Ruang pemeriksaan begitu terasa dingin. Atau tubuhku sendiri yang merasa tak siap disini. Jika bisa aku ingin lari, sembunyi. Namun tidak. Aku tak berani. Mbak Yayuk bisa menyeretku lagi kembali kemari. Dia manusia paling galak pada masanya."Apa kabar mbak Sari, lama sekali ya tidak bertemu."Tak ada jawaban. Kalimatku membeku di krongkongan ini. Aku berusaha tersenyum. Meski debaran jantung ini saling berhantaman dengan nyaliku sendiri." Ada keluhan apa kali ini?"Seorang dokter kandungan bertanya, wajah yang tak asing bagiku sebenarnya. Namanya Dokter Ana. Dia adalah teman baik mbak Yayuk semasa kuliah. Hanya beda jurusan.Terlebih Sebagai sesama ibu Persip, dokter Ana juga dekat dengan mbak Yayuk. wanita ini bahkan yang memberiku banyak kekuatan dulu, saat hasil pemeriksaanku belum menunjukkan tanda kehamilan.Ruangan ini adalah saksi bisu, perjuanganku sebagai istri seorang Aldo. Kemari selalu seorang diri, tanpa suami yang tak memiliki satu Visi denganku, membuat rasaku pada
Aku menatap ibu dan mbak Asya. Ibu melihatku tak suka. Sementara mbak Asya antara melihatku dan membuang wajahnya." Apa maksudmu membawa truk besar itu kerumah Aldo? Kalian kan sudah berpisah! Jangan campuri lagi kehidupan Aldo!"Truk? Mungkin masksud ibu excavator itu. Aku masih terdiam, Satpam tokoku menghalangi ibu mendekat kearah kami. Mbak Yayuk mengendong Aisyah masuk."Sari, masuk saja. Jangan habiskan waktumu meladeni mantan mertua yang tak punya rasa kasih itu!" Mbak Yayuk menarik ujung bajuku Aku memberinya isyarat agar masuk lebih dulu. Kasihan Aisyah jika tertidur dalam gendongan terlalu lama. Mbak Yayuk juga pasti lelah membopong bocah gembul itu ."Masuklah mbak, nanti aku kesana"Mbak Yayuk berlalu pergi. Meninggalkan tatapan awas pada ibu dan mbak Asya."Perempuan tak tau diri. Saudara bukan, kakak bukan, segitunya membela orang lain!" Ibu berucap menatap tak suka pada mbak Yayuk. "Kalau ibu kemari hanya untuk membuat masalah, maaf, Sari tak ada waktu""Halah. Sibu
Hari berganti hari, perutku semakin membesar. Ibu begitu menjaga makanku. Aisyah juga sangat bahagia. Aku sempat merasa takut, takut melalui semuanya sendiri. Namun yang membuatku kuat adalah, banyaknya dukungan yang aku dapat. Dan mas Yuda, entah mengapa ia lebih sering datang kerumah, ke toko. Sampai mbak Yayuk bilang, kehidupan mas Yuda selain dinas dan tugas adalah diriku.Tim pengacaraku bilang, dua hari lagi putusan bandingku keluar. Aku berharap memenangkannya. Rumah itu akan aku berikan pada mbak Yayuk untuk di kelola, menjadi tempat belajar dan bermain anak di daerah sana.Jika kalian tanya apa mas Aldo sudah tau kehamilanku? Tidak. Dia tak tau. Aku belum memberi tahunya. Untuk apa membicarakan sesuatu yang tak pernah dia harapkan. Dua minggu lagi dia akan menikahi Rani. Aku melihat foto undangam mereka di InstaGrem.Dunia itu lucu ya, yang baik tak pernah nampak di mata mereka yang tak suka, sementara yang buruk justru di bela dan di beri penghargaan besar, hanya karena ses
Kabar gembira kudapat siang ini. Putusan sidang memenangkanku sebagai pemilik dari rumah dan isinya itu. Setelah mendapat telphone, segeran saja aku menuju rumah mbk Yayuk. Aku turun dari mobil, mbak Yayuk ternyat sedang di teras bersama mbak Nur.Braakk!Tubuhku terdorong menghantam pagar rumah mbak Yayuk. Aku melihat ke belakang, ibu sudah berdiri dengan bencinya menatapku.Mbak Yayuk dan mbak Nur berdiri? Memegangku yang terhuyung hampir jatuh."Bu Ida! Keterlaluan. " Mbak Nur berkacak pinggang kearah ibu. "Untung Sari bisa menopang badannya. Kalau sampai Sari jatuh, ibu bakal l saya ubek-ubek."Gak usah ikut campur Nur! Kalau dia jatuh, bagus lah. Memang itu tujuanku.!"Kuusap perutku pelan. Untungnya tangan ini sempat mmencari pegangangan. Jika tidak. Aku sudah jatuh tengkurap sekarang."Heh Sari, memang betul-betul kurang ajar kamu ya. Lihat, kamu sudah membuat Aldo bertengkar dengan Rani!"Aku menatao wajah ibu dengan amarah. Sejujurnya aku tak suka cara ibu memperlakukanku.
