Beberapa saat sebelum Alex tiba di rumah ........Alex dan Jack berjalan keluar dari koridor rumah sakit, mereka melesat menuju ke tempat kejadian perkara. Lokasi di mana Ibra terlibat kecelakaan fatal nan mengenaskan yang nyaris saja merenggut nyawanya.Mereka menuju ke parkiran yang ada di King’s Queen. Jack menunjukkan di mana tempat dia menemukan jam tangan sekaligus balok kayu yang mereka duga sebagai alat untuk membuat Ibra tak sadar sebelum dia mengalami kecelakaan.Alex menengok ke sekitar, dia melihat ada satu CCTV yang sebenarnya mengarah ke tempat mereka berdiri sekarang. Tetapi sayangnya ... CCTV itu mati.“Ada CCTV tapi itu mati, Jack.”“Iya, Pak Alex.”Alex mengedarkan pandangannya dan melihat ada satu mobil yang parkir berseberangan dengan tempat di mana mereka berdiri.“Kalau dugaan kita benar Ibra memang parkir di sini, mobil yang di sana pasti punya rekaman dash cam-nya, ‘kan?” tunjuk Alex pada mobil yang berseberangan dengan mereka, sedikit jauh memang.Tetapi Alex
Mendengar tanya dari Alex, pupil mata Roy bergerak tak nyaman ke kiri dan ke kanan. Dia memandang Alex yang rahangnya menggertak.Lalu memandang Lara yang kepalanya tertunduk. Lara meremas sendok di tangan kanannya dengan menahan air mata.Sedangkan Laras tidak percaya dengan apa yang baru saja di tanyakan oleh Alex.“Apa maksudnya, Nak Alex?” tanya Laras mencoba mencari kebenaran.Apa yang perlu dia luruskan, apa yang tak dia ketahui yang tengah disembunyikan oleh Roy, suaminya sendiri dan terpaksa harus membuat Alex membuka suaranya.Dilihat bagaimana ekspresi Alex yang sudah ingin berontak, Laras tahu jika anak menantunya itu sedang tak main-main.“Papa sudah kerja sama buat bikin Ibrani kecelakaan tadi malam,” jawabnya dengan santai, tapi tak mengurangi bagaimana kebencian bermuara di dalam sana, terpupuk dengan sangat besar dan tumbuh liar seperti Cyperus Rotundus.“Benar apa yang dikatakan sama Alex?” Laras bertanya pada Roy yang napasnya seperti habis di tenggorokan.Roy tertund
Kembali ke belakang, pada saat sebelum Roy bertemu dengan Nala ........Roy, sedang duduk di kursi kerjanya yang ada di RG Holdings, usaha miliknya yang sangat dia cintai.Siang yang terik di luar, dia mengambil jeda sejenak dengan bangkit dari kursinya, menepi ke arah jendela raksasa yang ada di lantai sepuuh. Namun, hal itu dia urungkan karena dia mendengar getar ponselnya yang dia letakkan di atas meja.“Siapa?” tanya Roy dengan menggumam sendirian.Tetapi tangannya mengambil ponsel dan menerima panggilan dari nomor tak dikenal itu.“Halo?”“Papa.”Hanya dengan mendengar ‘papa’ yang sampai di telinganya, Roy tahu betul siapa pemanggil ini.“Nala?”Roy kembali duduk di kursinya saat Nala yang ada di seberang telepon membenarkan nama yang dia sebutkan.“Iya, ini Nala, Papa.”“Oh, Papa bersyukur karena kamu menghubungi Papa. Papa kangen kamu. Di mana kamu sekarang, Nala?”“Papa mau ketemu sama aku?”“Kalau kamu mau, why not? Di mana kamu sekarang?”“Ada di lobi RG Holdings. Papa bisa
