Share

Bab 26. Menjaga Jarak

Penulis: Nikma
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-15 13:15:42

Di kantornya, Adrian sedang sibuk bekerja ketika pintu diketuk pelan, dan Luna muncul dengan senyum khasnya. “Hai, Adrian. Bagaimana kalau kita makan siang bareng? Aku rasa kita bisa sekalian bahas detail proyek kita,” tawarnya, nada suaranya santai dan akrab.

Adrian mengangkat pandangan, tersenyum sambil menutup dokumen di mejanya. “Terima kasih, Luna, tapi hari ini aku lebih baik tetap di sini. Kalau ada hal mendesak soal proyek, kita bisa bahas di kantor saja.”

Luna tampak sedikit terkejut mendengar penolakannya, namun ia segera menyembunyikan keterkejutannya dengan senyum tipis. “Oh, baiklah. Hanya saja… aku pikir kita bisa mengobrol lebih santai di luar, seperti dulu,” ucapnya sambil mengangkat bahu ringan.

Adrian tersenyum ramah, namun tetap pada pendiriannya. “Aku rasa lebih baik seperti ini, Luna. Kita bisa tetap produktif tanpa harus keluar,” jawabnya dengan nada tenang, menjaga agar suasana tetap profesional.

Menyadari perubahan sikap Adrian, Luna mengangguk singkat. Meskipu
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 27. Menatap dari Kejauhan

    Gita memulai hari sebagai sekretaris di kantor Hardi. Meski sempat merasa khawatir akan tuntutan pekerjaan, hari-harinya berlalu dengan lebih mudah dari yang ia bayangkan. Hardi memberikan arahan yang jelas dan jarang memberinya tugas yang tidak terlalu berat. Sebagian besar waktu, Gita hanya duduk di mejanya, mengatur jadwal dan memastikan administrasi berjalan lancar.Pagi itu, Hardi melewati meja Gita dan berhenti sejenak. “Gita, semuanya baik-baik saja, kan? Kalau ada yang kamu butuhkan, langsung sampaikan saja,” ujarnya dengan senyum ramah.Gita mengangguk dan tersenyum. “Terima kasih, Pak Hardi. Sejauh ini semuanya lancar. Saya kira akan lebih sibuk dari ini.”Hardi tertawa kecil. “Jangan khawatir, kamu akan sibuk pada waktunya,” katanya. “Tapi di sini, saya ingin memastikan kamu nyaman dan bisa bekerja dengan tenang. Kita di kantor ini mengutamakan keseimbangan.”Gita mengangguk, sedikit terkejut namun lega mendengar jawaban itu. “Terima kasih, Pak.”Hardi menatap Gita dengan t

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 28. Pertemuan Tak Terduga

    Gita berjalan pulang menuju kontrakannya setelah turun dari angkutan umum. Udara terasa sejuk, dan ia menikmati momen-momen kesendirian setelah seharian bekerja. Namun, di sudut jalan yang sepi, sebuah mobil berhenti tak jauh darinya. “Gita!” panggil Naufal sambil melambai. Ia membuka jendela mobil, menatap Gita dengan tatapan ramah. “Baru pulang kerja? Mau aku antar sampai rumah?”“Makasih, tapi… aku rasa lebih baik kalau aku pulang sendiri. Kamu tahu sendiri, tetangga di sini cukup suka ngomongin hal-hal yang... bukan urusannya,” kata Gita dengan nada bercanda, berusaha menjaga suasana tetap ringan. “Statusku dengan Adrian juga belum resmi berakhir, jadi aku lebih nyaman begini dulu.”Naufal menatap Gita, rasa khawatir muncul di matanya. “Ada yang terjadi? Ada yang ngomongin kamu?”Gita tersenyum, mencoba menutupi kegelisahannya. “Nggak ada apa-apa, Fal. Aku baik-baik aja.”Naufal mengangguk, meski raut wajahnya masih terlihat cemas. Naufal turun dari mobil, “Gita, kalau ada sesuat

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 29. Kehadian Tak Diinginkan

