Alex lupa saat-saat dia mengangkat Lara bangun dari posisinya dan meminta Nina untuk mengikutinya pergi ke depan. Alex sampai di luar rumah dengan mobil yang sudah siap di depan teras. Mobil yang belum lama ini mereka gunakan dengan bahagia untuk pergi USG tetapi dalam waktu kurang dari satu jam mobil ini akan mengantar mereka untuk menyaksikan duka sebab mereka akan kehilangan kebahagiaan itu.Tentang kehamilan, tentang harapan mereka, tentang seorang anak yang mereka damba. Seorang anak yang diinginkan oleh Alex nanti akan dia rawat bersama dengan Lara.Alex membawa Lara masuk ke dalam mobil.Dia tak kuasa melarang Neo dan Shenina agar tidak ikut karena dua anaknya itu ingin melihat dan memastikan mama mereka baik-baik saja.Alhasil, mereka ikut dengan Alex dan juga Nina menuju ke rumah sakit.Tidak ada yang bicara sepanjang perjalanan, selain si kembar yang terus saja menangis memanggil Lara. Mereka pasti ketakutan melihat darah meluap di mana-mana. Dari lantai dapur bahkan hingga
“Papa, apa mama akan baik-baik saja?” Alex kembali mendengar tanya itu dari Neo, anak lelakinya itu memandang Alex dengan khawatir, matanya penuh harap. Di dalam batinnya pasti dipenuhi dengan gejolak yang penuh dengan banyak pertanyaan, kenapa Lara tidak kunjung bisa mereka lihat, kenapa Lara tidak kunjung keluar setelah para dokter dan perawat membawanya pergi?“Mama pasti akan baik-baik saja, Neo.”Alex menepuk bahunya dengan tersenyum. Kemudian melihat Nina yang berdiri tidak jauh dari mereka sehingga wanita paruh baya itu mendekat.“Bu Nina,” panggil Alex seperti kehilangan semangat untuk seluruh hidupnya.“Iya, Pak Alex?”“Bisa tolong Bu Nina bawa anak-anak pulang? Ini sudah waktunya mereka makan dan istirahat.”“Baik, Pak Alex.”“Tolong rawat mereka ya?”“Iya, akan saya lakukan.”Alex kembali memandang Neo dan Shenina yang masih menahan tangisnya. Dari tatapan mata mereka, jelas mereka tidak ingin pulang karena yang ada di pikiran mereka hanyalah ada di sini dan menunggu kaba
Adrenalin shot sedang coba dilakukan untuk Lara.Waktu terasa berhenti di sekitar Alex, dia merapatkan kedua tangannya untuk berdoa agar Tuhan mengembalikan Lara. Hidupnya, apapun.Bayangkan itu, Alex yang menjuluki dirinya sebagai soerang iblis pendosa sedang berdoa.Tapi dia tahu jika doanya tidak dikabulkan. Karena Lara tidak kembali, Lara meninggalkan Alex. Detak jantungnya tidak berhasil ditemukan, adrenalin shot tidak berfungsi.“Lara, tolong jangan ....”Kepala Alex tertunduk, lunglai terkulai menemui fakta bahwa apa yang sejak awal dia takutkan terjadi. Bahwa, setelah Alex mendengar ‘Ini bisa merenggut nyawa ibu dan janin’ itu rasanya firasat Alex buruk.Dia tahu ada hal buruk yang akan mencekiknya. Dan itu adalah kehilangan Lara.“Bagaimana bisa aku hidup tanpa kamu, Lara? Kembalilah, tolong!”Rasanya Alex ingin merangsek masuk ke dalam ruangan untuk memeluk dan mencium Lara, berkata di samping telinganya dengan kalimat, ‘Bangun, Sayangku! Kita suah merencankan masa depan untu
Kembali pada hari di mana Karel melihat Shiera dan juga seorang perempuan yang tidak dia kenal di sebuah mall pada suatu sore saat dia pergi bersama dengan saudara perempuannya.....Bukan saudara kandung, tapi saudara sepupu.Dia pergi dengan Jisa, namanya. Mereka datang ke sini karena Jisa ingin membelikan hadiah untuk pacarnya yang sebentar lagi ulang tahun.Saat itu, Karel tidak sengaja melihat Shiera yang ada di dekat sebuah food court."Kasih ini nanti ke Lara!"Setidaknya begitu yang hari itu dikatakan oleh Shiera yang sampai di telinga Karel. Tadinya Karel tidak percaya dengan apa yang dia lihat bahwa itu adalah Shiera karena dia pikir Shiera tidak suka dengan bepergian ke tempat seperti ini.Tapi saat Karel memastikanya sekali lagi, dia tak salah lihat.Dia memang seorang Wimanda Shiera Dwight."Lalu apa yang dia lakukan di sini?" tanya Karel pada dirinya sendiri.Dan Perempuan yang diberikan sesuatu dalam amplop itu menerimanya dengan gugup."A-apa ini?"Dari interaksinya, K
