Beranda / Romansa / Membuatmu Jatuh Cinta Lagi / 7. Bayangmu di Kabin Pesawat

Share

7. Bayangmu di Kabin Pesawat

Penulis: Erlin Natawiria
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-14 17:18:54

Evia, pulau kedua terbesar di Yunani setelah Kreta, menyimpan pesona yang mengundang Adisti menelusuri setiap sudutnya. Dari bentangan hutan pinus di bagian utara hingga hamparan pasir putih di bagian selatan. Bahkan Homer, salah satu sosok legendaris yang akan dia teliti selama residensi, diceritakan pernah tinggal di sana.

“Mau pergi ke tempat bagus malah cemberut.” Gumilar menghampiri Adisti yang tengah merapikan perlengkapan dalam koper. "Maaf Papa tidak bisa membantu banyak buat mempertemukanmu dengan Biyan. Papa harus bersikap netral di rumah sakit. Apalagi mertuamu rajin menemani anaknya kontrol.”

It’s okay, aku paham.” Walau di dalam hati, Adisti berharap bisa mengamati dari kejauhan saat suaminya melakukan kunjungan. “Omong-omong, apa mereka pergi berdua?”

Sang ayah meliriknya keheranan. “Mmh, ya, hanya mereka berdua yang selalu masuk ke ruang kerja Papa. Ada apa?”

Lega Adisti mendengar keterangan itu. “Syukurlah. Cuma mau memastikan Mas Biyan pergi sama orang yang dia kenal.”

Diantar Gumilar dan Indah, Adisti bertolak ke bandara tiga jam sebelum keberangkatan. Sebenarnya, dia berangan-angan bisa satu pesawat dengan Biyan. Sayang, Salma menerbangkan putranya dua hari lebih awal. Tak perlu ditanyakan, Adisti yakin mertuanya sengaja pergi duluan untuk mencegahnya berdekatan dengan sang suami.

“Biyan sehat, lancar juga bicaranya waktu Papa ajak ngobrol,” Gumilar menjelaskan perkembangan menantunya. “Beberapa obat yang dia butuhkan sudah disiapkan sebelum dia pergi.”

“Kenapa Papa enggak kasih tahu aku obat-obatan yang harus Mas Biyan konsumsi.” Diterimanya ­iced  coffee yang dibelikan Indah. “Biar bisa aku jadikan alasan mendekati dia.”

That’s a smooth move,” gumam Indah menanggapinya.

“Bukannya Papa tidak mau membantu. Sekali lagi, ibunya….” Gumilar mengedik. “Hanya informasi tentang kondisi Biyan yang bisa Papa bagikan padamu. Selanjutnya, Papa doakan supaya kamu lancar menjalankan misi di Evia.”

*

“Mau permen, Mbak?”

Kabin pesawat menjadi pengingat pertemuan pertama Adisti dengan Biyan. Lima tahun lalu, mereka sama-sama terbang ke Singapura. Dia mendapat undangan untuk mewawancarai novelis kenamaan di sebuah panel festival buku, sementara pria yang kelak menjadi pasangan hidupnya sedang ada tugas bisnis.

Biyan, berjarak satu kursi kosong darinya, menyodorkan beberapa bungkus permen aneka rasa. “Saya bawanya kebanyakan,” tambah pria itu.

Mulanya, Adisti ragu. Dari segi penampilan, sosok itu jelas datang dari kalangan berada. Kemeja, celana, hingga sepatunya pasti produk-produk branded. Rapi, simpel, sekaligus berkelas. Rambutnya dipotong pendek, menegaskan bentuk wajah ovalnya yang tegas. Sementara hidungnya cenderung bulat ketimbang mancung, menyeimbangkan bibir tebalnya yang Adisti sebut sebagai Cupid’s bow.

Sadar diawasi, Biyan tersenyum kikuk. “Maaf, saya cuma mau kasih distraksi.”

Matanya mengerjap. “Distraksi buat apa?”

“Saya perhatikan, Mbak duduknya tegang, gelisah. Kelihatan pucat juga.” Pria itu berdeham. “Apa Mbak belum pernah bepergian pakai pesawat?”

