Vindreya tertawa lagi. “Lo bener dan kita bakal balik kayak dulu lagi, tanpa ada pengganggu.”
“Yah, semoga aja hari itu segera tiba tanpa perlu waktu yang lama, Vin.”
“Ngomong-ngomong ….” Vindreya memperhatikan Kenzo dari ujung kaki hingga ujung kepala. “Tumben lo pake pakaian serba hitam plus kacamata hitam gini. Tapi, sumpah demi apapun lo keliatan keren banget, Ken. Ini bener-bener menggambarkan sosok pangeran hitam.”
“Vin, nyokap gue tadi meninggal.”
Deg!
Vindreya tersentak. Matanya yang sejak tadi menatap sayu, kini mendadak membulat sempurna. “A—apa?”
Kenzo tertawa kecil. “Makanya gue pake pakaian kayak gini.”
Tak butuh waktu lama, air mata Vindreya langsung tumpah dan menciptakan sebuah aliran sungai
Masih di sore yang sama dengan saat di mana ibunya dimakamkan, setelah pergi dari rumah Vindreya, Kenzo berjalan kaki sendirian selama puluhan menit hingga akhirnya saat ini dia berhenti di depan rumah Elvano.Cukup lama Kenzo berdiri di sana sambil menatap kesal pada rumah megah di depannya itu, teringat bagaimana tiga anggota keluarga yang tinggal di rumah itu membuat hidup Vindreya serasa terjebak dalam sebuah tanggung jawab yang besar.Kenzo menunduk, mencari di sekitar kakinya sesuatu yang bisa dia gunakan untuk melampiaskan rasa marahnya sekaligus menarik perhatian orang yang berada di dalam rumah itu. Lalu, dilihatnya sebuah batu berukuran sedang berada tidak sampai setengah meter dari sebelah kiri kakinya. Dia mengambil batu itu kemudian ….Prang!Kenzo melempar dengan kuat batu itu ke jendela salah satu kamar hingga pecah dan menimbulkan suara yang begitu nyaring. So
Alis Vindreya merapat. “Apa jangan-jangan Kenzo menyerahkan diri dengan menggunakan identitas yang berbeda?”Gavin tiba-tiba tertawa. “Mana mungkin bisa kayak gitu?”“Ya, terus kenapa Kenzo nggak ada di penjara, Pa? Padahal ‘kan Papa tau sendiri kemarin Kenzo bilang dia mau nyerahin diri ke polisi. Apa jangan-jangan nggak jadi?”“Itu yang paling masuk akal.”“Kalo gitu, aku mau ke rumahnya aja, deh. Siapa tau dugaan aku bener kalo Kenzo masih ada di sana.”“Mau Papa anter?”“Nggak usah, Pa. Aku sama Mama aja, deh. Papa baru aja pulang kantor.”Gavin tertawa hangat lalu mengacak-acak rambut Vindreya. “Ya, udah kalo gitu. Papa panggilin Mama dulu ya untuk minta dia anterin kamu ke rumahnya Kenzo.”
Pagi itu di sebuah gedung yang berukuran sangat besar, tampak ratusan siswa kelas XII duduk dengan rapi di atas kursi yang telah disiapkan oleh panitia kelulusan. Tak terdengar satu suara pun kecuali suara kepala sekolah yang sebentar lagi akan mengumumkan kelulusan para siswa kesayangannya itu. Kepala sekolah sudah berdiri di atas panggung dan di depannya sudah ada microfon lengkap dengan penyangganya.“Para siswa sekalian yang Bapak sayangi, dengan bangga Bapak umumkan bahwa tahun ini siswa kelas XII … lulus 100%!” ucap Kepala Sekolah.Prok prok prok!Terdengar tepuk tangan yang begitu riuh dari para siswa. Wajah mereka tampak begitu bahagia hingga ada yang sampai menitihkan air mata. Tidak sedikit juga yang bersorak senang dan suasana di dalam gedung itu terasa semakin hidup.Setelah sekian banyak agenda acara kelulusan yang selesai dilakukan, akhirnya pa
Di dalam mobil Elvano yang tengah melaju dengan kecepatan sedang, Vindreya terus memperhatikan buket dalam pelukannya sambil beberapa kali menghirup aroma harumnya. Di sisi lain, Elvano memperhatikan jalanan di depannya sambil beberapa kali menoleh pada Vindreya sambil tersenyum.“Sayang banget gue nggak termasuk di antara banyaknya siswa kelas XII yang lulus tahun ini gara-gara depresi gue,” kata Elvano.Vindreya mengangkat wajahnya lalu menoleh pada Elvano. “Nggak apa-apa, El. Lo nggak perlu pikirin itu. Setelah ini, lo masih bisa lanjutin pendidikan lo yang tertunda itu.”“Lo bakal nunggu gue, ‘kan?”Alis Vindreya merapat. “Nunggu? Maksud lo?”Elvano tertawa kecil dan tampak sedikit malu-malu. “Lupain aja. Oh, iya. Tutup dong mata lo. Gue mau bawa lo ke suatu tempat.”&
