Manis sekali, Lara menghapus air matanya yang tergenang di pipinya sebelum jatuh dan membasahi kartu ucapan—yang sebenarnya lebih bisa dikatakan sebagai surat—dari Alex yang sedang ada di tangannya.Lara tersenyum. Lalu memasukkan kartu ucapan itu ke dalam koper dan kembali untuk mengamati bunga yang cantik yang dia sentuh, saat bibirnya yang menerbitkan senyuman.“Aku tidak tahu kalau kamu akan jadi seperti ini karena dulu kamu sangat membenciku, Alex.”Menyentuh kelopak bunga iris dan mengusapnya dengan lembut.“Kok belum tidur?”Lara menoleh ke arah datangnya suara dan menjumpai Alex yang tersenyum padanya.Alex berdiri di tempatnya. Bingung dengan tatapan Lara yang menatapnya dengan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan.Alex menghela napasnya, meraba dirinya sendiri, bertanya dalam kediaman apa dia melakukan kesalahan sehingga Lara berdiam diri dan lebih memilih untuk tidak mengatakan apapun atau menjawab tanya darinya?“Lara? Kenapa? Apa aku melakukan kesalahan?”Alex masih tidak m
***Dunster akan menutup perjalanan Lara dan keluarga kecilnya. Musim semi yang indah dengan bunga yang bermekaran dan pohon yang hijau seperti melambaikan tangan pada mereka yang akhirnya pergi meninggalkan garis akhir di tempat mereka mengukirkan kenangan.Mereka sudah tiba di Jakarta sejak semalam. Pagi ini, kegiatan normal sebagaimana mereka melakukan hari-hari biasanya yang dibuka dengan pemandangan mengesankan.Asupan pagi untuk Lara saat dia melihat Alex yang berjalan dari ruang gym dengan rambutnya yang basah.Di tangan kanannya ada sebotol minuman dingin yang sedang dia bawa saat dia memasuki kamar dan berpapasan dengan Lara yang hampir keluar.Lara menelan salivanya dengan sedikit kasar, itu sangat tidak baik untuk kesehatan jantung. Rambut alwex yang berkeringat dan basah, dan senyum yang timbul saat dia bertemu dengan Lara adalah pemandangan yang sempurna. Seksi, atraktif, dan membuat Lara mengerjapkan matanya beberapa kali mendengar Alex yang bertanya,"Mau ke mana?""K
Berita apa yang didengar oleh Lara ini?Di hari ulang tahunnya?Yang harusnya menjadi momen yang sangat spesial untuknya?Lara tidak salah dengar akan apa yang baru saja disampaikan oleh pihak kepolisian. Bahwa Alex mengalami kecelakaan, bersama dengan Ron. Karena Ron yang menjemput Alex sore ini dengan keadaan Ron yang tewas di tempat.Hati Lara rasanya habis, tubuhnya meremang, dengung asing berkeliaran memenuhi telinganya hingga dia tak bisa membedakan mana suara yang nyata dan yang fatamorgana.“Bapak bohong, ‘kan?” tanya Lara dengan suara yang gemetar. Kakinya terasa lumpuh dan kehilangan tulang penyanggga. Dia akan jatuh ke lantai jika Nina tidak menahan bahunya dengan segera.“Maaf, Bu Lara. Tapi yang kami sampaikan adalah sebuah kebenaran. Pak Alex dalam kondisi kritis sekarang. Kecelakaan itu terbilang sangat fatal karena mereka ditabrak di perempatan dan terjepit dengan mobil yang lainnya. Tolong Bu Lara datang ke We care Hospital karena belum ada keluarganya yang ada di sa
Tidak, tolong jangan menyerah!Hanya itu yang berkali-kali dikatakan oleh Lara saat dia melihat para dokter sepertinya sudah melakukan segala cara untuk membuat Alex kembali merebut hidupnya.Lara merapatkan tangannya, berdoa agar Tuhan mengembalikan Alex kepadanya dalam keadaan hidup tanpa kekurangan satu apapun.Tubuh Lara rasanya gemetar. Dia melihat pulse benar-benar kosong dan menghasilkan garis lurus.Para dokter berpandangan dalam keputus asaan saat mereka melihat Alex yang terbujur kaku di atas meja bedah.“Tidak, Alex! Jangan! BANGUN! KAMU JANJI KALAU KITA AKAN SELAMANYA APAPUN KEADAANNYA! BANGUN! BANGUN! KAMU TIDAK BOLEH MATI!”Lara berteriak seperti akan merusak pita suaranya.Jika dia diperbolehkan masuk ke dalam, dia pasti akan mengguncang tubuh Alex dan dia paksa dia membuka matanya.Tapi bagaimana sekarang?Alex tidak akan bangun lagi.Alex meninggalkannya.Di hari ulang tahun Lara, kado yang tak akan pernah dia lupakan sepanjang sisa hidupnya karena Alex—Dia kembali!