Hebat. Dari sekali pindai, Biyan mampu menebak faktor penyebab kegelisahannya. Walau malu, Adisti mengangguk mengiyakan. “Ini kali pertama saya ke luar negeri juga.”

Sepanjang penerbangan, Biyan mengajaknya mengobrol. Mereka bertukar cerita, tentang kota asal, pekerjaan, tujuan ke Singapura. Lambat laun, Adisti merasakan otot-otot tubuhnya relaks, bahkan hampir tak menyadari pesawat akan mendarat sampai mendengar imbauan untuk mengenakan seat belt.

“Biar saya bantu,” Biyan menawarkan saat Adisti kesulitan memasangnya. “Saking seru mengobrol, saya sampai lupa mengenalkan diri. Biyan. Biyan Adiratna.”

Disambutnya uluran tangan itu. “Adisti Pramatya.”

Pesawat berguncang; membangunkan Adisti sekaligus mengakhiri mimpi. Mimpi berisi kenangan indahnya bersama Biyan. Alih-alih menemukan sosok itu, dia mendapati seorang perempuan paruh baya menempati kursi tengah. Sementara dari jendela tampak langit gelap memenuhi ruang pandangnya.

Sembari mengumpulkan kesadaran, Adisti mengecek rute penerbangan. Mereka bahkan belum meninggalkan kawasan Asia. Kini, saat tak lagi takut melayang di ketinggian, dia malah kesepian. Perempuan itu lantas bertanya-tanya, apa Biyan menawarkan permen pada seseorang di tengah perjalanan menuju Evia untuk menggantikan memori mereka?

**

“Selamat datang di Evia.”

Saat Utari membuka pintu yang mengarah ke balkon, bentangan laut biru yang jernih menyambut Biyan. Vila yang Salma pilihkan untuknya berada di kota Kymi, tepatnya di atas bukit yang posisinya menyuguhkan pemandangan memanjakan mata.

Selain pantai dan perairan luas, dari tempatnya berdiri Biyan dapat mengamati tebing hijau yang bangunan-bangunan penginapan yang tak kalah memukau.

“Kamarmu ada di sini.” Utari menunjuk pintu yang dicat biru. “Aku sama Tante Salma mau cari makanan buat dinner. Kecuali kalau kamu mau makan di luar.”

“Hari ini aku mau istirahat.” Penerbangan selama 15 jam ditambah perbedaan waktu begitu melelahkan tubuhnya. “Terima kasih untuk bantuannya.”

Anything for you,” ujar Utari sambil menepuk pundaknya. Pertemuan yang lumayan intens selama sebulan kadang membuat Biyan bertanya-tanya mengapa mereka putus. Perempuan di hadapannya bukan hanya supel, tetapi juga mampu menyamakan frekuensi dengan ibunya. “Aku pergi sekarang biar cepat pulang.”

Sepeninggal Utari dan Salma, Biyan memutuskan tidur sebelum jet lag-nya semakin parah. Barangkali gara-gara kunjungan ke luar negeri yang berkurang, tubuhnya kaget dan perlu menyesuaikan diri lagi. Ditambah memori empat tahun terakhir miliknya yang hilang, Biyan kian kesulitan memetakan ingatan.

Bukannya berbaring, Biyan malah duduk mengamati layar ponsel. Benar apa yang Utari jelaskan di taksi tadi, vila ini tak dipasangi koneksi internet. Katanya demi memenuhi permintaan sejumlah penyewa yang ingin healing tanpa distraksi teknologi…

…atau sang ibu sengaja tak ingin dia mengakses informasi mengenai kecelakannya.

Biyan benci harus mencurigai Salma maupun Utari. Namun, sejak sang ibu mengetahui upayanya menelusuri artikel terkait tragedi yang merenggut ingatannya, Wi-Fi di rumah mendadak lambat sampai putus. Utari pun selalu mengendalikan percakapan saat mereka jalan berdua.

Tindak-tanduk yang meyakinkan Biyan bahwa ada sesuatu atau seseorang yang sengaja ditutupi darinya.

