Hari demi hari kami lalui dengan tenang. Beberapa kali mas Aldo menghubungi, beberapa kali juga dia mencoba datang. Namun sudah aku minta pada satpam depan, untuk tak membiarkan dia masuk.Hari ini polisi memanggilku sebagai saksi, kasus Bapak Aisyah dan temanya itu masih terus berlanjut. Aku melaporkannya dengan pasal berlapis. Sudah aku bilang, akan membuat mereka membayar bila sedikit saja Aisyah terluka.Mas Yuda menjemputku lebih pagi. Karena mungkin akan memakan banyak waktu hari ini. Aku bahkan sudah memeras ASI kedalam beberapa kantung. Persiapan minum fatih hari ini.Aisyah dan Fatih tinggal dirumah bersama ibu, Kania dan dua ARTku. Mas Yuda bahkan mempekerjakan Satpam didepan rumahku. Karena aku tak memiliki pos untuk berjaga, dua satpam itu menunggu di gazebo depan. Kami tak mau kecolongan lagi. Baik Aisyah ataupun Fatih."Kami berangkat dulu bu" Aku pamit pada ibu. Mencium Aisyah dan Fatih juga.Mas Yuda membukakan pintu mobil untukku. Kami melaju menuju kantor polisi. Sam
Aku tak pernah menyangka, menemukan pengganti hatiku yang patah dengan cepatnya. Aku juga tak pernah menduga, bahwa kosong yang kurasa tak akan lama.Cincin ini tersemat, bukan hanya sebagai pengikat, namun juga jadi jawaban, bahwa Allah tak pernah membiarkanku sendiri terlalu lama. Bahwa aku juga masih memiliki waktu untuk bahagia."Mas, mas Yuda serius mau menikahiku?" Kalimat itu yang kutanyakan saat dia melamarku. Hanya senyuman yang kudapat. Namun dia buktikan keseriusannya, dia buktikan bahwa dia layak diterima. Mas Yuda, laki yang selalu membuatku tersipu malu. Persiapan pernikahan Kami sudah hampir rampung. Hanya tinggal beberapa yang belum di siapkan. Hari ini, mas Yuda mengajakku mencoba kebaya."Cantik, dan cocok" Ucapnya menatapkuAku tersenyum, menatap pantulan diri dikaca Kebaya abu bernuansa manik dan permata. "Yasudah, ini saja." Ucapku mementukan pilihan.Ha
"Lepaskan! " Dia menolak. Namun tetap di tarik keluar. "Aku bisa sendiri. Lepaskan aku!" Rani keluar dari pagar rumah, bersama dengan mobil mas Aldo yang berhenti tepat di depan rumahku.Mau apa lagi dia kemari!Mas Aldo menatap Rani tak suka, bahkan ibu sama sekali tak melihatnya, mereka kini berjalan memasuki rumahku. Ibu nampak terkejut, melihat seluruh sudut taman depan rumah kami."Bagus sekali do rumahnya" ibu berbisik, namun masih bisa kudengar jelas.Mas Aldo mengedipkan mata, meminta ibu untuk berhenti berkomentar. Sepertinya takut aku mendengarnya, padahal sudah."Mas! Apa yang kalian lakukan disini?" Rani menghikuti langkah kaki mas Aldo. Namun tak bisa, satpam masih memegangnya dengan erat. "Lepaskan aku!" Kesalnya."Diam kamu Rani! Perempuan tak berguna, bawa sial!" Ibu memakinya tanpa mau melihat wajah menantunya itu.Sejujurnya aku terkejut, sebegitu tak berhatinya mereka. Bahkan membentak dengan kasar Rani didepan banyak orang. Mbak Yayuk sampai melihat kembali ke dep
Hay pagi, sapalah hati yang telah menemukan teduhnya kini. Dulu pernah kami terluka, patah, bahkan pecah. Namun gulir waktu tak menyerah, mempertemukan kami di atas roda bus yang memutar. Setelah itu, aku tak pernah lagi merasa sendiri. Dia yang asing perlahan masuk, menempati ruang hati. Dia yang dingin justru menghangatkan kesepianku sendiri. Aku jatuh cinta pada sikapnya padaku, namun ternyata, dia yang jatuh hati denganku lebih dulu.Pagiku, terimakasih. Kau satukan kami dibawah terikmu kini, aku sudah tak lagi sendiri. Kini kutemukan belahan jiwaku yang sejati.Sah!Kalimat itu terdengar bagai alun lagu yang merdu. Aku telah resmi menjadi nyonya dari seorang prima bernama Perkasa Yuda Manggala. Lelaki yang keras dan tangguh sebagai perajurit negara, namun lembut merengkuh sebagai suami dan ayah.Kucium takzim tangan lelaki yang kini kusebut suami. Dia mengusap pucuk kepala ini dan menciumnya hangat."Alhamdulillah dek, terimakasih" Ucapnya untuk pertama kali menjadi suamiku.
