Share

Bab 29. Kehadian Tak Diinginkan

Penulis: Nikma
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-18 11:32:39

Hari Minggu itu, Adrian duduk di ruang tengah rumahnya, berusaha menikmati waktu istirahat dengan pikiran yang tenang. Suasana sepi di rumah membuatnya sedikit lega dari segala keruwetan pekerjaan dan masalah pribadinya. Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba, suara bel pintu berbunyi, dan tak lama kemudian, ia mendengar suara Rima berseru dari pintu depan.

“Luna! Senang sekali kamu datang!” ucap Rima dengan nada penuh antusias.

Rima menyambut Luna dengan senyum lebar dan mempersilahkannya masuk. Luna membalas dengan senyuman lembut yang membuatnya tampak anggun dan ramah. Ia mengenakan pakaian elegan yang tampak rapi, seolah-olah kehadirannya telah dipersiapkan dengan baik. Adrian, yang mendengar percakapan mereka, menghela napas. Meski tahu kehadiran Luna akan menyenangkan ibunya, ia sendiri merasa segan untuk menanggapi, mengingat gosip-gosip yang telah berkembang di antara mereka.

Adrian berniat menghindar, memutuskan untuk masuk ke kamarnya dan meninggalkan mereka
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 30. Kebenaran yang Terungkap

    Sudah sebulan berlalu sejak Gita mulai bekerja sebagai sekretaris Hardi. Meski awalnya ia merasa nyaman dengan pekerjaannya, belakangan ini suasana di kantor mulai terasa berat. Gosip-gosip miring tentang dirinya mulai beredar. Beberapa rekan kerja menganggap Gita mendapatkan perlakuan istimewa dari Hardi, menuding bahwa posisinya sebagai sekretaris mungkin bukan hanya karena kemampuannya.Saat makan siang di kantin, Gita tak bisa menghindari bisikan-bisikan samar yang terdengar dari meja sebelah."Dia kan istri Adrian, presdir itu. Ngapain juga masih kerja di sini?" celetuk seorang karyawan dengan nada merendahkan.“Iya, katanya suaminya kaya raya. Kalau nggak cari perhatian dari Pak Hardi, apa lagi?” timpal yang lain dengan tawa mengejek.Gita hanya bisa menunduk, berusaha tak memedulikan bisikan itu. Namun, setiap perkataan itu terasa menyengat. Tuduhan bahwa dirinya sengaja mencari perhatian Hardi bahkan sampai dianggap sebagai selingkuhannya benar-benar melukai perasaannya. Padah

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 31. Kejelasan yang Tertunda

    Gita berdiri di depan pintu rumah Rima, menahan napas sejenak sebelum menekan bel. Di tangannya, amplop berisi uang yang Adrian berikan secara diam-diam melalui pekerjaannya di kantor Hardi. Kali ini, ia berniat mengakhiri segala hal yang tidak jelas dalam hidupnya.Tak lama, pintu terbuka dan Adrian muncul. Tatapannya tampak terkejut melihat kehadiran Gita."Gita…," ucap Adrian pelan, seolah mencoba menebak maksud kedatangannya.Gita langsung mengulurkan amplop itu ke arah Adrian. "Ini. Uang yang kamu sisipkan lewat Hardi. Aku nggak perlu belas kasihan, Adrian," ucapnya dengan nada dingin namun tegas.Adrian tampak bingung, tak langsung menerima amplop itu. "Gita, itu bukan belas kasihan. Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja."Gita menarik napas panjang, menatap Adrian dengan mata yang penuh kekecewaan. "Aku datang ke sini untuk memperjelas semuanya. Sebenarnya, apa yang kamu inginkan? Dulu, kamu nggak pernah benar-benar menghargai kehadiranku. Tapi sekarang, saat aku ingin

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 32. Bukan Anak Adrian

    Gita menatap Adrian dan Rima dengan tatapan penuh kekecewaan.. Nafasnya memburu, dan tanpa ragu lagi, ia berkata dengan suara tegas, “Ya, benar. Anak ini memang bukan anak Adrian.”Ucapan itu bagaikan petir yang menghentak. Adrian terdiam, wajahnya berubah pucat, sementara Rima tersenyum tipis dengan ekspresi penuh kemenangan. Gita tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk membuat mereka memahami betapa ia ingin melepaskan diri dari semua ini. Gita melanjutkan, “Sekarang, ini sudah cukup jadi alasan buat kamu lepasin aku, kan?” Ia menatap Adrian sejenak, lalu berbalik menuju pintu, mengabaikan segala reaksi di belakangnya.“Gita, tunggu!” Adrian berusaha mengejar dan menahan tangan Gita, namun Gita menghempaskan tangannya dengan keras, menatapnya penuh ketegasan. “Biarkan aku pergi,” ucapnya dengan dingin, lalu melangkah keluar tanpa menoleh lagi.Rima mendekati Adrian dengan senyum penuh kepuasan. “Biarkan saja dia pergi. Perempuan seperti itu memang tidak pantas ada di keluarg

