Jumat pagi itu, Vindreya dan Hansa berjalan beriringan memasuki gerbang sekolah. Keduanya tampak diam, sibuk memikirkan ada di mana dan apa yang terjadi sebenarnya pada Kenzo hingga berhari-hari menghilang tanpa kabar seperti ini. Di depan gerbang, tepatnya di pilar gerbang sekolah tadi, kedua gadis itu masih saja tak melihat Kenzo di sana. Sambil harap-harap cemas, Vindreya dan Hansa terus melangkah, berharap Kenzo sudah lebih dulu berada di kelas nanti.
Dengan tatapan kosong, tetapi kaki terus melangkah maju, pikiran Hansa tak pernah lepas dari Kenzo. ‘Lo di mana, Ken? Di saat gue udah ngerasa nyaman banget ada di dekat lo, di saat akhirnya kita didekatkan dengan cara duduk semeja, lo malah menghilang kayak gini.’
Langkah kaki Hansa memelan dan mulai tidak terarah menuju kelas tanpa dia sadari. Di sisi lain, Vindreya juga melamun, tetapi dengan langkah kaki yang lebih cepat dan dia masih mampu sedikit lebih mengontr
Sore itu, Vindreya dan Hansa yang baru saja turun dari taksi, kini sedang berdiri di depan sebuah rumah dengan rupa sederhana yang tidak lain adalah rumah Kenzo, sesuai dengan yang Bu Winda beritahukan tadi.“Langsung ketuk aja pintunya, Vin,” bisik Hansa.Vindreya mengangguk.Tok tok tok.“Permisi!” ucap Vindreya.Tak ada jawaban.“Lagi, Vin, lagi.”Tok tok tok.“Permisi! Selamat sore!”Ceklek. Akhirnya pintu terbuka lalu tampak seorang pria paruh baya yang tidak lain adalah pamannya Kenzo keluar dari sana.“Kalian siapa, ya? Ada urusan apa ke sini?” tanya paman Kenzo.“Saya Vindreya, Pak. Ini Hansa. Kami temen sekelasnya Ken
Siswa yang lain kompak menengok ke pintu kelas. Benar saja. Kenzo tampak baru saja memasuki kelas dengan … menggunakan tongkat. Laki-laki yang dijuluki pangeran hitam itu seketika menjadi pusat perhatian. Tidak hanya di kelasnya, bahkan saat berjalan menuju sekolah sampai menyusuri koridor tadi, dia memang sudah menjadi pusat perhatian.Mulut Vindreya menganga. Tak ada satu kata pun yang mampu keluar dari mulutnya melihat Kenzo yang sedang berjalan pincang sambil memakai tongkat.Kenzo yang sudah tidak tahan ditatap seperti itu oleh teman-temannya seketika berhenti di depan papan tulis sambil menatap tajam. “Apaan liat-liat, hah?”“Kaki lo ….” Dimas menunjuk kaki kanan Kenzo.“Kenapa kaki gue? Nggak pernah liat kaki lo?”“Bu--bukan itu. Maksud gue … kaki lo kok bisa …..” 
Siang itu Vindreya dan Hansa sedang berada di toilet untuk becermin. Hansa beberapa kali melirik Vindreya yang sejak tadi tak henti tersenyum. Tampaknya gadis itu sedang sangat bahagia karena Kenzo kembali masuk sekolah.Hansa juga sebenarnya bahagia. Ya, tentu saja bahagia. Dia juga mencintai Kenzo dan sangat merindukan laki-laki itu hingga akhirnya laki-laki itu kembali dan mereka bisa kembali duduk bersebelahan. Namun, kerinduan Vindreya yang teramat besar membuatnya terus saja mendekati Kenzo hingga membuat Hansa solah-olah tak memiliki kesempatan untuk mendekati laki-laki itu.“Em, Vin,” panggil Hansa lembut.Masih dengan senyum mengembang di wajahnya, Vindreya menoleh. “Iya, Han?”“Lo nggak lupa ‘kan kalo hari ini harusnya lo fokus PDKT ke Elvano?”Vindreya mengangguk. “Tapi kayak yang gue bilang waktu ke lo bahwa ….”“Bahwa lo cinta sama K
Dengan kaki pincangnya, Kenzo berjalan beriringan bersama Vindreya. Vindreya sejak tadi tersenyum karena teringat bagaimana hari ini Kenzo memintanya untuk tetap berada di kelas bersamanya dan memintanya untuk pulang bersama. Apakah ini tanda bahwa ….Bug!“Aduh!” Vindreya hampir saja tersungkur di atas tanah. Untung saja Kenzo sudah lebih dulu menarik tangan kanan gadis itu.Puk!Kenzo memukul pelan dahi Vindreya. Vindreya mendengus kesal sambil mengusap-usap dahinya.“Ceroboh banget jadi orang,” kesal Kenzo, masih dengan tak mau menatap mata Vindreya.“Ish. Siapa suruh lubangnya ada di situ?”“Nggak usah nyalahin lubang. Lo-nya aja yang jalan, tapi pikirannya di tempat lain.”Vindreya malah cengar-cengir. “Gue lagi mikirin lo tau.”“Oh. Kalo gitu jangan mikirin gue biar lo nggak jatuh lagi kayak tadi.&rdqu