Setelah Roy sadari, sebenarnya ... Nala hanya ingin memanfaatkannya. Sebab setelah itu, Roy mencari Nala ke dalam klub, ke dalam King’s Queen, di dalam setiap sisinya, Nala tidak ditemukan. Uang satu ransel yang dia bawakan lenyap tak berjejak.Roy pergi dari sana dan melihat Ibra yang mengalami kecelakaan tak jauh dari King’s Queen, di dekat tikungan, keadaannya sangat mengenaskan dengan banyaknya manusia yang mendekat di malam yang gelap.Dia bertabrakan dan adu banteng dengan truk bermuatan bangunan yang sebagian besar materialnya tumpah ke jalan.Roy menyaksikan semua itu tetapi tidak memiliki keberanian untuk mendekat.Dia pulang dengan gegas dan berpikir tidak ada sesuatu yang buruk terjadi padanya. Karena Ibra telah mengalami hal buruk dan ada kemungkinan dia tak bisa lagi membuka matanya.Dia tak sadar jika jam tangan yang dia lupakan malam itu telah sampai di sana, di tangan Alex.Anak menantunya itu berhadapan dengannya sekarang, berseberangan meja makan.Dia meletakkan jam
Beberapa waktu pasca dibawa perginya Roy dari rumah Alex, Laras sering berkunjung ke rumah Alex. Dia meminta maaf atas apa yang terjadi.Laras tidak tahu akan menjadi seperti ini yang dilakukan oleh Roy padahal Laras sudah memperingatkannya agar tidak memberi kesempatan untuk Nala mendekat. Tetapi dia malah dengan tanpa takutnya mengobrak-abrik kedamaian keluarga mereka.Laras meminta maaf pada Lara, dan Lara dengan lapang memaafkannya.Laras selalu mengatakan,‘Maaf karena kami selama ini selalu menjadikanmu yang nomor dua dan hanya memandangmu sebelah mata.’Lara tidak mau menyimpan rasa benci sehingga memilih untuk memberi maaf. Toh ... saat ini Roy juga akan melakukan penebusan atas kesalahan yang dia lakukan. Di dalam penjara.‘Tidak apa-apa kok, Mama. Bukannya papa sudah janji akan jadi papa yang lebih baik? Selama papa menepati janjinya, Lara di sini akan memaafkan papa.’Meski ... hati Lara rasanya hancur saat malam itu Alex memberi tahunya perihal siapa pemilik jam tangan ya
“Ada apa memangnya di bibirmu?”Meski Lara tahu apa yang dimaksudkan oleh Alex, Lara pura-pura tidak tahu saja.Dia memandang Alex yang salah satu sudut bibitnya terangkat membentuk seringai. Memiringkan kepalanya, tak hentinya menatap Lara yang wajah mereka sangat dekat. Bahkan hidung mereka bisa bersentuhan jika Alex mengambil satu jarak lebih dekat dari yang sekarang.“Ada yang ... kamu tanyakan tadi.”“Apa?”“Jangan pura-pura.”“Aku tidak pura-pura. Kenapa kalau aku tanya sama kamu kamu bilangnya aku pura-pura. Orang tanya ‘kan artinya mereka tidak tahu, Alex.”“Hm ... kalau begitu kamu minta jawaban yang jelas?”“Mungkin ....”“Kalau begitu aku akan menjawabnya. Kamu tanya di bibirku ada apanya, ‘kan?”“Iya.”“Ada rasa coklat yang ingin kamu pastikan apakah manis atau tidaknya, Lara. Berhubung di cangkir sudah habis, jadi sebaiknya kamu menikmatinya dari bibirku saja. Bagaimana?”“Kalau aku tidak mau?”“Aku memaksa.”“Akh!”Lara terkejut sebab Alex dengan tanpa bebannya mengangkat
“Ada sesuatu, Nona Lara?”Lara tersadar dari ponselnya begitu mendengar pertanyaan yang datang dari balik kemudi. Dari Lim, salah satu bodyguard milik Alex.“Aku dapat pesan dari Nala yang bilang biar aku datang buat ketemu sama dia.”“Nona Lara akan bagaimana? Kami ada di belakang Nona Lara semua loh. Kami akan ikut ke manapun Nona Lara pergi.”Lim memandang Lara melalui kaca spion yang ada di atasnya.Lara sejenak menengok ke sekeliling. Lim tidak berbohong saat mengatakan demikian karena memang Lara dikelilingi oleh banyak lelaki yang siap menjadi perisai miliknya setelah Ibrani ditumbangkan lebih dulu.“Tidak perlu datang. Abaikan saja!”“Baiklah!”Tapi Lara tidak yakin jika nanti Nala menggunakan cara lain untuk menariknya keluar dari zona nyaman, dari sekitar Alex dan dari penjagaan orang-orangnya. Nala dan segala kelicikannya apalagi dengan bergabungnya Shiera di sisinya, akal bulus mereka jelas tidak bisa dianggap remeh.Oh, tunggu!Apa sebaiknya Lara menggunakan kesempatan ini