    Hari Minggu itu, Adrian duduk di ruang tengah rumahnya, berusaha menikmati waktu istirahat dengan pikiran yang tenang. Suasana sepi di rumah membuatnya sedikit lega dari segala keruwetan pekerjaan dan masalah pribadinya. Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba, suara bel pintu berbunyi, dan tak lama kemudian, ia mendengar suara Rima berseru dari pintu depan.“Luna! Senang sekali kamu datang!” ucap Rima dengan nada penuh antusias.Rima menyambut Luna dengan senyum lebar dan mempersilahkannya masuk. Luna membalas dengan senyuman lembut yang membuatnya tampak anggun dan ramah. Ia mengenakan pakaian elegan yang tampak rapi, seolah-olah kehadirannya telah dipersiapkan dengan baik. Adrian, yang mendengar percakapan mereka, menghela napas. Meski tahu kehadiran Luna akan menyenangkan ibunya, ia sendiri merasa segan untuk menanggapi, mengingat gosip-gosip yang telah berkembang di antara mereka.Adrian berniat menghindar, memutuskan untuk masuk ke kamarnya dan meninggalkan mereka

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 30. Kebenaran yang Terungkap

    Sudah sebulan berlalu sejak Gita mulai bekerja sebagai sekretaris Hardi. Meski awalnya ia merasa nyaman dengan pekerjaannya, belakangan ini suasana di kantor mulai terasa berat. Gosip-gosip miring tentang dirinya mulai beredar. Beberapa rekan kerja menganggap Gita mendapatkan perlakuan istimewa dari Hardi, menuding bahwa posisinya sebagai sekretaris mungkin bukan hanya karena kemampuannya.Saat makan siang di kantin, Gita tak bisa menghindari bisikan-bisikan samar yang terdengar dari meja sebelah."Dia kan istri Adrian, presdir itu. Ngapain juga masih kerja di sini?" celetuk seorang karyawan dengan nada merendahkan.“Iya, katanya suaminya kaya raya. Kalau nggak cari perhatian dari Pak Hardi, apa lagi?” timpal yang lain dengan tawa mengejek.Gita hanya bisa menunduk, berusaha tak memedulikan bisikan itu. Namun, setiap perkataan itu terasa menyengat. Tuduhan bahwa dirinya sengaja mencari perhatian Hardi bahkan sampai dianggap sebagai selingkuhannya benar-benar melukai perasaannya. Padah

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 31. Kejelasan yang Tertunda

    Gita berdiri di depan pintu rumah Rima, menahan napas sejenak sebelum menekan bel. Di tangannya, amplop berisi uang yang Adrian berikan secara diam-diam melalui pekerjaannya di kantor Hardi. Kali ini, ia berniat mengakhiri segala hal yang tidak jelas dalam hidupnya.Tak lama, pintu terbuka dan Adrian muncul. Tatapannya tampak terkejut melihat kehadiran Gita."Gita…," ucap Adrian pelan, seolah mencoba menebak maksud kedatangannya.Gita langsung mengulurkan amplop itu ke arah Adrian. "Ini. Uang yang kamu sisipkan lewat Hardi. Aku nggak perlu belas kasihan, Adrian," ucapnya dengan nada dingin namun tegas.Adrian tampak bingung, tak langsung menerima amplop itu. "Gita, itu bukan belas kasihan. Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja."Gita menarik napas panjang, menatap Adrian dengan mata yang penuh kekecewaan. "Aku datang ke sini untuk memperjelas semuanya. Sebenarnya, apa yang kamu inginkan? Dulu, kamu nggak pernah benar-benar menghargai kehadiranku. Tapi sekarang, saat aku ingin

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 32. Bukan Anak Adrian

    Gita menatap Adrian dan Rima dengan tatapan penuh kekecewaan.. Nafasnya memburu, dan tanpa ragu lagi, ia berkata dengan suara tegas, “Ya, benar. Anak ini memang bukan anak Adrian.”Ucapan itu bagaikan petir yang menghentak. Adrian terdiam, wajahnya berubah pucat, sementara Rima tersenyum tipis dengan ekspresi penuh kemenangan. Gita tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk membuat mereka memahami betapa ia ingin melepaskan diri dari semua ini. Gita melanjutkan, “Sekarang, ini sudah cukup jadi alasan buat kamu lepasin aku, kan?” Ia menatap Adrian sejenak, lalu berbalik menuju pintu, mengabaikan segala reaksi di belakangnya.“Gita, tunggu!” Adrian berusaha mengejar dan menahan tangan Gita, namun Gita menghempaskan tangannya dengan keras, menatapnya penuh ketegasan. “Biarkan aku pergi,” ucapnya dengan dingin, lalu melangkah keluar tanpa menoleh lagi.Rima mendekati Adrian dengan senyum penuh kepuasan. “Biarkan saja dia pergi. Perempuan seperti itu memang tidak pantas ada di keluarg