Sejak kejadian perginya Rani, mas Aldo memang selalu menghubungiku. Aku tak pernah menjawab panggilan telphone nya, apa lagi membalas pesannya. Biarkam dia berharap dalam perih. Sama sepertiku mengharapkan kehadirannya dulu saat aku butuh. Bahkan sekarang dia menemuiku di toko sendirian."Pergilah mas, aku tak ada waktu denganmu sekarang!""Tapi Sari, kamu sedang hamil anakku. Anak kita. Tak bisakah aku memberinya perhatian?"Aku ingin tertawa mendengarnya. Dia ingin memberikan perhatian pada anakku." Kamu yakin ini anakmu? Bukankah kemarin kamu bilang aku menjual diri?"Mas Aldo terdiam. Dia menunduk menatap lantai ruangan ini."Pergilah!" Ucapku kasar."Apa salah jika aku hanya menginginkan seorang anak? Apa begitu salah jika aku menuntut anak dalam pernikahan kita?" Dia kembali berucap. Entah kenapa, setiP kali dia bicaran rasanya ingin ku robek mulutnya itu."Kamu tak pernah merasa salah memang mas? Lima tahun menikah, pernah kamu menemaniku periksa kedokter? Menemaniku mencari
Setelah mendengar pernyataan mas Yuda. Aku merasa segan didekatnya. Bahkan sepanjanh perjalanan pulang. Hingga mengantarkan mbak Yayuk kerumahnya, aku lebih banyak diam.Sesekali bersuara saat Aisyah memanggilku dan bertanya sesuatu yang dilihatnya dijalan. Tapi kini, gadis kecil iti tidur di kursi belakang. Aku jadi salah tingkah karena suasana yang hening."Ac nya kurang dingin?" Mas Yuda mengecek suhu AC di depanku."Oh, sudah mas. Sudah dingin. Kenapa?" Tanyaku menatapny."Lho kok tanya balik? Kamu itu yang kenapa, kalau AC menyala, kok keringatmu banyak?"Ah, dia tak tau apa aku sedang gugup."Gak papa mas. Sudah menyetir saja. Jangan membuatku malu"Mas Yuda justru tertawa mendengar kalimatku. "Yaa, aku akan berpura-pura tak tau kamu gugup."Lah, dia menggoda!Aku hanya tersenyum, ingin rasanya mengecil dan sembunyi di balik lubang AC yang dingin.Kami menuju kerumahku. Sampai di rumah, mas Yuda membukakan pintu. Aku melihat mobil yang kukenal di jalan masuk rumah. Itu seperti m
Setelah kedatangan mas Aldo kerumah hari itu. Dia tak pernah lagi menemuiku. Hari-hariku berjalan begitu baik. Ada ibu, Aisyah, mas Yuda, mbak Yayuk dan mbak Nur juga Kania. Kehamilan ini tak terasa sulit untuk aku lalui.Aku tak pernah kerumah lamaku dan mas Aldo. Ibu secara tegas melarangku kesana. Ibu diam-diam mendengar pembicaraan kami saat itu. Dan dengan tanpa kompromi lagi, ibu tak ingin mrlihat wajah mas Aldo ada dalam kehidupan kami.Aku tau rasanya, hatikupun sakit saat bayiku dihina. Seperti itulah hati ibuku saat itu. Kecewa, marah dan sangat terluka. Mendengar sendiri bagaimana aku dihina mantan suamiku.Rumah lamaku dan mas Aldo sudah menjadi taman bermain. Beberapa kali ibu mas Aldo sempat mempersulit proses renovasi. Tapi Arya membantuku menyelesaikan segalanya." bagaimana dengan stroller ini?" Mas Yuda meminta pendapatku."Bagus, lucu juga." Ucapku mengomentari.Aku sedang berbelanja perlengkapan bayi saat ini. Kami sudah membeli hampir semua keperluannya. Hanya tin
