Pagi datang dan terlewati dengan cepat.Mengantar keluarga kecil Lara untuk mengambil perjalanan pertama mereka menyisir keindahan Dunster dengan hati yang bahagia.Di antara tumbuhnya pohon pinus yang sedang menikmati pucak musim semi, kastil yang mereka datangi tampak megah dan cantik.Lara bisa melihat suka cita yang tumbuh di dalam kedua mata Neo dan Shenina setiap kali mereka berlarian bersama dengan Alex di sepajang jalan yang sunyi.Atau saat mereka mengejar kupu-kupu dan bermain di bawah pohon maple. Lalu menunggu daun kering yang jatuh dan mereka lelah menunggu karena tidak ada yang jatuh.Atau saat mereka berlari lebih dulu untuk masuk ke dalam kedai es krim dan meminta pada Alex sebuah cone yang besar yang pada akhirnya tidak habis dan Alex lah yang menghabiskannya.Waktu seperti melayang pergi meninggalkan normal yang seharusnya, menyiksa Lara dalam tanya, ‘kenapa waktu sangat cepat berlalu saat mereka ada di dalam hari yang bahagia?’Padahal mereka rasanya baru saja menik
Manis sekali, Lara menghapus air matanya yang tergenang di pipinya sebelum jatuh dan membasahi kartu ucapan—yang sebenarnya lebih bisa dikatakan sebagai surat—dari Alex yang sedang ada di tangannya.Lara tersenyum. Lalu memasukkan kartu ucapan itu ke dalam koper dan kembali untuk mengamati bunga yang cantik yang dia sentuh, saat bibirnya yang menerbitkan senyuman.“Aku tidak tahu kalau kamu akan jadi seperti ini karena dulu kamu sangat membenciku, Alex.”Menyentuh kelopak bunga iris dan mengusapnya dengan lembut.“Kok belum tidur?”Lara menoleh ke arah datangnya suara dan menjumpai Alex yang tersenyum padanya.Alex berdiri di tempatnya. Bingung dengan tatapan Lara yang menatapnya dengan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan.Alex menghela napasnya, meraba dirinya sendiri, bertanya dalam kediaman apa dia melakukan kesalahan sehingga Lara berdiam diri dan lebih memilih untuk tidak mengatakan apapun atau menjawab tanya darinya?“Lara? Kenapa? Apa aku melakukan kesalahan?”Alex masih tidak m
***Dunster akan menutup perjalanan Lara dan keluarga kecilnya. Musim semi yang indah dengan bunga yang bermekaran dan pohon yang hijau seperti melambaikan tangan pada mereka yang akhirnya pergi meninggalkan garis akhir di tempat mereka mengukirkan kenangan.Mereka sudah tiba di Jakarta sejak semalam. Pagi ini, kegiatan normal sebagaimana mereka melakukan hari-hari biasanya yang dibuka dengan pemandangan mengesankan.Asupan pagi untuk Lara saat dia melihat Alex yang berjalan dari ruang gym dengan rambutnya yang basah.Di tangan kanannya ada sebotol minuman dingin yang sedang dia bawa saat dia memasuki kamar dan berpapasan dengan Lara yang hampir keluar.Lara menelan salivanya dengan sedikit kasar, itu sangat tidak baik untuk kesehatan jantung. Rambut alwex yang berkeringat dan basah, dan senyum yang timbul saat dia bertemu dengan Lara adalah pemandangan yang sempurna. Seksi, atraktif, dan membuat Lara mengerjapkan matanya beberapa kali mendengar Alex yang bertanya,"Mau ke mana?""K
Berita apa yang didengar oleh Lara ini?Di hari ulang tahunnya?Yang harusnya menjadi momen yang sangat spesial untuknya?Lara tidak salah dengar akan apa yang baru saja disampaikan oleh pihak kepolisian. Bahwa Alex mengalami kecelakaan, bersama dengan Ron. Karena Ron yang menjemput Alex sore ini dengan keadaan Ron yang tewas di tempat.Hati Lara rasanya habis, tubuhnya meremang, dengung asing berkeliaran memenuhi telinganya hingga dia tak bisa membedakan mana suara yang nyata dan yang fatamorgana.“Bapak bohong, ‘kan?” tanya Lara dengan suara yang gemetar. Kakinya terasa lumpuh dan kehilangan tulang penyanggga. Dia akan jatuh ke lantai jika Nina tidak menahan bahunya dengan segera.“Maaf, Bu Lara. Tapi yang kami sampaikan adalah sebuah kebenaran. Pak Alex dalam kondisi kritis sekarang. Kecelakaan itu terbilang sangat fatal karena mereka ditabrak di perempatan dan terjepit dengan mobil yang lainnya. Tolong Bu Lara datang ke We care Hospital karena belum ada keluarganya yang ada di sa
Tidak, tolong jangan menyerah!Hanya itu yang berkali-kali dikatakan oleh Lara saat dia melihat para dokter sepertinya sudah melakukan segala cara untuk membuat Alex kembali merebut hidupnya.Lara merapatkan tangannya, berdoa agar Tuhan mengembalikan Alex kepadanya dalam keadaan hidup tanpa kekurangan satu apapun.Tubuh Lara rasanya gemetar. Dia melihat pulse benar-benar kosong dan menghasilkan garis lurus.Para dokter berpandangan dalam keputus asaan saat mereka melihat Alex yang terbujur kaku di atas meja bedah.“Tidak, Alex! Jangan! BANGUN! KAMU JANJI KALAU KITA AKAN SELAMANYA APAPUN KEADAANNYA! BANGUN! BANGUN! KAMU TIDAK BOLEH MATI!”Lara berteriak seperti akan merusak pita suaranya.Jika dia diperbolehkan masuk ke dalam, dia pasti akan mengguncang tubuh Alex dan dia paksa dia membuka matanya.Tapi bagaimana sekarang?Alex tidak akan bangun lagi.Alex meninggalkannya.Di hari ulang tahun Lara, kado yang tak akan pernah dia lupakan sepanjang sisa hidupnya karena Alex—Dia kembali!