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 33. Pilihan Sulit

    Adrian duduk di kursi tunggu rumah sakit, tangannya terlipat erat di depan wajahnya yang lelah. Di sebelahnya, Luna dengan tenang menunggu, sesekali menatap Adrian dengan pandangan penuh perhatian. “Adrian,” ucap Luna lembut, memecah keheningan. “Aku tahu ini berat untukmu. Tante Rima pasti akan baik-baik saja. Tapi kamu tahu kan, kesehatan beliau sangat rentan?” Adrian hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa, pikirannya masih berputar-putar, mencoba mencerna semua yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir. Luna mendekat sedikit, menyentuh lengannya. “Kamu nggak bisa terus mempertahankan konflik ini. Tante Rima… dia sangat peduli sama kamu. Selama ini, dia hanya ingin yang terbaik untuk kamu,” ucapnya. “Kalau aku di posisimu, aku akan mempertimbangkan permintaan dan perasaan seorang ibu yang sudah berkorban banyak.” Adrian menghela napas, bingung. Kata-kata Luna menyusup ke dalam pikirannya, membuatnya semakin bimbang. “Aku tahu mama ingin yang terbaik, tapi… apa aku harus men

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 34. Kunjungan Tak Terduga

    Suatu malam, Gita dikejutkan oleh ketukan di pintu kontrakannya. Ia membuka pintu sedikit dan mendapati sosok Naufal berdiri di sana, tampak cemas. Merasa khawatir tetangga akan melihat dan menciptakan gosip baru, Gita buru-buru menarik Naufal masuk dan menutup pintu dengan hati-hati.“Kenapa kamu datang malam-malam begini?” tanya Gita. Naufal menghela napas dan berkata, “Nomor kamu nggak aktif beberapa hari ini. Aku… khawatir. Jadi aku putuskan untuk datang langsung dan memastikan kamu baik-baik saja.”Gita tersenyum kecil, berusaha menenangkan. “Aku cuma butuh waktu dan ketenangan buat diriku sendiri, Naufal. Jadi aku matikan ponsel sementara.”Naufal mengangguk, tapi tatapannya tetap penuh perhatian, memperhatikan raut wajah Gita yang terlihat lelah dan penuh beban. “Apa… ini soal Adrian lagi?” tanyanya perlahan, mencoba menggali tanpa memaksa.Gita terdiam sejenak, kemudian mengangguk lemah. “Aku nggak kerja lagi,” katanya, nadanya datar namun ada kesedihan di baliknya.Naufal me

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23

Bab terbaru

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 96. Manipulasi

    Naufal, yang mulai putus asa mendekati Gita secara langsung, menyusun strategi baru. Ia menyadari bahwa hubungan Gita dengan kakaknya, Ferdi, bisa menjadi celah yang dapat dimanfaatkannya. Meskipun hubungan mereka tidak selalu mulus, Naufal tahu bahwa Gita memiliki ikatan emosional dengan Ferdi dan sering kali merasa bertanggung jawab terhadapnya.Malam itu, Naufal menemui Ferdi di sebuah warung kopi sederhana di pinggir kota. Ferdi, yang tampak lelah dan kurang bersemangat, langsung menyadari bahwa pertemuan ini tidak biasa. “Ada apa, Naufal? Kenapa sampai cari gue malam-malam begini?” tanyanya sambil meminum kopinya.Naufal tersenyum tipis, mencoba memancarkan kesan tenang dan simpatik. Ia meletakkan amplop tebal di atas meja, tepat di depan Ferdi. “Saya tahu kondisi Gita sekarang berat. Dan sebagai kakaknya, pasti Mas Ferdi juga ingin membantunya, kan?”Ferdi melirik amplop itu dengan alis mengernyit. “Maksudnya apa ini?”Na

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 95. Kunjungan Tak Diundang

    Naufal, yang semakin tidak bisa menahan kegelisahannya, memutuskan untuk mengunjungi rumah Gita. Pikiran tentang kondisi Gita yang mungkin tidak baik-baik saja terus menghantuinya, terutama setelah berbagai konflik yang ia tahu Gita alami. Meski ia tahu ini keputusan yang bisa memicu masalah baru, ia tetap berdiri di depan pintu rumah Gita, mengetuk pintu dengan perasaan campur aduk.Di dalam rumah, Gita sedang sibuk merapikan ruang tamu ketika suara ketukan itu memecah keheningan. Ia berjalan menuju pintu dengan ekspresi penasaran, tetapi terkejut ketika melihat siapa yang berdiri di sana.“Naufal?” suaranya terdengar ragu, mencoba menutupi rasa was-was yang tiba-tiba muncul.Naufal berdiri dengan senyum tipis yang hampir seperti permintaan maaf. Namun, ada ketegangan di wajahnya. “Gita, aku cuma ingin memastikan kamu baik-baik saja,” katanya pelan, nada khawatir terdengar jelas di suaranya.Gita menahan pintu agar tidak terbuka lebar, ma

