Share

Gagal Lagi

last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-08 19:19:58

"Kamu suka rumahnya?" Satriya menatapku, tangannya menggenggam tangan ini mesra.

Aku kembali menatap rumah minimalis dua lantai yang berada tepat di depanku. Halamannya memang tak seluas rumah ibu dan bapak. Namun rumah ini sangat indah, baik warna maupun modelnya.

"Suka, Sat."

"Jangan panggil nama, Alin. Satriya sudah menjadi suami kamu!" Ibu menatapku tajam.

Aku menghela napas, "oke," jawabku.

Satriya tersenyum, tangannya kian erat menggenggamku. Kami seperti anak sekolah yang sedang jatuh cinta. Sungguh memalukan memang. Namun kenyataannya seperti itu. Cinta terkadang melupakan logika, bahkan usia.

"Boleh masuk gak sih, Om?" tanya Aluna seraya menarik ujung kemeja yang Satriya kenakan.

"Boleh, Sayang. Ini kuncinya."

Aluna antusias membuka pintu rumah. Ditemani ibu dia masuk terlebih dahulu. Aku dan Satriya masih berada di teras. Kami menatap berbagai jenis bunga yang tersusun rapi di halaman rumah.

"Kamu juga yang memilih tanamannya, Sat?"

Lelaki yang kini menjadi suamiku it
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Sekolah Baru

    Aku melonjak kaget. Teriakan Aluna sudah seperti sirine kebakaran, keras dan mengejutkan. Aku dan Satriya saling pandang. Lelaki itu menghela napas. Melihat ekspresinya membuatku menahan tawa. Tampaknya ia harus bersabar lagi. "Gagal lagi!" Dia menepuk jidatnya. "Mama buka pintunya!" teriaknya lagi. Segera aku berlari masuk ke kamar mandi. Kupakai kembali pakaian itu. Untung kamar sudah terkunci, kalau tidak ... Tak bisa kubayangkan apa yang akan terjadi. Aluna sudah berada di atas ranjang saat pintu kamar mandi kubuka. Dia tengah bercanda dengan Satriya. Sesekali tertawa, entah apa yang membuatnya tertawa. Mereka berdua memang begitu dekat. "Aluna belum ngantuk?" tanyaku saat menjatuhkan bobot di atas ranjang, tepat di samping Aluna. "Aluna gak bisa bobog sendiri, Ma. Takut."Aku memaklumi jika Aluna tak berani tidur sendirian. Ini malam pertama dia tidur di kamar barunya. Takut dan tak nyaman pasti ia rasakan. Namun perlahan ia akan terbiasa. "Ya udah bobog sini sama Mama."

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-10
  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Izin Istri?

    Aku dan Satriya saling pandang. Perkataan Aluna tak hanya mengagetkan kami. Namun juga menyelipkan tanda tanya di hati kepala sekolah. Ini benar-benar di luar prediksi kami. Anak-anak memang lugu, mereka berbicara apa adanya, tak satu pun yang mereka tutup-tutupi. Kejujuran yang terkadang orang dewasa tak memilikinya. Hilang oleh rasa ego dan malu. "Ust Muslimah, tolong ajak Aluna bermain di luar! Kenalkan dia dengan lingkungan barunya," ucap Bu kepala sekolah. Beliau tahu perbincangan kali ini terlalu sensitif, tak pantas didengar oleh Aluna. Wanita yang mengenakan hijab menjuntai itu tersenyum. Kemudian ia jongkok hingga netranya bertemu dengan manik bening Aluna. Senyum ramah ia berikan sebagai salam pertemuan dengan gadis kecilku. "Perkenalkan saya Ustadzah Muslimah," ucapnya seraya mengulurkan tangan pada Aluna. Putri kecilku diam, menatap lekat Ustadzah Muslimah, kemudian menatapku. Sebuah tatapan yang menggambarkan keraguan. Tak heran, ini kali pertama mereka saling bertem

