“Lara, menikahlah denganku ....”....Tak hanya sekali.Tak hanya sekali Karel mengatakan itu pada Lara.Mungkin dua kali, tiga kali, empat kali, atau tidak terhitung jumlahnya.Tetapi jawaban Lara selalu sama,“Maaf, aku tidak bisa.”“Kenapa, Lara?”“Aku tidak pantas, Dokter Karel. Aku hanya akan membebanimu kalau aku menjadi istri.”“Kenapa terbebani?”“Karena Dokter Karel adalah lelaki dari keluarga yang terhormat.”“Memangnya kamu tidak begitu?”“Tapi aku ini hamil dengan keadaan tidak diinginkan oleh lelaki lain, Dokter Karel.”“Dan aku tidak peduli dengan hal itu. Menikahlah denganku setelah anak-anakmu lahir nanti. Aku bersedia menunggumu.”Karel mengatakannya seraya memandang perut Lara yang membuncit. Usia kehamilannya kala itu menapaki tujuh bulan dengan diagnosa hamil kembar sepasang, laki-laki dan perempuan.“Maaf, aku tidak bisa.”“Meski kamu akan membesarkan anak kembarmu seorang diri?”“Iya. Aku akan lakukan itu, sebisaku. Aku hanya butuh bantuan dukungan saja. Tidak per
“Jangan menakutiku, Lara ....” pinta Alex sungguh-sungguh. Dia tidak ingin mendengar Lara mengatakan hal buruk apalagi membuatnya galau dan ketakuan.Padahal dia baru saja bisa merasakan kabahagiaan bersama Lara setelah masa yang menyakiti mereka dengan amat hebatnya.Padahal ... Lara belum keluar dari rumah sakit. Dia juga masih ada di kursi roda. Apa iya Alex harus merasakan kehilangan untuk ke dua kalinya?“Apa sih?” balas Lara saat dia menyentil hidung tinggi Alex dengan menggunakan jari telunjuknya.“Memangnya tidak begitu? Kamu tidak akan meninggalkan aku, ‘kan?”“Kamu pikir aku berpamitan pergi itu karena aku akan mati?”“Memangnya tidak begitu?” Mengulangi untuk yang ke dua kali, dengan matanya yang mengerjap beberapa kali, memastikan memang bukan itu yang diinginkan oleh Lara.Tentang pergi yang mengarah pada pergi untuk selamanya.“Bukan, Aleeex,” rengek Lara kesal seraya memukul bahu Alex dengan lirih.“Lalu apa? Aku berpikir kamu membicarakan soal pergi itu pergi yang ...
***“BHAHAHAHAK!”Ibra tidak hentinya tertawa memandang bibir Alex yang bagian atasnya terluka sehingga sekarang itu tampak seperti bibir bebek, ah ... atau haruskah Ibra menjulukinya Alex si buaya jontor?“Berhenti tertawa atau aku akan menarik bibirmu biar kita kembar!”“Sorry ... tapi Pak Alex lucu sekali.”“Haih ... bagaimana kakimu?” tanya Alex mengalihkan pembicaraan dengan membahas kaki Ibra.Mereka sedang ada di dalam kamar rawat Ibra karena Lara sedang istirahat siang hari ini,Dan kesibukan Alex saat Lara istirahat adalah mengganggu Ibra.“Baik kok. Besok aku sudah boleh keluar dari rumah sakit, Pak Alex.”“Bagus. Lara juga.”“Oh? Kami barengan?”“Iya. Karena kondisinya bagus, tinggal kontrol rutin saja.”“Aku juga.”Alex menganggukkan kepalanya lalu mengambil duduk di samping Ibra.“Lalu kita bisa sama-sama masuk ke JS Group setelah ini, Pak Alex,” ujar Ibra dan itu disetujui oleh Alex.“Iya. Kasihan papaku juga kalau kelamaan bekerja dan memikul tanggung jawab sendirian.”“
....“Kalian ngomongin apaan sih?” tanya Kalisha penasaran saat Alex keluar dari pintu ruang rawat Ibra.Yang ditanya mendengus kesal saat melemparkan punggungnya ke sandaran sofa, sedangkan Kalisha berkerut kedua alisnya karena tidak mendapatkan jawaban dari Ibra.“Biasalah, pak Alex tuh mesum.”“Jadi kamu juga begitu dong?”“Kenapa aku harus begitu, Kal?”“Karena yang diajak bicara sama pak Alex ‘kan kamu?”