Gavin dan Freya baru saja pulang dari tempat kerja mereka masing-masing dan sekarang tengah berdiri di depan pintu utama rumah mereka. Gavin menekan bel lalu menunggu Vindreya membukakan pintu agar mereka bisa segera masuk.Ting nung ….Ceklek.Pintu terbuka. Gavin dan Freya tersenyum lebar dan sudah menarik napas mereka, bersiap menyapa Vindreya yang baru saja membukakan pintu. Namun, sepasang suami istri itu malah dibuat kaget melihat wajah murung Vindreya ditambah dengan mata sembabnya.“Lho, Sayang. Ada apa? Kamu habis nangis?” tanya Freya lalu berjalan ke samping Vindreya kemudian merangkul pundak putrinya itu.“Kenzo.” Hanya satu kata itu yang mampu keluar dari mulut Vindreya.Alis Gavin merapat sambil berpikir ada apa lagi dengan Kenzo. Akhir-akhir ini nama itu sering sekali disebut dalam keluarga mereka. Di sisi lain, Freya tampak kecewa karena putrinya masih saja mem
Di sisi lain, Vindreya malah tersenyum lebar. Dia lega karena untung saja bukan Hansa gadis yang disukai oleh Kenzo. Setidaknya, Vindreya masih memiliki harapan.Tok tok tok.Para siswa kompak menengok ke pintu kelas. Tumben sekali ada yang mengetuk pintu. Biasanya juga langsung masuk saja. Tunggu. Itu Elvano, tapi tidak sendiri. Di kanan, kiri dan belakangnya ada beberapa pria berjas dengan kacamata hitam sedang membawa banyak sekali coklat.“Happy valentine day, my Princess Vindreya!” ucap Elvano dengan semangat.Elvano berjalan masuk ke kelas diikuti oleh para pria berjas yang adalah pelayannya hingga akhirnya berhenti tepat di depan meja Vindreya. Semua orang pasti tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.Elvano menengok ke belakang untuk memberi isyarat pada pelayan-pelayannya agar meletakkan coklat-coklat itu di meja Vindreya. Alhasi
Siang itu pukul 01.45, tumben sekali angin berembus cukup kencang sehingga membuat siapa pun yang berjalan kaki merasa nyaman, tenang dan tidak perlu kepanasan seperti biasanya.Vindreya lagi-lagi melangkah ringan sambil tersenyum mengingat bagaimana beberapa hari terakhir ini Kenzo tampaknya mulai betah berada di dekatnya. Bahkan, Vindreya juga tahu tadi Kenzo sengaja melempar pulpennya ke kepala Elvano dan meminta Vindreya mengambilkannya. Vindreya lalu cukup dibuat kaget ketika tiba-tiba sebatang coklat yang dipegang Kenzo muncul di depan matanya.“Coklat buat lo,” kata Kenzo.Dengan mata yang terpaku pada coklat dan mulut menganga tak percaya, langkah Vindreya refleks terhenti. Badannya tiba-tiba kaku. Kenzo juga berhenti lalu memegang kedua pundak Vindreya dan mengarahkan badan gadis itu sampai akhirnya mereka saling berhadapan.“Vindreya, gue cinta sama
Pip pip!Sayangnya rencana pelukan itu batal karena mobil Gavin dan Freya baru saja tiba di kediaman megah Sanjaya itu. Kenzo dan Vindreya kompak berdiri dengan tubuh yang mengarah pada Gavin dan Freya yang akan segera turun dari mobil.Perasaan Vindreya bercampur aduk sekarang. Dia begitu senang karena baru saja mengetahui bahwa Kenzo juga mencintainya. Namun di sisi lain, melihat kedatangan Freya seperti ini membuatnya takut jika ibunya itu masih kekeuh tidak ingin menerima Kenzo.“Siang, Om, Tante,” salam Kenzo.Gavin tersenyum. “Siang, Kenzo.”Freya juga tersenyum, tetapi tampak kaku. “Siang.”Mata Gavin dan Freya kompak langsung tertuju pada kaki kanan Kenzo dan sebuah tongkat di sana. Mereka bertanya-tanya, apakah benar kaki kanan itu memang patah? Apakah penyebabnya memang karena untuk melindungi Gavin?“Hai, Kenzo. Gimana kondisi kaki kamu sekarang?
