Ini tentang ingatan Lara beberapa tahun silam. Sebuah kisah tentang kesulitan lainnya yang dia temui ........Masih segar di ingatan Lara tentang hari yang tidak akan pernah dia lupakan itu. Pagi ini, dia mengantar anak-anaknya untuk masuk ke play group. Karena anak-anak tetangga sekitar sudah masuk ke play group, Neo dan Shenina juga ingin pergi ke sekolah.Melihat hasrat yang tidak bisa ditahan oleh si kembar untuk bisa mengeksplor dunia lebih banyak, Lara mengantar mereka.Dia melambaikan tangannya pada Neo dan Shenina yang lalu dibawa masuk oleh guru mereka, Miss Lily namanya.Dia wanita baik hati yang hari itu menerima Lara dan kedatangan si kembar pada saat pendaftaran.Wanita itu postur tubuhnya lebih tinggi dari Lara, usianya juga ada di atas Lara. Dia manis dengan kulit sawo matang dan rambutnya yang panjang sebatas bahu.“Saya titip anak-anak ya, Miss Lily?”“Iya, Bu Lara. Jangan khawatirkan mereka. Anak-anak akan di sini dengan aman dalam pengawasan kami.”Lara mengangguk
Dia menujukkan piring yang ada di tangannya pada Lara. Lauknya sudah habis tapi nasinya masih banyak.Lara hampir menjawabnya dengan, ‘Maaf, Sayang. Tapi sudah habis’ tetapi hal itu dia urungkan sebab dia melihat Neo yang sudah berdiri di samping Shenina dan meletakkan ayam bakar miliknya di sana.“Makan saja punya Kakak, Shen.”“Lalu Kakak Neo?”Lara segera menjawabnya dengan, “Ah ini ada telur ceplok, bu Alun buatkan buat kita tadi. Neo mau makan sama telur ceplok saja? Di kulkas masih ada jagung, mau Mama buatkan dadar jagung dulu, Sayang?”“Tidak, mama. Telur saja. Terima kaish.”Lara tersenyum melihat bagaimana dewasanya Neo.Sore itu rasanya Lara tidak bisa berpikir banyak hanya karena ayam bakar yang dia potong menjadi dua.Dia melamun sampai hari menggelap dan melihat anak-anaknya yang ada di kamar dan mewarnai gambar pemandangan.Lara tersenyum saja, menemani mereka.“Mama,” panggil Neo pada Lara yang seketika itu berhenti melamun.“Iya, Neo?”“Apa Neo dan Shen selamanya tida
....Pada akhirnya, malam terakhir di Geirangerfjord terlewati. Lara dan Alex sudah mengukirkan malam terakhir mereka dengan sangat manis dan juga indah semalam.Dalam aktivitas fisik yang menggairahkan tetapi yang semalam itu berbumbu lebih banyak manisnya karena mereka baru saja membicarakan banyak hal, tentang kenangan, tentang masa sulit Lara yang pada akhirnya bisa terlewati. Pagi ini, mereka sudah ada di bandara, lebih tepatnya di dalam lounge tunggu first class di mana mereka akan terbang dari Norwegia menuju Inggris, London untuk sampai di tujuan mereka yang selanjutnya, Dunster.Anak-anak sedang makan pudding. Sedangkan Alex dan Lara hanya duduk-duduk dan melihat lalu-lalang orang yang silih berganti memasuki lounge.“Tadi kayaknya pudding yang di sana enak, tapi tinggal sepotong saja dan diambil sama orang.” Alex berujar pada Lara.“Pudding?” tanya Lara memperjelas yang dijawab anggukan oleh Alex.“Iya, Sayang. Yang pudding mangga itu loh! Kayaknya enak tapi aku tidak kebag