Hari ini aku berangkat ke toko. Mas Yuda masuk malam, tapi dia ingin pergi ke tokonya sebentar. Setelah mengantarku ke toko, dia segera pergi. Kami sudah beraktifitas seperti biasa.Aisyah dan Fatih aku tinggalkan dirumah. Bersama ibu dan baby sisternya. Aku masih memakai dua satpam juga didepan rumah. Mas Aldo beberapa kali masih mencoba datang. Namun tak bisa masuk dan akhirnya pulang.Saat aku didepan toko. Kulihat ada banyak coretan di pintunya. Dan ada berbau tak sedap juga di sekitar tempat kami." Aris, bau apa ini?" Aku bertanya pada Aris, salah satu pegawaiku yang baru datang.Dia terlihat mengendus juga. Lalu menutup hidungnya dengan sapu tangan. "Iya bu, bau apa ini ya?"Aris mencari disekitar toko, dan tak menemukan apapun. Namun bau ini begitu menyengat dan menganggu penciuman kami. "Coba cari semua"Aku memberi perintah saat sama-sama mereka datang pagi ini. Di samping toko, selokan, bahkan di dalam toko sudah mereka cari. Namun nihil.Satu per satu karyawanku masuk keda
Kamu harus memutar mencari parkiran. Akhirnya Mas Yuda menepikan mobil diseberang jalan. Didepan deretan ruko yang berjajar. Aku Keluar. mobil setengah berlari."Dek, pelan saja" ucapnya memintaku berjalan lebih pelan."Mas, aku mau memastikan dia Rani atau bukan!." ucapku tak sabar."Iya, mas tau. Tapi kalau kamu jatuh bagaimana?" May Yuda mengandengku.Aku akhirnya menurut, berjalan digandeng mas Yuda. Kami mencari jembatan penyeberangan jalan. Dari atas jembatan tempatku berjalan aku tak lagi melihat wanita tadi."Kok dia gak ada ya mas? " Aku bertanya khawatir."Mungkin masih disana, hanya tak terlihat dari sini dek" Mas Yuda mencoba menenangkan ku.Kami turun jembatan penyeberangan, aku menarik tangan mas Yuda setengah berlari. Kami kembali berjalan agak jauh ke arah wanita tadi kulihat."Mas, dimana dia mas?" Aku melihat kesekitar. Tak lagi menemukannya di tempat tadi.Mas Yuda memperhatikan ke semua arah, baru saja kami berputar dia sudah tak ada di tempatnya."Kita jalan kesa
Kami membawa Rani ke rumah sakit besar. Namun Dokter merujuknya ke rumah sakit jiwa. Dirumah sakit jiwa, Rani tertidur setelah dimandikan dan berganti baju. Dia masih sering menolakku, namun tiba-tiba menagis meminta maaf.Depresi. Kalimat itu yang diucapkan dokter padaku dan mas Yuda. Rani terlalu takut akan sesuatu. Sehingga dia tertekan dan jadi tak bisa membedakan mana halusinasinya dan mana kenyataan."Apa yang akan kita lakukan mas?" Aku bertanya pada mas Yuda. Mengingat kami tak ada hubungan darah apapun dengannya, kami membutuhkan walinya untuk perawaran lebih lanjut.Terlebih Bayinya yang sekarang dirawat dirumah sakit sendirian, bayi itu butuh keluarganya untuk berjaga. Aku tak mungkin bisa selalu ada. Aku punya dua anak dirumah yang juga butuh perhatianku."Apa kita bisa menemui keluarga mas Aldo? Rani masih istrinya, mas Aldo dan keluarganya harus bertanggung jawab mas""Mas fikir juga begitu. Tapi jika kamu merasa tak nyaman dek, mas bisa kesana dengan Arya?"Benar. Mung