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 33. Pilihan Sulit

    Adrian duduk di kursi tunggu rumah sakit, tangannya terlipat erat di depan wajahnya yang lelah. Di sebelahnya, Luna dengan tenang menunggu, sesekali menatap Adrian dengan pandangan penuh perhatian. “Adrian,” ucap Luna lembut, memecah keheningan. “Aku tahu ini berat untukmu. Tante Rima pasti akan baik-baik saja. Tapi kamu tahu kan, kesehatan beliau sangat rentan?” Adrian hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa, pikirannya masih berputar-putar, mencoba mencerna semua yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir. Luna mendekat sedikit, menyentuh lengannya. “Kamu nggak bisa terus mempertahankan konflik ini. Tante Rima… dia sangat peduli sama kamu. Selama ini, dia hanya ingin yang terbaik untuk kamu,” ucapnya. “Kalau aku di posisimu, aku akan mempertimbangkan permintaan dan perasaan seorang ibu yang sudah berkorban banyak.” Adrian menghela napas, bingung. Kata-kata Luna menyusup ke dalam pikirannya, membuatnya semakin bimbang. “Aku tahu mama ingin yang terbaik, tapi… apa aku harus men

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 34. Kunjungan Tak Terduga

    Suatu malam, Gita dikejutkan oleh ketukan di pintu kontrakannya. Ia membuka pintu sedikit dan mendapati sosok Naufal berdiri di sana, tampak cemas. Merasa khawatir tetangga akan melihat dan menciptakan gosip baru, Gita buru-buru menarik Naufal masuk dan menutup pintu dengan hati-hati.“Kenapa kamu datang malam-malam begini?” tanya Gita. Naufal menghela napas dan berkata, “Nomor kamu nggak aktif beberapa hari ini. Aku… khawatir. Jadi aku putuskan untuk datang langsung dan memastikan kamu baik-baik saja.”Gita tersenyum kecil, berusaha menenangkan. “Aku cuma butuh waktu dan ketenangan buat diriku sendiri, Naufal. Jadi aku matikan ponsel sementara.”Naufal mengangguk, tapi tatapannya tetap penuh perhatian, memperhatikan raut wajah Gita yang terlihat lelah dan penuh beban. “Apa… ini soal Adrian lagi?” tanyanya perlahan, mencoba menggali tanpa memaksa.Gita terdiam sejenak, kemudian mengangguk lemah. “Aku nggak kerja lagi,” katanya, nadanya datar namun ada kesedihan di baliknya.Naufal me

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 35. Dukungan Naufal

    Gita baru saja selesai berbelanja di pasar, kedua tangannya penuh dengan kantong belanjaan yang sedikit membuatnya kewalahan. Ia berjalan perlahan, sesekali berhenti untuk memperbaiki posisi kantong di tangannya agar lebih nyaman dibawa.Namun, tiba-tiba, sebagian belanjaannya terasa lebih ringan. Gita menoleh, kaget, dan mendapati Naufal berdiri di belakangnya dengan senyum lebar sambil memegang sebagian kantong belanjaannya.“Naufal!” seru Gita, merasa lega. “Kok kamu ada di sini?”Naufal mengangkat bahu sambil tersenyum. “Kebetulan lewat. Nggak nyangka ketemu kamu di sini,” ujarnya santai.Gita tersenyum, mengucapkan terima kasih sambil melanjutkan langkah mereka bersama. “Makasih banyak, ya. Kalau tahu ada kamu, aku pasti bawa lebih banyak,” ujarnya bercanda, membuat Naufal tertawa.Mereka berbincang ringan sepanjang jalan, dan Naufal sesekali memperhatikan kantong belanjaan Gita yang berisi bahan-bahan untuk berjualan. “Jadi, kamu benar-benar akan mulai jualan di rumah?” tanyanya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 36. Mengawasinya Diam Diam