....Malam datang lebih cepat. Musim semi membawakan hembusan dingin angin yang menyibakkan dedaunan sehingga mereka memilih untuk di dalam rumah saat hari menggelap.Neo dan Shenina duduk di ruang tengah. Di atas karpet bulu, sibuk menyusun lego yang tadi mereka minta belikan dari paman baru mereka, paman Karg dan paman Loi.Keterbatasan bahasa ternyata tidak menyulitkan anak-anak Lara yang cerdas berkomunikasi dengan Karg dan Loi.Lara membiarkan mereka bicara semampu mereka, sedangkan Karg dan Loi ... mereka tidak seperti tampang seram mereka, mereka ternyata kebapakan. Mereka bilang jika Neo dan Shenina mengingatkan mereka pada anak-anak mereka yang seusia si kembar.Selagi Lara datang dari dapur untuk membawakan mereka camilan, ternyata kesibukan yang terjadi di ruangan tengah tak hanya tentang menyusun lego belaka melainkan juga karena Neo dan Shenina menikmati pertujukan yang sedang dilakukan oleh Alex.Tuts-tuts piano berdenting bergantian, meyelinap masuk menghangatkan setiap
Of course, making love is the answer.Itu yang selau dikatakan oleh Alex menjelang waktu mengantuknya si kembar Neo dan Shenina. Entah untuk ke berapa kalinya dia mengatakan tentang ‘habis ini kamu akan menjadi milikku, Lara’ dengan versi yang berbeda-beda.Dimulai dari versi yang paling halus sampai versi yang paling frontal karena Alex tetaplah si buaya yang berpengalaman dalam merangkai kata yang manis. Mungkin sama manisnya dengan calon anggota dewan yang sedang maju untuk pemilihan.Lalu, mereka akhirnya mendengar keluhan mengantuk dari Neo dan Shenina. Si kembar sedang ingin diantar oleh Alex sehingga Lara membiarkan mereka melakukan yang mereka mau sementara sendirinya masuk ke dalam kamar.Dia tidak akan menolak apa yang dimau oleh Alex.Memang tujuan mereka ke sini, untuk berbulan madu yang sangat terlambat selain untuk menyembuhkan luka hati yang tadinya menganga lebar.Lara bersiap dengan mengambil gaun tidurnya yang cantik.Sebuah sleep wear dengan model long dress semata
“Alex.”Lara menahan tangan Alex yang sudah singgah di dadanya dan memberikan tekanan serta remasan yang lembut di sana.“Apa, Sayang?”“Aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya, tapi aku berterima kasih karena kamu menjadi dirimu yang sudah mengambil keputusannya untuk hanya memberikan hidupmu bagiku, Neo, dan juga Shenina.”“Sama-sama. Jadi, bisakah kita mengubah malam pertama kita di Dunster ini menjadi malam yang indah lagi?”Lara mengangguk. Namun, sudut matanya mengerling pada pintu kamar yang tadi ditutup oleh Alex.Seperti tahu kegugupan yang sedang dia pendam, Alex mengikuti pandang ke mana mata Lara berhenti sebelum memastikan,"Aku sudah mengunci pintunya. Lagi pula tidak ada orang yang masih bangun di rumah ini. Hanya ada kita."Alex melepas pelukan tangannya dari pinggang Lara. Dia meletakkan telapak tangannya yang besar di belahan dress tidur cantik yang dikenakan oleh Lara dan membuat Lara bangun dari berbaringnya. Mengangkat Lara untuk berada di pangkuannya sejen
Pagi datang dan terlewati dengan cepat.Mengantar keluarga kecil Lara untuk mengambil perjalanan pertama mereka menyisir keindahan Dunster dengan hati yang bahagia.Di antara tumbuhnya pohon pinus yang sedang menikmati pucak musim semi, kastil yang mereka datangi tampak megah dan cantik.Lara bisa melihat suka cita yang tumbuh di dalam kedua mata Neo dan Shenina setiap kali mereka berlarian bersama dengan Alex di sepajang jalan yang sunyi.Atau saat mereka mengejar kupu-kupu dan bermain di bawah pohon maple. Lalu menunggu daun kering yang jatuh dan mereka lelah menunggu karena tidak ada yang jatuh.Atau saat mereka berlari lebih dulu untuk masuk ke dalam kedai es krim dan meminta pada Alex sebuah cone yang besar yang pada akhirnya tidak habis dan Alex lah yang menghabiskannya.Waktu seperti melayang pergi meninggalkan normal yang seharusnya, menyiksa Lara dalam tanya, ‘kenapa waktu sangat cepat berlalu saat mereka ada di dalam hari yang bahagia?’Padahal mereka rasanya baru saja menik
