Hari beranjak siang. Namun, cuaca tak begitu terik. Putri yang sedang belajar jalan tak mau diam. Bocah kecil itu terus membawa sang ibu berjalan tanpa kenal lelah. Kini, mereka telah sampai di jalan depan kontrakan. Sementara di lapangan juga sudah ramai dengan anak-anak yang baru pulang sekolah."Tante, ada es lilin lagi, nggak? Kalau ada, aku mau, dong."Seorang anak menghampiri Dina saat ia sedang menemani Putri belajar jalan di jalan dekat lapangan. Dina menghentikan langkah kemudian mengamati anak yang berusia sekitar delapan tahun di hadapannya. Ia mengenali anak itu, anak yang beberapa hari yang lalu ia titipi satu kotak es lilin susu coklat buatannya."Aduh, maaf ya, Dek. Tante belum sempat buat lagi. Besok, ya. Insya Allah kalau tante longgar, Tante buatkan lagi es lilinnya," jawab Dina dengan tetap memegang tangan putrinya. Ia melihat raut kecewa di wajah anak itu. Ada rasa bersalah terselip di hatinya. Ia menghela nafas pelan, kemudian ia hembuskan perlahan."Apa kamu hau
"Oh gitu, nggak apa-apa, Tante," aku menjawab singkat, takut nanti Tante malah nangis karena merasa bersalah tak bisa memberi es lilin untukku."Maaf ya, Mbak. Ini ada air dingin kalau mau," tawar Tante sambil mengangsurkan satu botol air dingin dengan banyak embun kecil di luar botol. Glekk! Tanpa sadar aku menelan ludah sendiri. Membayangkan air itu melewati tenggorokan di cuaca panas ini sepertinya nikmat sekali."Mau aku, Tan. Segar sekali ini. Aku tuang sendiri saja, ya. Tante nggak usah repot," ucapku sambil menerima botol itu. Aku mengambil sendiri sebuah gelas yang berada di dapur. Aku merasa sedang berada di rumahku sendiri.Ahhh ....Segar sekali air ini saat melewati tenggorokanku. Tante terlihat tersenyum melihatku.Klik.Mesin cuci sudah berhenti. Botol air itu ku serahkan kembali kepada Tante. Gelas aku taruh di dapur, lalu segera beranjak melanjutkan membilas setelah membuang air bekas mencuci s
POV DewiHari ini jadwalku mengirim stok susu yoghurt ke rumah Bude penjual gas. Ini kunjungan pertama setelah aku pindah dari kontrakan Bu Rini. Tak banyak yang berubah, hanya warung Bude yang awalnya hanya menjual gas dan galon, kini sudah lengkap dengan kebutuhan rumah tangga.Bude menghubungi aku sebelumnya, meminta untuk mengisi stok di tokonya yang masih baru. Aku memang pernah memberi sample produk susu yoghurt itu saat aku baru mulai kerja menjadi sales. Mendapat permintaan itu tentu saja aku senang, sekaligus deg degan. Aku takut ditanya ini itu karena saat pindah aku tidak pamit pada siapa pun.Aku sampai di rumah Bude saat matahari sudah tinggi. Kebetulan toko Bude sedang sepi. Aku mengambil dua pak susu yogurt sesuai permintaan Bude. 'Semoga laris,' ucapku berdo'a dalam hati, karena ini baru pertama kali mengisi toko ini."Eh, ada Bu Dewi, ya?" sapa Bu RT saat aku memasukkan susu ke dalam kulkas yang berisi jualan
"Jadi, Bu Dewi yang mengunci pintu pagar itu?" Bu RT sepertinya sangat terkejut dengan kejujuranku barusan. Beliau tampak melangkah ke teras rumah Bude."Nggak baik lho, kayak gitu Bu Dewi. Coba lihat, tetangganya punya anak kecil semua. Jalanan depan juga rame, kalau anak-anak kelolosan ke luar gimana coba?" Bu RT ceramah lagi, nih. Bakal lama kalau dia sudah begini."Oh iya, maksud saya itu … biar kalau ke luar nggak usah buka pintu, Bu RT. Kan kasian tetangga saya lagi hamil tuh, gede perut dia. Masih gendong anak, entar kesulitan kalau mesti buka pintu pagar," aku mencoba klarifikasi, siapa tau Bu RT mau saja dibohongi sama aku.Biar lebih meyakinkan, aku menunjuk diriku sendiri. Kubongkar banyak-banyak masalahku sama si Dina. Biar tau mereka semua kalau orang satu itu tu nggak pantes cari masalah sama aku. Lagian, aku yakin kalau orang-orang ini akan bela aku. Kecuali si Lila. Kayak sinis gitu dia ngelihatin.Jangan-jangan karena dia sekarang