“Tapi aku memintanya diam. Kamu dengar ‘kan barusan?”“I-iya sih ....”“Kenapa kamu ke sini?”“Ah, tidak kok. Hanya mampir saja. Baru ketemu sama teman.”“Temanmu kerja di sini juga?”“Iya.”“Perawat?”“Iya.”“Laki-laki?”“Perempuan.”“Aku pikir laki-laki.”“Kenapa memangnya kalau laki-laki?”“Karena perawat laki-laki itu keren. Jadi aku pikir kalau sesama perawat berpasangan itu keren.”“Dan itu adalah karangan seorang Bapak Ibrani.”“Aku tidak setua itu buat kamu panggil sebagai Bapak Ibrani, Nona Kalisha.”Kalisha tertawa. Dia mendekat pada meja Ibra dan melihat kotak makan yan
***Kepulangan Lara disambut oleh senyum manis Nina, Kepala Pelayan di rumah Alex yang memberinya sebuket bunga yang sangat besar.Bunga yang warnanya soft dan mengandung banyak makna jika di-break down satu persatunya.Lara menerimanya dengan mata yang berair, Nina memeluknya saat mengatakan,“Selamat datang kembali di rumah ini, Nona Lara.”“Terima kasih, Bu Nina.”“Dengan begini, pak Alex, Neo, dan juga Shenina tidak akan menangis lagi, Nona Lara.”“Mereka sering menangis?” tanya Lara seraya menoleh pada Alex. Sedangkan Neo dan Shenina masih ada di halaman. Tertarik dengan sepeda baru yang dibelikan oleh Alex yang baru datang hari ini dan sedang diperiksa kondisinya oleh Ron, sopir mereka.“Iya, Non. Saya paling tidak tega itu kalau sudah lihat pak Alex melamun.”“Hm ... benar begitu?” Lara menoleh sekali lagi pada Alex yang mengangguk membenarkannya.“Iya, benar. Apa yang dibilang sama bu Nina benar kok. Aku harus menyangkalnya bagaimana kalau memang benar?”Alex merangkulkan tanga
“STOP!”“HENTIKAN!”Suara beberapa orang polisi wanita berusaha memisah Nala dan juga Shiera agar mereka berhenti saling jambak seperti dua anak kecil yang sedang bertengkar—meski memang benar demikian—tetapi ini karena mereka bertengkar sebab saling melempar kesalahan, dan tidak ada yang mau disalahkan.Beberapa orang polisi menggelandang Shiera serta Nala berlawanan arah karena dilihat dari manapun keduanya tidak ada yang ingin mengalah.Tidak ada yang ingin melepaskan sebelum lawan mereka dilumpuhkan.“Jangan bikin keributan!”“Kalian di sini karena kalian itu sama-sama bersalah! Tidak ada yang benar! Orang benar tempatnya bukan di sini!”Mereka membentak Shiera dan juga Nala yang rambutnya sudah berantakan seperti sarang burung. Ada rumput yang singgah di kepala mereka sebab keduanya sempat berguling dan disaksikan oleh narapidana wanita lain yang ada di sana.“Ayo ikut!”Mereka kembali digelandang, kali ini untuk menuju ke ruang pemeriksaan.Shiera yang lebih dulu pergi, selajutny
Alex terbilang ... pulang cukup larut malam hari ini. Dia mengirim pesan pada Lara bahwa dia akan memiliki pertemuan dengan beberapa temannya, pertama tepat setelah makan siang. Lalu disusul setelah jam pulang kerja. Lalu ada lagi saat menjelang makan malam.‘Sayang, aku pergi meeting sampai jam delapan malam ya? Paling lambat aku akan pulang jam sembilan.’Tapi setelah pesan itu dia kirim pada Lara, tidak ada balasan sama sekali dari Lara.Hanya tanda terkirim, tanpa tanda dibaca. Yang membuat Alex berpikir dalam hati jika Lara sedang istirahat di rumah. Atau anak-anaknya sedang tidak bisa ditinggal, mungkin ....Sehingga saat dia selesai meeting yang terakhir, dia meminta Ibra untuk segera bergegas mengantarnya. Sesampainya di rumah, dia melihat Lara yang ada di ruang tamu. Yang membuat Alex tahu seberapa besar hati baiknya.Lara ada di ruang tamu dengan keadaan terlelap. Berbantal tangan, wajahnya tampak lelah. Alex tersenyum saat mendekat dan berlutut di samping sofa. Dia memanda