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-11
  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Kesiangan

    "Istri?""Iya istri.""Mas Satriya jangan bercanda dong. Mas, kan masih bujangan. Di m6y6y6edia sosial saja belum ada kabar jika Mas Satriya sudah menikah?""Iya, gak ada pesta."Aku mengepalkan tangan di samping. Menatap tajam lelaki yang justru tersenyum saat beradu pandang denganku. Satriya seolah tengah menguji kesabaranku. Begitu pun kedua wanita yang tak memiliki urat malu itu. Ah, menyebalkan. Perempuan sekarang seolah tak memiliki urat malu. Asal tampan pasti dikejar habis-habisan. Entah ke mana perginya sifat pemalu itu. "Saya memang sudah menikah, Mbak. Ini istri dan anak saya," ucapnya seraya melihat ke arahku dan Aluna. "Ha ha ha, Mas jangan bercanda dong. Gak mungkinlah Mas sudah menikah dengan Mbak ini. Gak serasi."Darahku berdesir, amarah kembali memuncak. Dua wanita itu semakin di diamkan semakin menjadi. Astaga, apa seperti ini wanita kota? "Dia lebih cocok jadi kakak kamu."DEG! Apa aku terlihat tua? Hingga tebakan wanita itu benar. Apa aku tak cocok menjadi is

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-13
  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Rencana Tara

    Pov Tara"Sial, kenapa tidak diangkat sih!" Aku melempar ponsel di atas bantal. Dengan kesal kujatuhkan diri di ranjang empuk. Seketika bayang Alin datang menyapa, meninggalkan sesak dan penyesalan yang tak ada ujungnya. Kalau boleh jujur aku sangat mencintai dia. Kini aku menyesal meninggalkan dia demi Imelda, anak bau kencur dengan jutaan masalah yang ada. Kalau tahu menikah dengan anak muda tak enak, lebih baik aku mempertahankan Alin. Sial memang, niat hati dapat permata tapi nyatanya hanya duri yang menggoreskan luka. Rugi. "Mas Tara!" teriak Imelda hingga gendang telingaku rasanya mau pecah. "Mas sini!" Lagi suara cempreng itu terdengar, membuat hari liburku hancur berantakan. Nait hati cuti untuk menenangkan diri tapi justru lelah yang tiada bertepi. Aku beranjak, melangkahkan kaki menuju kamar sebelah. Lebih tepatnya kamar Aluna yang disulap menjadi kamar Imelda. Semenjak tubuhnya membengkak, aku enggan berada satu kamar dengannya. "Mas!" Teriakan Imelda disusul tangi

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-15
  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Apes

    Pov TaraRumah kubuka, debu menempel di mana-mana. Rumah ini rindu sentuhan. Kehilangan Mama menjadikan rumah ini semakin sepi. Kaki melangkah, menaiki anak tangga. Tujuanku adalah kamar Satriya. Aku buka pintu yang masih tertutup rapat, namun tidak dikunci tersebut. Kamar Satriya masih tertata rapi meski debu menempel di barang dan ranjang. Kamar dengan nuansa putih itu masih sama. Dari letak hingga pernak-pernik yang menempel. Tak ada satu pun yang berubah di sini, tempat ini masih persis saat Satriya ada. Aku membuka lemari, hanya tinggal beberapa pakaian yang tersisa. Selebihnya kosong. Satriya pasti sudah mengambilnya sebelum pergi meninggalkan kota ini. Nakas kuperiksa, satu persatu laci kubuka. Dadaku bergetar kala melihat begitu banyak foto Alin di sana. Satriya memang seorang fotografer tapi aku tak menyangka begitu banyak wajah Alin yang berhasil ia abadikan. Sekarang aku baru sadar jika Satriya menyukai Alin sejak lama. Pantas saja ia begitu kekeh membela Alin. Padaha