Waktu tak pernah peduli dengan apapun yang sedang dan harus dihadapi oleh setiap orang. Yang waktu tahu, dia tetap harus berjalan, mengganti hari kemarin menjadi hari ini, dan mengganti hari ini menjadi hari esok. Tipikal orang yang bergelut dengan waktu juga banyak. Ada orang yang memilih untuk menyerah dan mengakhiri semuanya, dengan harapan kehidupan berikutnya akan lebih baik dari kehidupannya saat ini. Ada yang memilih menunggu dengan sabar, mencoba untuk berdamai dengan waktu. Ada juga yang berjuang, terus mengejar apa yang dia mau bahkan hingga harus bermusuhan dengan waktu.Vindreya adalah tipikal yang menunggu dengan sabar, mencoba untuk berdamai dengan waktu, berharap suatu saat nanti kesabarannya akan dihadiahi oleh sang waktu dengan kembali menghadirkan sosok yang begitu dirindukannya selama ini, meskipun untuk saat ini harus berkali-kali disiksa oleh rindu dan menahan sakit dulu.Untunglah ada Hansa. Sahabat yang beg
Elvano yang mendengar obrolan para siswi itu tersenyum menahan tawa lalu mendekati para penggemarnya itu. “Ssstt. Bukan pangeran hitam, tapi pangeran putih.”“Aaaa! Dia ngobrol sama kita!”Lalu, datang seorang pria yang kira-kira berumur 30 tahun menghampiri Elvano dan Vindreya. “Tuan Elvano, mari kita langsung ke titik peresmiannya.”Elvano mengangguk mantap. Dia kemudian menoleh pada Vindreya sambil menggenggam tangan gadis itu, seolah ingin menunjukkan pada orang-orang yang ada di sana bahwa Vindreya adalah kekasihnya, padahal bukan.Elvano telah berdiri di depan sebuah pita cantik berwarna putih perak dengan bunga plastik di tengah-tengahnya. Sambil memegang gunting, Elvano melihat dengan tampang berwibawa kepada orang-orang yang ada di depannya.“Saya ingin mengucapkan terima kasih untuk kalian semua yang suda
Senin pagi itu sekitar pukul tujuh, Elvano keluar dari kamar hotelnya. Di depan pintu, dia merentangkan tangannya sepanjang mungkin untuk meregangkan tubuhnya. Dia lalu melihat ke kanan dan ke kiri sambil tersenyum, tak sabar ingin kembali bertemu dengan Vindreya.Elvano berjalan ke sisi kanannya di mana tepat di sebelah kamarnya adalah kamar Vindreya. Dia memandangi pintu berwarna putih itu sambil tersenyum kecil.Tok tok tok.“Pagi, Vin. Ini Elvano. Yuk, siap-siap balik ke Jakarta,” ucap Elvano sambil setengah berteriak.Cukup lama tak ada jawaban. Elvano kembali mengetuk pintu sambil mengucapkan hal yang sama.Di belakang Elvano, ada seorang wanita yang tadi juga sempat berpapasan dengan Vindreya. “Mas?”Elvano yang merasa tak ada laki-laki lain di sekitar sana langsung merasa bahwa dialah orang y
Akhirnya saat-saat yang ditunggu Vindreya datang juga, saat di mana mobil Elvano tiba dan berhenti di depan rumah Vindreya. Dengan cepat Vindreya membuka pintu mobil, keluar dari mobil merah mengkilat itu dan berlari masuk ke rumahnya tanpa mengucapkan sepatah katapun pada Elvano.“Vindreya!” panggil Elvano yang tak terima ditinggal begitu saja.Elvano meremas kuat stirnya dengan tatapan muak. Napasnya seketika cepat beriringan dengan amarahnya yang semakin menjadi-jadi. Dadanya bahkan sampai kembang kempis.“Tunggu aja, Vin. Gue pasti bakal buat lo jadi milik gue seutuhnya. Bahkan lo nggak akan lagi berani nyebut nama Kenzo,” yakin Elvano. Dia lalu menjalankan mobilnya, entah apa yang sedang dia rencanakan.…“Malam, Om, Tante,” salam Vindreya pada Nathan dan Greesa yang tengah duduk berdua di teras rumah.