Lihatlah, sekarang mereka berdua saling bernostalgia tentnag masa kecil mereka bersama. Derald tampak begitu akrab dan hangat, tapi bukan bersamaku. Dan parahnya aku bukan siapa siapa untuk menuntut apapun, tidak pada statusku sekarang. Pemikiran akan fakta ini, jujur saja, seperti sengaja menahan duri yang perlahan menggores kulitmu saat berusaha mengambil daun pandan. Terasa perih dan gatal. Apa aku memang sudah jatuh terlalu dalam pada permainan ini?
Aku mulai memikirkan tentang apa yang dikatakan Alisa ketika kita pertama kali berbicara di aula kemarin. Saat itu dia berkata “… satu atau dua sampah tidak layak berdiri diantara kami, bukan?”. Aku jadi mulai mengerti apa yang dia maksud. Tidak seharusnnya aku mengganggu hubungan mereka yang sudah dibangun sejak lama sekali. M
Aku melihat ke sekeliling, ke segala arah, termasuk langit biru cerah, dan rumput jepang tempat dimana aku berpijak. Di puncak bukit ini, tidak jauh dariku, ada papan kayu besar tertancap. Disana tertulis ‘Bukit Andores’. Menurutku, tulisan ini sangat besar, tapi melihat luas tempat ini yang jauh lebih besar, sepertinya tidak terlalu sebanding untuk memberi tahu semua orang dari berbagai arah bahwa mereka sedang berada di Bukit Andores. “Ooii… Apa kalian akan meninggalkan kami di belakang..?” Teriak Fazel yang berjalan menanjaki bukit, dibelakangnya disusul Derald dan Alisa. Aku melihat 2 cowok yang baru saja menyusul kami membawa cukup banyak perlengkapan, beberapa kardus dan tas besar bertumpuk dalan dekapan mereka. “Sini, biar kami bantu bawakan!” Kat
Aku melangkah semakin dekat ke kerumunan itu, dan terkejut ketika melihat di bagian tengah kain itu bergerak gerak dengan sendirinya, seperti ada makhluk hidup yang cukup besar disana. Ada salah seorang dari mereka yang mencoba mengeluarkan makhlik tersebut dari sana. “Hey, Sofia…” Aku menoleh kebelakang ketika mendengar ada seseorang yang memanggilku. “…Darimana saja kau? Aku mencarimu kemana mana.” Bob menghampiriku, dia terlihat sedang memebawa beberapa kayu kayu yang cukup besar. “Apa yang sedang terjadi disini?” Aku bertanya padanya tentang apa yang terjadi di belakangku. Bob kemudian memiringkan tubuhnya untuk mengintip dari bahuku dan melihat apa yang sedang aku maksud. Ya, si tumpukan besar kain dan sekelompok anak pramuka. “Oohh… i
“Hey, bukankah ini adalah idemu untuk membangun tenda sendiri?” Derald mencoba membalikkan tuduhan. “Tapi aku tidak menantang siapapun.” “Tapi kau mengatakannya lebih dulu ketika mereka membandingkann kita dan mengatakan kita tidak bisa apa apa dan sains tidak berguna.” Mereka memulai lagi perseteruan mereka. Aku sudah menutum telingaku tetapi mereka tetap tidak mengerti kode ini. Akhirnya aku harus melakukan seseuatu untuk menghentikan mereka. Aku menaruh dua jari telunjukku di bibir mereka. “Ssshhhh…” Akhirnya mereka berhenti mengoceh, dan aku bisa menengahi mereka.