Jikalau pun Alex tidak bisa menepati janjinya, Lara baik-baik saja asalkan Alex bangun sebentar lagi, setelah ini. Membuka matanya.Lara lebih suka jika melihat dan mendengar Alex yang menggodanya daripada melihat Alex berbaring di dalam sana dengan tanpa daya dan tanpa gairah akan sebuah kehidupan seperti itu.Lara berjanji pada dirinya sendiri, nanti jika Alex bangun dan membuka matanya, Lara tidak akan menolak sikap manis manja dan romantisnya.“Kalau ingin melihatku mewujudkan janjiku padamu, jadi hal pertama yang harus kamu lakukan adalah bangun terlebih dahulu, Alex.”Lara menghapus air matanya yang terus saja berjatuhan tanpa henti malam ini. Malam yang tidak akan pernah dia lupakan sepanjang dia hidup karena saat usianya bertambah menjadi dua puluh enam tahun, Lara mendapatkan hadiah yang membuatnya melihat Alex yang dalam kondisi kritis dan koma, lalu merasakan kehilangan orang yang dia sayangi. Dan itu adalah Ron.Ron, bagi Lara adalah ayahnya, ayah ke duanya.Benar posisin
....Lara, dengan mengenakan dress hitam jauh di bawah lutut, hampir menutupi mata kakinya. Membawa buket bunga yang warnanya sangat kontras dengan pakaian yang dia kenakan.Dia sedang berdiri di tengah Ibra dan juga Nina. Untuk menghadiri prosesi pemakaman Ron pada pagi menuju siang hari ini.Upacara berjalan dengan diiringi oleh peziarah yang melantunkan doa untuknya. Yang kini beristirahat di dalam bentala dan tak akan pernah Lara lihat kembali.Keluarganya datang, isak tangis mengiringi selesainya langkah-langkah pemakaman yang dinaungi oleh mendung abu-abu yang berarak dari ufuk timur menutup matahari menjadi berkabut.Sekarang, mereka tidak akan bisa melihat Ron yang baik lagi. Loyalitasnya terhadap keluarga Alex, atau pengabdiannya tanpa memandang akan jadi apa dirinya saat terlibat perseteruan dengan musuh-musuh Alex.Seorang ayah bagi Lara yang bahkan sama-sama babak belur saat mereka dalam posisi sulit kala itu—saat Lara diculik Daniel, dan Ron ditangkap.Ron sekarang akan b
Lara tidak tahu bagaimana caranya Neo selalu memiliki kalimat yang bisa memporak-porandakan hati Lara.Benar apa yang selama ini dia pikirkan bahwa Neo dewasa lebih cepat karena didewasakan oleh keadaan yang membuatnya melihat keadaan di sekitarnya dengan cara yang berbeda.Lara menahan air matanya, menghadapi Neo, ternyata bukan hanya dia saja yang dibuat patah hati melainkan juga semua yang mendengarnya.Shenina yang berdiri di samping Neo juga menunduk dan terisak-isak.Laras yang melihat dan mendengar apa yang mereka sampaikan pun juga sama, dia menangis. Nina yang berhenti di belakang Lara dengan membawa kue yang tadi dibeli Lara selama perjalanan pulang dari makam pun juga tak kuasa menahan air matanya.Yang membuat mereka menitikkan air mata itu adalah pada ujung kalimatnya, ‘Kalau pun dipanggil buat pergi—ke bintang—itu harus dengan Neo.’Lara meraih tangan Neo. Tangan Shenina juga. Sekali lagi menunjukkan senyumnya meski hatinya tercabik tercacah menjadi banyak bagian.“Saya