***Kepulangan Lara disambut oleh senyum manis Nina, Kepala Pelayan di rumah Alex yang memberinya sebuket bunga yang sangat besar.Bunga yang warnanya soft dan mengandung banyak makna jika di-break down satu persatunya.Lara menerimanya dengan mata yang berair, Nina memeluknya saat mengatakan,“Selamat datang kembali di rumah ini, Nona Lara.”“Terima kasih, Bu Nina.”“Dengan begini, pak Alex, Neo, dan juga Shenina tidak akan menangis lagi, Nona Lara.”“Mereka sering menangis?” tanya Lara seraya menoleh pada Alex. Sedangkan Neo dan Shenina masih ada di halaman. Tertarik dengan sepeda baru yang dibelikan oleh Alex yang baru datang hari ini dan sedang diperiksa kondisinya oleh Ron, sopir mereka.“Iya, Non. Saya paling tidak tega itu kalau sudah lihat pak Alex melamun.”“Hm ... benar begitu?” Lara menoleh sekali lagi pada Alex yang mengangguk membenarkannya.“Iya, benar. Apa yang dibilang sama bu Nina benar kok. Aku harus menyangkalnya bagaimana kalau memang benar?”Alex merangkulkan tanga
“STOP!”“HENTIKAN!”Suara beberapa orang polisi wanita berusaha memisah Nala dan juga Shiera agar mereka berhenti saling jambak seperti dua anak kecil yang sedang bertengkar—meski memang benar demikian—tetapi ini karena mereka bertengkar sebab saling melempar kesalahan, dan tidak ada yang mau disalahkan.Beberapa orang polisi menggelandang Shiera serta Nala berlawanan arah karena dilihat dari manapun keduanya tidak ada yang ingin mengalah.Tidak ada yang ingin melepaskan sebelum lawan mereka dilumpuhkan.“Jangan bikin keributan!”“Kalian di sini karena kalian itu sama-sama bersalah! Tidak ada yang benar! Orang benar tempatnya bukan di sini!”Mereka membentak Shiera dan juga Nala yang rambutnya sudah berantakan seperti sarang burung. Ada rumput yang singgah di kepala mereka sebab keduanya sempat berguling dan disaksikan oleh narapidana wanita lain yang ada di sana.“Ayo ikut!”Mereka kembali digelandang, kali ini untuk menuju ke ruang pemeriksaan.Shiera yang lebih dulu pergi, selajutny
Alex terbilang ... pulang cukup larut malam hari ini. Dia mengirim pesan pada Lara bahwa dia akan memiliki pertemuan dengan beberapa temannya, pertama tepat setelah makan siang. Lalu disusul setelah jam pulang kerja. Lalu ada lagi saat menjelang makan malam.‘Sayang, aku pergi meeting sampai jam delapan malam ya? Paling lambat aku akan pulang jam sembilan.’Tapi setelah pesan itu dia kirim pada Lara, tidak ada balasan sama sekali dari Lara.Hanya tanda terkirim, tanpa tanda dibaca. Yang membuat Alex berpikir dalam hati jika Lara sedang istirahat di rumah. Atau anak-anaknya sedang tidak bisa ditinggal, mungkin ....Sehingga saat dia selesai meeting yang terakhir, dia meminta Ibra untuk segera bergegas mengantarnya. Sesampainya di rumah, dia melihat Lara yang ada di ruang tamu. Yang membuat Alex tahu seberapa besar hati baiknya.Lara ada di ruang tamu dengan keadaan terlelap. Berbantal tangan, wajahnya tampak lelah. Alex tersenyum saat mendekat dan berlutut di samping sofa. Dia memanda
“Kenapa kamu bilang begitu? Kenapa kamu bilang kalau semua ini terjadi karena ulahmu?”“Karena memang benar begitu, ‘kan?”“Tidak tuh! Aku tidak punya pikiran yang begitu padamu.”“Tapi—““Saat aku berpikir kalau hadirnya kamu adalah matahari yang tidak pernah aku sesali, bintang yang tidak ingin aku hilangkan, kenapa kamu berpikir kalau datangmu adalah sebuah kesia-siaan? Tidak, Lara ... hanya karena satu hal yang baru saja terjadi, itu tidak akan membuatku lupa semua hal yang kamu lakukan untukku.....“Berapa kali harus aku katakan? Aku berterima kasih karena kamu datang. Karena kamu membuatku bangkit padahal aku memilih untuk mati saat itu? Saat tidak ada seorang pun yang peduli dan mereka menjauhiku karena aku cacat dan lumpuh, kamu yang datang dan secara suka rela menemaniku bangkit. Kamu bersedia datang padahal hatimu masih patah. Kamu menyembuhkan aku saat aku tidak tahu cara bagaimana bisa membuatmu juga merasakan sembuh yang sama.....“Jangan berpikir yang terjadi baru saja