“Tidak mau dan tidak akan pernah, Nala!” tegas Lara menolak apa yang diinginkan oleh saudara kembarnya itu.“Kenapa tidak mau? Kamu mendapatkan apapun berkat aku lari di hari pernikahan itu, ‘kan? Kamu mendapatkan kekayaan dari Alex sudah lebih dari lima tahun, Lara.”“Kamu tahu kebenarannya.”Pupil mata Nala bergerak tidak nyaman saat mendengar Lara mengatakan ‘kamu tahu kebenarannya.’“Apa maksud kamu, Lara?”“Kamu tahu kebenaran kalau aku tidak hidup dengan bergelimang harta Alex selama ini. Kamu tahu aku menderita dengan membesarkan anak-anakku sendirian. Kamu tahu di mana aku tinggal. Kamu mengawasiku tanpa aku tahu, Nala. Bahkan surat tagihan hutang itu kamu alamatkan ke alamat rumah lamaku sebelum sampai di JS Group. Kamu tahu semua itu. Deritaku, bagaimana aku jungkir balik kamu tahu semuanya. Dan kenapa sekarang kamu bilang kalau lima tahun aku menikmati harta dari Alex.“Sial, kamu—““Kenapa tidak dari dulu saja kamu masuk dan mengambil semuanya? Kalau memang kamu yakin kamul
Lara tidak bisa menahan haru melihat api yang meliuk di atas lilin kecil pada kue black forest yang dibawa oleh Neo. “Selamat ulang tahun, Mama,” kata Shenina pertama-tama. “Ayo buat permohonan dan tiup lilinnya.” Lara dengan segera melakukan itu. Ia merapatkan tangannya dan berdoa agar kebahagiaan ini tidak pernah putus. Untuknya, untuk keluarganya. Agar mereka diberkati dalam kebahagiaan yang sempurna. Barulah setelah itu Lara menunduk, merendahkan tinggi tubuhnya untuk meniup lilinnya. Lara menerima kue dari Neo yang mengatakan, “Selamat ulang tahun untuk Mama,” katanya manis. “Tidak banyak yang Neo minta selain Mama menjadi Mama yang bahagia.” “Selamat ulang tahun, Mama,” kali ini Shenina yang berujar. “Shen juga memiliki harapan yang sama, semoga Mama tetap bahagia. Dan tetap menjadi Mama cantiknya Shen.” Lara lebih dulu meletakkan kue ulang tahun dari para kesayangannya ke atas meja makan kemudian ia memeluk si kembar yang dengan senang hati membalasnya. “Terima kasih unt
*** Merasakan dingin yang memeluknya, Lara membuka matanya dengan cepat. Napasnya tersengal bahkan setelah ia membuka matanya. Ia baru saja berpikir dirinya sedang tidur di lantai seperti lima tahun silam agar anak-anaknya bisa tidur dengan nyaman di atas ranjang. Ia menggigil, kenangan akan sulitnya masa lalu sekali lagi membuatnya terjaga dengan keadaan yang berbeda. Dulu, Lara terbangun karena dingin dan tidak nyaman, tidak ada selimut untuknya selain ia menggunakan apapun untuk menutupi tubuhnya. Tetapi sekarang ia terbangun di tempat yang nyaman dan bahkan tidak sendirian. Tangisan Sky itulah yang pasti membuat intuisi seorang ibu dalam dirinya membuka mata. Dan saat hal itu ia lakukan, Lara telah menjumpai Alex yang berdiri dan menggendong Sky. Ia tampak memandang Lara dengan hanya bibirnya saja yang bergerak seolah bertanya, ‘Kenapa kamu bangun?’ “Sky baik-baik saja?” tanya Lara lirih. Alex mengangguk, menunjukkan Sky yang kembali terlelap saat Alex menepuk lem
.... Dari tempat bulan madu Karel dan Sunny. Seperti yang sebelumnya dikatakan oleh Lara bahwa ada kemungkinan mereka memang sedang berbulan madu ... hal itu memang benar! Mereka pergi berbulan madu setelah penantian yang cukup panjang dan lama mengurus izin cuti Karel yang notabene adalah seorang dokter yang bisa dikatakan ... hm ... masih baru di tempat ia bekerja. Udara sejuk Edinburgh membelai wajah Sunny begitu ia membuka pintu geser di sebuah hotel tempat mereka menghabiskan waktu selama mereka di sini. Ia memandang ke luar dan berdiri di balkon. Pandangannya ia jatuhkan paada jalan yang tampak lengang pada hari MInggu pagi ini yang sebagian besarnya basah oleh sisa hujan. Semalam memang Edinburgh diguyur hujan. Bukan hujan deras tetapi itu cukup untuk membuat bunga kecil dan dahan pepohonan kedinginan pagi ini. “Cantik sekali pemandangan setelah hujan,” gumamnya. Meski ia sebenarnya juga suka pemandangan sebelum hujan, tetapi setelah curahan air turun dari langit ... ia
.... “Apakah Neo dan Shenina suka dengan sekolah baru mereka, Lara?” tanya Alex pada Lara yang saat ini tengah menatapnya setelah mengalihkan wajahnya dari layar ponsel yang ada di tangannya. “Aku rasa mereka senang,” jawab Lara. Memandang sekilas pada jam digital yang ada di atas meja kemudian pada Sky yang terlelap di dalam box bayi miliknya. “Karena mereka bisa bertemu dengan si kembar Zio dan Asha juga, ‘kan? Kamu ‘kan tahu kalau mereka itu bestie.” Alex tak bisa menahan senyumnya. Ia menutup laptop yang ada di pangkuannya dan meletakkannya di atas nakas yang tak jauh dari ranjang sebelum meraih ponsel Lara. “Jangan main ponsel terus! Peluk aku sekarang, hm?” Alex merengkuh pinggang Lara, membuatnya berbaring dengan nyaman saat mereka merasakan hangat di bawah satu selimut yang sama. Mereka saling memagut untuk beberapa lama sebelum Alex mengecup pipinya. “Cantik sekali ....” “Bukankah aku memang selalu cantik?” tanya Lara, menyentuh garis dagu Alex, tersenyum saat merasaka
*** . . Berhasilkah? Tidak! Tapi mungkin saja, 'kan? Pertentangan batin sedang bergejolak di dalam benak Kalisha. Ia berdiri bersandar di pintu kamar mandi di dalam kamarnya. Menggenggam sebuah test pack yang ada di tangannya. Yang baru saja ia gunakan untuk mengetes, apakah ia benar hamil ataukah tidak. Ia memang sering terlambat datang bulan. Tapi tak seperti kali ini. Ini sangat jauh dari hari biasanya. Jadi ia ingin melakukan tes. Sejak pernikahannya dengan Ibra, lebih dari satu tahun lamanya, lebih dari berbulan-bulan pula ia selalu terlambat datang bulan dan hasilnya selalu satu garis setiap ia ingin melihatnya. Dan ia tak pernah mengharap lebih soal itu. Tapi sekarang, dadanya berdebar lebih dari biasanya. Sebagai seorang perawat yang tahu betul seperti apa detak jantung normal dan detak jantung yang tidak normal, maka Kalisha akan menggolongkan ini sebagai detak jantung yang tidak normal. Berisik sekali. Berdentum. Seolah tak mau diam setiap kali tanya muncul m
Yang dilihat oleh Lara itu adalah Roy, ayahnya. Ia tak berdiri di sana sendirian melainkan bersama dengan ibunya Lara, Laras. Tak ia ketahuai berapa lama waku berjalan hingga membawa Roy ke hadapannya. Sudah tahun demi tahun berlalu, bukan? Lara memang mendengar jika hukuman untuk ayahnya itu mendapatkan keringanan karena ia berperilaku baik selama menjadi tahanan. Dan ternyata, kepulangannya itu adalah hari ini. Atau mungkin beberapa saat lebih awal dari hari ini karena setidaknya ia membutuhkan waktu untuk bersiap ke sini. Barangkali dengan meneguhkan hatinya untuk bisa menghadapi Lara. Sebab beberapa kali Lara mengunjunginya di tahanan, Roy selalu mengatakan hal yang sama. ‘Mungkin nanti Papa tidak bisa langsung menemuimu karena merasa sangat bersalah, Lara.’ Tapi sekarang dia di sini. Di hadapan Lara. Berdiri dengan tampak canggung dan air matanya mengembun membasahi pipi saat ia tersenyum dan membiarkan Lara datang guna memeluknya. “Papa ....” Lara mengulanginya sekali