Pagi ini aku mengantar sendiri Aisyah kesekolah. Kania libur satu minggu, karena kelas di pakai ujian kakak tingkatnya. Jadilah dia ikut aku ke toko. Aisyah akan pulang di antar bus sekolah setiap siang.Jalanan sedikit macet pagi ini. Aku bahkan tak bisa berjalan cepat di jalur ini. Ada kemacetan panjang hingga ke lampu merah depan."Tumben macet sekali?" Kania bicara sendiri Dia sibuk melihat kedepan, sampai mendongakkan kepalanya. Tetap saja tak ada yang terlihat."Ada kecelakaan ya mbak?" Dia bertanya padaku."Entah. Mbak kan duduk sebelahmu, menyetir lagi. Kok malah kamu tanya?"Dia tersenyum malu. " yaa maaf, siapa tau kan?"Aku menggelengkan kepala heran. Anak ini pintar, juara kelas, bakan sering ikut olimpiade berbagai pelajaran. Tapi kadang-kadang ya, pertanyaanya bikin darah tinggi.Hampir setengah jam lebih kami terjebak. Aku sampai mual dan pusing karena bau mesin. "Hueek...hueekk...,""Kenapa mbak? Duh mual ya?" Kania panik memijat tengkukku dan mengoleskan minyak di ke
Aku berjalan masuk masuk, perlahan mencoba tersenyum dalam canggung. Mencari jawaban dari Kania dan Ibu. Namun keduanya hanya diam. Kania menarikku kedekatnya."Ada apa Kan?" Dia hanya senyum-senyum tak menjawab. Ingin aku toyor kepalanya, namun tak enak hati, di pandang banyak matan."Apa kabar Mbak Sari?" Seorang wanita dengan jimbab panjang menyapaku. Wajahnya tak asing, tentu saja, aku tau dia ibu mas Atnan."Baik bu, Alhamdulillah. Ibu lurah sehat?""Sehat, bahkan siap untuk mantu."Aku terdiam. Tak tau kemana arah pembicaraan wanita itu."Jadi seperti yang sudah diutarakan keluarga nak Atnan nduk, mereka datang untuk meminangmu."Mataku membulat sempurna. Tak ada angin dan hujan kenapa pelangi datang setelah badai?"Me_melamarku?" Aku menatap wajah mas Atnan denang lekat. Lelaki itu hanya tersenyum simpul.Jawaban apa itu!"Iya nduk, bagaimana? Apakah kamu sudsh siap menerima nak Atnan?" Ibu kembali bertanya.Aku masih terdiam. Sejujurnya aku nyaman bersamanya, namun apakah hat
Ku gandeng ibu mas Aldo turun. Aku memang harus memapahnya masuk. Mata sayu wanita itu berkaca. Menatap kedepan kami. Aku melihat kemana arah mata itu sekarang. Rupanya wajah yang ia kenal tengah sibuk mengurus kertas-kertas di depannya. Sehingga ia tak memperhatikan siapa yang tengah berdiri tak jauh dari tempatnya.Iya, aku membawa ibu Ida menemui Akmal. Anak lelakinya yang dia usir dari rumah. Namun justru merubah hidup lelaki itu jauh lebih baik. Akmal kini memiliki tempat fotocopy dan percetakan. Ia membuka usaha itu dengan kerja keras dan bantuan mas Yuda.Dia jadi lelaki yang halus dan santun. Bahkan jambang dan janggutnya terlihat memanjang sekarang. Akmal kini jauh lebih dewasa dan meneduhkan."Assalamualaikum" Aku mengucap salam."Waalaikumsalam. Ada perlu a..." Dia terdiam, saat melihatku memapah ibu kandungnya berdiri, tepat di depan matanya sekarang. "Ibu?" Begitu kalimat yang kudengar. Entah mengapa membuat darah
