. "Maafin Karen. Maaf." Lirihnya masih terisak."Mami maafkan kamu, Sayang. Selalu." Ucap Nyonya Juliarty menenangkan."Ana?" Karenina teringat saudara kembarnya. Ia menoleh dan melihat Ariana yang masih menutup mata. Tangan kanannya yang terpasang selang transfusi memegang tangan kiri Ariana yang terpasang infus. "Ana, kenapa kau tidak bangun?" Tanyanya lirih seraya mengguncang lengan Ariana. "Ana, bukankah Ayah menyuru
Tempat yang luas dengan cahaya matahari yang yang sangat terang membuat Ariana mengangkat tangannya untuk menghalau cahaya yang membuatnya tak bisa melihat jelas.Dimana ini? Tanya Ariana pada dirinya sendiri. Ia berusaha untuk duduk dan melihat sabana luas tanpa ujung. Tidak ada binatang, tidak ada pohon tinggi yang membuatnya bisa berteduh."Kamu sudah bangun?" Ariana mendengar suara wanita yang sangat ia kenal dan menoleh pada Karenina yang berdiri menjulang di sampingnya mengenakan gaun putih sebatas betis. Kembarannya itu menggeraikan rambut hitam panjangnya.Ariana berdiri. Mengibaskan roknya yang ia yakini ditempeli rumput karena tadi ia sudah berbaring dan Karenina membantunya membersikan potongan-potongan yang nakal dan enggan pergi. Kini setelah sama-sama berdiri Ariana memperhatikan kalau jenis pakaian mereka sama. Gaun putih berbahan lembut dengan rok menyentuh betis dan bentuk lengan yang panjang dengan potongan dada berbentuk persegi. Ia juga melih
Seminggu setelah Ariana dipulangkan, ia mendengar kabar baik dari Gerald kalau mereka berhasil mendapatkan pendonor yang cocok untuk ibunya. Meskipun tahu kalau keberadaannya akan membuat Karenina marah, Ariana tetap ingin menemani ibunya sebelum ibunya masuk ke ruang operasi."Apa kau tidak malu?" Tanya Karenina saat mereka sedang menunggu hasil lab akhir keputusan dokter untuk proses tranplantasi yang akan dilakukan Nyonya Juliarty."Malu kenapa?" Ariana balik bertanya. "Kau sudah merebut calon suamiku dan sekarang kau dengan terang-terangan menunjukkan kemesraanmu didepanku. Bukankah tindakanmu ini sangat jahat? Kalau kau memiliki perasaan, seharusnya kau tidak berbuat seperti ini terhadapku.""Maafkan aku, Karen. Tapi aku tidak bisa mengelak kalau suamiku ingin menyentuhku dan menunjukkan betapa dia mencintaiku. Dan kusarankan lebih baik kau berhenti mencintainya karena sampai kapanpun, bahkan jika aku matipun dia tidak akan pernah menjadi milikmu apalagi me
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Karenina saat melihat Ariana muncul dengan menaiki kursi roda didorong oleh Gerald di belakangnya. Tatapan gadis itu tampak marah. Wajahnya terlihat lebih lelah dibandingkan beberapa hari yang lalu saat gadis itu menemui Ariana di penthouse. Saudara kembar Ariana itu jelas tidak baik-baik saja."Dia ingin menemui ibunya, apa itu salah?" Gerald mewakili Ariana menjawab pertanyaan Karenina dengan nada yang tak kalah ketusnya. Karenina berdecih, namun tatapannya tak mengarah pada Gerald. Jelas gadis itu tak sanggup memandang Gerald secara langsung."Untuk apa? Untuk mengejek kami?" Tanya Karenina lagi pada Ariana."Aku hanya ingin melihatnya." Jawab Ariana pada saudara kembarnya namun tatapannya mengarah pada Nyonya Juliarty. "Biarkan kami bicara berdua." Itu bukan permintaan, itu perintah supaya Karenina dan Gerald meninggalkan ruangan Nyonya Juliarty."Kenapa? Mencari celah untuk membunuh ibumu sendiri?" Tuduh Karenina
"Pergilah bekerja." Dorong Ariana pada suaminya yang kini sudah mengenakan atribut kantor lengkap."Aku masih mau liburan." Ucap Gerald manja seraya kembali memeluk Ariana yang langsung Ariana tolak."Jangan berlebihan. Ingat, anak kita dua. Kau harus bekerja ekstra keras untuk membuat mereka bisa mendapatkan pendidikan terbaik." Ucap Ariana kembali mendorong Gerald menjauh darinya."Hanya dua? Gak mau anak ketiga, keempat, kelima?" Tanya Gerald menggoda."Kamu pikir aku ini kucing?" Pekik Ariana kesal karena pertanyaan suaminya."Kucing liar yang terlalu mempesona." Ucap Gerald kembali mencoba memeluk Ariana yang membuat Ariana memekik menghindarinya. "Apa aku sudah mengatakan padamu kalau kau terlihat semakin cantik saat hamil?" Goda Gerald lagi yang membuat Ariana berdecih."Berhenti Gerald. Apa kamu gak malu dilihat Arshaq seperti ini?" Gumam Ariana seraya mengedikkan kepala ke arah dimana Arshaq tengah sarapan."Kenapa harus malu