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-18
  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Pertemuan Tak Terduga

    Pov AlinSepi ketika Aluna dan Satriya tak ada di rumah. Rumah ini mendadak hening dan membosankan. Beberapa bulan bekerja dan kini tinggal di rumah, membuat rasa bosan kerap kali datang menyapa. Pekerjaan Satriya membuat ia berangkat sesuka hati. Sesuai jadwal dan lokasi pemotretan. Terkadang pagi sekali, kadang pula siang. Tak jarang ia pergi beberapa hari ke luar kota. Keluar kamar, aku langkahkan kaki menuju ruang keluarga untuk mencari keberadaan ibu. Lebih tepatnya mencari teman berbicara karena rasa bosan yang mendera. Beruntung masih ada ibu di sini, sehingga aku tidak terlalu kesepian. "Ibu sudah sarapan?" tanyaku seraya menjatuhkan bobot di sofa, tepat di samping ibu. Ibu menoleh ke samping, menatapku dengan sorot mata yang tak bisa kujelaskan. Tatapan yang aku tahu, ia tak baik-baik saja. "Ibu kenapa?""Kangen bapakmu, Lin."Ibu menundukkan kepala, perlahan bulir demi bulir jatuh membasahi pipinya. Kehilangan bapak adalah luka yang tak bisa disembuhkan bagi ibu. Hanya

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-20
  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Pulang ke Solo

    "Aluna!" Mas Tara berlari ke arah kami. Aluna yang hendak masuk ke mobil pun berhenti. Dia kembali keluar lalu berlari ke arah Mas Tara. Aku mengalihkan pandangan, tak sanggup menatap kehangatan itu. "Semua akan baik-baik saja, Sayang," ucap Satriya seraya mengelus pundakku. Lelaki itu seolah tahu apa yang kurasakan kini. Cukup lama aku dan Satriya diam, menatap Aluna yang asyik bercerita dengan Mas Tara. Entah apa yang mereka bicarakan. Aku hanya mengawasinya sedikit jauh. Aku dan Satriya berada di dekat mobil seraya melihat Aluna yang asyik disuapi Mas Tara di warung bakso tak jauh dari stasiun. Mantan suamiku begitu bahagia, begitu pula Aluna. Kini aku sadar, apa arti darah lebih kental dari pada air. "Bagaimana dengan pemotretan kamu, Yang?" tanyaku seraya melirik Satriya yang sibuk dengan ponselnya. "Sudah digantikan sama Gunawan, Yang. Aman."Aku bernapas lega, setidaknya Satriya berada di sampingku saat-saat seperti ini. Jujur aku takut Mas Tara nekat jika Satriya berangk

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-21
  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Membawa Aluna Pulang

    Pov Tara"Turun, Lun."Aluna terdiam, matanya awas menatap sekeliling. Lalu beralih padaku. Sebuah tanya tanya tergambar jelas di balik netra beningnya. Aku menghela napas, bingung harus menjelaskan bagaimana pada anak itu. Dulu rumah ini selalu bersih dan tertata rapi. Namun sekarang lihatlah, debu menempel di mana pun, tanaman layu, daun berserakan, belum lagi sampah yang menggunung di tong. Rumah ini sudah seperti tempat pembuangan sampah. "Papa tidak sempat bersih-bersih rumah, ya?" tanya putriku polos. Bersih-bersih? Dulu aku menyentuh sapu saja tak pernah. Semua pekerjaan rumah selalu diselesaikan Alin. Dia begitu cekatan mengurus rumah, apa lagi mengurusku. Kurangnya bersyukur membuatku lupa, jika dialah wanita paling sempurna yang Tuhan kirimkan untukku. Sayang, kini dia terlepas dan berada di pelukan Satriya, adikku. Hanya penyesalan yang kini menghantuiku. "Papa gak bersihin rumah, ya? Papi aja sering bantuin Mama kok."Seketika amarahku mendidih. Bisa-bisanya Aluna mem