"Den, besok bawa lagi es lilinnya, ya. Jual aja nggak apa-apa, lumayan buat tambah jajan anak," pesan seorang teman sebelum Deny beranjak pulang. Pria itu tak pernah menyangka jika rujak dalam bentuk es lilin yang dibuat istrinya disukai oleh teman-teman kerja yang sudah dewasa. Ia pikir, es lilin hanya disukai oleh anak-anak. Siapa sangka, ide istrinya itu justru membuka peluang baru baginya. Kini ia makin bersemangat karena ia akan mendukung penuh pada istrinya untuk berjualan es lilin. Deny membeli beberapa buah segar dan bahan lain untuk membuat rujak sebelum pulang ke kontrakan. Putri sulung Bu Sari itu sudah menyusun rencana, akan segera mengerjakan nanti malam saat putrinya istirahat. Pria berseragam putih bersih itu beranjak pulang setelah semua dirasa lengkap. Kali ini melewati jalan yang tak biasa ia lewati saat pulang kerja. Sampai di pertigaan jalan, ia melihat seseorang yang ia kenal sedang mem
Ada yang berbeda sore ini, saat Dina menyambut kepulangan suaminya.Wajah Deny yang biasanya tersenyum lebar saat bertemu anak dan istrinya setelah seharian bekerja, kini terlihat menautkan kedua alis.Meskipun penasaran akan apa yang terjadi, Dina menahan diri untuk tidak langsung bertanya, melainkan menunggu sang suami membuka percakapan lebih dulu."Bu, Bapak besok pulang ke rumah ibu, ya. Kamu nggak apa-apa kan, di rumah sama Putri?" Dina tentu saja terkejut mendengar apa yang disampaikan oleh suaminya. Bagaimana tidak. Suaminya itu baru saja pulang kerja, lalu tiba-tiba saja pamit mau pulang sendirian ke rumah orangtuanya.“Benar ternyata firasatku, kalau terjadi sesuatu,” Dina membatin."Kenapa tiba-tiba pamit pulang ke rumah ibu? Ada apa, Mas?" Dina bertanya dengan tak sabar. Ia sungguh penasaran karena semenjak menikah, ini pertama kali suaminya pamit pulang mendadak.Deny menghela napas panjang, lalu berkata, "
Dina melihat Putri telah bangun dengan badan yang basah. Pemandangan yang biasa ia temui, sebab tidak menggunakan popok bayi pada anaknya.Jika ada Deny, lelaki itu akan sigap memegang anaknya dalam kondisi seperti sekarang. Dina menghela napas teringat suaminya yang ringan tangan membantunya mengurus anak.Toilet training sudah diajarkan sedini mungkin. Namun, sejauh ini belum membuahkan hasil. Menghela napas sejenak, mengulas senyum tipis, lantas bergegas mengangkat bocah kecilnya untuk dibersihkan di kamar mandi.Pakaian yang bersih telah menempel di badan Putri. Dina mengoleskan minyak telon ke beberapa bagian badan anaknya yang terbuka, lantas kembali mengASIhi putri kecilnya yang kini sudah wangi. "Kalau masih ngantuk boleh bobok lagi ya, Nak. Tapi ini sudah pagi, mau main juga boleh," ucap Dina sambil mengASIhi Putri. Satu tangannya yang bebas, mengusap-usap kepala bocah kecil itu dengan penuh rasa sayang."Mmm ... mmm
Sore harinya ….Dina tertegun melihat genangan air di depan kontrakan. Tingginya menyentuh bagian bawah pintu pagar. Hujan baru berhenti beberapa menit yang lalu. Wanita bergamis hijau toska itu berharap air tidak naik lagi, seperti beberapa waktu lalu, yang justru jadi penyebab banjir karena air kiriman.Sempat tertidur setelah menidurkan putri kecilnya, Dina terbangun saat mendengar suara hujan yang turun bagai dicurahkan dari langit. Atap rumah tempat ia tinggal bukan dari genteng yang terbuat dari tanah, sehingga saat hujan turun meski gerimis kecil, ia bisa mengetahui dari dalam rumah.Istri dari Deny itu melihat anak-anak bermain air banjir. Ada yang membawa ban mobil yang besar untuk mereka naiki bergantian. Ada juga yang membawa kursi rusak untuk dinaiki rame-rame."Aku woy … woy … gantian!"Byurr ….Seorang anak menceburkan diri ke genangan air di ujung lapangan."Ganti aku!"Seorang anak lainnya hendak menaiki kursi rusak yang sudah diduduki oleh temannya. Namun, sudah asy