Sekitar lima menit kemudian akhirnya pengucapan janji suci pernikahan selesai. Kini tiba saatnya pemasangan cincin. Kenzo sedikit mengarahkan badannya ke kiri untuk mengambil cincin yang sejak tadi berada di atas meja di dekatnya dengan peti kecil nan indah sebagai bantalannya.Begitu cincin telah dia pegang, Kenzo kemudian kembali meluruskan posisi badannya menghadap Vindreya lalu memakaikan cincin itu di jari manis Vindreya. Sekarang giliran Vindreya yang mengambil cincin kemudian memakaikannya di jari manis Kenzo.“Sekarang, masing-masing mempelai silakan ucapkan sesuatu yang selama ini begitu ingin diungkapkan pada pasangannya,” ucap penghulu.“Vindreya Sanjaya,” ucap Kenzo sambil menatap dalam pada Vindreya. “Terima kasih karena sudah sangat membantuku untuk berada di jalan yang benar dan meninggalkan dunia kelam dan kejam itu. Terima kasih karena sudah mengajarkanku m
“Heh!” Freya dan Vindreya kompak sambil menatap tajam pada Gavin.“Eh, maaf. Salah ngomong saking bahagianya.”Vindreya mendengus kesal lalu mererat rangkulan tangannya di lengan Kenzo. Entah kenapa semakin banyak orang yang mengagumi Kenzo sekarang dan ini membuat Vindreya merasa posisinya sebagai calon istri Kenzo terancam.“Selamat datang, Kenzo. Tante seneng banget akhirnya bisa liat kamu lagi,” kata Freya dengan mata berkaca-kaca.Kenzo tersenyum hangat lalu mengangguk. “Iya, Om, Tante. Aku juga seneng banget bisa kembali ke sini. Makasih karena udah bersabar nunggu aku dan percaya bahwa aku akan kembali.”“Aaa, Kak Kenzo!” Rega tiba-tiba keluar dari barisan, berlari menuju teras dan memeluk Kenzo. “Astaga. Betapa kangennya aku sama salah satu makcomblang aku yang udah bantu aku n
Mata Freya seketika membulat. “Ke—Kenzo bakal datang? Vindreya bener-bener nemuin dia?” Freya diam sejenak dengan pikiran kosong sebelum akhirnya berteriak seperti orang gila. “Yuhuuu! Hei-hei! Calon menantu aku udah mau datang!”Butik seketika heboh karena teriakan Freya, juga para karyawannya yang langsung meninggalkan pekerjaan mereka dan berlari kecil menghampiri Freya. Wajar saja. Selama ini Freya memang selalu menceritakan tentang Kenzo kepada karyawannya, termasuk mengenai hilangnya Kenzo selama empat tahun ini.“Calon menantu yang Ibu maksud itu Kenzo, ‘kan?” tanya salah satu karyawan.Freya mengangguk dengan bersemangat dan senyum lebar.“Wah!” Para karyawannya ikut semringah.“Ssstt. Diem dulu. Aku mau telepon suami aku,” ucap Freya dan membuat seluruh karyawannya langs
Kenzo dan Vindreya berjalan beriringan masuk ke gedung kantor dan langsung menuju ke ruangan ayahnya Medika. Di sepanjang perjalanan, Vindreya begitu risau, takut jika ini semua tidak akan berjalan lancar.Tiba-tiba langkah kaki Vindreya terhenti sembari tangannya menarik lengan kanan Kenzo. Kenzo ikut berhenti dan menatap kekasihnya itu.“Kenapa?” tanya Kenzo.“Aku takut kalo ayahnya Medika nggak izinin kamu pergi. Aku takut kalo dia justru berpikir bahwa aku yang hasut kamu untuk ninggalin Bandung dan kembali ke Jakarta.”Kenzo tersenyum kecil dan paham ketakutan yang tengah dirasakan oleh Vindreya. “Kamu bilang, sekarang aku udah jadi lebih hangat dan lembut, ‘kan? Kemarin kamu juga udah ketemu dan ngobrol banyak sama Medika, ‘kan? Nah, sifat ayahnya Medika juga kurang lebih kayak gitu.”“Kamu
Kenzo menghela napas panjang. “Pantasan waktu itu kamu keliatan kaget dan bingung sama aku yang sekarang.”“Iya, karena kamu udah berubah jauh lebih baik, Ken. Kamu udah ada di titik terbaik dalam hidup kamu sekarang. Lupain aja masa lalu kamu. Kamu udah terlalu menderita selama ini dan ini waktunya kamu menikmati semua hasil perbuatan baik dan pengorbanan yang kamu lakuin di waktu itu.”Kenzo agak lama tak menjawab hingga akhirnya dia mengangguk pasrah dan tersenyum tipis. Tampak jelas dia sedang sangat berusaha untuk berdamai dengan masa lalunya.“Ayo.” Kenzo meraih tangan Vindreya lalu mereka kembali berjalan menuju restoran.…Di restoran, di atas meja Kenzo dan Vindreya sudah tersaji makanan dan minuman yang mereka pesan hampir 10 menit yang lalu. Vindreya tampak sangat menikmati makanannya. Beberapa kali dia