Ibrani.Shiera tidak salah melihat bahwa memang itu adalah Ibra.Bagaimana bisa Shiera melupakan wajahnya begitu saja karena Shiera sudah melihatnya dalam waktu yang lama.Jangka waktu Shiera melihat Ibra itu sama lamanya dengan saat Shiera melihat Alex.Jadi tidak mungkin Shiera salah mengenalinya karena alasannya cukup jelas.Mata yang penuh dengan kebencian itu telah mengatakan segalanya bahwa memang dia sengaja datang ke sini untuk membunuhnya.Sama persis dengan yang belum lama ini dia katakan, 'Aku diutus ke sini untuk membunuhmu.'T-tapi 'kan ... Ibra harusnya kritis? Bukankah harusnya begitu?Karena Shiera melihatnya bertabrakan dengan truk pengangkut bahan bangunan malam itu.Tapi lelaki ini jelas adalah Ibra, Ibrani Loure Halls.Tersadar, Shiera tidak ingin mempermudah apa yang diinginkan oleh Ibra, atau mengundang malaikat maut untuk datang lebih cepat sehingga dia menepis tangan Ibra sekuatnya, sebisanya.Saat tangan Ibra tak lagi berada di lehernya, Shiera berusaha menyin
“ANGKAT TANGAN! JANGAN BERGERAK!”Seketika itu, Shiera berhenti di tempat dia berniat ingin Lari. Dia tidak bisa mengambil langkah seribu seperti yang dia rencanakan karena dia sudah dikepung.Polisi datang dari empat arah mata angin sedangkan Shiera berdiri seorang diri di sini.Dia mengangkat kedua tangannya perlahan, memandang Ibra yang tidak mengatakan apapun kepadanya selain hanya melemparkan seulas seringai sebelum pergi meninggalkan teras indekos tempat Shiera berada di sini untuk tinggal dalam beberapa waktu terakhir.“IBRANIII!” teriak Shiera yang membuat Ibra berhenti lalu menoleh ke arahnya.“Apa?” tanyanya simpul saat Shiera menggertakkan rahangnya yang terasa ngilu.“Kamu datang ke sini tidak sendirian?”“Memang.”“Kenapa kamu bilang kamu akan membunuhku kalau kamu nyatanya membawa polisi untuk datang ke sini?”“Membunuh tidak harus mengakhiri nyawa seseorang, Shiera. Pertama, itu bisa dilakukan dengan cara membuat kebebasan mereka tidak kembali pada pemiliknya, lalu saat
Beberapa saat sebelum Ibra bertemu dengan Kalisha ........Sore tadi, Ibra bertemu dengan Alex yang datang mengunjunginya. Dia yang tadinya duduk santai dengan punggung yang bersandar di dipan ranjang rawat rumah sakit VIP miliknya seketika menegakkan posisi.“Pak Alex, selamat sore,” sapanya dengan kepala yang sedikit tertunduk.“Selamat sore, Ibrani. Duduklah ... jangan pergi ke mana-mana.”“Aku sudah lebih baik daripada yang kemarin kok.”“Tapi jangan beraktivitas banyak dulu karena kamu perlu waktu buat pulih.”“Terima kasih. Bagaimana Lara? Sudah bangun?”“Belum. Tolong bantu dengan doa.”“Iya, selalu.”Alex menarik kursi dan duduk di sebelah ranjang milik Ibra. “Ada yang Pak Alex pikirkan?”“Iya.”“Ceritalah ... Pak Alex ‘kan tidak punya teman cerita selain aku.”“Kamu mengejekku tidak punya teman?”“Bukan begitu maksudku.”“Terus?”“Ya ... daripada Pak Alex tidak punya bahan untuk bicara ‘kan?”“Hm ....”“Ada apa? Bilanglah padaku. Kalau misalnya aku tidak bisa melakukan banya
Meski di dalam kamar rawat Ibra bisa dikatakan ada yang sedang perlahan menumbuhkan benih cinta, yaitu antara Ibra dan juga Kalisha, di dalam rumahnya sendiri—di dalam rumah Alex—dia masuk dengan melepas coat panjang yang dia kenakan.Langkah kakinya terasa berat. Seperti ada bongkahan batu yang diikat dan dia seret sepanjang dia berjalan. Setiap memasuki rumah, dia harus menyiapkan jawaban baru untuk anak-anaknya, si kembar Neo dan Shenina karena mereka jelas akan menanyakan kabar Lara.Malam ini pun rasanya sama karena saat Alex masuk, seperginya dari kamar rawat Lara yang sekarang sedang dijaga oleh ayah dan ibunya, Jefri dan Aruan, Alex melihat Neo dan Shenina yang berlari menyambut kedatangannya.“PAPA!”Panggilan mereka selalu bersamaan saat menghadap Alex. Yang membuat Alex dengan cepat berlutut untuk mengimbangi tinggi tubuh mereka yang tak jauh lebih tinggi daripada lututnya.“Halo, Sayang.”Sejenak Alex membiarkan mereka memeluknya lebih dulu sebelum Alex mendengar tanya yan