    Di sebuah sudut gelap dekat kontrakan Gita, seorang pria berpakaian serba hitam dengan topi menutupi sebagian wajahnya berdiri diam. Pandangannya terfokus pada kontrakan sederhana itu, memperhatikan setiap pergerakan di sekitar dengan teliti. Sesekali, ia mengawasi interaksi antara Gita dan Naufal yang tampak akrab.Setelah beberapa saat, pria itu merogoh ponselnya, menekan nomor Adrian, dan menunggu sambungan terhubung. Di seberang sana, Adrian menjawab telepon dengan suara rendah, tampak santai di balik meja kerjanya sambil menikmati minuman di tangannya.“Pak Adrian,” suara pria itu terdengar tenang, “saya hanya ingin melaporkan bahwa barusan ada seorang pria datang mengantar Bu Gita pulang dan masuk ke kontrakannya. Mereka terlihat cukup dekat.”Adrian terdiam mendengar laporan tersebut, hatinya tiba-tiba dipenuhi dengan berbagai emosi—cemburu, kesal, dan khawatir. Perasaan itu membuncah seketika, mendominasi pikirannya. Ia meremas gelas minumnya sedikit lebih kuat, cemburu meliha

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 37. Bicara dari Hati ke Hati

    Adrian keluar dari mobilnya dan segera memberi instruksi kepada Joko, “Pulang saja, Jok. Saya nggak tahu sampai kapan di sini, nggak perlu nunggu.”Joko mengangguk tanpa banyak bertanya, memahami bahwa Adrian ingin menangani urusannya sendiri. Dengan cepat, Joko menjalankan mobilnya, meninggalkan Adrian yang berdiri sendirian di depan kontrakan Gita.Adrian berjalan dengan langkah mantap menuju pintu kontrakan. Sesampainya di depan, ia mengetuk pintu. Tak lama kemudian, pintu terbuka, dan di hadapannya berdiri Gita dengan ekspresi terkejut. “Dari mana kamu tahu aku tinggal di sini?” tanyanya heran, suaranya nyaris berbisik, seolah tak ingin didengar tetangga.Adrian menatap Gita dengan tatapan datar namun penuh ketegasan. “Apa salahnya seorang suami tahu di mana istrinya tinggal?”Gita menahan diri, memandang Adrian dengan ekspresi tak terbaca. Keduanya terdiam, suasana di antara mereka berubah tegang, masing-masing menunggu siapa yang akan bicara lebih dulu.Setelah beberapa saat, A

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26

Bab terbaru

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 93. Konfrontasi Langsung

    Beberapa minggu telah berlalu, dan Adrian kini siap menghadapi Luna secara langsung. Dengan bukti-bukti kuat atas penyalahgunaan dana perusahaan yang telah dikumpulkan oleh tim keuangan dan pengacaranya, ia merasa waktu yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini telah tiba. Adrian memutuskan untuk mengatur pertemuan resmi di kantor, meminta Hendri mengoordinasikan jadwal dan memastikan semua saksi yang relevan hadir.Ketika Luna tiba di kantor, ia tampak percaya diri seperti biasanya, mengenakan blazer mahal yang menegaskan statusnya. Namun, sorot matanya menunjukkan sedikit kegelisahan, seperti orang yang tahu bahwa badai besar sedang menantinya.Di ruang rapat besar, Adrian duduk di kursi utama, didampingi oleh pengacaranya dan Gita yang berada di sampingnya. Hendri dan beberapa saksi dari tim keuangan juga sudah berada di sana, siap memberikan kesaksian jika diperlukan.“Silakan duduk, Luna,” ujar Adrian dengan nada dingin, tangannya terlipat di atas me

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 92. Pertemuan Memanas

    Sesampainya di rumah sakit, Naufal bergegas menuju ruang rawat Gita. Ia berjalan cepat di lorong rumah sakit, dadanya naik turun, penuh emosi. Ketika tiba di depan pintu, ia mengetuk pelan dan membuka pintu tanpa menunggu jawaban.Di dalam, Gita terbaring lemah, wajahnya terlihat pucat. Matanya setengah terbuka saat melihat Naufal masuk. “Naufal?” suaranya lirih, hampir seperti bisikan.Naufal mendekat, duduk di kursi di samping tempat tidurnya. Matanya menatap Gita dengan penuh perhatian. “Apa yang terjadi padamu? Apa mereka tidak bisa menjagamu?” tanyanya dengan suara yang terdengar penuh emosi.Gita tersenyum kecil, mencoba menenangkan suasana meski tubuhnya lemah. “Aku baik-baik saja, Naufal. Hanya sedikit kecapekan,” katanya pelan, meskipun jelas dari kondisinya bahwa itu lebih dari sekadar kelelahan.Namun, sebelum Naufal sempat bertanya lebih jauh, pintu ruang rawat terbuka lagi. Adrian masuk, didorong oleh kursi roda el