Pagi itu kami semua ikut kerumah mas Aldo. Tak hanya Fatih dan Aisyah. Kania, Siti, bahkan ibu juga ikut berkunjung. Ibu juga ingin mengunjungi mbak Yayuk. Selama ini, ibu belum pernah sekalipun kerumah mbak Yayuk.Mereka hanya akan menunggu dari rumah mbak Yayuk. Mas Yuda masih menunggu Arya dan Akmal datang. Akmal memutuskan ikut, setelah semalam dia menunggu bayi mas Aldo dan Rani dirumah sakit.Rumah ibu Ida terlihat sedikit ramai. Sepeda motor dan mobil banyak terparkir juga di depan rumah. Mungkin teman mas aldo datang, mas Aldo sering Kedatangan temannya dirumah. Dulu saat aku masih jadi istrinya, dia akan sangat senang memamerkan masakanku pada teman kerjanya."Mas Tri kemana mbak? Kok sepi." Mas Yuda bertanya saat kami baru saja masuk kedalam rumah."Mancing sama Zakka. Biasa, anak cowok memang akan lebih klop sama Bapaknya" mbak Yayuk bicara sambil mendekatiku. "Wadududuh ponakan ganteng ini, bobok terus." Mbak Yayuk mengambil Fatih dari gendonganku."Betul. Ini juga lebih k
Aku berjalan masuk masuk, perlahan mencoba tersenyum dalam canggung. Mencari jawaban dari Kania dan Ibu. Namun keduanya hanya diam. Kania menarikku kedekatnya."Ada apa Kan?" Dia hanya senyum-senyum tak menjawab. Ingin aku toyor kepalanya, namun tak enak hati, di pandang banyak matan."Apa kabar Mbak Sari?" Seorang wanita dengan jimbab panjang menyapaku. Wajahnya tak asing, tentu saja, aku tau dia ibu mas Atnan."Baik bu, Alhamdulillah. Ibu lurah sehat?""Sehat, bahkan siap untuk mantu."Aku terdiam. Tak tau kemana arah pembicaraan wanita itu."Jadi seperti yang sudah diutarakan keluarga nak Atnan nduk, mereka datang untuk meminangmu."Mataku membulat sempurna. Tak ada angin dan hujan kenapa pelangi datang setelah badai?"Me_melamarku?" Aku menatap wajah mas Atnan denang lekat. Lelaki itu hanya tersenyum simpul.Jawaban apa itu!"Iya nduk, bagaimana? Apakah kamu sudsh siap menerima nak Atnan?" Ibu kembali bertanya.Aku masih terdiam. Sejujurnya aku nyaman bersamanya, namun apakah hat
Ku gandeng ibu mas Aldo turun. Aku memang harus memapahnya masuk. Mata sayu wanita itu berkaca. Menatap kedepan kami. Aku melihat kemana arah mata itu sekarang. Rupanya wajah yang ia kenal tengah sibuk mengurus kertas-kertas di depannya. Sehingga ia tak memperhatikan siapa yang tengah berdiri tak jauh dari tempatnya.Iya, aku membawa ibu Ida menemui Akmal. Anak lelakinya yang dia usir dari rumah. Namun justru merubah hidup lelaki itu jauh lebih baik. Akmal kini memiliki tempat fotocopy dan percetakan. Ia membuka usaha itu dengan kerja keras dan bantuan mas Yuda.Dia jadi lelaki yang halus dan santun. Bahkan jambang dan janggutnya terlihat memanjang sekarang. Akmal kini jauh lebih dewasa dan meneduhkan."Assalamualaikum" Aku mengucap salam."Waalaikumsalam. Ada perlu a..." Dia terdiam, saat melihatku memapah ibu kandungnya berdiri, tepat di depan matanya sekarang. "Ibu?" Begitu kalimat yang kudengar. Entah mengapa membuat darah