“Aku harus lebih hati-hati,” gumamnya. Semoga saja selama menetap di Evia, dia dapat menemukan bantuan untuk membuka akses menuju masa lalunya.

*

Malam datang lebih lambat sepanjang musim panas. Akan tetapi, hal tersebut tak menghentikan Salma untuk menyiapkan makanan sebelum pukul tujuh, padahal matahari belum benar-benar terbenam. Di rooftop vila, perempuan yang mengenakan sun dress dan topi pantai itu menata pasta dan jus jeruk kesukaan Biyan.

“Mama pulang besok malam,” sang ibu membuka pembicaraan. “Utari akan menemuimu tiga atau empat kali seminggu, sekalian cek stok obat.”

“Untuk urusan obat, aku bisa urus sendiri.” Lagi pula, Biyan tak mau merepotkan Utari yang harus menempuh perjalanan dua jam dari kantor di pusat kota ke vilanya. “Kalau ada apa-apa, aku bisa kirim pesan ke Dokter Gumilar.”

Wajah Salma berubah masam. “Jangan buang-buang pulsamu. Biar Mama dan Utari yang urus semuanya.”

Sudah Biyan duga, padahal hanya Gumilar yang bisa diandalkan untuk membantunya. Dokter itu pasti memegang catatan medis, termasuk kronologi kecelakaan yang menimpanya.

“Nikmati waktumu di sini,” Utari menambahkan. Salah satu tangannya mengelus punggung tangan Biyan. “Kalau lagi senggang, aku bakal ajak kamu berkeliling Evia.”

“Tuh, daripada buang-buang pulsa buat kontak dokter di Indonesia, jalan-jalan sama Utari lebih hemat dan mudah.” Mengingat kekayaan keluarganya yang fantastis, janggal bagi Biyan mendengar Salma jadi perhitungan terhadap pemakaian pulsa. “Apa perlu Mama siapkan mobil buat kalian?”

Utari menggeleng cepat. “I’ll drive, Tante. Biar enggak keluar biaya tambahan.”

Itu berarti, Biyan harus pura-pura manut sampai berhasil mengambil kepercayaan mereka. Dengan begitu, mereka akan berhenti menaruh curiga, sehingga dia leluasa bergerak untuk mengungkap kebenaran yang terjadi padanya.

***

Bab terkait

  • Membuatmu Jatuh Cinta Lagi   8. The Icebreaker Moment

    Biyan sudah tiba di Yunani. Vila yang dia tempati dekat dari lokasi residensimu. Lelah dan kantuk yang menyergap Adisti selama di pesawat serta-merta menguap. Langkahnya terhenti kala memasuki Bandara Internasional Eleftherios Venizelos, Athena, untuk memastikan matanya tak salah membaca deretan kata-kata itu. Tinggal satu kali perjalanan darat lagi, dia akan bertemu sang suami. “Hei, ternyata kamu ada di sini.” Adisti mendongak saat mendengar seseorang berbicara dalam bahasa Indonesia. Sosok itu, seorang pria dengan rambut ikal, menghampirinya. Siapa namanya—Adisti lupa. Satu hal yang pasti, dia adalah teman satu rombongan yang juga lolos seleksi residensi. “Kita terpisah row di pesawat, makanya kamu enggak ingat aku,” pria itu meneruskan, seakan-akan dapat menafsirkan kebingungan yang tercetak di wajahnya. “Batara. Kamu Adisti, kan?” Adisti mengangguk cepat. “Maaf, aku… udah lama enggak terbang jauh.” “So am I. Ini penerbangan pertama setelah pandemi,” sahutnya. “Kita harus

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-16
  • Membuatmu Jatuh Cinta Lagi   9. Perempuan Manis di Balkon