***Sinar matahari pagi menyelinap masuk melalui jendela di kamar Lara. Dia membuka matanya. Padahal dia sudah bangun sejak pagi. Tapi karena anak-anaknya tadi naik ke kamar dan ikut tidur dengan Alex, akhirnya Lara kembali tertidur.Tapi apa ini?Saat Lara membuka mata hanya tinggal dia yang di sana. Entah ke mana perginya semua orang. Tidak ada Alex, tidak ada Neo, tidak ada Shenina.Lara tahu jika mereka pasti memang sengaja membiarkan Lara tidur dan istirahat.Anak kembar Lara itu semakin pintar sekarang. Mereka akan berumur genap lima tahun sebentar lagi.Mungkin itu alasannya mereka tambah pintar selain karena mereka sudah masuk sekolah Taman Kanak-kanak."Ke mana mereka?" tanya Lara pada diri sendiri.Dia berjalan menuju ke arah balkon setelah membuka jendelanya.Sapuan angin sejuk dari timur membuat Lara tersenyum. Pagi memang tidak pernah dusta untuk sebuah janji akan hidup yang baru.Pagi selalu setia datang entah dalam hitungan ke berapa di dalam hidup Lara.Hatinya seperti
“ALEEEEXX!”Lara berteriak kesal saat memukuli dada Alex, setelah mereka berdua terjun ke dalam kolam renang dengan Alex yang mengangkat Lara tanpa beban.“Apa, Sayang?” Alex bertanya pada Lara yang tubuhnya sudah basah semua, rambutnya juga. Dia tidak selamat dari kebasahan sebab masuk ke dalam perairan.“Kamu kalau mau kesal padaku tidak bisa loh, Lara!” ucap Alex saat dia menyentil hidung Lara yang melewatinya dengan cara berenang menepi.Yang sebanarnya tidak bisa dikatakan sebagai renang juga karena Lara sedang tidak menengakan pakaian renang.“Kenapa aku tidak bisa kesal padamu?”“Karena anak-anak senang lihat kamu ikut renang sama mereka.”Dagu Alex mengedik pada Neo dan Shenina yang malah dengan senangnya berenang berputar,“Kamu mau menggunakan anak-anak buat melindungi dirimu?” tanya Lara balik dan Alex mengangguk menjawabnya dengan tanpa beban.“Iya. Kalau iya kamu mau apa?”Alex belum sempat menjawab Lara karena dia mendengar suara Neo yang lebih dulu mengatakan,“Tapi Pap
Setelah renang, Lara melihat anak-anak yang bercanda di ruang tengah, energi yang sepertinya tidak akan habis untuk empat belas jam yang akan datang itu ternyata sudah dalam status low-bat. Karena Lara yang berjalan untuk menuju ke ruang tengah tidak menjumpai di mana mereka.“Lah? Pada ke mana?” bertanya bimbang seorang diri, menengok ke kiri dan juga ke kanan karena tidak menjumpai siapapun selain dirinya sendiri dan guci besar yang ada di sudut ruanan.“Non?” sapa Nina yang datang dari sisi kanan Lara.“Bu Nina, di mana anak-anak? Barusan kayaknya aku lihat mereka di sini?”“Oh, tadi sudah ketiduran di sini, Non. Terus pak Alex gendongin mereka masuk ke kamar.”Lara mengikuti pandang ke mana mata Nina tertuju, dan saat Nina selesai bicara, yang namanya baru saja mereka ucapkan datang berjalan mendekat seraya bertanya,“Ada apa?”Alex.Dia berhenti di samping Lara dan merangkulkan tangannya di pinggangnya. Lara menggeleng lirih saat menjawab dengan,“Tidak kok. Hanya mencari anak-an
Kiss me gently.Kiss me deeply.Kiss me softly.Sebuah kalimat yang membuat Alex menatap Lara dengan matanya yang sekelam malam tetapi dari sudut pandang Lara yang berada di bawah sini, dia tampak sayu.Saat seperti itu, Lara tahu jika Alex sedang dalam tahap menyerahkan apapun untuknya.Dia akan memberikan hati dan waktunya agar demi Lara tetap mengatakan hal yang manis—sebab Lara tipe yang jarang mengatakan hal seperti itu.“Kamu memintaku untuk menciummu?”“Iya. Kamu tidak mau?”“Tidak mau.”“Ya sudah sih kalau tidak—““Tidak mau menolak karena aku bukan hanya akan menciummu, Lara.”“Lalu?”“Aku akan menciummu, dan membuatmu bahagia pagi ini.”“Bahagia yang seperti apa?”“Oh, c‘mon ... kamu tahu jawabannya.”“Tidak, aku tidak tahu,” ucap Lara lirih saat menyentil dagu Alex yang kepalanya sekilas miring ke kiri.“Kalau begitu bagaimana kalau kita mulai saja dari sekarang?”“Apanya, Alex?”‘hal membahagiakan yang bisa kamu rasakan.”Mata Lara terpejam saat Alex kambali menjatuhkan bi