“AAAHH!!!!” Aku menjerit dan membuka mataku. Cahaya dari lampu tidur yang tidak terlalu terang membuat kamarku menjadi agak gelap, membuatku berfikir ulang untuk memastikan apakah aku masih didalam mimpi atau tidak. Perlahan aku melirik ke sekeliling kamar, mencoba mendapat pandangan yang fokus dan jelas dengan mataku yang baru berfungsi beberapa milisekon yang lalu.
Aku mencoba menggerakan tubuhku namun hasilnya nihil, yang kudapat hanya seluruh tubuhku yang mati rasa, seperti kehilangan panas tubuhku. Nafasku belum juga kembali normal, dan selama itu juga aku perlahan mulai bisa merasakan kaki tangan dan jari jariku perhalan mulai mendapatkan kembali panas dari pusat tubuhku.
“Haaaahhhhh….” Aku menarik nafas panjang sambil memegang kepalaku. Tubuhku sudah kembali normal
Oh, dia tertawa. Ternyata masih sama, Derald masih tertawa santai seerti sebelumnya. Itu jadi membuatku tidak bisa melakukan apapun selain ikut mengembangkan senyum diwajahku. Mengenang kembali hal hal indah itu, sangat menyenangkan. Tiba tiba mimpi yang semalam terputar dalam penglihatanku. Tatapan ‘mati’ dalam sorot mata Derald… dengan bersimbah darah itu… Ahh,, tidak tidak. Jangan memikirkan hal seperti itu sekarang. Masih ada banyak hal yang lebih penting. Aku jadi teringat aku harus minta maaf tentang pamit pulang yang terkahir kemarin, dan dengan keadaan yang tidak seindah saat ini. Aku harus mengatakannya dengan benar sekarang. “Um… Derald…” “Hmm?&
Benar juga, Derald pernah menceritakan padaku ada 3 temannya yang akan berpartisipasi dalam lomba ini juga. Waktu itu, ketika terjadi ‘keributan’ yang cukup hebat di depan kelasku karena kemunculan 4 dewa sekolah. Ya, begitulah cara mereka menyebutnya, aku baru mengetahuinya akhir akhir ini dari Liz. “Deraaald!” Seruan yang terdengar sangat manis dan penuh keceriaan sambil melambaikan tangan. Kau mungkin tidak percaya suara itu datang dari seorang anak laki-laki. Aku mengingatnya, si cowok imut, Zeno. “Woaahh, akhirnya kita bertemu lagi setelah cukup lama ya, Derald!” Mereka kemudian menepukan tangan mereka satu sama lain. Di belakang Zeno ada seorang lagi yang lebih tinggi darinya. Jika aku tidak salah menebak, dia adalah Kyle. Derald juga menyapanya dan melakukan s
Kami akhirnya akan melewati perbatasan kota. Satrone. Kota satelit ini berada ditenggara ibu kota tempat kami tinggal, Torwell. Berbeda dengan kota kami, disini masih banyak pepohonan dan area terbuka hijau. Masih sangat asri dan menyegarkan, dan terdapat beberapa hutan juga. Salah satu yang paling terkenal dari Satrone adalah bukit kembar Fligle dan Andores. Disanalah kompetisi ini akan dimulai, event bersejarah bagi hidupku juga. Aku belum pernah ke sana sebelumnya, jadi aku sangat antusias menantikannya. Melewati perbatasan kota itu yanhg ditandai dengan gapura besar dengan dua patung hewan persilangan antara naga dan kuda, udara yang bergerak entah bagaimana menjadi terasa sangat sejuk tiba tiba. Jauh berbeda dengan di Torwell. Aku benar benar menikmatinya. Sangat, sangat menikmatinya. Aku duduk di paling belakang dekat dengan pintu keluar di belakang truk itu. Aku sudah menebak sebelumny