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 91. Langkah Luna

    Wajah Rima menunjukkan penyesalan. Ia menatap Gita sekali lagi, seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi hanya menghela napas berat. "Mama pergi dulu," ucapnya singkat sebelum berbalik dan meninggalkan ruangan. Langkahnya pelan dan terasa berat, seolah membawa beban kesalahan yang baru ia sadari.Setelah pintu tertutup, keheningan menyelimuti ruangan. Adrian duduk di samping Gita, mengusap tangannya dengan lembut, mencoba menenangkan dirinya sendiri sekaligus memberikan rasa nyaman kepada istrinya.“Maaf,” kata Adrian tiba-tiba, suaranya rendah. “Aku tahu semua ini terlalu berat untuk kamu. Aku tidak bisa terus membiarkan ini terjadi.”Gita menatapnya dengan lembut, meskipun masih terlihat lemah. “Kamu enggak perlu minta maaf, Adrian. Aku tahu kamu hanya mencoba melindungi aku.”Adrian menarik napas panjang, lalu melanjutkan dengan nada lebih serius. “Aku harus mengambil langkah besar, Gita. Kita enggak bisa terus hidup se

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 90. Cara Melindungi

    Adrian tiba di rumah sakit dengan napas yang masih memburu, wajahnya jelas menunjukkan kecemasan. Begitu keluar dari mobil dibantu Rudi, ia segera masuk ke lobi utama, matanya langsung mencari sosok yang dikenalinya. Di sudut ruang tunggu, ia melihat Rima duduk dengan tangan terlipat di pangkuannya, kepalanya tertunduk. Adrian mempercepat laju kursi rodanya, ekspresinya berubah dari cemas menjadi serius.“Ma,” panggil Adrian dengan nada tegas, menghentikan langkah Rima yang mendongak dengan ekspresi gugup. “Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Gita bisa sampai di rumah sakit?”Rima membuka mulut, mencoba berbicara, tetapi kata-kata seperti tersangkut di tenggorokannya. Ia menghela napas panjang sebelum akhirnya berkata, “Mama... Mama enggak sengaja. Kami sempat berdebat tadi di rumah.”Adrian menatap Rima dengan tajam, alisnya berkerut. “Berdebat tentang apa, Ma? Apa yang Mama lakukan sampai Gita harus dibawa ke rumah sakit?&rd

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 89. Konflik yang Memuncak

    Hari itu Adrian sedang berada di kantor, sibuk menangani krisis yang belum juga mereda. Sementara itu, Gita, seperti biasa, tinggal di rumah. Ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan membereskan rumah, Musik lembut mengalun dari ponselnya, sedikit mengisi keheningan rumah.Namun, ketukan pintu yang mendadak memecah rutinitasnya. Gita menghentikan aktivitasnya dan melangkah ke pintu dengan rasa penasaran. Begitu pintu terbuka, ia mendapati Rima berdiri di sana dengan wajah yang tampak tegang dan tidak bersahabat.“Mama? Kok nggak ngabarin mau datang?” tanya Gita dengan suara lembut, mencoba tetap tenang meskipun dadanya berdebar. Ia tahu, kedatangan Rima jarang membawa kabar baik.Tanpa menjawab, Rima melangkah masuk begitu saja, mengabaikan sapaan Gita. Gerakannya kaku dan penuh determinasi, membuat atmosfer rumah mendadak terasa lebih dingin. "Kamu ini ya, Gita," kata Rima, suaranya bergetar antara amarah dan rasa frustrasi, "memang enggak pernah bikin hi