Jikalau pun Alex tidak bisa menepati janjinya, Lara baik-baik saja asalkan Alex bangun sebentar lagi, setelah ini. Membuka matanya.Lara lebih suka jika melihat dan mendengar Alex yang menggodanya daripada melihat Alex berbaring di dalam sana dengan tanpa daya dan tanpa gairah akan sebuah kehidupan seperti itu.Lara berjanji pada dirinya sendiri, nanti jika Alex bangun dan membuka matanya, Lara tidak akan menolak sikap manis manja dan romantisnya.“Kalau ingin melihatku mewujudkan janjiku padamu, jadi hal pertama yang harus kamu lakukan adalah bangun terlebih dahulu, Alex.”Lara menghapus air matanya yang terus saja berjatuhan tanpa henti malam ini. Malam yang tidak akan pernah dia lupakan sepanjang dia hidup karena saat usianya bertambah menjadi dua puluh enam tahun, Lara mendapatkan hadiah yang membuatnya melihat Alex yang dalam kondisi kritis dan koma, lalu merasakan kehilangan orang yang dia sayangi. Dan itu adalah Ron.Ron, bagi Lara adalah ayahnya, ayah ke duanya.Benar posisin
....Lara, dengan mengenakan dress hitam jauh di bawah lutut, hampir menutupi mata kakinya. Membawa buket bunga yang warnanya sangat kontras dengan pakaian yang dia kenakan.Dia sedang berdiri di tengah Ibra dan juga Nina. Untuk menghadiri prosesi pemakaman Ron pada pagi menuju siang hari ini.Upacara berjalan dengan diiringi oleh peziarah yang melantunkan doa untuknya. Yang kini beristirahat di dalam bentala dan tak akan pernah Lara lihat kembali.Keluarganya datang, isak tangis mengiringi selesainya langkah-langkah pemakaman yang dinaungi oleh mendung abu-abu yang berarak dari ufuk timur menutup matahari menjadi berkabut.Sekarang, mereka tidak akan bisa melihat Ron yang baik lagi. Loyalitasnya terhadap keluarga Alex, atau pengabdiannya tanpa memandang akan jadi apa dirinya saat terlibat perseteruan dengan musuh-musuh Alex.Seorang ayah bagi Lara yang bahkan sama-sama babak belur saat mereka dalam posisi sulit kala itu—saat Lara diculik Daniel, dan Ron ditangkap.Ron sekarang akan b
Lara tidak tahu bagaimana caranya Neo selalu memiliki kalimat yang bisa memporak-porandakan hati Lara.Benar apa yang selama ini dia pikirkan bahwa Neo dewasa lebih cepat karena didewasakan oleh keadaan yang membuatnya melihat keadaan di sekitarnya dengan cara yang berbeda.Lara menahan air matanya, menghadapi Neo, ternyata bukan hanya dia saja yang dibuat patah hati melainkan juga semua yang mendengarnya.Shenina yang berdiri di samping Neo juga menunduk dan terisak-isak.Laras yang melihat dan mendengar apa yang mereka sampaikan pun juga sama, dia menangis. Nina yang berhenti di belakang Lara dengan membawa kue yang tadi dibeli Lara selama perjalanan pulang dari makam pun juga tak kuasa menahan air matanya.Yang membuat mereka menitikkan air mata itu adalah pada ujung kalimatnya, ‘Kalau pun dipanggil buat pergi—ke bintang—itu harus dengan Neo.’Lara meraih tangan Neo. Tangan Shenina juga. Sekali lagi menunjukkan senyumnya meski hatinya tercabik tercacah menjadi banyak bagian.“Saya