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-24

Bab terbaru

  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Ending

    "Alin, kenapa diam?""Aku kangen ibu, jadi pulang ke kampung.""Sejak kapan putri ibu belajar berbohong? Zaman sudah modern, tak perlu jauh-jauh untuk bisa bertatap muka? Ponsel ada, kan. Apa lagi kamu sedang masa pemulihan, tak bagus melakukan perjalanan jauh, Lin."Aku membisu, memang benar perkataan ibu. Tak mungkin beliau percaya dengan alasan yang terkesan dibuat-buat. Aku tak pandai membuat alasan yang tepat, selalu saja ketahuan. "Ceritakan, Lin.""Bukan di sini, Bu. Nanti malam saja."Ibu mengangguk, menyetujui perkataanku. Karena memang tak baik membicarakan masalah yang menyangkut Satriya tepat di hadapan putri kecilku. Dia memang diam, tapi otaknya merekam semua percakapan kami. Tak menutup kemungkinan kata-kata kami menyakiti hatinya. ***Di sini kami, duduk di teras seraya menatap malam. Tak ada Aluna, dia sudah terlelap setelah azan magrib. Perjalanan jauh membuat dia lelah hingga tidur lebih awal. "Kalian bertengkar?" Ibu menatap penuh selidik. Sebuah anggukan membe

  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Alin Pulang ke Kampung

    Nada dering panggilan masuk menghentikan lamunanku. Sesaat Aluna menggeliat, suara ponsel itu sedikit mengusik tidurnya. Aluna baru saja terlelap setelah perjalanan panjang dan sesekali beristirahat karena nyeri terkadang terasa. Benda pipih itu terus saja bernyanyi meski kubiarkan hingga bungkam dengan sendirinya. Aku melirik jam yang melingkar di tangan, hampir tengah malam. Kurasa Satriya baru saja pulang, dia tak menemukan keberadaanku hingga terpaksa menelepon. Ponsel sengaja aku non aktifkan, biarlah Satriya kebingungan untuk sementara waktu. Aku hanya lelah dengan sikapnya akhir-akhir ini. Tak bisakah ia sadar, jika semua ini takdir yang sudah Allah gariskan pada kami. Sebagai seorang ibu, aku pun terpukul atas kepergian Finziya. Putri kecil yang kami nantikan justru kembali pada Sang Pemilik. Bayangan tangis dan tawa saat aku menimangnya harus hilang dalam sekejap mata. Sebenernya akulah yang paling terpukul dan nyaris depresi. Sebagai seorang ibu, aku merasa gagal melind

  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Kepergian Alin

    Pov Satriya[Apa kabar, Sat? Benar perkataanku, kan ... Aluna akan menjadi tembok pembatas antara kamu dan Alin. Harusnya kamu sadar, hanya aku papanya, bukan kamu.]Aku mengepalkan tangan di atas meja. Amarah yang belum mereka kini kembali meledak. Tuhan, kenapa kakakku sendiri yang berniat merusak rumah tanggaku? Ponsel kuletakkan kembali di atas meja. Menyalakan laptop Niko yang sempat kupijam. Tanganku menari di atas mouse, mengedit foto klien. Namun pikiran bercabang membuat hasil edit tak memuaskan, aku tak bisa fokus saat masalah memenuhi kepalaku. Aku mengusap wajah kasar, mengeluarkan emosi yang sempat memenuhi rongga dada. Lelah, satu kata yang kini aku rasakan. Ingin aku berteriak, namun nyatanya ini bukan tempat yang tepat. Nada dering panggilan masuk kembali menyita perhatianku. Kulirik layar benda pipih yang tergeletak di atas meja. Untunglah bukan nama Tara yang muncul di sana. Aku tak mampu mengontrol emosi jika lelaki itu kembali menghubungiku. Namun rasa lega hil

