"Cieee ... Punya mesin cuci sama kulkas baru nih, ye ...."
Lila, istri tukang bubur, menyambut Dina saat ia baru saja membuka pintu pagar.'Bagaimana ia bisa tau?' Dina bertanya dalam hati.Apa mungkin kemarin dia lihat pas ibu pulang bawa kotak besar itu ya? Atau suara mesinnya terdengar ke rumah dia? Bisa jadi …, kan kemarin sore dicoba. Mbak Lila kepo, ah.Dina masih berdialog dalam diam, sebelum akhirnya menyapa tetangganya."Eh, ada Mbak Lila."Wanita yang tengah menggendong anak sulungnya itu tidak langsung menanggapi ucapan Lila saat ia baru datang tadi."Udah pulang Embahnya Putri ya, Tante?" tanya Lila basa-basi, padahal sudah melihat kepergian ibu mertua Dina tadi."Udah, Mbak. Maaf saya masuk dulu, ya?" jawab dan pamit Dina yang ingin segera masuk untuk istirahat."Iya, Tante. Entar boleh ya minjem mesin cuci barunya?"Ucapan Lila menghentikan langkah Dina."Hah?” Ibu dariDina terheran-heran melihat kedatangan Lila. 'Jadi yang tadi dia bilang itu beneran?' Dina bertanya-tanya sendiri. Mau menolak juga tak enak, sedangkan cucian sudah dibawa ke depan pintunya, seakan tak boleh ditolak permintaannya. "Oh … iya, Mbak. Sini, bawa masuk." Merasa serba salah, pada akhirnya Dina mengijinkan juga, sebab pernah merasakan di posisi Lila.Gegas meminta ijin melalui pesan singkat yang segera diiyakan oleh sang suami."Oke, Tante. Makasih, ya. Nanti ajari ya, gimana pakainnya." Lila berkata setelah membawa ember besarnya masuk."Iya, Mbak." Dina membuka tabung pengering, mempersilakan Lila menggunakannya. "Masukkan ke sini ya, Mbak. Nanti ditutup dulu pakai ini, setelah rapat baru yang ini. Jangan kepenuhan ya, nanti nggak bisa muter dia kalau kebanyakan." Dina menunjukkan cara menggunakan pengering cucian."Oke, Tante," jawab Lila sambil mengacungkan jempol."Enak banget deh, Tante.
POV Bu SariAku baru saja menerima sejumlah uang hasil panen di sawah. Alhamdulillah kali ini hasil panen melimpah. Tiba-tiba saja aku ingin menengok cucuku yang jauh di ibukota bersama anak dan menantuku. Sudah lama aku tak menggendong cucu pertamaku.Selama ini, jika sedang kangen, aku hanya bisa mendengar suaranya melalui sambungan telepon. Hanya ada fotonya saat bayi yang bisa kupandangi. Aku juga sering 'meminjam' anak tetangga yang seumuran dengan cucuku sebagai pengobat rindu.Tak menunggu lama, aku bergegas menuju agen tiket bus ke ibukota. Beruntung sekali tiket hari itu tersedia. Dengan membawa selembar tiket setelah membayarnya, aku berangkat seorang diri hari itu juga saat sore menjelang magrib. Aku baru memberi kabar kepada anakku saat sudah dalam perjalanan ke sana. Aku tak bisa memejamkan mata selama dalam perjalanan. Selama itu pula hanya bisa menikmati kelap-kelip lampu di waktu malam.Jam tiga dini hari, bus yang kami n
Aku mencari info lagi mengenai Dina ke tetangga sekitar kontrakan saat mengajak Putri, cucuku berjalan-jalan kaki di sore hari. Aku mendapat banyak info mengenai Dina. Termasuk tentang Dewi yang pernah melemparkan barang-barang yang ada di teras rumah Dina ke halaman. Aku benar-benar tak menyangka ada orang bar-bar seperti Dewi. Aku justru semakin penasaran dan ingin melihat, seperti apa sih, orangnya?Dina juga bercerita kalau awal mula tinggal di sana, hubungan mereka baik-baik saja. Bahkan Dina juga diberi rak piring, piring dan mangkok yang masih dipakai sampai sekarang. Namun, lama kelamaan malah renggang bahkan cekcok karena hal sepele.Yaa, setidaknya orangnya sudah tidak tinggal di sana. Sedikit lega lah aku. Kalau tetangga yang lain, kurasa aman lah. Aku berencana membelikan mesin cuci setelah mendengar cerita yang masuk ke telingaku. Itu supaya ia tak perlu menunggu jemurannya tak menetes baru dikeluarkan. Oleh sebab itu kees
"Wah, Dek … tadi aku ketemu sama tetanggamu." Deny memulai obrolan dengan istrinya selepas membersihkan diri. Pria itu baru saja pulang kerja. Wajahnya masih terlihat lelah."Tetangga yang mana, Mas?" tanya Dina dengan mengernyitkan keningnya."Ya, itu … Dewi, sama Sultan.""Oh ... Ketemu di mana?""Di pertigaan jalan sana yang tadi Bapak lewat. Wah … ngeri, Bu. Si Sultan lagi tantrum. Entah minta apa sampai guling-guling di pinggir jalan. Kayaknya emaknya sudah nggak tau mau bujuk gimana. Kayak bingung gitu mukanya." Deny bercerita panjang pendek sambil teringat kejadian yang baru dialami dalam perjalanan pulang ke rumah. Sang istri justru terkekeh mendengarnya, membuat Deny keheranan."Anak itu memang unik kalau minta sesuatu terus nggak dituruti,” ucap Dina yang mengerti arti tatapan mata suaminya. “Maklumi saja, Mas. namanya anak tunggal, nggak ada saingannya," lanjut Dina yang menanggapi dengan tersenyum