Ariana merasakan usapan lembut di dahinya. Ia membuka mata dan melihat Gerald yang tengah menatapnya. Ariana tidak perlu heran ataupun mempertanyakan bagaimana caranya Gerald bisa masuk ke kamar padahal semalam ia sudah yakin menguncinya. Gerald selalu memiliki banyak cara untuk melakukan hal yang tidak Ariana duga."Sudah lebih baik?" Tanya Gerald masih mengusap wajah Ariana dengan ujung jemarinya. Ariana hanya memandang wajah pria itu tanpa memberikan jawaban apapun. "Sudah pagi, waktunya sarapan." Gerald menyelipkan tangannya ke bawah leher dan lutut Ariana dan mengangkat tubuhnya dan membawanya menuju kamar mandi.Gerald tidak menurunkan Ariana, dia mendudukan Ariana di meja wastafel dan membuka keran air lalu mengusap wajah Ariana lembut dengan tangannya yang basah. Setelah selesai pria itu mengecup dahinya dan kembali menggendong tubuh Ariana membawanya keluar kamar.Ariana terkejut saat melihat Lani yang sudah duduk di meja bersama dengan Izzan."B
Ancaman Karenina membuat Ariana tidak bisa berpikir jernih. Dia menjadi waswas dan memandang semua orang dengan curiga.Mana orang suruhan Gerald?Mana orang suruhan Mahiswara?Dan mana orang suruhan Ava?Ava? Kenapa wanita itu tidak berhenti mengusiknya? Apa yang wanita itu inginkan darinya?Ariana takut. Ya, dia takut sesuatu terjadi bukan padanya tapi pada bayi yang dikandungnya. Dan ucapan Karenina tentang penyakitnya. Ariana jelas tidak menyangka kalau kembarannya itu tahu dan lebih tidak menyangka kalau kembarannya itu berbahagia atas penyakit yang dideritanya dan bahkan menantikan kematiannya.Dan semisal hal itu terjadi, mungkinkah Ariana akan rela jika anaknya nanti dirawat oleh Karenina?Tidak.Ariana jelas harus membuat wasiat yang memastikan kalau jika kelak dia mati meninggalkan anaknya, maka dia harus memastikan Karenina, Mahiswara, Hestia, Rosaline dan bahkan Juliarty tidak boleh menyentuh bayinya sama sekali. An
"Aku mencintai Gerald dengan segenap hatiku." Bisik gadis itu lirih."Kalau kau memang mencintainya, kenapa kau pergi sebelum hari pernikahanmu?" Tanya Ariana ingin tahu. Dan meskipun ia enggan mengakuinya, pertanyaan itu memang memenuhi benaknya selama ini."Aku tidak lari." Desis Karenina dengan kesal. "Sudah kukatakan padamu kalau aku pergi karena aku membutuhkan waktu untuk mempertimbangkan semuanya kembali."Dan kenapa aku melakukannya?"Karena ada satu hal yang tidak aku katakan padamu yaitu, bahwa aku dan Gerald sudah membuat perjanjian pra nikah, dan saat aku menyadari aku tidak bisa memenuhi isi perjanjian itu, itu membuatku gundah." Ucap gadis itu dengan dingin disertai seringai sinis di wajahnya."Rencana pernikahanku dengan Gerald memang bermula karena perjanjian yang dibuat antara dia dan Papi. Karena uang." Karenina menjelaskan dengan nada santai. Gadis itu kembali menyandarkan punggungnya ke sofa dan melipat kedua lengannya di depan
Waktu kembali berlalu. Ariana yang kini mulai dikenal sebagai istri sah Gerald jelas mendapatkan perlakuan yang berbeda dari karyawan pria itu. Sekalipun sebenarnya Ariana jarang sekali memunculkan wajahnya karena kesehariannya di dominasi ruang kerjanya dan juga kediaman mereka, namun sesekali ia terpaksa mengikuti Gerald ke Zeroun Tower saat Gerald harus mengikuti rapat umum yang tak bisa dia tinggalkan. Dan saat itu terjadi mereka bersikap amat sangat sopan pada Ariana, tak seperti sikap mereka pada awalnya yang tak acuh.Ariana juga tak bisa memungkiri kalau berkat campur tangan Gerald dan Izzan, restoran mereka kini mendapatkan banyak konsumen. Bukan hanya dari kalangan menengah ke bawah seperti konsumen-konsumen sebelumnya, namun juga klien kalangan menengah keatas yang seringnya menyewa privat room saat melakukan transaksi bisnis di restorannya.Ariana juga tahu kalau sebagian dari konsumen yang datang ke restorannya bukan hanya ingin mencoba masakan yang dibuat