  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Kemarahan Satriya

    Pov Satriya"Aluna!"Aku berteriak kala es teh dalam gelas tumpah tepat di atas laptop. Cepat-cepat aku cabut kabel charger yang masih menempel di laptop. Membalikkan benda pintar itu, mengelap bekas air yang masih melekat. "Aluna, kenapa bisa tumpah? "Gadis kecil itu berdiri di tempat seraya menangis sesenggukan. Bulir demi bulir terus saja jatuh membasahi pipinya. Namun entah kenapa aku tak iba, rasa kesal justru semakin mengakar. "Mama!"Bukannya menjawab, Aluna justru berteriak memanggil Alin. Dia persis seperti Mas Tara ketika kecil, mengadu, dan mencari perlindungan di punggung mama. "Ya Allah, kenapa bisa begini?"Alin begitu terkejut melihat keadaan ruang keluarga. Apa lagi melihat laptop yang tengah kukeringkan dengan tisu. Belum lagi beberapa foto tersiram air. "Tanyakan saja pada anakmu!"Tangis Aluna kian menjadi seiring suaraku yang memekik. "Kenapa bisa tumpah, Nak?"Hanya tangisan yang keluar dari mulut mungil itu. Entah, lama-lama aku menjadi bosan. Bosan dengan

  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Bentakan Satriya

    Dua hari setalah kalimat menyakitkan menghantam hatiku. Kini kembali kami saling diam, seolah ada tembok pembatas meski kami berada dalam satu ranjang. Bahkan kami saling beradu punggung. Sibuk dengan rasa sakit masing-masing. Titik demi titik jatuh membasahi pipi. Aku menangis dalam diam, keluar sudah sesak dalam rongga dada. Menyakitkan, tapi tak mampu kujawab perkataan Satriya. "Gara-gara Aluna, anakku meninggal!"Kalimat itu terus saja terngiang di telinga. Sesak, dadaku seakan terhimpit batu besar, hingga menghirup udara begitu susah. Kenapa Satriya tega mengatakan hal itu? Kenapa? Tarikan napas dan denting jam terdengar jelas di telinga. Keheningan menciptakan atmosfer yang berbeda di kamar ini. Rasa nyaman yang dulu melekat seolah hilang dalam satu kedipan mata. Kembali aku pejamkan mata saat merasakan gerakan di ranjang. Tak lama langkah kaki menjauh hingga gesekan pintu terdengar jelas di telingaku. Satriya pergi seperti kemarin malam. Setelah merasa aman, aku pun memba

  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Gara-gara Aluna

    "Hati-hati, jangan mengulangi hal yang sama. Ngerti!"Satriya berlalu pergi seraya membawa kamera. Tak lama terdengar suara mobil menjauh. Dia bekerja tanpa mengucapkan salam, apa lagi sarapan. Aku menghela napas, membuang rasa sesak dalam dada. Tak bisa aku pungkiri, ucapan Satriya menyakiti hati. Bukankah kematian adalah takdir, bukan salah Aluna. Dia masih terlalu kecil untuk menanggung kesalahan. "Ma ...."Aluna memeluk tubuhku sambil tersedu, dia menangis mendengar bentakan ayah sambungnya. "Aluna geser dulu, Nak."Perlahan Aluna berjalan hingga berhenti dan menempel tembok. Air matanya masih menetes, dia takut dengan bentakan Satriya. "Aluna di situ dulu, ya. Mama mau bersihin tumpahan airnya."Segera aku ambil pel, membersihkan genangan air yang ada di lantai. Harus segera dibersihkan agar tidak menjatuhkan orang lain, termasuk Aluna. Setelah selesai kami pun sarapan berdua. Ya, hanya berdua karena Satriya sudah berangkat terlebih dahulu. "Aluna libur dulu, ya," ucapku se

