Adrenalin shot sedang coba dilakukan untuk Lara.Waktu terasa berhenti di sekitar Alex, dia merapatkan kedua tangannya untuk berdoa agar Tuhan mengembalikan Lara. Hidupnya, apapun.Bayangkan itu, Alex yang menjuluki dirinya sebagai soerang iblis pendosa sedang berdoa.Tapi dia tahu jika doanya tidak dikabulkan. Karena Lara tidak kembali, Lara meninggalkan Alex. Detak jantungnya tidak berhasil ditemukan, adrenalin shot tidak berfungsi.“Lara, tolong jangan ....”Kepala Alex tertunduk, lunglai terkulai menemui fakta bahwa apa yang sejak awal dia takutkan terjadi. Bahwa, setelah Alex mendengar ‘Ini bisa merenggut nyawa ibu dan janin’ itu rasanya firasat Alex buruk.Dia tahu ada hal buruk yang akan mencekiknya. Dan itu adalah kehilangan Lara.“Bagaimana bisa aku hidup tanpa kamu, Lara? Kembalilah, tolong!”Rasanya Alex ingin merangsek masuk ke dalam ruangan untuk memeluk dan mencium Lara, berkata di samping telinganya dengan kalimat, ‘Bangun, Sayangku! Kita suah merencankan masa depan untu
Kembali pada hari di mana Karel melihat Shiera dan juga seorang perempuan yang tidak dia kenal di sebuah mall pada suatu sore saat dia pergi bersama dengan saudara perempuannya.....Bukan saudara kandung, tapi saudara sepupu.Dia pergi dengan Jisa, namanya. Mereka datang ke sini karena Jisa ingin membelikan hadiah untuk pacarnya yang sebentar lagi ulang tahun.Saat itu, Karel tidak sengaja melihat Shiera yang ada di dekat sebuah food court."Kasih ini nanti ke Lara!"Setidaknya begitu yang hari itu dikatakan oleh Shiera yang sampai di telinga Karel. Tadinya Karel tidak percaya dengan apa yang dia lihat bahwa itu adalah Shiera karena dia pikir Shiera tidak suka dengan bepergian ke tempat seperti ini.Tapi saat Karel memastikanya sekali lagi, dia tak salah lihat.Dia memang seorang Wimanda Shiera Dwight."Lalu apa yang dia lakukan di sini?" tanya Karel pada dirinya sendiri.Dan Perempuan yang diberikan sesuatu dalam amplop itu menerimanya dengan gugup."A-apa ini?"Dari interaksinya, K
Ibrani.Shiera tidak salah melihat bahwa memang itu adalah Ibra.Bagaimana bisa Shiera melupakan wajahnya begitu saja karena Shiera sudah melihatnya dalam waktu yang lama.Jangka waktu Shiera melihat Ibra itu sama lamanya dengan saat Shiera melihat Alex.Jadi tidak mungkin Shiera salah mengenalinya karena alasannya cukup jelas.Mata yang penuh dengan kebencian itu telah mengatakan segalanya bahwa memang dia sengaja datang ke sini untuk membunuhnya.Sama persis dengan yang belum lama ini dia katakan, 'Aku diutus ke sini untuk membunuhmu.'T-tapi 'kan ... Ibra harusnya kritis? Bukankah harusnya begitu?Karena Shiera melihatnya bertabrakan dengan truk pengangkut bahan bangunan malam itu.Tapi lelaki ini jelas adalah Ibra, Ibrani Loure Halls.Tersadar, Shiera tidak ingin mempermudah apa yang diinginkan oleh Ibra, atau mengundang malaikat maut untuk datang lebih cepat sehingga dia menepis tangan Ibra sekuatnya, sebisanya.Saat tangan Ibra tak lagi berada di lehernya, Shiera berusaha menyin
“ANGKAT TANGAN! JANGAN BERGERAK!”Seketika itu, Shiera berhenti di tempat dia berniat ingin Lari. Dia tidak bisa mengambil langkah seribu seperti yang dia rencanakan karena dia sudah dikepung.Polisi datang dari empat arah mata angin sedangkan Shiera berdiri seorang diri di sini.Dia mengangkat kedua tangannya perlahan, memandang Ibra yang tidak mengatakan apapun kepadanya selain hanya melemparkan seulas seringai sebelum pergi meninggalkan teras indekos tempat Shiera berada di sini untuk tinggal dalam beberapa waktu terakhir.“IBRANIII!” teriak Shiera yang membuat Ibra berhenti lalu menoleh ke arahnya.“Apa?” tanyanya simpul saat Shiera menggertakkan rahangnya yang terasa ngilu.“Kamu datang ke sini tidak sendirian?”“Memang.”“Kenapa kamu bilang kamu akan membunuhku kalau kamu nyatanya membawa polisi untuk datang ke sini?”“Membunuh tidak harus mengakhiri nyawa seseorang, Shiera. Pertama, itu bisa dilakukan dengan cara membuat kebebasan mereka tidak kembali pada pemiliknya, lalu saat
