Tidak sanggup. Mungkin dua kata itu yang bisa menggambarkan bagaimana keadaan Alex saat ini.Dia tidak sanggup membaca lembaran lain di dalam buku harian milik Lara yang usang. Dia menutupnya, meletakkan kembali ke dalam kotak, mengembalikannya ke tempat asal dan dia berlari pergi dari kamar. Dia menuju ke kamar Neo dan juga Shenina. Saat dia membuka kamar Neo, anak lelakinya itu tidak ada di sana.“Neo?” panggilnya yang tidak menemui hasil.Neo tidak ada di dalam kamarnya, tidak tertidur di atas ranjang seperti yang dia bayangkan.Saat Alex mencarinya ke dalam kamar mandi, Neo juga tidak ada di sana.Dia berlari untuk menuju ke kamar milik Shenina. Saat pintu terbuka lebar, dia melihat Shenina ada di sana. Dan anak lelaki yang dia cari itu juga ada di sana. Berdiri di sebelah ranjang milik Shenina dan meletakkan telapak tangannya di kening adik perempuannya itu.“Neo, kenapa, Sayang?” tanya Alex saat berjalan mendekat dan berlutut di sebelah Neo. Menghadap pada Shenina yang terbarin
"Besok pagi ya, Sayang? Sekarang Shen harus istirahat, besok pagi kita tunggu kakak Neo juga lalu kita pergi buat lihat mama. Ya?"Alex mengusap lembut pipi Shenina yang masih tampak pucat.Kepalanya yang mengangguk setidaknya menenangkan hati Alex."Baik, Papa.""Kalau begitu, Shen tidurlah dulu.""Papa.""Iya?""Bisa ... ceritakan sesuatu untuk Shen?""Cerita pengantar tidur?""Iya.""Cerita tentang apa?""Tentang apapun. Shen hanya ingin dengar suara Papa. Shen hanya ingin memastikan kalau Papa ada di sini dan tidak meninggalkan Shen.""Baiklah. Tapi pejamkan mata dulu."Anak gadisnya itu menurut, dia memejamkan matanya dan tersenyum. Mendengarkan Alex yang membuka suaranya,"Pada suatu hari, ada seorang tuan putri yang kurang beruntung, dia menikah dengan seorang pangeran sombong yang tidak tahu cara berterima kasih. Pernikahan mereka tidak bahagia. Sang putri pergi karena berpikir tidak akan pernah ada cinta di dalam sana."Alex berhenti bicara, dia memandang Shenina yang terpejam
Tidak pernah sama sekali ada keinginan seperti ini di dalam hidup Alex untuk kehilangan Lara. Ini sangat sakit, menyakitkan sekali rasanya melihatnya seperti ini. Belum banyak hal yang bisa Alex lakukan untuk Lara tetapi semuanya sudah harus berakhir?"Pak Alex!" Panggilan semua orang dia abaikan, dia tak ingin menjawab apapun."PAK ALEX!"Sebuah guncangan menyadarkan Alex yang memeluk Lara terlalu erat.Punggungnya duduk dengan tegak, jantungnya berdebar tak karuan. Berpacu memompa aliran darah dengan cepat, adrenalin mengaliri setiap detik yang dia ambil untuk harus melepas Lara.Alex memandang Lara yang terbaring d atas ranjang yang lambat laun wajahnya berubah menjadi Shenina."Shen?" panggil Alex dengan gugup.Dia menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan dan akal sehat kembali merengkuhnya.Oh, itu bukan Lara. Tapi Shenina. Dia sedang mendapat kunjungan pemeriksaan.Alex tidak berada di dalam kamar milik Lara melainkan ada di kamar Shenina.Alex meremas rambutnya, seorang peraw
Ruangan putih seperti tak ada habisnya bagi Lara. Dia lelah berjalan, dia tidak menemui jalan keluar. Semua yang ada di pandangan matanya hanya ruangan putih yang tidak kunjung selesai.‘Apa ini yang dinamakan dengan dunia bawah sadar seseorang?’Lara bertanya dalam hening. Membungkukkan sedikit badannya, letih lutut dan kakinya melangkah, seperti tanpa tujuan. Tapi dia tahu dia harus pulang.Dia rindu anak-anaknya, Neo dan juga Shenina. Dia rindu dengan Alex.Entah sudah berapa lama langkah kakinya ini menyusuri ruangan yang tidak mengantarnya kembali pada kehidupan.Lara menangis seorang diri di sini, dia dikekang kerinduan, dibelenggu keinginan akan sebuah pertemuan.Dia kembali berjalan dengan meraba perutnya yang kembali rata. Sadar bahwa anak yang dia damba itu telah pergi dalam pelukan surga.Perjalanan yang panjang ternyata membuka lebar kedua telinganya. Lara mendengar suara Alex yang mengatakan,“Aku tahu bahwa sadar atau tidak, jauh atau dekat kamu akan mendengarku, Lara. Ja
Pelukan Neo dan juga Shenina seperti obat pelipur lara bagi Lara. Kedua anaknya merengkuh Lara sebisa tangan kecil mereka menjangkaunya.Lara juga sama meneteskan air mata merasakan kebahagiaan yang terasa pasca luka yang dia terima dengan hebatnya. Rasa sakit kehilangan secara fisik dan batin masih bisa dia rasakan bahkan hingga saat ini.Dia juga sama menangisya, tak ada ubahnya dengan Alex yang sekarang berdiri di samping ranjang. Yang selama beberapa detik kemudian menyerah dan dia menunduk untuk memeluk mereka bertiga.Mengubah pagi ini menjadi haru biru atas bangunnya Lara, tempat mereka menggantungkan hidup dan tempat mereka menggantungkan harapan itu kini telah bangun dan kembali ke pelukan mereka.“Mama,” panggil Neo dan Shenina hampir bersamaan saat keadaan berangsur membaik. Saat mereka melepas pelukan mereka untuk bisa melihat wajah satu sama lain.“Iya, Sayangku?” Lara memandang mereka bergantian, menghapus air mata Neo dan Shenina dengan ibu jarinya yang terasa gemetar.