Lima belas menit sebelum Ibra bertemu dengan Lara di ruang tamu ........Ibra baru saja membuka pintu mobil untuk Lara dan melihatnya masuk ke dalam rumah bersama dengan Nina.Ibra juga ingin menyusulnya, setidaknya dia sebentar saja bertemu dengan Neo dan juga Shenina.Namun, sebelum keinginan itu terlaksana, Ibra berhenti dari langkahnya sebab dia mendengar dering ponselnya dari dalam saku jas hitam yang dia kenakan selama proses pemakaman Ron.Ada panggilan masuk dari salah satu anggota tim IT di JS Group. Ibra menjawabnya dengan segera karena tahu ini pasti berkaitan dengan hal penting.“Shawn?” sapa Ibra begitu panggilan mereka terhubung.“Pak Ibrani, saya sudah menemukan yang Pak Ibrani minta semalam.”“Soal rekaman kecelakaan yang terjadi di sekitar lokasi pak Alex?”“Iya.”“Bagaimana hasilnya?”Ibra menahan napas.Siap tidak siap, dia harus mendengarnya bukan?Memang Ibra yang semalam mengatakan tentang rekaman kecelakaan yang harus diperiksa oleh timnya. Itu berdasarkan peng
Lara tidak bisa menahan haru melihat api yang meliuk di atas lilin kecil pada kue black forest yang dibawa oleh Neo. “Selamat ulang tahun, Mama,” kata Shenina pertama-tama. “Ayo buat permohonan dan tiup lilinnya.” Lara dengan segera melakukan itu. Ia merapatkan tangannya dan berdoa agar kebahagiaan ini tidak pernah putus. Untuknya, untuk keluarganya. Agar mereka diberkati dalam kebahagiaan yang sempurna. Barulah setelah itu Lara menunduk, merendahkan tinggi tubuhnya untuk meniup lilinnya. Lara menerima kue dari Neo yang mengatakan, “Selamat ulang tahun untuk Mama,” katanya manis. “Tidak banyak yang Neo minta selain Mama menjadi Mama yang bahagia.” “Selamat ulang tahun, Mama,” kali ini Shenina yang berujar. “Shen juga memiliki harapan yang sama, semoga Mama tetap bahagia. Dan tetap menjadi Mama cantiknya Shen.” Lara lebih dulu meletakkan kue ulang tahun dari para kesayangannya ke atas meja makan kemudian ia memeluk si kembar yang dengan senang hati membalasnya. “Terima kasih unt
*** Merasakan dingin yang memeluknya, Lara membuka matanya dengan cepat. Napasnya tersengal bahkan setelah ia membuka matanya. Ia baru saja berpikir dirinya sedang tidur di lantai seperti lima tahun silam agar anak-anaknya bisa tidur dengan nyaman di atas ranjang. Ia menggigil, kenangan akan sulitnya masa lalu sekali lagi membuatnya terjaga dengan keadaan yang berbeda. Dulu, Lara terbangun karena dingin dan tidak nyaman, tidak ada selimut untuknya selain ia menggunakan apapun untuk menutupi tubuhnya. Tetapi sekarang ia terbangun di tempat yang nyaman dan bahkan tidak sendirian. Tangisan Sky itulah yang pasti membuat intuisi seorang ibu dalam dirinya membuka mata. Dan saat hal itu ia lakukan, Lara telah menjumpai Alex yang berdiri dan menggendong Sky. Ia tampak memandang Lara dengan hanya bibirnya saja yang bergerak seolah bertanya, ‘Kenapa kamu bangun?’ “Sky baik-baik saja?” tanya Lara lirih. Alex mengangguk, menunjukkan Sky yang kembali terlelap saat Alex menepuk lem
.... Dari tempat bulan madu Karel dan Sunny. Seperti yang sebelumnya dikatakan oleh Lara bahwa ada kemungkinan mereka memang sedang berbulan madu ... hal itu memang benar! Mereka pergi berbulan madu setelah penantian yang cukup panjang dan lama mengurus izin cuti Karel yang notabene adalah seorang dokter yang bisa dikatakan ... hm ... masih baru di tempat ia bekerja. Udara sejuk Edinburgh membelai wajah Sunny begitu ia membuka pintu geser di sebuah hotel tempat mereka menghabiskan waktu selama