    “Yakin enggak mau aku tunggu?”“Katanya kamu ada meeting. Aku bisa belanja sendiri.”“Oke, deh, aku tunggu di kafe yang tadi.”Bersama Utari, Biyan turun dari vila ke kawasan dermaga untuk belanja kebutuhan. Kerumunan turis dari berbagai negara sempat mengejutkannya. Kontras dari suasana di sekitar perbukitan yang lengang dan hanya dilewati beberapa kendaraan.Biyan mengecek dompet di dalam tas selempang saat Utari menurunkannya di depan sebuah supermarket. Kesempatan ini semestinya dimanfaatkan untuk mengakses Wi-fi gratis kalau saja baterai ponselnya tidak low bat. Itu berarti pada kunjungan berikutnya dia harus mempersiapkan diri lebih baik.Setelah mengambil troli, Biyan menelusuri setiap rak dan mengambil barang-barang yang diperlukan. Pasta. Sambal. Bumbu dapur. Mi instan. Telur. Dia ingin memanfaatkan masa pemulihannya untuk memasak, sesuatu yang ingin dia coba dari dulu kalau saja Salma tak melarangnya.“Mama, kan, sudah sewakan chef pribadi,” begitu dalih sang ibu setiap kali

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-17
  • Membuatmu Jatuh Cinta Lagi   10. Permen Aneka Rasa dan Es Kopi

    Membawa permen aneka rasa yang dibeli di supermarket, Adisti bergegas meninggalkan vila menuju tempat Biyan. Dia berharap, camilan manis itu akan membantu memantik ingatan lama suaminya meski kemungkinannya kecil. Gumilar pun mendukung usahanya saat Adisti menceritakan gagasan tersebut semalam.“Mungkin kalau aku lanjut kontak-kontakan setelah kenalan di pesawat, Mas Biyan pasti bakal mengingatku,” katanya pada sang ayah lewat sambungan telepon. “Papa tahu kan kami baru ketemu lagi setahun kemudian.”“Ya, ya, Papa baru ingat begitu kamu ngomong tadi. Makanya Papa kaget waktu Biyan tidak mengenalmu saat siuman.” Di ujung telepon, terdengar Gumilar yang berusaha menahan diri agar tak menguap. “Bawa permennya pas kamu dapat kesempatan ‘berkenalan’. Jangan sok kenal sok dekat. Pasti berat, tapi bersikap tenang bakal bantu kamu mendekatinya.”Adisti berhenti di depan vila dan menekan bel. Tak lama berselang, gerbang terbuka otomatis; mempersilakannya masuk. Seperti pesan Gumilar, dia harus

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-19
  • Membuatmu Jatuh Cinta Lagi   11. The New Psyche and Eros

    “Kemarin kamu mampir ke vila sebelah?”Mendengar pertanyaan dari Batara, Adisti yang kebagian tugas piket cuci piring menoleh ke belakang. Pria itu, membawa secangkir kopi dan laptop, menunggu jawaban di ambang pintu dapur.“Iya, dia orang Indonesia juga. Namanya Biyan.” Dilepasnya sarung tangan begitu semua piring dan gelas dibersihkan. “Kita bisa undang dia makan di sini kapan-kapan. Soalnya dia tinggal sendirian di sana.”“Serius?” Batara menarik kursi, lalu menaruh cangkir kopi dan laptopnya. “Apa dia sengaja liburan sendiri? Atau lagi ada kerjaan khusus?”“Entahlah, aku belum tanya sejauh itu,” Adisti berdalih. Bukan keputusan bijaksana untuk berbagi urusan pribadi pada orang asing walau Batara bersikap baik. “Aku ke atas dulu, ya. Mau cari referensi.”Hari ini, para peserta residensi memulai aktivitas kepenulisan. Daffa meminta mereka mencatat perkembangan yang dilakukan setiap harinya. Kemudian, laporannya dikirimkan setiap minggu sebagai bahan evaluasi.Adisti tak mau menyia-n

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-20
  • Membuatmu Jatuh Cinta Lagi   12. Malam Penuh Dilema