Lihatlah, sekarang mereka berdua saling bernostalgia tentnag masa kecil mereka bersama. Derald tampak begitu akrab dan hangat, tapi bukan bersamaku. Dan parahnya aku bukan siapa siapa untuk menuntut apapun, tidak pada statusku sekarang. Pemikiran akan fakta ini, jujur saja, seperti sengaja menahan duri yang perlahan menggores kulitmu saat berusaha mengambil daun pandan. Terasa perih dan gatal. Apa aku memang sudah jatuh terlalu dalam pada permainan ini? Aku mulai memikirkan tentang apa yang dikatakan Alisa ketika kita pertama kali berbicara di aula kemarin. Saat itu dia berkata “… satu atau dua sampah tidak layak berdiri diantara kami, bukan?”. Aku jadi mulai mengerti apa yang dia maksud. Tidak seharusnnya aku mengganggu hubungan mereka yang sudah dibangun sejak lama sekali. M
Aku melihat ke sekeliling, ke segala arah, termasuk langit biru cerah, dan rumput jepang tempat dimana aku berpijak. Di puncak bukit ini, tidak jauh dariku, ada papan kayu besar tertancap. Disana tertulis ‘Bukit Andores’. Menurutku, tulisan ini sangat besar, tapi melihat luas tempat ini yang jauh lebih besar, sepertinya tidak terlalu sebanding untuk memberi tahu semua orang dari berbagai arah bahwa mereka sedang berada di Bukit Andores. “Ooii… Apa kalian akan meninggalkan kami di belakang..?” Teriak Fazel yang berjalan menanjaki bukit, dibelakangnya disusul Derald dan Alisa. Aku melihat 2 cowok yang baru saja menyusul kami membawa cukup banyak perlengkapan, beberapa kardus dan tas besar bertumpuk dalan dekapan mereka. “Sini, biar kami bantu bawakan!” Kat
Aku melangkah semakin dekat ke kerumunan itu, dan terkejut ketika melihat di bagian tengah kain itu bergerak gerak dengan sendirinya, seperti ada makhluk hidup yang cukup besar disana. Ada salah seorang dari mereka yang mencoba mengeluarkan makhlik tersebut dari sana. “Hey, Sofia…” Aku menoleh kebelakang ketika mendengar ada seseorang yang memanggilku. “…Darimana saja kau? Aku mencarimu kemana mana.” Bob menghampiriku, dia terlihat sedang memebawa beberapa kayu kayu yang cukup besar. “Apa yang sedang terjadi disini?” Aku bertanya padanya tentang apa yang terjadi di belakangku. Bob kemudian memiringkan tubuhnya untuk mengintip dari bahuku dan melihat apa yang sedang aku maksud. Ya, si tumpukan besar kain dan sekelompok anak pramuka. “Oohh… i
“Hey, bukankah ini adalah idemu untuk membangun tenda sendiri?” Derald mencoba membalikkan tuduhan. “Tapi aku tidak menantang siapapun.” “Tapi kau mengatakannya lebih dulu ketika mereka membandingkann kita dan mengatakan kita tidak bisa apa apa dan sains tidak berguna.” Mereka memulai lagi perseteruan mereka. Aku sudah menutum telingaku tetapi mereka tetap tidak mengerti kode ini. Akhirnya aku harus melakukan seseuatu untuk menghentikan mereka. Aku menaruh dua jari telunjukku di bibir mereka. “Ssshhhh…” Akhirnya mereka berhenti mengoceh, dan aku bisa menengahi mereka.
“Benarkah?.. Haahh syukurlahh” Kataku dengan leganya. Tentu saja, aku hampir berfikir bahwa kita benar benar akan menggunakan kantung tidur saja malam ini dan langsung beratapkan langit. Akhirnya aku langusng mengajaknya kembali ke tempat Derald dan Fazel. Mereka langsung bangkit dari duduknya. Tanpa berbicara mereka memandangiku datang bersama seorang gadis yang terus menunduk, hanya memperlihatkan topinya di depan. ”Jadi… dia akan membantu kita membangun tenda.” Kataku menjelaskan singkat. Gadis ini kemudian membungkukan tubuhnya sebagai salam, dan di balas dengan cara membungkuk juga oleh Derald dan Fazel. Setelah itu kami berempat mulai membangun tenda dari awal. Gadis ini awalnya mencoba mengagnkat beberapa hal sendirian, hingga Derald mengatakan “Jangan lakukan semuanya sendiri, beri kami instruksi dan kami akan melakukannya. Tak perlu sungkan.&rdquo