“Kenapa kamu bilang begitu? Kenapa kamu bilang kalau semua ini terjadi karena ulahmu?”“Karena memang benar begitu, ‘kan?”“Tidak tuh! Aku tidak punya pikiran yang begitu padamu.”“Tapi—““Saat aku berpikir kalau hadirnya kamu adalah matahari yang tidak pernah aku sesali, bintang yang tidak ingin aku hilangkan, kenapa kamu berpikir kalau datangmu adalah sebuah kesia-siaan? Tidak, Lara ... hanya karena satu hal yang baru saja terjadi, itu tidak akan membuatku lupa semua hal yang kamu lakukan untukku.....“Berapa kali harus aku katakan? Aku berterima kasih karena kamu datang. Karena kamu membuatku bangkit padahal aku memilih untuk mati saat itu? Saat tidak ada seorang pun yang peduli dan mereka menjauhiku karena aku cacat dan lumpuh, kamu yang datang dan secara suka rela menemaniku bangkit. Kamu bersedia datang padahal hatimu masih patah. Kamu menyembuhkan aku saat aku tidak tahu cara bagaimana bisa membuatmu juga merasakan sembuh yang sama.....“Jangan berpikir yang terjadi baru saja
Lara tidak bisa menahan haru melihat api yang meliuk di atas lilin kecil pada kue black forest yang dibawa oleh Neo. “Selamat ulang tahun, Mama,” kata Shenina pertama-tama. “Ayo buat permohonan dan tiup lilinnya.” Lara dengan segera melakukan itu. Ia merapatkan tangannya dan berdoa agar kebahagiaan ini tidak pernah putus. Untuknya, untuk keluarganya. Agar mereka diberkati dalam kebahagiaan yang sempurna. Barulah setelah itu Lara menunduk, merendahkan tinggi tubuhnya untuk meniup lilinnya. Lara menerima kue dari Neo yang mengatakan, “Selamat ulang tahun untuk Mama,” katanya manis. “Tidak banyak yang Neo minta selain Mama menjadi Mama yang bahagia.” “Selamat ulang tahun, Mama,” kali ini Shenina yang berujar. “Shen juga memiliki harapan yang sama, semoga Mama tetap bahagia. Dan tetap menjadi Mama cantiknya Shen.” Lara lebih dulu meletakkan kue ulang tahun dari para kesayangannya ke atas meja makan kemudian ia memeluk si kembar yang dengan senang hati membalasnya. “Terima kasih unt
*** Merasakan dingin yang memeluknya, Lara membuka matanya dengan cepat. Napasnya tersengal bahkan setelah ia membuka matanya. Ia baru saja berpikir dirinya sedang tidur di lantai seperti lima tahun silam agar anak-anaknya bisa tidur dengan nyaman di atas ranjang. Ia menggigil, kenangan akan sulitnya masa lalu sekali lagi membuatnya terjaga dengan keadaan yang berbeda. Dulu, Lara terbangun karena dingin dan tidak nyaman, tidak ada selimut untuknya selain ia menggunakan apapun untuk menutupi tubuhnya. Tetapi sekarang ia terbangun di tempat yang nyaman dan bahkan tidak sendirian. Tangisan Sky itulah yang pasti membuat intuisi seorang ibu dalam dirinya membuka mata. Dan saat hal itu ia lakukan, Lara telah menjumpai Alex yang berdiri dan menggendong Sky. Ia tampak memandang Lara dengan hanya bibirnya saja yang bergerak seolah bertanya, ‘Kenapa kamu bangun?’ “Sky baik-baik saja?” tanya Lara lirih. Alex mengangguk, menunjukkan Sky yang kembali terlelap saat Alex menepuk lem
.... Dari tempat bulan madu Karel dan Sunny. Seperti yang sebelumnya dikatakan oleh Lara bahwa ada kemungkinan mereka memang sedang berbulan madu ... hal itu memang benar! Mereka pergi berbulan madu setelah penantian yang cukup panjang dan lama mengurus izin cuti Karel yang notabene adalah seorang dokter yang bisa dikatakan ... hm ... masih baru di tempat ia bekerja. Udara sejuk Edinburgh membelai wajah Sunny begitu ia membuka pintu geser di sebuah hotel tempat mereka menghabiskan waktu selama mereka di sini. Ia memandang ke luar dan berdiri di balkon. Pandangannya ia jatuhkan paada jalan yang tampak lengang pada hari MInggu pagi ini yang sebagian besarnya basah oleh sisa hujan. Semalam memang Edinburgh diguyur hujan. Bukan hujan deras tetapi itu cukup untuk membuat bunga kecil dan dahan pepohonan kedinginan pagi ini. “Cantik sekali pemandangan setelah hujan,” gumamnya. Meski ia sebenarnya juga suka pemandangan sebelum hujan, tetapi setelah curahan air turun dari langit ... ia
.... “Apakah Neo dan Shenina suka dengan sekolah baru mereka, Lara?” tanya Alex pada Lara yang saat ini tengah menatapnya setelah mengalihkan wajahnya dari layar ponsel yang ada di tangannya. “Aku rasa mereka senang,” jawab Lara. Memandang sekilas pada jam digital yang ada di atas meja kemudian pada Sky yang terlelap di dalam box bayi miliknya. “Karena mereka bisa bertemu dengan si kembar Zio dan Asha juga, ‘kan? Kamu ‘kan tahu kalau mereka itu bestie.” Alex tak bisa menahan senyumnya. Ia menutup laptop yang ada di pangkuannya dan meletakkannya di atas nakas yang tak jauh dari ranjang sebelum meraih ponsel Lara. “Jangan main ponsel terus! Peluk aku sekarang, hm?” Alex merengkuh pinggang Lara, membuatnya berbaring dengan nyaman saat mereka merasakan hangat di bawah satu selimut yang sama. Mereka saling memagut untuk beberapa lama sebelum Alex mengecup pipinya. “Cantik sekali ....” “Bukankah aku memang selalu cantik?” tanya Lara, menyentuh garis dagu Alex, tersenyum saat merasaka
*** . . Berhasilkah? Tidak! Tapi mungkin saja, 'kan? Pertentangan batin sedang bergejolak di dalam benak Kalisha. Ia berdiri bersandar di pintu kamar mandi di dalam kamarnya. Menggenggam sebuah test pack yang ada di tangannya. Yang baru saja ia gunakan untuk mengetes, apakah ia benar hamil ataukah tidak. Ia memang sering terlambat datang bulan. Tapi tak seperti kali ini. Ini sangat jauh dari hari biasanya. Jadi ia ingin melakukan tes. Sejak pernikahannya dengan Ibra, lebih dari satu tahun lamanya, lebih dari berbulan-bulan pula ia selalu terlambat datang bulan dan hasilnya selalu satu garis setiap ia ingin melihatnya. Dan ia tak pernah mengharap lebih soal itu. Tapi sekarang, dadanya berdebar lebih dari biasanya. Sebagai seorang perawat yang tahu betul seperti apa detak jantung normal dan detak jantung yang tidak normal, maka Kalisha akan menggolongkan ini sebagai detak jantung yang tidak normal. Berisik sekali. Berdentum. Seolah tak mau diam setiap kali tanya muncul m
Yang dilihat oleh Lara itu adalah Roy, ayahnya. Ia tak berdiri di sana sendirian melainkan bersama dengan ibunya Lara, Laras. Tak ia ketahuai berapa lama waku berjalan hingga membawa Roy ke hadapannya. Sudah tahun demi tahun berlalu, bukan? Lara memang mendengar jika hukuman untuk ayahnya itu mendapatkan keringanan karena ia berperilaku baik selama menjadi tahanan. Dan ternyata, kepulangannya itu adalah hari ini. Atau mungkin beberapa saat lebih awal dari hari ini karena setidaknya ia membutuhkan waktu untuk bersiap ke sini. Barangkali dengan meneguhkan hatinya untuk bisa menghadapi Lara. Sebab beberapa kali Lara mengunjunginya di tahanan, Roy selalu mengatakan hal yang sama. ‘Mungkin nanti Papa tidak bisa langsung menemuimu karena merasa sangat bersalah, Lara.’ Tapi sekarang dia di sini. Di hadapan Lara. Berdiri dengan tampak canggung dan air matanya mengembun membasahi pipi saat ia tersenyum dan membiarkan Lara datang guna memeluknya. “Papa ....” Lara mengulanginya sekali