    Adisti mengira Biyan mengada-ada saat mengatakan huniannya tak dilengkapi internet. Hingga keesokan harinya, saat jalan-jalan bersama Chelsea, dia iseng mencari sesuatu lewat browser dekat vila yang ditempati suaminya. Benar saja, koneksi mendadak lambat sebelum laman menunjukkan tanda time out.“Kayaknya sengaja diblokir.” Rupanya Chelsea ikut mengecek. “Tunanganku kerja jadi teknisi IT di start up, kadang ngurus yang beginian. Mungkin kenalanmu itu enggak pengin kedistraksi internet.”Persis seperti yang Biyan katakan, tetapi Adisti tak sepenuhnya percaya. Apalagi ada Salma dan Utari yang terang-terangan menghalangi usahanya mendekati pria itu.“Kamu keberatan enggak kalau kita undang Biyan makan-makan di vila?” Adisti perlu memastikan semua penguni menerima kehadirannya. “Lumayan nambah teman dari Indonesia selama tinggal di sini.”“Why not?” Chelsea mengangkat bahu. “ Yuk, balik ke vila. Penasaran aku sama lunch yang dibuat Batara sama Randy.”Tanpa internet, Adisti kesulitan mend

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-22
  • Membuatmu Jatuh Cinta Lagi   13. Undangan Pesta Barbeque

    “Ternyata Eros yang jobdesc-nya jodoh-jodohin orang punya kisah cinta yang tragis.”Siang itu, rombongan peserta residensi bersama Daffa berkunjung ke perpustakaan publik yang berlokasi di Chalkida. Dari jendela, Adisti dapat mengamati Jembatan Evripos yang menghubungkan antara Evia dengan daratan utama Yunani. Hijaunya pepohonan yang menyatu dengan birunya cakrawala membingkai pemandangan itu bak sebuah lukisan.Di sampingnya, Batara mengecek buku-buku yang Adisti ambil untuk referensi. Salah satunya salinan Metamorphoses yang dia jadikan sebagai rujukan utama.“Welcome to Greek myth.,” ujat Adisti. “Makanya aku pengin ngulik lebih jauh tentang cerita Eros dan Psyche. Terus bikin cerita retell yang latar tempat sama waktunya lebih modern.""Menarik. Boleh aku jadi beta reader-nya?” Batara mengembalikan buku-buku pilihan Adisti. “Atau kita saling kasih feedback. Aku mau mau nulis tentang cerita tragis dari mitologi Yunani juga.”Kening Adisti mengernyit. “Cerita mana yang kamu pilih?”

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-23
  • Membuatmu Jatuh Cinta Lagi   14. Insiden di Tengah Perayaan

    Biyan sedang memilih pakaian saat Salma meneleponnya. Entah mengapa dia yakin panggilan ini berkaitan dengan percakapan terakhirnya bersama Utari yang berujung pada kecanggungan.“Kamu di mana?” tanya Salma tanpa basa-basi saat Biyan menerima panggilan. “Bagaimana kegiatanmu selama seminggu di Evia?”“Di vila, lagi beres-beres.” Biyan memilih kaus hijau tua dan celana pendek khaki. Simpel, tetapi nyaman. Dia tak mau terkesan berlebihan saat mampir ke tempat Adisti. “Mama enggak joging hari ini? Di sana masih pagi, kan?”“Mama biasanya joging sama Utari.” Belum satu menit masuk ke pembicaraan, ibunya sudah menyinggung nama sang mantan. “Dia cerita kamu minta sewa laptop. Padahal kamu bisa beli baru, Biyan. Uangnya Mama transfer.”“Daripada uangnya Mama hamburkan buat laptop, coba alokasikan buat pasang Wi-Fi di vilaku," sahut Biyan, straight to the point. “Seminggu ini aku bisa survive karena langganan koran bahasa Inggris, tapi belum tentu bertahan sampai tiga bulan ke depan.”Terdeng

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-25
  • Membuatmu Jatuh Cinta Lagi   15. Silver Lining Moment