*** Beberapa waktu setelah tertangkapnya Selim, Lara kemudian tahu bahwa yang dilakukan oleh pria itu jauh lebih parah daripada yang ia bayangkan. Bagaimana ia mengawasi Lara sebelum dan sesudah kembalinya ia dari luar negeri membuat Lara bergidik merinding saat Alex menceritakannya dan membawa beberapa catatan yang difoto oleh Ibra. Salah satunya juga adalah soal kegugurannya kala itu yang disebut oleh Selim sebagai 'hilangnya anak monster.' Hati Lara sakit. Ia tak pernah tahu ada orang sejahat itu yang hadir di hidupnya. Dan rasanya itu bertubi-tubi. Ingat saja berapa banyak orang yang membuatnya sengsara. Dimulai dari Nala yang kabur pada hari pernikahannya, atau Shiera yang membencinya karena menganggapnya merebut Alex. Tetapi Selim memberikan rasa tersendiri, ketakutan dan juga was-was. Lara bahkan memerlukan waktu tenang selama beberapa jam setelah Alex mengatakan itu. Ia kembali tersadar dan menepis hal tak penting yang mengganggunya itu saat melihat Sky yang miring
*** "Pulanglah, ini sudah malam," ucap Ibra saat ia merapikan lengan kemejanya dan memandang Alex yang masih berdiri di depan sandsack dengan napas yang naik turun tak beraturan. Kedua tangannya masih terbungkus oleh sarung tinju. Rambutnya tampak basah saat ia menoleh pada Ibra dengan salah satu alis yang terangkat tak percaya. "Kamu sudah mandi dari tadi?" tanya Alex memastikan. Memandang Ibra dari atas hingga ke bawah. Di dalam ruang gym, hanya ada mereka berdua. Ruangan ini disewa oleh Alex yang tidak ingin melihat ada orang lain masuk sebab sekitar tiga jam yang lalu, lepas ia pergi dari unit apartemen Selim ia harus melampiaskan kekesalannya. Saat ia meminta agar Ibra menjadwalkan ulang untuk ia bisa mengunjungi Selim dan membuatnya babak belur jilid dua, Ibra tak mengabulkannya. Alih-alih mengiyakan Alex, Ibra dengan santainya malah mengatakan, 'Tidak perlu, Pak Alex. Kita tunggu saja nanti di pengadilan. Kita ledek dia sampai dia muntah dan kesetanan. Sayang tanganmu kala
Entah berapa ratus, atau bahkan ribu banyaknya foto Lara yang ada di dalam kamar itu—selain kamar yang diyakini oleh Alex sebagai kamar utama. Pada dindingnya yang lebar itu Alex bisa menjumpai foto Lara. Jika Alex biasanya melihat hal seperti ini lumrahnya ada di film atau di drama thriller tentang seorang psikopat, tetapi kali ini Alex melihatnya ada di depan mata. Alex pernah mengatakan bahwa pria itu—Selim—memiliki pengetahuan tentang Lara sama sepertinya. Tetapi sangkaan itu harus ia tepis sekarang karena sepertinya Selim lebih banyak tahu tentang Lara. Sebab ada banyak sekali foto Lara yang tinggal di rumah lamanya, bersama dengan Neo dan Shenina yang masih kecil. Berada di depan rumah, atau sedang membeli jajanan di toko yang tak jauh dari rumahnya. Atau saat Lara mengantar mereka ke sekolah bersama dengan wanita paruh baya yang dikenal Alex sebagai pengasuh si kembar dulu, selama Lara bekerja. Ada buku yang memiliki catatan apa-apa saja yang dilakukan oleh Lara. Tanggal,