“Kamu tidak bersalah, dan jangan pernah berpikir kalau kamu yang membuat keadaan menjadi seperti ini. Kamu yang menjadi korban.”Lara memandang lurus pada mata Alex yang tampak terluka. Lara hampir tidak pernah lagi melihat mata itu tetapi pagi ini Alex kembali menjadi dirinya yang ditemukan Lara saat dia dalam keadaan cacat wajah dan lumpuh.Seolah dunia berhenti bekerja di sekitarnya, seolah tak ada lagi yang membuatnya bersemangat hidup, seolah semuanya telah berakhir.“Aku yang ... menjadi ... korban?” tanya Lara dengan terbata-bata. Alex menjawabnya dengan anggukan secepat kilat agar Lara tidak memiliki jeda untuk berpikir hal yang lainnya, atau kembali menyalahkan dirinya sendiri.“Iya. Kamu menjadi korban dari perempuan itu.”Membutuhkan waktu bagi Lara untuk mencerna siapa perempuan yang dimaksudkan oleh Alex. Apakah itu Nala?Tapi ... bukankah Lara tahu jika Nala sudah—“Shiera?” tanya Lara memperjelas dan Alex membenarkannya.“Iya. Dia yang melakukan itu.”“Kenapa? Apa karena
Setelah mengungkapkan banyak hal yang didengar bagi Lara dan juga bagi Alex, Alex meminta Lara untuk istirahat. Dengan sebuah kecupan, Alex mengantar Lara tidur dan memberinya selimut yang hangat untuk ruangan yang dingin.Alex membiarlkan Lara kembali istirahat karena memang dia baru saja melewati peristiwa yang panjang untuk bisa bangun dan sampai kepada keluarganya kembali.Bahkan, jika Alex ada di posisinya Lara pun, rasanya dia tidak bisa bertahan.Lara kuat, dia perempuan yang hebat.Mendengar cerita Lara tentang apa saja yang dia lakukan selama dia tidak bangun, Alex merinding sekujur badan. Sesepi itukah seerang yang berdiri di antara hidup dan kematian? Alex mengirim pesan pada Nina yang masih ada di dalam kamar rawat Neo dan Shenina untuk menemani Lara di dalam sini karena Alex harus pergi.Itu dia orangnya sudah datang. Alex menunggu di luar ruangan dan Nina menunduk saat tiba di depannya.“Pak Alex akan pergi?”“Iya, Bu Nina. Bisa tolong jaga Lara dulu di sini? Mama Aruan
Sedikit lebih ringan rasanya langkah kaki Alex saat dia kembali ke rumah sakit seperginya dari tempat di mana dia baru saja menemui Shiera.Alex mengusap wajahnya dengan sedikit kasar.Untuk pertama kalinya setelah beberapa minggu berlalu akhirnya dia memiliki rasa lapar.Dari yang setiap hari kenyang karena banyak pikiran, siang ini Alex merasa perutnya lapar. Ini melegakan karena akhirnya hidupnya kembali normal setelah Lara bangun dan menyapanya. Mengembalikan warna di hidupnya yang tadinya abu-abu dan di bawah cahaya remang-remang.“Ah, tadi aku lihat mama bawa makanan. Aku akan mampir dulu ke tempatnya anak-anak sebelum datang ke kamarnya Lara.Setidaknya begitu yang dipikirkan oleh Alex sampai dia baru sadar akan hal ini.“Laah? Aku ‘kan belum kasih tahu Ibrani kalau Lara sudah bangun?”Alex hampir mengeluarkan ponsel dari balik saku celananya tetapi hal itu dia urugkan karena dia berada tidak jauh dari kamar Ibra masih mendapatkan perawatan.Sehingga Alex mengayunkan kakinya ke
***Malam ini Lara bisa melihat keluarganya berkumpul di sini, keluarga kecilnya. Ada Alex dan anak kembar Lara yang tampak lahap makan dengan masakan yang dibawakan oleh Nina saat datang menjenguk Lara.Nina bilang jika anak-anak sengaja tidak makan di rumah karena ingin menemani Lara makan di sini.“Sudah pada habis?” tanya Lara saat melihat mereka mulai mengemasi kotak makan sedangkan Alex juga baru selesai menyuapi Lara.Alex juga sudah makan, yang paling pertama tadi karena mengeluh lapar. Dia bilang jika hari ini dia banyak makan setelah berminggu lamanya tidak memiliki selera.Mendengar keluh kesah Alex, Lara tahu apa yang sedang dirasakan oleh Alex. Karena Lara juga pernah ada di posisi tidak memiliki rasa lapar atau bahkan gairah untuk makan.Lara tahu bagaimaa rasanya memiliki beban pikiran yang besar karena lima tahun yang lalu Lara merasakannya saat dia melihat Neo dan Shenina harus masuk ke dalam NICU sesaat setelah mereka lahir hingga beberapa minggu setelahnya.Oh ... m
Ini tentang ingatan Karel akan hari di mana takdir telah mempertemukannya dengan Lara.....Karel mengenalnya dengan baik, namanya Lara. Isabella Lara Gilbert. Dia adalah salah satu mahasiswi baru paling cantik yang pernah ditemui oleh Karel semasa Karel masih menjadi ketua Badan Eksekutif Mahasiswa di kampusnya.Lara memang lupa siapa Karel pada saat pertemuan pertama mereka pada siang hari itu. Saat Lara memeriksakan kehamilannya pada Karel dan dompetnya tak sengaja jatuh.Dompet itu seperti variabel penghubung antara Karel dan juga Lara karena saat Karel mengejarnya hingga ke halte, Karel melihat Lara masih ada di sana. Tak lama setelah percakapan singkat mereka, Karel masih ingat betul dia melihat kedatangan seorang pria angkuh yang selanjutnya dia kenal sebagai suaminya Lara, Alex.Dari cara bicara mereka saja, Karel tahu betul ada yang tidak beres. Saat itu Karel berpikir dalam hati, apa ini yang membuat Lara tertekan dan tampak tidak bahagia dengan kehamilannya?Pernikahannya de
“Lara, menikahlah denganku ....”....Tak hanya sekali.Tak hanya sekali Karel mengatakan itu pada Lara.Mungkin dua kali, tiga kali, empat kali, atau tidak terhitung jumlahnya.Tetapi jawaban Lara selalu sama,“Maaf, aku tidak bisa.”“Kenapa, Lara?”“Aku tidak pantas, Dokter Karel. Aku hanya akan membebanimu kalau aku menjadi istri.”“Kenapa terbebani?”“Karena Dokter Karel adalah lelaki dari keluarga yang terhormat.”“Memangnya kamu tidak begitu?”“Tapi aku ini hamil dengan keadaan tidak diinginkan oleh lelaki lain, Dokter Karel.”“Dan aku tidak peduli dengan hal itu. Menikahlah denganku setelah anak-anakmu lahir nanti. Aku bersedia menunggumu.”Karel mengatakannya seraya memandang perut Lara yang membuncit. Usia kehamilannya kala itu menapaki tujuh bulan dengan diagnosa hamil kembar sepasang, laki-laki dan perempuan.“Maaf, aku tidak bisa.”“Meski kamu akan membesarkan anak kembarmu seorang diri?”“Iya. Aku akan lakukan itu, sebisaku. Aku hanya butuh bantuan dukungan saja. Tidak per
“Jangan menakutiku, Lara ....” pinta Alex sungguh-sungguh. Dia tidak ingin mendengar Lara mengatakan hal buruk apalagi membuatnya galau dan ketakuan.Padahal dia baru saja bisa merasakan kabahagiaan bersama Lara setelah masa yang menyakiti mereka dengan amat hebatnya.Padahal ... Lara belum keluar dari rumah sakit. Dia juga masih ada di kursi roda. Apa iya Alex harus merasakan kehilangan untuk ke dua kalinya?“Apa sih?” balas Lara saat dia menyentil hidung tinggi Alex dengan menggunakan jari telunjuknya.“Memangnya tidak begitu? Kamu tidak akan meninggalkan aku, ‘kan?”“Kamu pikir aku berpamitan pergi itu karena aku akan mati?”“Memangnya tidak begitu?” Mengulangi untuk yang ke dua kali, dengan matanya yang mengerjap beberapa kali, memastikan memang bukan itu yang diinginkan oleh Lara.Tentang pergi yang mengarah pada pergi untuk selamanya.“Bukan, Aleeex,” rengek Lara kesal seraya memukul bahu Alex dengan lirih.“Lalu apa? Aku berpikir kamu membicarakan soal pergi itu pergi yang ...
***“BHAHAHAHAK!”Ibra tidak hentinya tertawa memandang bibir Alex yang bagian atasnya terluka sehingga sekarang itu tampak seperti bibir bebek, ah ... atau haruskah Ibra menjulukinya Alex si buaya jontor?“Berhenti tertawa atau aku akan menarik bibirmu biar kita kembar!”“Sorry ... tapi Pak Alex lucu sekali.”“Haih ... bagaimana kakimu?” tanya Alex mengalihkan pembicaraan dengan membahas kaki Ibra.Mereka sedang ada di dalam kamar rawat Ibra karena Lara sedang istirahat siang hari ini,Dan kesibukan Alex saat Lara istirahat adalah mengganggu Ibra.“Baik kok. Besok aku sudah boleh keluar dari rumah sakit, Pak Alex.”“Bagus. Lara juga.”“Oh? Kami barengan?”“Iya. Karena kondisinya bagus, tinggal kontrol rutin saja.”“Aku juga.”Alex menganggukkan kepalanya lalu mengambil duduk di samping Ibra.“Lalu kita bisa sama-sama masuk ke JS Group setelah ini, Pak Alex,” ujar Ibra dan itu disetujui oleh Alex.“Iya. Kasihan papaku juga kalau kelamaan bekerja dan memikul tanggung jawab sendirian.”“