Beberapa saat sebelum Ibra bertemu dengan Kalisha ........Sore tadi, Ibra bertemu dengan Alex yang datang mengunjunginya. Dia yang tadinya duduk santai dengan punggung yang bersandar di dipan ranjang rawat rumah sakit VIP miliknya seketika menegakkan posisi.“Pak Alex, selamat sore,” sapanya dengan kepala yang sedikit tertunduk.“Selamat sore, Ibrani. Duduklah ... jangan pergi ke mana-mana.”“Aku sudah lebih baik daripada yang kemarin kok.”“Tapi jangan beraktivitas banyak dulu karena kamu perlu waktu buat pulih.”“Terima kasih. Bagaimana Lara? Sudah bangun?”“Belum. Tolong bantu dengan doa.”“Iya, selalu.”Alex menarik kursi dan duduk di sebelah ranjang milik Ibra. “Ada yang Pak Alex pikirkan?”“Iya.”“Ceritalah ... Pak Alex ‘kan tidak punya teman cerita selain aku.”“Kamu mengejekku tidak punya teman?”“Bukan begitu maksudku.”“Terus?”“Ya ... daripada Pak Alex tidak punya bahan untuk bicara ‘kan?”“Hm ....”“Ada apa? Bilanglah padaku. Kalau misalnya aku tidak bisa melakukan banya
Meski di dalam kamar rawat Ibra bisa dikatakan ada yang sedang perlahan menumbuhkan benih cinta, yaitu antara Ibra dan juga Kalisha, di dalam rumahnya sendiri—di dalam rumah Alex—dia masuk dengan melepas coat panjang yang dia kenakan.Langkah kakinya terasa berat. Seperti ada bongkahan batu yang diikat dan dia seret sepanjang dia berjalan. Setiap memasuki rumah, dia harus menyiapkan jawaban baru untuk anak-anaknya, si kembar Neo dan Shenina karena mereka jelas akan menanyakan kabar Lara.Malam ini pun rasanya sama karena saat Alex masuk, seperginya dari kamar rawat Lara yang sekarang sedang dijaga oleh ayah dan ibunya, Jefri dan Aruan, Alex melihat Neo dan Shenina yang berlari menyambut kedatangannya.“PAPA!”Panggilan mereka selalu bersamaan saat menghadap Alex. Yang membuat Alex dengan cepat berlutut untuk mengimbangi tinggi tubuh mereka yang tak jauh lebih tinggi daripada lututnya.“Halo, Sayang.”Sejenak Alex membiarkan mereka memeluknya lebih dulu sebelum Alex mendengar tanya yan
Alex akan pergi untuk mandi lebih dulu sebelum melihat Neo dan Shenina di dalam kamar mereka.Setidaknya ... dia ingin melunturkan kegelisahan yang ada di dalam dadanya ini untuk sebentar pergi.Meski nantinya akan kembali, Alex ingin memejamkan matanya barang hanya satu atau dua jam sebelum dia kembali untuk menemui Lara di rumah sakit nanti.Alex berdiri dari duduknya. Memandang fotonya dengan Lara yang tampak cantik yang sekarang sedang menempel di dinding. Kemudian beralih pada foto keluarga mereka yang tampak sangat bahagia. Yang senyum polos kedua anaknya malah membuat Alex merasakan lilitan sesak di dadanya semakin lama semakin menjadi-jadi.“Lara, aku tahu kamu mendengarku baik itu aku mengatakannya dari dekat atau dari kejauhan. Kamu sudah tahu kalau kami bergantung hidup padamu apapun yang terjadi, ‘kan? Melihat senyum polos anak-anak kita, atau kenangan yang kita pernah buat dengan sangat baiknya, apa kamu rela meninggalkan semua itu?”Alex menghela napasnya dan memasuki wa
Tidak sanggup. Mungkin dua kata itu yang bisa menggambarkan bagaimana keadaan Alex saat ini.Dia tidak sanggup membaca lembaran lain di dalam buku harian milik Lara yang usang. Dia menutupnya, meletakkan kembali ke dalam kotak, mengembalikannya ke tempat asal dan dia berlari pergi dari kamar. Dia menuju ke kamar Neo dan juga Shenina. Saat dia membuka kamar Neo, anak lelakinya itu tidak ada di sana.“Neo?” panggilnya yang tidak menemui hasil.Neo tidak ada di dalam kamarnya, tidak tertidur di atas ranjang seperti yang dia bayangkan.Saat Alex mencarinya ke dalam kamar mandi, Neo juga tidak ada di sana.Dia berlari untuk menuju ke kamar milik Shenina. Saat pintu terbuka lebar, dia melihat Shenina ada di sana. Dan anak lelaki yang dia cari itu juga ada di sana. Berdiri di sebelah ranjang milik Shenina dan meletakkan telapak tangannya di kening adik perempuannya itu.“Neo, kenapa, Sayang?” tanya Alex saat berjalan mendekat dan berlutut di sebelah Neo. Menghadap pada Shenina yang terbarin