Manis sekali, Lara menghapus air matanya yang tergenang di pipinya sebelum jatuh dan membasahi kartu ucapan—yang sebenarnya lebih bisa dikatakan sebagai surat—dari Alex yang sedang ada di tangannya.Lara tersenyum. Lalu memasukkan kartu ucapan itu ke dalam koper dan kembali untuk mengamati bunga yang cantik yang dia sentuh, saat bibirnya yang menerbitkan senyuman.“Aku tidak tahu kalau kamu akan jadi seperti ini karena dulu kamu sangat membenciku, Alex.”Menyentuh kelopak bunga iris dan mengusapnya dengan lembut.“Kok belum tidur?”Lara menoleh ke arah datangnya suara dan menjumpai Alex yang tersenyum padanya.Alex berdiri di tempatnya. Bingung dengan tatapan Lara yang menatapnya dengan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan.Alex menghela napasnya, meraba dirinya sendiri, bertanya dalam kediaman apa dia melakukan kesalahan sehingga Lara berdiam diri dan lebih memilih untuk tidak mengatakan apapun atau menjawab tanya darinya?“Lara? Kenapa? Apa aku melakukan kesalahan?”Alex masih tidak m
Lara tidak bisa menahan haru melihat api yang meliuk di atas lilin kecil pada kue black forest yang dibawa oleh Neo. “Selamat ulang tahun, Mama,” kata Shenina pertama-tama. “Ayo buat permohonan dan tiup lilinnya.” Lara dengan segera melakukan itu. Ia merapatkan tangannya dan berdoa agar kebahagiaan ini tidak pernah putus. Untuknya, untuk keluarganya. Agar mereka diberkati dalam kebahagiaan yang sempurna. Barulah setelah itu Lara menunduk, merendahkan tinggi tubuhnya untuk meniup lilinnya. Lara menerima kue dari Neo yang mengatakan, “Selamat ulang tahun untuk Mama,” katanya manis. “Tidak banyak yang Neo minta selain Mama menjadi Mama yang bahagia.” “Selamat ulang tahun, Mama,” kali ini Shenina yang berujar. “Shen juga memiliki harapan yang sama, semoga Mama tetap bahagia. Dan tetap menjadi Mama cantiknya Shen.” Lara lebih dulu meletakkan kue ulang tahun dari para kesayangannya ke atas meja makan kemudian ia memeluk si kembar yang dengan senang hati membalasnya. “Terima kasih unt
*** Merasakan dingin yang memeluknya, Lara membuka matanya dengan cepat. Napasnya tersengal bahkan setelah ia membuka matanya. Ia baru saja berpikir dirinya sedang tidur di lantai seperti lima tahun silam agar anak-anaknya bisa tidur dengan nyaman di atas ranjang. Ia menggigil, kenangan akan sulitnya masa lalu sekali lagi membuatnya terjaga dengan keadaan yang berbeda. Dulu, Lara terbangun karena dingin dan tidak nyaman, tidak ada selimut untuknya selain ia menggunakan apapun untuk menutupi tubuhnya. Tetapi sekarang ia terbangun di tempat yang nyaman dan bahkan tidak sendirian. Tangisan Sky itulah yang pasti membuat intuisi seorang ibu dalam dirinya membuka mata. Dan saat hal itu ia lakukan, Lara telah menjumpai Alex yang berdiri dan menggendong Sky. Ia tampak memandang Lara dengan hanya bibirnya saja yang bergerak seolah bertanya, ‘Kenapa kamu bangun?’ “Sky baik-baik saja?” tanya Lara lirih. Alex mengangguk, menunjukkan Sky yang kembali terlelap saat Alex menepuk lem
.... Dari tempat bulan madu Karel dan Sunny. Seperti yang sebelumnya dikatakan oleh Lara bahwa ada kemungkinan mereka memang sedang berbulan madu ... hal itu memang benar! Mereka pergi berbulan madu setelah penantian yang cukup panjang dan lama mengurus izin cuti Karel yang notabene adalah seorang dokter yang bisa dikatakan ... hm ... masih baru di tempat ia bekerja. Udara sejuk Edinburgh membelai wajah Sunny begitu ia membuka pintu geser di sebuah hotel tempat mereka menghabiskan waktu selama mereka di sini. Ia memandang ke luar dan berdiri di balkon. Pandangannya ia jatuhkan paada jalan yang tampak lengang pada hari MInggu pagi ini yang sebagian besarnya basah oleh sisa hujan. Semalam memang Edinburgh diguyur hujan. Bukan hujan deras tetapi itu cukup untuk membuat bunga kecil dan dahan pepohonan kedinginan pagi ini. “Cantik sekali pemandangan setelah hujan,” gumamnya. Meski ia sebenarnya juga suka pemandangan sebelum hujan, tetapi setelah curahan air turun dari langit ... ia
.... “Apakah Neo dan Shenina suka dengan sekolah baru mereka, Lara?” tanya Alex pada Lara yang saat ini tengah menatapnya setelah mengalihkan wajahnya dari layar ponsel yang ada di tangannya. “Aku rasa mereka senang,” jawab Lara. Memandang sekilas pada jam digital yang ada di atas meja kemudian pada Sky yang terlelap di dalam box bayi miliknya. “Karena mereka bisa bertemu dengan si kembar Zio dan Asha juga, ‘kan? Kamu ‘kan tahu kalau mereka itu bestie.” Alex tak bisa menahan senyumnya. Ia menutup laptop yang ada di pangkuannya dan meletakkannya di atas nakas yang tak jauh dari ranjang sebelum meraih ponsel Lara. “Jangan main ponsel terus! Peluk aku sekarang, hm?” Alex merengkuh pinggang Lara, membuatnya berbaring dengan nyaman saat mereka merasakan hangat di bawah satu selimut yang sama. Mereka saling memagut untuk beberapa lama sebelum Alex mengecup pipinya. “Cantik sekali ....” “Bukankah aku memang selalu cantik?” tanya Lara, menyentuh garis dagu Alex, tersenyum saat merasaka
*** . . Berhasilkah? Tidak! Tapi mungkin saja, 'kan? Pertentangan batin sedang bergejolak di dalam benak Kalisha. Ia berdiri bersandar di pintu kamar mandi di dalam kamarnya. Menggenggam sebuah test pack yang ada di tangannya. Yang baru saja ia gunakan untuk mengetes, apakah ia benar hamil ataukah tidak. Ia memang sering terlambat datang bulan. Tapi tak seperti kali ini. Ini sangat jauh dari hari biasanya. Jadi ia ingin melakukan tes. Sejak pernikahannya dengan Ibra, lebih dari satu tahun lamanya, lebih dari berbulan-bulan pula ia selalu terlambat datang bulan dan hasilnya selalu satu garis setiap ia ingin melihatnya. Dan ia tak pernah mengharap lebih soal itu. Tapi sekarang, dadanya berdebar lebih dari biasanya. Sebagai seorang perawat yang tahu betul seperti apa detak jantung normal dan detak jantung yang tidak normal, maka Kalisha akan menggolongkan ini sebagai detak jantung yang tidak normal. Berisik sekali. Berdentum. Seolah tak mau diam setiap kali tanya muncul m
Yang dilihat oleh Lara itu adalah Roy, ayahnya. Ia tak berdiri di sana sendirian melainkan bersama dengan ibunya Lara, Laras. Tak ia ketahuai berapa lama waku berjalan hingga membawa Roy ke hadapannya. Sudah tahun demi tahun berlalu, bukan? Lara memang mendengar jika hukuman untuk ayahnya itu mendapatkan keringanan karena ia berperilaku baik selama menjadi tahanan. Dan ternyata, kepulangannya itu adalah hari ini. Atau mungkin beberapa saat lebih awal dari hari ini karena setidaknya ia membutuhkan waktu untuk bersiap ke sini. Barangkali dengan meneguhkan hatinya untuk bisa menghadapi Lara. Sebab beberapa kali Lara mengunjunginya di tahanan, Roy selalu mengatakan hal yang sama. ‘Mungkin nanti Papa tidak bisa langsung menemuimu karena merasa sangat bersalah, Lara.’ Tapi sekarang dia di sini. Di hadapan Lara. Berdiri dengan tampak canggung dan air matanya mengembun membasahi pipi saat ia tersenyum dan membiarkan Lara datang guna memeluknya. “Papa ....” Lara mengulanginya sekali