“Kamu tidak bersalah, dan jangan pernah berpikir kalau kamu yang membuat keadaan menjadi seperti ini. Kamu yang menjadi korban.”Lara memandang lurus pada mata Alex yang tampak terluka. Lara hampir tidak pernah lagi melihat mata itu tetapi pagi ini Alex kembali menjadi dirinya yang ditemukan Lara saat dia dalam keadaan cacat wajah dan lumpuh.Seolah dunia berhenti bekerja di sekitarnya, seolah tak ada lagi yang membuatnya bersemangat hidup, seolah semuanya telah berakhir.“Aku yang ... menjadi ... korban?” tanya Lara dengan terbata-bata. Alex menjawabnya dengan anggukan secepat kilat agar Lara tidak memiliki jeda untuk berpikir hal yang lainnya, atau kembali menyalahkan dirinya sendiri.“Iya. Kamu menjadi korban dari perempuan itu.”Membutuhkan waktu bagi Lara untuk mencerna siapa perempuan yang dimaksudkan oleh Alex. Apakah itu Nala?Tapi ... bukankah Lara tahu jika Nala sudah—“Shiera?” tanya Lara memperjelas dan Alex membenarkannya.“Iya. Dia yang melakukan itu.”“Kenapa? Apa karena
Setelah mengungkapkan banyak hal yang didengar bagi Lara dan juga bagi Alex, Alex meminta Lara untuk istirahat. Dengan sebuah kecupan, Alex mengantar Lara tidur dan memberinya selimut yang hangat untuk ruangan yang dingin.Alex membiarlkan Lara kembali istirahat karena memang dia baru saja melewati peristiwa yang panjang untuk bisa bangun dan sampai kepada keluarganya kembali.Bahkan, jika Alex ada di posisinya Lara pun, rasanya dia tidak bisa bertahan.Lara kuat, dia perempuan yang hebat.Mendengar cerita Lara tentang apa saja yang dia lakukan selama dia tidak bangun, Alex merinding sekujur badan. Sesepi itukah seerang yang berdiri di antara hidup dan kematian? Alex mengirim pesan pada Nina yang masih ada di dalam kamar rawat Neo dan Shenina untuk menemani Lara di dalam sini karena Alex harus pergi.Itu dia orangnya sudah datang. Alex menunggu di luar ruangan dan Nina menunduk saat tiba di depannya.“Pak Alex akan pergi?”“Iya, Bu Nina. Bisa tolong jaga Lara dulu di sini? Mama Aruan
Sedikit lebih ringan rasanya langkah kaki Alex saat dia kembali ke rumah sakit seperginya dari tempat di mana dia baru saja menemui Shiera.Alex mengusap wajahnya dengan sedikit kasar.Untuk pertama kalinya setelah beberapa minggu berlalu akhirnya dia memiliki rasa lapar.Dari yang setiap hari kenyang karena banyak pikiran, siang ini Alex merasa perutnya lapar. Ini melegakan karena akhirnya hidupnya kembali normal setelah Lara bangun dan menyapanya. Mengembalikan warna di hidupnya yang tadinya abu-abu dan di bawah cahaya remang-remang.“Ah, tadi aku lihat mama bawa makanan. Aku akan mampir dulu ke tempatnya anak-anak sebelum datang ke kamarnya Lara.Setidaknya begitu yang dipikirkan oleh Alex sampai dia baru sadar akan hal ini.“Laah? Aku ‘kan belum kasih tahu Ibrani kalau Lara sudah bangun?”Alex hampir mengeluarkan ponsel dari balik saku celananya tetapi hal itu dia urugkan karena dia berada tidak jauh dari kamar Ibra masih mendapatkan perawatan.Sehingga Alex mengayunkan kakinya ke