mereka di sini. Ia memandang ke luar dan berdiri di balkon. Pandangannya ia jatuhkan paada jalan yang tampak lengang pada hari MInggu pagi ini yang sebagian besarnya basah oleh sisa hujan. Semalam memang Edinburgh diguyur hujan. Bukan hujan deras tetapi itu cukup untuk membuat bunga kecil dan dahan pepohonan kedinginan pagi ini. “Cantik sekali pemandangan setelah hujan,” gumamnya. Meski ia sebenarnya juga suka pemandangan sebelum hujan, tetapi setelah curahan air turun dari langit ... ia
.... “Apakah Neo dan Shenina suka dengan sekolah baru mereka, Lara?” tanya Alex pada Lara yang saat ini tengah menatapnya setelah mengalihkan wajahnya dari layar ponsel yang ada di tangannya. “Aku rasa mereka senang,” jawab Lara. Memandang sekilas pada jam digital yang ada di atas meja kemudian pada Sky yang terlelap di dalam box bayi miliknya. “Karena mereka bisa bertemu dengan si kembar Zio dan Asha juga, ‘kan? Kamu ‘kan tahu kalau mereka itu bestie.” Alex tak bisa menahan senyumnya. Ia menutup laptop yang ada di pangkuannya dan meletakkannya di atas nakas yang tak jauh dari ranjang sebelum meraih ponsel Lara. “Jangan main ponsel terus! Peluk aku sekarang, hm?” Alex merengkuh pinggang Lara, membuatnya berbaring dengan nyaman saat mereka merasakan hangat di bawah satu selimut yang sama. Mereka saling memagut untuk beberapa lama sebelum Alex mengecup pipinya. “Cantik sekali ....” “Bukankah aku memang selalu cantik?” tanya Lara, menyentuh garis dagu Alex, tersenyum saat merasaka
*** . . Berhasilkah? Tidak! Tapi mungkin saja, 'kan? Pertentangan batin sedang bergejolak di dalam benak Kalisha. Ia berdiri bersandar di pintu kamar mandi di dalam kamarnya. Menggenggam sebuah test pack yang ada di tangannya. Yang baru saja ia gunakan untuk mengetes, apakah ia benar hamil ataukah tidak. Ia memang sering terlambat datang bulan. Tapi tak seperti kali ini. Ini sangat jauh dari hari biasanya. Jadi ia ingin melakukan tes. Sejak pernikahannya dengan Ibra, lebih dari satu tahun lamanya, lebih dari berbulan-bulan pula ia selalu terlambat datang bulan dan hasilnya selalu satu garis setiap ia ingin melihatnya. Dan ia tak pernah mengharap lebih soal itu. Tapi sekarang, dadanya berdebar lebih dari biasanya. Sebagai seorang perawat yang tahu betul seperti apa detak jantung normal dan detak jantung yang tidak normal, maka Kalisha akan menggolongkan ini sebagai detak jantung yang tidak normal. Berisik sekali. Berdentum. Seolah tak mau diam setiap kali tanya muncul m
Yang dilihat oleh Lara itu adalah Roy, ayahnya. Ia tak berdiri di sana sendirian melainkan bersama dengan ibunya Lara, Laras. Tak ia ketahuai berapa lama waku berjalan hingga membawa Roy ke hadapannya. Sudah tahun demi tahun berlalu, bukan? Lara memang mendengar jika hukuman untuk ayahnya itu mendapatkan keringanan karena ia berperilaku baik selama menjadi tahanan. Dan ternyata, kepulangannya itu adalah hari ini. Atau mungkin beberapa saat lebih awal dari hari ini karena setidaknya ia membutuhkan waktu untuk bersiap ke sini. Barangkali dengan meneguhkan hatinya untuk bisa menghadapi Lara. Sebab beberapa kali Lara mengunjunginya di tahanan, Roy selalu mengatakan hal yang sama. ‘Mungkin nanti Papa tidak bisa langsung menemuimu karena merasa sangat bersalah, Lara.’ Tapi sekarang dia di sini. Di hadapan Lara. Berdiri dengan tampak canggung dan air matanya mengembun membasahi pipi saat ia tersenyum dan membiarkan Lara datang guna memeluknya. “Papa ....” Lara mengulanginya sekali