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 94. Rekonsiliasi di Bawah Cahaya Lilin

    Setelah melewati badai konflik yang mengguncang kehidupan mereka, Adrian memutuskan bahwa sudah waktunya untuk memberikan ruang bagi dirinya dan Gita untuk bernapas. Ia mengatur sebuah malam yang sederhana namun penuh makna di sebuah restoran kecil yang tenang, jauh dari hiruk-pikuk kota. Restoran itu dipenuhi pencahayaan temaram dari lilin-lilin kecil yang memancarkan suasana hangat dan intim.Ketika Adrian tiba bersama Gita, pelayan membimbing mereka ke meja di sudut ruangan, tepat di samping jendela besar yang menghadap taman dengan lampu-lampu redup menghiasi pohon-pohon di luar. Adrian meski masih menggunakan kursi roda, tampak bersemangat dan lebih santai dibanding beberapa hari terakhir.Gita mengenakan gaun sederhana dengan potongan elegan berwarna biru tua, yang memancarkan pesona alaminya. Rambutnya ditata dengan anggun, dan raut wajahnya terlihat tenang—sebuah kelegaan yang sudah lama tidak Adrian lihat sejak semua konflik dimulai.Saat pelayan mengan

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 93. Konfrontasi Langsung

    Beberapa minggu telah berlalu, dan Adrian kini siap menghadapi Luna secara langsung. Dengan bukti-bukti kuat atas penyalahgunaan dana perusahaan yang telah dikumpulkan oleh tim keuangan dan pengacaranya, ia merasa waktu yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini telah tiba. Adrian memutuskan untuk mengatur pertemuan resmi di kantor, meminta Hendri mengoordinasikan jadwal dan memastikan semua saksi yang relevan hadir.Ketika Luna tiba di kantor, ia tampak percaya diri seperti biasanya, mengenakan blazer mahal yang menegaskan statusnya. Namun, sorot matanya menunjukkan sedikit kegelisahan, seperti orang yang tahu bahwa badai besar sedang menantinya.Di ruang rapat besar, Adrian duduk di kursi utama, didampingi oleh pengacaranya dan Gita yang berada di sampingnya. Hendri dan beberapa saksi dari tim keuangan juga sudah berada di sana, siap memberikan kesaksian jika diperlukan.“Silakan duduk, Luna,” ujar Adrian dengan nada dingin, tangannya terlipat di atas me

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 92. Pertemuan Memanas

    Sesampainya di rumah sakit, Naufal bergegas menuju ruang rawat Gita. Ia berjalan cepat di lorong rumah sakit, dadanya naik turun, penuh emosi. Ketika tiba di depan pintu, ia mengetuk pelan dan membuka pintu tanpa menunggu jawaban.Di dalam, Gita terbaring lemah, wajahnya terlihat pucat. Matanya setengah terbuka saat melihat Naufal masuk. “Naufal?” suaranya lirih, hampir seperti bisikan.Naufal mendekat, duduk di kursi di samping tempat tidurnya. Matanya menatap Gita dengan penuh perhatian. “Apa yang terjadi padamu? Apa mereka tidak bisa menjagamu?” tanyanya dengan suara yang terdengar penuh emosi.Gita tersenyum kecil, mencoba menenangkan suasana meski tubuhnya lemah. “Aku baik-baik saja, Naufal. Hanya sedikit kecapekan,” katanya pelan, meskipun jelas dari kondisinya bahwa itu lebih dari sekadar kelelahan.Namun, sebelum Naufal sempat bertanya lebih jauh, pintu ruang rawat terbuka lagi. Adrian masuk, didorong oleh kursi roda el