"Mengapa kau membawa Fatih pergi?" Aku bertanya tanpa berbasa-basi lagi. Kesabaranku pada mas Aldo sudah ada diujungnya.Dia terdiam, membuang wajahnya kearah lain. Aku menemuinya di kantor polisi. Mas Aldo ternyata juga masuk daftar pencarian orang. Penipuan, adalah kasus yang kini juga menjeratnya."Baiklah, jika kamu hanya diam, aku tak bisa berbuat apa-apa. Ini terakhir kalinya aku kemari!"Aku berdiri, melangkah menuju pintu. "Aku hanya ingin memeluk anakku!"Suaranya sumbang. Membuat kakiku berhenti melangkah. Aku berbalik, melihat punggungnya yang kecil di balik baju orange bertuliskan Tahanan itu."Anak siapa? Fatih bukan anakmu!""Dia anakku! Aku tau dia anakku Sari!" Dia kini berdiri, namun belum melihatku."Anak yang tak kau akui sejak dalam kandungan? Bukankah mulutmu sendiri yang bilang 'hanya anak Rani darah dagingku'. Itu kan yang kau katakan?" Dia diam, tak ada jawaban."Lalu sekarang dimana Veronica? Hem... Kau bahkan tak bisa menjadi ayah yang baik untuk bayi malan
Kugendong Fatih yang menangis. Kupeluk dan kutenangkan dia dulu. " anak bunda sayang. Ini bunda" kutimang dia dalam dekapan. Kini tangisnya mulai reda. Dia memegang botol susunya dengan erat. Aku berjalan menuju pintu, tapi kudengar suara air dari dalam kamar mandi. Aku mendekat kearah pintu kamar mandi. Ada orang di dalam!Kutempelkan telingaku didaun pintu. Bunyi air itu sumakin jelas. "Sebentar nak, uti lagi buang air. Ini sudah selesai. Kamu jangan nangis lagi dong. Nanti mereka dengar!" Ibu ternyata ada di dalam. Aku kunci saja ibu dari luar. Biar saja dia berteriak-teriak didalam."Siapa itu! Hey siapa itu" suaranya berteriak mencoba membuka pintu."Jangan pernah lagi menyentuh anakku bu Ida!" Aku bicara dari luar. "Sari? Buka sari. Kembalikan Alex cucuku?"Alex? Keren amat namanya. Dikasih nama Muhammad Fatih kok jadi Alex. Kayak nama kedai Bakso di dekat Radio umum."Lha emang ibu punya cucu nama Alex?""Diam kamu. Keluarkan aku!""Diam ibu! Aku panggil polisi mau? Anakku b
"Assalamualaikum..." Suara itu membuatku melihat kearahnya. "Mas Atnan?"Saat aku sedang kalut. Mas Atnan datang tepat didepanku. Bisakah aku meminta bantuanmu juga mas?"Ada apa mbak?" Ia tampak terkejut melihatku yang tergugu"Bisa bantu saya mas. Anak saya hilang mas.""Aisyah?Aku menggelengkan kepala. "Fatih mas""Kok bisa? Dia kan masih kecil mbak. Yasudah kita kemobil dulu. Kita cari sama-sama. Nanti mbak bisa cerita kronoliginya sambil jalan."Aku menganggukkan kepala. Segera saja aku pergi menuju mobilku. Mas Atnan meminta kunci mobilku dan membukakanku pintu untuk masuk. Aku duduk di samping kemudi dan mas Atnan menyusul masuk. Tanpa berfikir panjang, kami pergi.***"Jadi Fatih di ambil mantan suami mbak kemarin itu? Aku menganggukan kepala."Secara biologis dia memang ayahnya mas. Tapi secara hukum fatih masuk anak saya dan mas Yuda. Entah bagaimana mas Yuda menuliskan Fatih anaknya yang sah.""Lalu Aisyah?""Dia anak angkat saya."Mas Atnan terdiam. "Mbak masih ingat kema
"Assalamualaikum " ibu datang bersama Kania dan anak-anak. Melihat mas Atnan dudukdi dalam saung bersamaku, membuat ibu menatapku penuh tanya."Ibu ingat, ini mas Atnan. Anaknya Bu lurah."Ibu duduk memperhatikan lelaki itu. "Oh, ibu ingat yang kemarun pas kita pulang ambil satur sama mak Idah kan?""Betul bu, itu saya. Apa kabar...""Baik mas, baik. Kok bisa sama-sama disini?" Kembali ibu mewawancara diriku."Oh, ini tempat makan punya mas Atnan bude" Kania ikut menjelaskan. Gadis sok tau inu tersenyum menggodaku. Dasar!Ibu nampak terkejut. Seban baru tau jika anak bu lurah itu polisi yang sukses punya tempat makan."Jadi beli sayur di rumah sana itu untuk di bawa kemari?""Iya bu. Betul. Tadinya kakak yang mengelola. Tapi sekarang diserahkan kesaya. Yasudah kalau begitu silahkan pesan. Saya pindah meja saja" Mas Atnan."Makan bareng saja nak, biar ramai" ibu memberikan tawaran."Iya mas, tadi bilang mau ikut bergabung. Gak apa-apa." Aku juga meminta."Betul mas, gak perlu gak enak