    “Kamu hampir tenggelam?”“Iya, Pa, untungya Mas Biyan gerak cepat.” Adisti mengelus-elus lengan atasnya; salah satu bagian tubuh yang suaminya pegang erat saat menyelamatkannya. “Eh dia malah nawarin aku buat les berenang. Langsung aku terima.”Kekhawatiran dalam suara Gumilar berganti decak tak percaya. “Jangan bilang kamu sengaja lompat ke kolam, ya.”“Mana mungkin! Papa kan tahu aku lihat bak air besar aja langsung pusing.”Kejadian di pesta barbeque cenderung konyol dari sudut pandang Adisti. Dia mengenakan pakaian yang disarankan Indah, termasuk lingerie yang dijadikan atasan. Bahkan sampai meminjam catokan Chelsea untuk merapikan rambut. Perempuan itu yakin Biyan menaruh ketertarikan saat mereka bertukar pandang.Bukannya mendapat momen berduaan, kecerobohan membawa Adisti pada petaka. Namun siapa duga berkat kecelakaan itu, dia mendapatkan kesempatan lebih bagus. Sebuah silver lining, mencatut dari salah satu istilah favoritnya.“Ingat, kamu tetap harus hati-hati saat kalian be

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-03

Bab terbaru

  • Membuatmu Jatuh Cinta Lagi   [dari penulis]

    Halo, teman-teman.Setelah hampir setahun, aku memutuskan menamatkan "Membuatmu Jatuh Cinta Lagi" di bab 60. Ending untuk novel ini sengaja digantung, karena akan dilanjutkan dalam buku baru. Untuk kapan tayangnya mungkin enggak dalam waktu terdekat, karena perlu disiapkan dulu naskahnya.Terima kasih untuk kalian yang sudah mengikuti kisah Biyan dan Adisti sampai titik ini. Sampai bertemu di cerita-cerita berikutnya!erl.

  • Membuatmu Jatuh Cinta Lagi   60. Akhir Sebuah Babak

    “Welcome home, Babe!”Adisti langsung melepas tas untuk menyambut pelukan Indah. Keduanya melompat-lompat kegirangan; melepas rindu setelah tiga bulan berpisah. Kemudian, dia beralih mendekap Gumilar yang masih mengenakan pakaian kerjanya.“Dis, kita cabut duluan, ya!” Chelsea menghampirinya. “Kalau udah ada yang nerbitin novel, tolong saling kabari.”“Hati-hati. Sampai ketempu lagi!” Adisti menyalami satu per satu rekan residensinya. “Eh, minggu depan kita masih harus ketemu Daffa, kan?”“He-eh, buat penutupan sama pengarahan naskah,” sahut Randy. “Sekalian makan-makan sebelum mencar ke masing-masing kehidupan.”Adisti menyanggupi, sebelum berpisah dengan keduanya. Pandangannya lantas terarah pada Batara yang berjalan bersama Daffa. Perempuan itu meminta Gumilar dan Indah untuk menunggu sebentar, lalu menghampiri kedua pria itu.“Hei,” sapanya. “Aku balik duluan, ya. Udah dijemput sama Papa dan temanku.”“That’s okay, kami kebetulan pulang ke arah yang sama,” ujar Daffa. “Sebentar, s

  • Membuatmu Jatuh Cinta Lagi   59. Langkah Besar Biyan

    Biyan tak menyangka penyelidikan kecil-kecilannya bakal viral di media sosial.Berawal dari beberapa karyawan yang merekam upaya Utari melepaskan diri dari dua satpam yang menahannya, video tersebut diunggah ke sejumlah platform. Dalam hitungan jam, konten tersebut menuai reaksi netizen.Sebagian menanyakan kronologi kejadian, sebagian lagi—yang mengenali Utari—malah berbagi pengalaman di masa lalu. Ada pula yang melempar celetukan kurang pantas yang tak mau Biyan lihat.Gara-gara itu pula, Salma terpaksa mengadakan konferensi pers demi menjaga nama baik perusahaan serta keluarga Adiratna.“Mama masih tidak percaya dengan kejadian ini.” Di depan cermin, Salma mematut pakaian serbahitam dengan riasan simpel. “Sampai sekarang, Utari belum mengatakan motifnya. Dia malah bakal memanggil pengacara keluarga.”‘Seandainya Mama enggak terus melibatkannya dalam kehidupanku, mungkin kita bakal menjalani hari-hari yang lebih normal.’“Sebagai pengingat, aku yang jadi korban, Ma.” Biyan juga tak