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 91. Langkah Luna

    Wajah Rima menunjukkan penyesalan. Ia menatap Gita sekali lagi, seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi hanya menghela napas berat. "Mama pergi dulu," ucapnya singkat sebelum berbalik dan meninggalkan ruangan. Langkahnya pelan dan terasa berat, seolah membawa beban kesalahan yang baru ia sadari.Setelah pintu tertutup, keheningan menyelimuti ruangan. Adrian duduk di samping Gita, mengusap tangannya dengan lembut, mencoba menenangkan dirinya sendiri sekaligus memberikan rasa nyaman kepada istrinya.“Maaf,” kata Adrian tiba-tiba, suaranya rendah. “Aku tahu semua ini terlalu berat untuk kamu. Aku tidak bisa terus membiarkan ini terjadi.”Gita menatapnya dengan lembut, meskipun masih terlihat lemah. “Kamu enggak perlu minta maaf, Adrian. Aku tahu kamu hanya mencoba melindungi aku.”Adrian menarik napas panjang, lalu melanjutkan dengan nada lebih serius. “Aku harus mengambil langkah besar, Gita. Kita enggak bisa terus hidup se

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 90. Cara Melindungi

    Adrian tiba di rumah sakit dengan napas yang masih memburu, wajahnya jelas menunjukkan kecemasan. Begitu keluar dari mobil dibantu Rudi, ia segera masuk ke lobi utama, matanya langsung mencari sosok yang dikenalinya. Di sudut ruang tunggu, ia melihat Rima duduk dengan tangan terlipat di pangkuannya, kepalanya tertunduk. Adrian mempercepat laju kursi rodanya, ekspresinya berubah dari cemas menjadi serius.“Ma,” panggil Adrian dengan nada tegas, menghentikan langkah Rima yang mendongak dengan ekspresi gugup. “Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Gita bisa sampai di rumah sakit?”Rima membuka mulut, mencoba berbicara, tetapi kata-kata seperti tersangkut di tenggorokannya. Ia menghela napas panjang sebelum akhirnya berkata, “Mama... Mama enggak sengaja. Kami sempat berdebat tadi di rumah.”Adrian menatap Rima dengan tajam, alisnya berkerut. “Berdebat tentang apa, Ma? Apa yang Mama lakukan sampai Gita harus dibawa ke rumah sakit?&rd

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 89. Konflik yang Memuncak

    Hari itu Adrian sedang berada di kantor, sibuk menangani krisis yang belum juga mereda. Sementara itu, Gita, seperti biasa, tinggal di rumah. Ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan membereskan rumah, Musik lembut mengalun dari ponselnya, sedikit mengisi keheningan rumah.Namun, ketukan pintu yang mendadak memecah rutinitasnya. Gita menghentikan aktivitasnya dan melangkah ke pintu dengan rasa penasaran. Begitu pintu terbuka, ia mendapati Rima berdiri di sana dengan wajah yang tampak tegang dan tidak bersahabat.“Mama? Kok nggak ngabarin mau datang?” tanya Gita dengan suara lembut, mencoba tetap tenang meskipun dadanya berdebar. Ia tahu, kedatangan Rima jarang membawa kabar baik.Tanpa menjawab, Rima melangkah masuk begitu saja, mengabaikan sapaan Gita. Gerakannya kaku dan penuh determinasi, membuat atmosfer rumah mendadak terasa lebih dingin. "Kamu ini ya, Gita," kata Rima, suaranya bergetar antara amarah dan rasa frustrasi, "memang enggak pernah bikin hi

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 88. Mengatasi Masalah

    Adrian duduk di meja ruang makan, memandangi layar ponselnya yang dipenuhi dengan notifikasi tentang laporan-laporan perusahaan. Wajahnya tampak serius, tetapi sorot matanya mencerminkan tekad yang perlahan bangkit. Ia tahu, hanya dirinya yang bisa menangani semua ini, meski kondisi fisiknya tak lagi seperti dulu.Gita mendekatinya dengan segelas air di tangan. Perutnya yang semakin besar membatasi gerakannya, tetapi perhatian dan kekhawatirannya pada Adrian tetap terasa kuat. "Kamu kelihatan sibuk banget. Ada masalah lagi?" tanyanya lembut sambil meletakkan gelas di meja.Adrian mendongak, tersenyum tipis meski lelah. "Bukan cuma masalah lagi, Git. Ini sudah seperti badai besar.” Adrian memandang tangan Gita, lalu menghela napas. "Aku harus pergi ke kantor hari ini. Situasinya makin buruk, dan aku nggak bisa tinggal diam."Gita mengerutkan kening. "Aku ikut," katanya tanpa ragu.Adrian menatapnya, sedikit terkejut oleh nada tegas itu. "Gita, kamu nggak per

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status