  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Perubahan Sikap Satriya

    "Aluna tidak kamu ajak, Pi?"Satriya menolah tapi kembali sibuk memasukkan pakaian ke dalam tas. Mulut lelakiku masih membisu, tak ada sepatah kata yang keluar saat ia tiba di sini. "Rumah sakit pasti memperbolehkan kalau untuk menjemput pasien, Pi. Dia pasti merindukan aku.""Dia sama ibu di rumah," jawab Satriya datar. Satriya kembali membereskan barang-barang kami. Tak ada kata yang keluar dari mulutnya. Ya, semenjak kematian putri kami, Satriya menjadi pendiam. Tak ada tawa apa lagi kekonyolan yang biasa ia lakukan. Dia tenggelam dalam luka dan kesedihan. Sebenarnya bukan hanya dia yang kehilangan, aku pun merasakan hal yang sama. Namun hidup harus terus berjalan sekali pun dengan luka yang melekat. "Sebentar, aku panggilkan suster."Satriya keluar dari ruang rawat inapku. Sepi, kurasakan itu lagi. Perasaan bersalah hadir tanpa kuminta. Seandainya aku hati-hati, mungkin putri kecilku akan baik-baik saja. Suara pintu dibuka menyentak lamunanku. Aku menoleh, Satriya masuk bers

  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Kepergian Malaikat Kecil

    "Bayiku di mana, Sus?"Kembali aku menanyakan hal yang sama. Namun lagi dua perempuan berpakaian serba putih itu hanya diam membisu. Seolah ada sesuatu yang mereka tutupi. Apa jangan-jangan .... "Kita ke kamar inap dulu, ya, Bu."Kedua suster kembali mendorong brankar, tempatku terbaring tak berdaya. Aku menatap lurus ke atas dengan pandangan kosong. Beberapa prasangka kembali menari dalam angan. Bayang bayi mungil yang belum kulihat terlintas berulang kali. Suara gesekan roda brankar dan lantai bak sirine yang membuat orang-orang menyingkir kala kami lewat. Sempat kulihat beberapa pasang mata mencuri pandang ke arahku. Mungkin bertanya-tanya karena aku hanya seorang diri tanpa ada kelurga yang menemani. Apa lagi baru keluar dari ruang operasi. Pintu kamar dibuka, kosong tak ada Satriya di sana. Prasangka kembali memenuhi isi kepalaku. Di mana suami dan bayiku? Dibantu empat suster aku dipindahkan di atas ranjang khas rumah sakit. "Ada yang sakit, Bu?" tanyanya salah satu suster

  • Memergoki Suamiku Dengan Gundiknya   Operasi Sesar

    Darah? Aku menatap bawah, benar saja darah segar keluar dari pangkal paha. Nyeri, perutku terasa tertusuk ... sakit sekali. Bahkan aku tak mampu menjelaskan sakitnya seperti apa."Pi... Papi!"Aku terus memegangi perut, namun Satriya tak kunjung membuka mata. Dia masih terlelap dalam mimpi. Ya Allah, Satriya. "Papi!" teriak Aluna kencang. Seketika Satriya terbangun. Dia menjerit kala melihat aku tergeletak tak berdaya di lantai. Ditambah darah yang keluar darin pangkal paha. "Ya Allah, Yang. Kamu kenapa?""Sa--sakit, Yang." Aku pegangi perut yang terasa sakit. "Ya Allah, kenapa bisa begini?"Satriya kebingungan, dia jongkok hendak membopong tubuhku. "Aluna kedinginan, Yang."Gerakan tangan itu terhenti, Satriya kebingungan hendak mengganti baju Aluna atau menolongku terlebih dahulu. Kami sama-sama membutuhkan bantuan secepatnya. "Aluna tunggu di sini dulu, Papi mau bawa Mama ke mobil.""Tapi, Pi ....""Sebentar, Nak. Papi bawa mama turun dulu."Sempat kudengar hentakkan kaki

DMCA.com Protection Status