  • Membuatmu Jatuh Cinta Lagi   58. Meninggalkan Yunani

    Tiga hari menjelang jadwal kepulangan ke Indonesia, para peserta residensi di Evia berangkat ke Athena untuk menikmati masa tenang. Vila yang biasanya tenang kini riuh karena para penghuninya sibuk berkemas. Koper dan tas dipindahkan ke ruang tengah, sementara kamar-kamar dibersihkan hingga rapi.“Sudah cek semua bawaan kalian? Jangan sampai ada barang tertinggal, bakal tepot mengurus pengembaliannya.” Menilai dari pernyataan tadi. Daffa pasti pernah mengalami kendala tersebyt. “Saya akan kirim voucher kamar hotel yang kalian tempat di Athena. Satu kamar untuk dua orang. Adisti bersama Chelsea, Batara bersama Randy.”Sembari menunggu mini bus yang akan dibawa Kyro, Adisti melongok sebentar ke vila Biyan. Sudah sebulan lebih mereka terpisah. Hanya Indah yang menjembatani komunikasi di antara mereka. Sayangnya, sang sahabat belum mengabari kelanjutan kabar Biyan yang meminum kopi yang telah dimasukkan bius.“Apa Biyan akan menjemputmu?”Dari belakang, Biyan berjalan menghampiri. “Akhirn

  • Membuatmu Jatuh Cinta Lagi   57. Membongkar Kebusukan

    “Kenapa kamu tidak masuk kantor kemarin, Biyan? Benar kamu sakit? Kenapa kamu tidak menghubungi Mama?”Kala Salma memasuki ruang kerjanya, Biyan mengisyaratkan Arthur untuk meninggalkan mereka berdua. Setelah sehari bermalam di indekos asistennya, pria itu memberanikan diri pulang ke apartemen. Dia pun menghubungi staf HR untuk absen sehari walau kondisi tubuhnya sudah membaik.“Iya, aku kelelahan,” sahut Biyan tanpa melepas tatapannya dari layar laptop. “Apa Mama sudah menerima draf perjanjian dari Utari?”“Justru itu, Mama ingin menanyakan keberadannya padamu.” Salma duduk di sofa. Respons sang ibu pun menerbitkan rasa penasaran Biyan. “Dia sempat ke kantor untuk mengambil barang-barangnya selepas meeting. Saat Mama tanya kenapa kalian pulang terpisah, Utari bilang kamu langsung pergi ke apartemen.”Pandangan Biyan tertuju pada Salma yang tampak serius dengan perkataannya. “Apa Utari terlihat gugup atau salah tingkah saat bertemu Mama?”Alit sang ibu bertaut. “Kenapa pula Mama harus

  • Membuatmu Jatuh Cinta Lagi   56. Kabar dari Vila Residensi

    “Batara kelelahan, dia harus bedrest total dua hari.” Daffa menyampaikan pesan dokter yang berkunjung untuk pemeriksaan. “Benar selama seminggu terakhir dia treking berjam-jam?”Adisti mengonfirmasi lewat anggukan. “Kadang dia pulang setelah kami makan siang, lalu melanjutkan tulisannya.”“Apa dia sedang ada masalah?”Kali ini, Adisti memandangi Chelsea dan Randy yang tengah membereskan peralatan makan. Dari lirikan-lirikan singkat, mereka sepakat untuk menyembunyikan drama yang terjadi beberapa hari terakhir.“Batara enggak cerita,” Randy yang menjawab. “Makanya kami juga kaget waktu lihat dia menggigil di kamar.”Daffa lantas meminta ketiganya menjaga Batara dan melaporkan hal-hal yang perlu dibereskan bersama. Setelah dia pergi, Adisti lantas pamit pada Chelsea dan Randy untuk naik ke lantai dua.Saat hendak masuk ke perpustakaan, Adisti melintasi kamar Batara yang sedikit terbuka. Perlahan dari celah pintu, dia mengintip pria yang tengah tertidur nyenyak. Wajahnya terlihat lebih t