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 88. Mengatasi Masalah

    Adrian duduk di meja ruang makan, memandangi layar ponselnya yang dipenuhi dengan notifikasi tentang laporan-laporan perusahaan. Wajahnya tampak serius, tetapi sorot matanya mencerminkan tekad yang perlahan bangkit. Ia tahu, hanya dirinya yang bisa menangani semua ini, meski kondisi fisiknya tak lagi seperti dulu.Gita mendekatinya dengan segelas air di tangan. Perutnya yang semakin besar membatasi gerakannya, tetapi perhatian dan kekhawatirannya pada Adrian tetap terasa kuat. "Kamu kelihatan sibuk banget. Ada masalah lagi?" tanyanya lembut sambil meletakkan gelas di meja.Adrian mendongak, tersenyum tipis meski lelah. "Bukan cuma masalah lagi, Git. Ini sudah seperti badai besar.” Adrian memandang tangan Gita, lalu menghela napas. "Aku harus pergi ke kantor hari ini. Situasinya makin buruk, dan aku nggak bisa tinggal diam."Gita mengerutkan kening. "Aku ikut," katanya tanpa ragu.Adrian menatapnya, sedikit terkejut oleh nada tegas itu. "Gita, kamu nggak per

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 87. Dampak Masalah Gosip

    Di ruang kerja rumahnya, Adrian duduk dengan wajah tegang, berhadapan dengan Hendri yang berdiri sambil memegang map dokumen. Hendri menarik napas panjang sebelum berbicara.“Pak Adrian, maaf kalau ini terdengar terlalu blak-blakan, tapi gosip yang beredar mulai berdampak serius pada perusahaan. Tiga klien utama kita mengajukan pertanyaan terkait berita itu. Mereka bilang, mereka butuh kepastian untuk tetap melanjutkan kerjasama,” ucap Hendri hati-hati, memperhatikan ekspresi Adrian.Adrian memejamkan matanya, kedua tangannya saling bertaut di atas meja. “Apa detail yang mereka tanyakan?” suaranya terdengar berat, tapi tenang.“Mayoritas tentang isu hubungan pribadi itu, Pak. Mereka khawatir kredibilitas perusahaan kita terkena dampak, terutama di media sosial. Sudah ada dua unggahan anonim yang viral, menyebutkan bahwa perusahaan ini tidak lagi stabil,” jawab Hendri.Adrian menarik napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan kema

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 86. Guncangan dalam Hubungan

    Adrian duduk di kursi rodanya, matanya terpaku pada layar ponsel di tangannya. Tautan artikel itu masih terbuka, seolah menjadi duri yang menusuk hatinya. Judul provokatif itu terus bergema di pikirannya: “Dokter Kandungan atau Sahabat Lama? Rumor Kedekatan Istri Adrian dan Naufal Membuat Publik Bertanya-tanya.”Pikirannya berputar, mencoba mencerna apa yang baru saja dibacanya. Hendri telah memperingatkannya agar tetap tenang, tetapi perasaan cemburu dan terluka perlahan merayap masuk, mengguncang kendali yang coba ia pertahankan.Gita muncul dari dapur, membawa secangkir teh hangat. Wajahnya penuh perhatian, senyumnya mencoba mencairkan suasana. “Teh buat kamu,” katanya sambil meletakkan cangkir di meja kecil di samping Adrian. Namun, ia langsung menangkap kegelisahan di wajah suaminya.“Kamu terlihat tegang. Ada apa?” tanyanya lembut, matanya menatap Adrian penuh rasa cemas.Adrian menggeleng perlahan, berusaha menyembunyika

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 85. Luka yang Terungkap

    Pagi itu, suasana rumah terasa dingin. Gita mencoba mengalihkan pikiran dari pertengkaran semalam dengan rutinitasnya di dapur. Aroma kopi menguar lembut di udara, tapi tidak cukup untuk menghangatkan hati yang penuh keraguan. Dia membawa nampan berisi sepiring roti, telur, dan secangkir kopi, lalu berjalan ke ruang makan tempat Adrian duduk dengan pandangan kosong di kursi rodanya.“Ini sarapannya, Dri,” ujar Gita, mencoba terdengar hangat.Adrian menoleh perlahan, matanya tajam namun tidak berkata-kata. Setelah beberapa saat, ia hanya menggeleng pelan. “Aku nggak lapar,” jawabnya singkat, menolak dengan suara datar.Gita terdiam sejenak, berusaha membaca suasana hati suaminya. Dia tahu, percakapan mereka semalam masih menyisakan luka yang belum sembuh. Menarik napas panjang, Gita menurunkan nampan ke meja lalu duduk di hadapan Adrian. Tangannya bertumpu pada meja, dan ia menatap Adrian dengan ekspresi penuh perhatian.“Adrian, kita

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status