"Pinjem aja satu, ya," jawab Dina yang tersenyum-senyum saja."Oke, tunggu bentar ya, Tante." Meskipun belum mengerti apa yang dimaksud Dina karena ini di luar kebiasaannya, Lila tetap beranjak ke dapur dan mengambil mangkuk. "Ini, Tante," ucap Lila sambil mengangsurkan sebuah mangkuk bergambar ayam jago. Dina pamit setelah mengucap terima kasih."Dapat, Dek?" Tanya Deny saat melihat istrinya kembali dengan sebuah mangkuk di tangan."Dapat dong, nih." Dina memamerkan sebuah mangkuk bergambar ayam jago. Mangkuk yang sama seperti yang dipakai Gema berjualan bubur ayam. Ia isi dengan kolak yang masih panas."Aku antar dulu ya, Mas." Dina memberi alas piring plastik supaya tidak kepanasan saat mengantar kolak."Iya, Sayang," jawab Deny yang ikut senang melihat istrinya suka berbagi."Mbak, ini mangkoknya saya kembalikan," ucap Dina masih mengulas senyum saat sampai di depan rumah Lila."Owalah … ternyata
Tak berapa lama setelah Lila menghilang di balik pintu, terdengar ramai di luar rumah. Dina tidak memperdulikan, karena fokusnya kini pada putrinya.Setelah selesai acara makan pagi, gegas membereskan peralatan makan, kemudian memandikan Putri."Assalamu'alaikum Putri,” sapa seseorang membuat Dina menoleh karena terkejut.“Eh, udah cantik. Habis mandi ya, Nak?" Belum sempat Dina menjawab salam, Bu Maya melanjutkan sapaannya.Mantan tetangga Dina itu muncul di depan pintu tepat saat Dina selesai memakaikan baju pada Putri. Kondisi pintu depan memang terbuka. Meski terkejut, tak urung Dina mengulas senyum saat melihat siapa yang datang."Wa'alaikumsalam, Bu Maya. Iya, baru selesai mandi ini. Gimana kabarnya, Bu?” jawab dan sapa Dina, lantas menyapa gadis kecil dalam gendongan Bu Maya, “Hai, Hana cantik.”“Yuk, sini masuk," ajak Dina kemudian."Alhamdulillah sehat, Mbak Dina," jawab Bu Maya setelah berada di ruang
"Nggak kok. Bercanda aja, Tan. Mesin aku aja aku taruh di kamar nggak aku pakai. Kalau nyuci ya, digosrek biar cepet."Mesin cuci milik Nia memang pengeringnya rusak, jadi tak pernah lagi dipakai. Di kamar ia gunakan untuk menaruh mainan dan boneka milik anak-anak."Beneran juga nggak apa kok, Teh," jawab Dina dengan penuh ketulusan.Biar bagaimana, Nia banyak membantu semenjak ia tinggal di sana. Saat banjir besar pun rela mengajaknya ke rumah saudara yang bebas banjir, yang bahkan Dina belum mengenal sama sekali. Dan keluarga Nia yang lain pun, menyambut Dina dengan baik. Tak ada salahnya bukan, jika gantian memberi bantuan saat diperlukan? Apalagi Nia juga punya dua balita, cucian juga pasti banyak. Terlebih jika musim hujan tiba."Tadi si Hana ke sini. Ketemu nggak, Tan?" Nia mengalihkan pembicaraan. Bu Maya memang masuk melalui pintu yang berada tepat di depan rumah Nia. Sebelum ke rumah Dina sudah bertemu dengan Nia lebih dulu.
Ekspresi pemilik rumah seakan menjelaskan kalau ada masalah dengan air genangan itu. Nampak pemilik rumah mengalihkan pandangan ke luar pagar, menghindari bertemu mata dengan Deny juga Dina. "Kira-kira ini ongkos sewanya berapa ya, Bu? " tanya Deny memecah sunyi di antara mereka. "Itu …, saya minta satu juta saja, Pak, untuk satu bulannya," jawab wanita yang mengenakan kacamata dengan dahi terlipat. "Tapi, kalau mau ambil satu tahun, nanti saya kasih diskon," ujarnya menambahkan. "Oh, ya sudah. Terima kasih ya, Bu. Kami sudah diijinkan melihat rumah ibu. Nanti saya rundingkan dulu dengan istri saya, " ucap Deny sambil melirik istrinya. "Baik, Pak. Saya tunggu kabar baiknya ya, Pak, " ucap pemilik rumah penuh harap. Ia berharap tamu kali ini bersedia dengan harga yang ia tawarkan. Toh, rumahnya besar, halaman luas, sudah dilengkapi juga dengan pagar. Anak-anak akan aman jika bermain di halaman karena terhalang pagar. Ia hanya mencemaskan tampungan air yang tak bisa lancar men