*** Beberapa waktu setelah tertangkapnya Selim, Lara kemudian tahu bahwa yang dilakukan oleh pria itu jauh lebih parah daripada yang ia bayangkan. Bagaimana ia mengawasi Lara sebelum dan sesudah kembalinya ia dari luar negeri membuat Lara bergidik merinding saat Alex menceritakannya dan membawa beberapa catatan yang difoto oleh Ibra. Salah satunya juga adalah soal kegugurannya kala itu yang disebut oleh Selim sebagai 'hilangnya anak monster.' Hati Lara sakit. Ia tak pernah tahu ada orang sejahat itu yang hadir di hidupnya. Dan rasanya itu bertubi-tubi. Ingat saja berapa banyak orang yang membuatnya sengsara. Dimulai dari Nala yang kabur pada hari pernikahannya, atau Shiera yang membencinya karena menganggapnya merebut Alex. Tetapi Selim memberikan rasa tersendiri, ketakutan dan juga was-was. Lara bahkan memerlukan waktu tenang selama beberapa jam setelah Alex mengatakan itu. Ia kembali tersadar dan menepis hal tak penting yang mengganggunya itu saat melihat Sky yang miring
*** "Pulanglah, ini sudah malam," ucap Ibra saat ia merapikan lengan kemejanya dan memandang Alex yang masih berdiri di depan sandsack dengan napas yang naik turun tak beraturan. Kedua tangannya masih terbungkus oleh sarung tinju. Rambutnya tampak basah saat ia menoleh pada Ibra dengan salah satu alis yang terangkat tak percaya. "Kamu sudah mandi dari tadi?" tanya Alex memastikan. Memandang Ibra dari atas hingga ke bawah. Di dalam ruang gym, hanya ada mereka berdua. Ruangan ini disewa oleh Alex yang tidak ingin melihat ada orang lain masuk sebab sekitar tiga jam yang lalu, lepas ia pergi dari unit apartemen Selim ia harus melampiaskan kekesalannya. Saat ia meminta agar Ibra menjadwalkan ulang untuk ia bisa mengunjungi Selim dan membuatnya babak belur jilid dua, Ibra tak mengabulkannya. Alih-alih mengiyakan Alex, Ibra dengan santainya malah mengatakan, 'Tidak perlu, Pak Alex. Kita tunggu saja nanti di pengadilan. Kita ledek dia sampai dia muntah dan kesetanan. Sayang tanganmu kala
Entah berapa ratus, atau bahkan ribu banyaknya foto Lara yang ada di dalam kamar itu—selain kamar yang diyakini oleh Alex sebagai kamar utama. Pada dindingnya yang lebar itu Alex bisa menjumpai foto Lara. Jika Alex biasanya melihat hal seperti ini lumrahnya ada di film atau di drama thriller tentang seorang psikopat, tetapi kali ini Alex melihatnya ada di depan mata. Alex pernah mengatakan bahwa pria itu—Selim—memiliki pengetahuan tentang Lara sama sepertinya. Tetapi sangkaan itu harus ia tepis sekarang karena sepertinya Selim lebih banyak tahu tentang Lara. Sebab ada banyak sekali foto Lara yang tinggal di rumah lamanya, bersama dengan Neo dan Shenina yang masih kecil. Berada di depan rumah, atau sedang membeli jajanan di toko yang tak jauh dari rumahnya. Atau saat Lara mengantar mereka ke sekolah bersama dengan wanita paruh baya yang dikenal Alex sebagai pengasuh si kembar dulu, selama Lara bekerja. Ada buku yang memiliki catatan apa-apa saja yang dilakukan oleh Lara. Tanggal,