“Benarkah?.. Haahh syukurlahh” Kataku dengan leganya. Tentu saja, aku hampir berfikir bahwa kita benar benar akan menggunakan kantung tidur saja malam ini dan langsung beratapkan langit. Akhirnya aku langusng mengajaknya kembali ke tempat Derald dan Fazel. Mereka langsung bangkit dari duduknya. Tanpa berbicara mereka memandangiku datang bersama seorang gadis yang terus menunduk, hanya memperlihatkan topinya di depan. ”Jadi… dia akan membantu kita membangun tenda.” Kataku menjelaskan singkat. Gadis ini kemudian membungkukan tubuhnya sebagai salam, dan di balas dengan cara membungkuk juga oleh Derald dan Fazel. Setelah itu kami berempat mulai membangun tenda dari awal. Gadis ini awalnya mencoba mengagnkat beberapa hal sendirian, hingga Derald mengatakan “Jangan lakukan semuanya sendiri, beri kami instruksi dan kami akan melakukannya. Tak perlu sungkan.&rdquo
“Oh,.. um.. ya..” Fazel kemudian melanjutkan memukul pasak di tanah. “Kau melihat sesuatu?” tanyanya padaku sambil terus memukul pasak. “Ya.. hanya sekumpulan babi yang sedang beraksi.” Kataku singkat. Dia kemudian merhenti sejenak dan melihatku, seperti memintaku menjelaskan apa yang aku maksud sebagai babi. Aku menghela nafas pelan lalu melihat kea rah tenda milik kelompok Mina. “Bullying nampaknya masih tren di beberapa kalangan rupanya…” Sorot mataku meminta Fazel untuk melihat ke arah yang sama. Aku dan Fazel untuk sesaat sama sama memperhatikan apa yang terjadi di sana. Apa yang mereka lakukan pada Mina, saat ini mungkin masih belum seberapa, karena banyak orang. Orang orang di sekitar tidak ada yang menyadari karena dengan jumlah mere
Kami berada di tepi jalan raya. Berjalan cepat di trotoar sambil memastikan bahwa kami berada di rute yang benar menuju gedung abu. Dan juga… “Aku belum melihat soalnya secara utuh, apa kita bisa eliminasi variable z terlebih dahulu seperti biasa?” Derald mengencangkan suaranya agar terdengar. “Variable z memiliki koefisien 3,4 dan 5 pada masing masing persamaannya. Menurutku akan lebih mudah menghilangkan x terlebih dahulu karena koefisien mereka 2, 6 dan -3. Itu akan lebih mudah.” Jawabku juga setengah berteriak. “Bagus. Ayo lakukan…” Katanya sambil menutup sebelah telinganya yang menghadap ke jalan. “…Kau selesaikan persamaan 1 dan 2, aku akan men
“Meski begitu beberapa orang tetap kembali ke perkemahan. Aku mendengar beberapa orang berbicara sebelum kalian datang. Beberapa juga mencoba membuka pintu itu dengan beberapa kombinasi, tapi tangan mereka malah memiliki tanda hitam.” Jelasnya. “Tanda hitam?” Tanyaku bingung. “Ya, mungkin karena mereka tidak memasukan jawaban yang benar. Dari atas penutup tangannya jatuh setetes cairan hitam seperti tinta.” Katanya dan melihat ke sekompulan orang disana. Derald terlihat mulai berfikir, memproses data data ini untuk mencari solusinya. Begitu juga denganku. Semakin lama, kompetisi ini makin tidak jelas, dan parahnya ini pertama kalinya aku mengikuti perlombaan semacam ini. Apa semuanya memang seperti ini?&nb
“Sofia…!” Suara Derald terdengar dari belakang sana, dia melambaikan tangan. Aku berlari kecil menuju tempatnya berada. Sementara Derald sudah duduk disana dengan buzzer dan juga beberapa lembar kertas buram. “Syukurlah kita berada di belakang.” Bisiknya tiba tiba ketika aku sampai. “Kenapa?” Derald menaruh jari telunjuknya di depan bibirnya yang tersenyum, lalau menunjuk ke depan. Ketika aku melihat kearah mana dia menunjuk, ada beberapa pasang tim yang mulai tertawa aneh, beberapa terlihat mengeluarkan sesuatu benda berbentuk kotak berwarna hitam yang kusadari sebagai kalkulator, sisanya ada yang memegang kertas lain selain kertas buram di tangannya.&nbs