Sejak pagi mas Aldo masih terus menghubungi. Bahkan semalam dia pergi kerumah. Entah berapa lama dia ada di depan gerbang. Mungkin srbsiknya aku pindah saja. Rasanya tak nyaman diteror hamoit setiap hari.Dan setelah kufikirkan semalaman. Ada baiknya memang aku menerima tawaran untuk datang ke warung mas Atnan. Rasanya berterimakasih saja tak cukup. Mas Atnan sudah membantuku dari mas Aldo.Akhirnya menjelang siang, Kuberanikan diri mampir kewarung mas Atnan. Aku membawakan beberapa cemilan dan buah juga. Sebagai rasa terimakasih sudah membantuku kemarin saat mas Aldo kembali datang menganggu."Ada yang bisa dibantu kak?" Seorang pelayan wanita memberikan menunya padaku.Aku menerimanya. "Eh, saya mau pesan nasi ayam saja mbak. Untuk dua puluh delapan orang. Kirim untuk makan siang di toko depan ya"Wanita itu mencatat pesananku. Aku masih mencoba mencari-cari dimana mas Atnan berada."Em, maaf.. ada lagi yang lain bu?""Oh, tidak. Itu saja. Dimana kasirnya?" Wanita itu mengantarkan
"Aku hanya ingin bersamamu dek sari!" Mas Aldo mencegahku pulang dari toko.Entah hari keberapa ini, dia terus datang kemari. Tanpa henti dan tak kenal lelah. Aku bahkan merasa benar-benar sudah terganggu."Biarkan aku bersamamu dek..." Dia mencengkeram tanganku dengan erat. Kucoba melepasnya, namun tetap saja tak bisa. " Dengarkan dulu sari, aku dulu begitu takut pada ibu. Sekarang aku tak takut lagi." Dia mulai memaksa."Lepaskan! " Teriakku akhirnya. Setalah berkali kali kucoba bersabar.Satpam tokoku sedang di dalam, membantu mengurusi barang yang masuk. Jadilah aku didepan sendiri. Mengurusi manusia tak tau malu ini."Aku tak bisa lagi melepaskanmu Sari. Aku masih mencintaimu" Dia menatapku memelas. Dia fikir aku akan tersentuh? Dimataku, Aldo hanyalah barang bekas yang sudah kubuang. "Apa maumu mas?""Kembali padamu. Aku mohon. Mas janji dek, mas tak akan menyakitimu. M
Ibu masih terlihat menangis. Beberapa warga memeluknya dengan erat. Sebentar kemudian mobil lain mendekat. Lalu seseorang turun daru dalam mobil."Mas Alan" Ucapku pelan. Tiba-tiba aku begitu khawatir, terlihat mas Alan datang dengan membawa Arcila dan Almira, tanpa mbak Asya.Mbak Nur tiba-tiba berlari kearah kami. "Mbak, siapa yang meninggal?""Kamu belum dengar Sari?" Mbak Nur berbalik tanya.Aku menggelengkan kepala. "Mana aku tau mbak. Memang siapa?""Asya..."Astagfirullah...!Tubuhku tiba-tiba bergetar karena terkejut. Mbak Asya meninggal? Kenapa mbak Asya bisa meninggal? Bukankah kudengar terakhir kali dia akan menikah lagi."Jangan bercanda kamu Nur, bukanya Asya mau menikah bulan depan?" Mbak Yayuk bertanya. Sepertinya sama sepertiku, mbak Yayuk juga terkejut dan tak percaya."Masak berita orang mati aku buat-buat to mbak. Kalau aku buat-buat, menurut mbak siapa yang ada dalam peti itu?""Gak tau Nur, Aldo mungkin lebih pantas!" Ucap mbak Yayuk. "Lelaki tak tau diri itu pa