"Mengapa kau membawa Fatih pergi?" Aku bertanya tanpa berbasa-basi lagi. Kesabaranku pada mas Aldo sudah ada diujungnya.Dia terdiam, membuang wajahnya kearah lain. Aku menemuinya di kantor polisi. Mas Aldo ternyata juga masuk daftar pencarian orang. Penipuan, adalah kasus yang kini juga menjeratnya."Baiklah, jika kamu hanya diam, aku tak bisa berbuat apa-apa. Ini terakhir kalinya aku kemari!"Aku berdiri, melangkah menuju pintu. "Aku hanya ingin memeluk anakku!"Suaranya sumbang. Membuat kakiku berhenti melangkah. Aku berbalik, melihat punggungnya yang kecil di balik baju orange bertuliskan Tahanan itu."Anak siapa? Fatih bukan anakmu!""Dia anakku! Aku tau dia anakku Sari!" Dia kini berdiri, namun belum melihatku."Anak yang tak kau akui sejak dalam kandungan? Bukankah mulutmu sendiri yang bilang 'hanya anak Rani darah dagingku'. Itu kan yang kau katakan?" Dia diam, tak ada jawaban."Lalu sekarang dimana Veronica? Hem... Kau bahkan tak bisa menjadi ayah yang baik untuk bayi malan
Kugendong Fatih yang menangis. Kupeluk dan kutenangkan dia dulu. " anak bunda sayang. Ini bunda" kutimang dia dalam dekapan. Kini tangisnya mulai reda. Dia memegang botol susunya dengan erat. Aku berjalan menuju pintu, tapi kudengar suara air dari dalam kamar mandi. Aku mendekat kearah pintu kamar mandi. Ada orang di dalam!Kutempelkan telingaku didaun pintu. Bunyi air itu sumakin jelas. "Sebentar nak, uti lagi buang air. Ini sudah selesai. Kamu jangan nangis lagi dong. Nanti mereka dengar!" Ibu ternyata ada di dalam. Aku kunci saja ibu dari luar. Biar saja dia berteriak-teriak didalam."Siapa itu! Hey siapa itu" suaranya berteriak mencoba membuka pintu."Jangan pernah lagi menyentuh anakku bu Ida!" Aku bicara dari luar. "Sari? Buka sari. Kembalikan Alex cucuku?"Alex? Keren amat namanya. Dikasih nama Muhammad Fatih kok jadi Alex. Kayak nama kedai Bakso di dekat Radio umum."Lha emang ibu punya cucu nama Alex?""Diam kamu. Keluarkan aku!""Diam ibu! Aku panggil polisi mau? Anakku b
"Assalamualaikum..." Suara itu membuatku melihat kearahnya. "Mas Atnan?"Saat aku sedang kalut. Mas Atnan datang tepat didepanku. Bisakah aku meminta bantuanmu juga mas?"Ada apa mbak?" Ia tampak terkejut melihatku yang tergugu"Bisa bantu saya mas. Anak saya hilang mas.""Aisyah?Aku menggelengkan kepala. "Fatih mas""Kok bisa? Dia kan masih kecil mbak. Yasudah kita kemobil dulu. Kita cari sama-sama. Nanti mbak bisa cerita kronoliginya sambil jalan."Aku menganggukkan kepala. Segera saja aku pergi menuju mobilku. Mas Atnan meminta kunci mobilku dan membukakanku pintu untuk masuk. Aku duduk di samping kemudi dan mas Atnan menyusul masuk. Tanpa berfikir panjang, kami pergi.***"Jadi Fatih di ambil mantan suami mbak kemarin itu? Aku menganggukan kepala."Secara biologis dia memang ayahnya mas. Tapi secara hukum fatih masuk anak saya dan mas Yuda. Entah bagaimana mas Yuda menuliskan Fatih anaknya yang sah.""Lalu Aisyah?""Dia anak angkat saya."Mas Atnan terdiam. "Mbak masih ingat kema
"Assalamualaikum " ibu datang bersama Kania dan anak-anak. Melihat mas Atnan dudukdi dalam saung bersamaku, membuat ibu menatapku penuh tanya."Ibu ingat, ini mas Atnan. Anaknya Bu lurah."Ibu duduk memperhatikan lelaki itu. "Oh, ibu ingat yang kemarun pas kita pulang ambil satur sama mak Idah kan?""Betul bu, itu saya. Apa kabar...""Baik mas, baik. Kok bisa sama-sama disini?" Kembali ibu mewawancara diriku."Oh, ini tempat makan punya mas Atnan bude" Kania ikut menjelaskan. Gadis sok tau inu tersenyum menggodaku. Dasar!Ibu nampak terkejut. Seban baru tau jika anak bu lurah itu polisi yang sukses punya tempat makan."Jadi beli sayur di rumah sana itu untuk di bawa kemari?""Iya bu. Betul. Tadinya kakak yang mengelola. Tapi sekarang diserahkan kesaya. Yasudah kalau begitu silahkan pesan. Saya pindah meja saja" Mas Atnan."Makan bareng saja nak, biar ramai" ibu memberikan tawaran."Iya mas, tadi bilang mau ikut bergabung. Gak apa-apa." Aku juga meminta."Betul mas, gak perlu gak enak