Medika menggeleng pelan. “Aku dan ayah aku udah sama-sama nyaman dengan hadirnya Leo di dalam keluarga kami. Leo adalah orang yang mampu buat aku nggak frustasi lagi sama hidup aku. Dia sembuhin hati aku dan buat aku ngerasa bahwa cinta pada orang yang tepat itu benar-benar indah. Dia juga berjasa banget dalam membangun dan memajukan perusahaan ayah aku. Dia cepat belajar dan memahami semuanya dengan baik.”Setelah mendengar penjelasan dari Medika, mendadak Vindreya menjadi takut dan khawatir soal kelanjutan hubungannya dengan Kenzo. Jika Medika dan ayahnya sudah sesayang dan senyaman itu dengan Kenzo, lalu bagaimana caranya Vindreya untuk membawa Kenzo kembali ke Jakarta?Medika kembali menegakkan arah pandang wajahnya lalu melihat pada Vindreya yang tampak sedang memikirkan sesuatu dengan tatapan kosong. Medika paham. Sebagai sesama perempuan, Medika tahu apa yang akan menjadi ketakutan Vindreya setelah mendengar semua pe
Vindreya mengambil tasnya yang tergeletak di atas tempat tidurnya lalu berlari kecil keluar rumahnya. Di luar sana, dia melihat Kenzo berdiri di depan mobil sambil tersenyum menatapnya. Vindreya ikut tersenyum lalu mengunci pintu rumahnya kemudian bergegas menghampiri Kenzo.“Pagi, Vin,” salam Kenzo.“Pagi, Ken,” balas Vindreya. Perhatiannya lalu teralihkan pada kursi depan di bagian penumpang. Ada seseorang di sana --- Medika.Kenzo ikut menoleh ke belakang, ke arah Medika. Laki-laki itu tersenyum setelah paham apa yang sedang dipikirkan oleh Vindreya.“Aku tinggal serumah bareng Medika. Itu sebabnya kami pulang-pergi kantor bareng,” kata Kenzo.“Eh?” Vindreya kaget. “Terus beberapa hari ini kamu selalu ke rumah aku tiap kali kamu selesai kerja. Itu ….”“Ak
“Dia cantik,” ucap Medika pelan.Vindreya yang bisa tahu bahwa Medika sedang merasa cemburu dengan melihat matanya hanya tersenyum kecil dengan sedikit perasaan tidak enak. “Makasih.”“Kalian mau ngobrol dulu biar lebih mengenal satu sama lain dan jadi akrab?” tanya Kenzo.“Em, mungkin nanti, Leo. Ini aku bawa beberapa berkas yang harus kamu periksa.” Medika menyerahkan beberapa berkas bermap kuning pada Kenzo.Kenzo menerima berkas itu. “Kapan deadlinenya?”“Jam 2 siang ini.”“Eh? Secepat itu?”“Iya. Berkasnya harus dipakai untuk rapat bersama pemimpin dari perusahaan lain hari ini.”Vindreya memegang lengan Kenzo lalu mereka saling bertatapan.“Nggak apa-apa, Ken. Kamu selesaiin aja dulu itu. Jalan-jalannya bisa nanti,” kata Vindreya yang tahu bahwa Kenzo ragu
“Salah satu orang yang nyelamatin aku itu adalah orang yang nabrak aku, Vin. Namanya Medika. Katanya, waktu itu dia lagi ada urusan di Jakarta. Dia bawa mobil dalam kondisi frustasi dan nggak sengaja nabrak aku. Sebagai permintaan maafnya, dia dan ayahnya yang ngerawat aku.”“Mereka ngerawat kamu di Bandung?”“Iya karena mereka emang asal Bandung.”“Ini masih aneh, Ken. Kalo Medika nabrak kamu di Jakarta, kenapa dia malah ngerawat kamu di Bandung? Kenapa dia nggak berusaha untuk nyari kenalan kamu di Jakarta dulu?”Kenzo mengangkat lalu menurunkan bahunya sebagai isyarat jawaban ‘tidak tahu’. “Kamu teliti banget sampe nanya sedalam itu. Intinya waktu itu karena aku juga nggak ingat banyak tentang identitas lengkap aku, jadinya aku ngikut aja pas mereka mutusin untuk bawa aku ke Bandung. Kalo kamu masih pingin banget t