  • Membuatmu Jatuh Cinta Lagi   55. Jebakan Sang Ular

    ‘Bersikaplah profesional’. Dua kata itu terus Biyan rapalkan setiap kali bertugas dengan Utari. Syukur-syukur dia bisa pergi mengajak Arthur. Namun, perempuan itu selalu punya akal untuk mengusir asistennya, sehingga mereka bisa keluar berdua. Seperti hari ini misalnya saat Biyan menemui klien potensial mereka di hotel selepas makan siang. “Oh, ini hotel favorit Tante Salma,” celetuk Utaru saat mereka memasuki meeting room. “Kamar-kamar yang mereka sediakan bagus. Cocok buat staycation.”Biyan hanya menggumam rendah sembari mengecek dokumen-dokumen yang akan dipresentasikan. Diam-diam, dia juga berharap semua tamu datang lebih cepat. “Kamu mau pesan sesuatu?” Sadar sedang diabaikan, Utari malah makin mempersempit jarak di antara mereka berdua. “Kafe di bawah jual pastry yang enak—” “Selamat siang, Pak Hendra!” Biyan berdiri dari kursi kala klien mereka datang. Rasanya lega sekali karena dia bisa meloloskan diri dark Utari. “Mari kita tunggu tamu yang lain datang.” Gusar, Utari mem

  • Membuatmu Jatuh Cinta Lagi   54. Menanti dan Merelakan pt. 2

    Dalam penantian yang berjalan lambat, Adisti menyadari musim panas di Yunani sebentar lagi berakhir. Dari durasi siang yang perlahan memendek, diikuti cuaca yang tak sepanas saat dia datang. Beberapa pohon pun mulai menunjukkan perubahan pada warna daun-daunnya menjadi hijau kecokelatan. Sayang sekali jadwal kepulangannya ke Indonesia bertepatan saat musim gugur dimulai. Padahal, Adisti menyukai musim tersebut. Tak terlalu panas ataupun dingin. Cuaca yang sebenarnya cocok dengan atmosfer tulisannya. Omong-omong soal proyek menulisnya…. “Kekejar enggak ya 20 bab terakhir,” guman Chelsea saat menyiapkan makan malam. “Udah gumoh mikirin konflik, padahal udah tahu penyelesaiannya kayak gimana.” “Mungkin kamu harus kasih jarak sama naskahnya. Sehari dua hari juga cukup.” Adisti mengeluarkan potongan daging ayam dari kulkas. “By the way, cowok-cowok pada ke mana, ya?” “Randy lagi urusan bentar ke dermaga. Kalau Batara….” Lawan bicaranya mengedik. “Habis pulang trekking hari ini, dia mas

  • Membuatmu Jatuh Cinta Lagi   53. Menanti dan Merelakan pt. 1

    “Adisti, aku suka sama kamu. Mau jadi pacarku?” Pernyataan perasaan itu, yang pertama Adisti dapatkan di bangku SMP, terdengar lebih manis sebelum dirinya beranjak dewasa. Ada seseorang yang menyukainya! Seseorang yang memberikan perhatian lebih selain dari Gumilar! Seseorang yang akan terus menjaganya. Namun, seiring bertambahnya usia, lalu terjun ke dunia penulis, Adisti dibuat bertanya-tanya: mengapa saat seseorang menyatakan perasaan suka selalu diikuti tawaran untuk jadi kekasih mereka? Mengapa harus ada validasi dalam bentuk hubungan? Maka, saat mendengar Biyan mengungkapkan perasaannya, Adisti malah menolak walau dia juga menyukainya. “Ah, pasti aku menangkap sinyal yang salah.” Biyan mengusap tengkuknya. “Kukira, kamu—kamu menyukaiku.” “Ya, aku suka sama kamu.” Pernyataan itu mengejutkan pria di hadapannya. “Cuma, aku heran aja, kenapa ungkapan yang manis itu harus diikuti tawaran jadi pacar? Kenapa enggak ditanya dulu apa lawannya punya perasaan yang sama?” “Nah, barusan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status