*** Beberapa waktu setelah tertangkapnya Selim, Lara kemudian tahu bahwa yang dilakukan oleh pria itu jauh lebih parah daripada yang ia bayangkan. Bagaimana ia mengawasi Lara sebelum dan sesudah kembalinya ia dari luar negeri membuat Lara bergidik merinding saat Alex menceritakannya dan membawa beberapa catatan yang difoto oleh Ibra. Salah satunya juga adalah soal kegugurannya kala itu yang disebut oleh Selim sebagai 'hilangnya anak monster.' Hati Lara sakit. Ia tak pernah tahu ada orang sejahat itu yang hadir di hidupnya. Dan rasanya itu bertubi-tubi. Ingat saja berapa banyak orang yang membuatnya sengsara. Dimulai dari Nala yang kabur pada hari pernikahannya, atau Shiera yang membencinya karena menganggapnya merebut Alex. Tetapi Selim memberikan rasa tersendiri, ketakutan dan juga was-was. Lara bahkan memerlukan waktu tenang selama beberapa jam setelah Alex mengatakan itu. Ia kembali tersadar dan menepis hal tak penting yang mengganggunya itu saat melihat Sky yang miring
*** "Pulanglah, ini sudah malam," ucap Ibra saat ia merapikan lengan kemejanya dan memandang Alex yang masih berdiri di depan sandsack dengan napas yang naik turun tak beraturan. Kedua tangannya masih terbungkus oleh sarung tinju. Rambutnya tampak basah saat ia menoleh pada Ibra dengan salah satu alis yang terangkat tak percaya. "Kamu sudah mandi dari tadi?" tanya Alex memastikan. Memandang Ibra dari atas hingga ke bawah. Di dalam ruang gym, hanya ada mereka berdua. Ruangan ini disewa oleh Alex yang tidak ingin melihat ada orang lain masuk sebab sekitar tiga jam yang lalu, lepas ia pergi dari unit apartemen Selim ia harus melampiaskan kekesalannya. Saat ia meminta agar Ibra menjadwalkan ulang untuk ia bisa mengunjungi Selim dan membuatnya babak belur jilid dua, Ibra tak mengabulkannya. Alih-alih mengiyakan Alex, Ibra dengan santainya malah mengatakan, 'Tidak perlu, Pak Alex. Kita tunggu saja nanti di pengadilan. Kita ledek dia sampai dia muntah dan kesetanan. Sayang tanganmu kala
Entah berapa ratus, atau bahkan ribu banyaknya foto Lara yang ada di dalam kamar itu—selain kamar yang diyakini oleh Alex sebagai kamar utama. Pada dindingnya yang lebar itu Alex bisa menjumpai foto Lara. Jika Alex biasanya melihat hal seperti ini lumrahnya ada di film atau di drama thriller tentang seorang psikopat, tetapi kali ini Alex melihatnya ada di depan mata. Alex pernah mengatakan bahwa pria itu—Selim—memiliki pengetahuan tentang Lara sama sepertinya. Tetapi sangkaan itu harus ia tepis sekarang karena sepertinya Selim lebih banyak tahu tentang Lara. Sebab ada banyak sekali foto Lara yang tinggal di rumah lamanya, bersama dengan Neo dan Shenina yang masih kecil. Berada di depan rumah, atau sedang membeli jajanan di toko yang tak jauh dari rumahnya. Atau saat Lara mengantar mereka ke sekolah bersama dengan wanita paruh baya yang dikenal Alex sebagai pengasuh si kembar dulu, selama Lara bekerja. Ada buku yang memiliki catatan apa-apa saja yang dilakukan oleh Lara. Tanggal,