Sejak pagi mas Aldo masih terus menghubungi. Bahkan semalam dia pergi kerumah. Entah berapa lama dia ada di depan gerbang. Mungkin srbsiknya aku pindah saja. Rasanya tak nyaman diteror hamoit setiap hari.Dan setelah kufikirkan semalaman. Ada baiknya memang aku menerima tawaran untuk datang ke warung mas Atnan. Rasanya berterimakasih saja tak cukup. Mas Atnan sudah membantuku dari mas Aldo.Akhirnya menjelang siang, Kuberanikan diri mampir kewarung mas Atnan. Aku membawakan beberapa cemilan dan buah juga. Sebagai rasa terimakasih sudah membantuku kemarin saat mas Aldo kembali datang menganggu."Ada yang bisa dibantu kak?" Seorang pelayan wanita memberikan menunya padaku.Aku menerimanya. "Eh, saya mau pesan nasi ayam saja mbak. Untuk dua puluh delapan orang. Kirim untuk makan siang di toko depan ya"Wanita itu mencatat pesananku. Aku masih mencoba mencari-cari dimana mas Atnan berada."Em, maaf.. ada lagi yang lain bu?""Oh, tidak. Itu saja. Dimana kasirnya?" Wanita itu mengantarkan
"Aku hanya ingin bersamamu dek sari!" Mas Aldo mencegahku pulang dari toko.Entah hari keberapa ini, dia terus datang kemari. Tanpa henti dan tak kenal lelah. Aku bahkan merasa benar-benar sudah terganggu."Biarkan aku bersamamu dek..." Dia mencengkeram tanganku dengan erat. Kucoba melepasnya, namun tetap saja tak bisa. " Dengarkan dulu sari, aku dulu begitu takut pada ibu. Sekarang aku tak takut lagi." Dia mulai memaksa."Lepaskan! " Teriakku akhirnya. Setalah berkali kali kucoba bersabar.Satpam tokoku sedang di dalam, membantu mengurusi barang yang masuk. Jadilah aku didepan sendiri. Mengurusi manusia tak tau malu ini."Aku tak bisa lagi melepaskanmu Sari. Aku masih mencintaimu" Dia menatapku memelas. Dia fikir aku akan tersentuh? Dimataku, Aldo hanyalah barang bekas yang sudah kubuang. "Apa maumu mas?""Kembali padamu. Aku mohon. Mas janji dek, mas tak akan menyakitimu. M
Ibu masih terlihat menangis. Beberapa warga memeluknya dengan erat. Sebentar kemudian mobil lain mendekat. Lalu seseorang turun daru dalam mobil."Mas Alan" Ucapku pelan. Tiba-tiba aku begitu khawatir, terlihat mas Alan datang dengan membawa Arcila dan Almira, tanpa mbak Asya.Mbak Nur tiba-tiba berlari kearah kami. "Mbak, siapa yang meninggal?""Kamu belum dengar Sari?" Mbak Nur berbalik tanya.Aku menggelengkan kepala. "Mana aku tau mbak. Memang siapa?""Asya..."Astagfirullah...!Tubuhku tiba-tiba bergetar karena terkejut. Mbak Asya meninggal? Kenapa mbak Asya bisa meninggal? Bukankah kudengar terakhir kali dia akan menikah lagi."Jangan bercanda kamu Nur, bukanya Asya mau menikah bulan depan?" Mbak Yayuk bertanya. Sepertinya sama sepertiku, mbak Yayuk juga terkejut dan tak percaya."Masak berita orang mati aku buat-buat to mbak. Kalau aku buat-buat, menurut mbak siapa yang ada dalam peti itu?""Gak tau Nur, Aldo mungkin lebih pantas!" Ucap mbak Yayuk. "Lelaki tak tau diri itu pa