*** Beberapa waktu setelah tertangkapnya Selim, Lara kemudian tahu bahwa yang dilakukan oleh pria itu jauh lebih parah daripada yang ia bayangkan. Bagaimana ia mengawasi Lara sebelum dan sesudah kembalinya ia dari luar negeri membuat Lara bergidik merinding saat Alex menceritakannya dan membawa beberapa catatan yang difoto oleh Ibra. Salah satunya juga adalah soal kegugurannya kala itu yang disebut oleh Selim sebagai 'hilangnya anak monster.' Hati Lara sakit. Ia tak pernah tahu ada orang sejahat itu yang hadir di hidupnya. Dan rasanya itu bertubi-tubi. Ingat saja berapa banyak orang yang membuatnya sengsara. Dimulai dari Nala yang kabur pada hari pernikahannya, atau Shiera yang membencinya karena menganggapnya merebut Alex. Tetapi Selim memberikan rasa tersendiri, ketakutan dan juga was-was. Lara bahkan memerlukan waktu tenang selama beberapa jam setelah Alex mengatakan itu. Ia kembali tersadar dan menepis hal tak penting yang mengganggunya itu saat melihat Sky yang miring
*** "Pulanglah, ini sudah malam," ucap Ibra saat ia merapikan lengan kemejanya dan memandang Alex yang masih berdiri di depan sandsack dengan napas yang naik turun tak beraturan. Kedua tangannya masih terbungkus oleh sarung tinju. Rambutnya tampak basah saat ia menoleh pada Ibra dengan salah satu alis yang terangkat tak percaya. "Kamu sudah mandi dari tadi?" tanya Alex memastikan. Memandang Ibra dari atas hingga ke bawah. Di dalam ruang gym, hanya ada mereka berdua. Ruangan ini disewa oleh Alex yang tidak ingin melihat ada orang lain masuk sebab sekitar tiga jam yang lalu, lepas ia pergi dari unit apartemen Selim ia harus melampiaskan kekesalannya. Saat ia meminta agar Ibra menjadwalkan ulang untuk ia bisa mengunjungi Selim dan membuatnya babak belur jilid dua, Ibra tak mengabulkannya. Alih-alih mengiyakan Alex, Ibra dengan santainya malah mengatakan, 'Tidak perlu, Pak Alex. Kita tunggu saja nanti di pengadilan. Kita ledek dia sampai dia muntah dan kesetanan. Sayang tanganmu kala
Entah berapa ratus, atau bahkan ribu banyaknya foto Lara yang ada di dalam kamar itu—selain kamar yang diyakini oleh Alex sebagai kamar utama. Pada dindingnya yang lebar itu Alex bisa menjumpai foto Lara. Jika Alex biasanya melihat hal seperti ini lumrahnya ada di film atau di drama thriller tentang seorang psikopat, tetapi kali ini Alex melihatnya ada di depan mata. Alex pernah mengatakan bahwa pria itu—Selim—memiliki pengetahuan tentang Lara sama sepertinya. Tetapi sangkaan itu harus ia tepis sekarang karena sepertinya Selim lebih banyak tahu tentang Lara. Sebab ada banyak sekali foto Lara yang tinggal di rumah lamanya, bersama dengan Neo dan Shenina yang masih kecil. Berada di depan rumah, atau sedang membeli jajanan di toko yang tak jauh dari rumahnya. Atau saat Lara mengantar mereka ke sekolah bersama dengan wanita paruh baya yang dikenal Alex sebagai pengasuh si kembar dulu, selama Lara bekerja. Ada buku yang memiliki catatan apa-apa saja yang dilakukan oleh Lara. Tanggal,