Setelah renang, Lara melihat anak-anak yang bercanda di ruang tengah, energi yang sepertinya tidak akan habis untuk empat belas jam yang akan datang itu ternyata sudah dalam status low-bat. Karena Lara yang berjalan untuk menuju ke ruang tengah tidak menjumpai di mana mereka.“Lah? Pada ke mana?” bertanya bimbang seorang diri, menengok ke kiri dan juga ke kanan karena tidak menjumpai siapapun selain dirinya sendiri dan guci besar yang ada di sudut ruanan.“Non?” sapa Nina yang datang dari sisi kanan Lara.“Bu Nina, di mana anak-anak? Barusan kayaknya aku lihat mereka di sini?”“Oh, tadi sudah ketiduran di sini, Non. Terus pak Alex gendongin mereka masuk ke kamar.”Lara mengikuti pandang ke mana mata Nina tertuju, dan saat Nina selesai bicara, yang namanya baru saja mereka ucapkan datang berjalan mendekat seraya bertanya,“Ada apa?”Alex.Dia berhenti di samping Lara dan merangkulkan tangannya di pinggangnya. Lara menggeleng lirih saat menjawab dengan,“Tidak kok. Hanya mencari anak-an
Kiss me gently.Kiss me deeply.Kiss me softly.Sebuah kalimat yang membuat Alex menatap Lara dengan matanya yang sekelam malam tetapi dari sudut pandang Lara yang berada di bawah sini, dia tampak sayu.Saat seperti itu, Lara tahu jika Alex sedang dalam tahap menyerahkan apapun untuknya.Dia akan memberikan hati dan waktunya agar demi Lara tetap mengatakan hal yang manis—sebab Lara tipe yang jarang mengatakan hal seperti itu.“Kamu memintaku untuk menciummu?”“Iya. Kamu tidak mau?”“Tidak mau.”“Ya sudah sih kalau tidak—““Tidak mau menolak karena aku bukan hanya akan menciummu, Lara.”“Lalu?”“Aku akan menciummu, dan membuatmu bahagia pagi ini.”“Bahagia yang seperti apa?”“Oh, c‘mon ... kamu tahu jawabannya.”“Tidak, aku tidak tahu,” ucap Lara lirih saat menyentil dagu Alex yang kepalanya sekilas miring ke kiri.“Kalau begitu bagaimana kalau kita mulai saja dari sekarang?”“Apanya, Alex?”‘hal membahagiakan yang bisa kamu rasakan.”Mata Lara terpejam saat Alex kambali menjatuhkan bi
“S-selamat pagi, Om, Tante,” ucap Ibra pada akhirnya setelah mencoba mengumpulkan wajahnya yang tadinya sudah disobek mejadi lima belas bagian, bahkan sekarang di mana hidungnya pun Ibra tidak tahu letaknya.Dia malu setengah mati, hingga ke ubun-ubun. Semenjak tadi tak ada hentinya mengumpati diri sendiri dengan segala bentuk umpatan dan isi kebun binatang. Tetapi hal itu dia urungkan sebab dia harus menjadi lelaki baik hati di pertemuan pertamanya dengan orang tuanya Kalisha.“Selamat pagi,” Mereka membalas sapaan Ibra dengan menahan tawa.“Maaf, perut saya sakit karena saking gugupnya,” aku Ibra dengan tak bisa menyembunyikan kedua telinganya yang memerah.Untungnya—padahal sudah apes tetapi dia masih bisa mengatakan untung—kentutnya itu tidak bau. Jika bau seperti bangkai beruk Madagaskar, entah apa yang harus dia lakukan. Mungkin dia akan memilih untuk melebur seperti kentut sekalian, agar tidak lagi muncul di muka bumi ini, hilang dibawa oleh udara.“Tidak apa-apa. Kalau gugup
Setelah melewati beberapa percakapan yang membat mereka menghabiskan waktu sedikit lebih lama di rumah, Ibra pergi ke luar bersama dengan Kalisha.Tidak begitu jauh, sebab siang hari terasa terik.Tetapi sebuah tujuan membuat Ibra mengingat bahwa dulu perjalanan pertama seseoang yang ingin dekat dengan keluarganya juga dimulai dari sini.Fantasy World namanya, tempat di mana dulu Ibra mengantar keluarga Alex untuk pergi, sekarang sendirinyalah yang pergi.Dulu dia melihat Alex yang menggunakan tongkat saat berjalan berbahagia dengan keluarga kecinya yang tercerai-berai, waktu berlalu ternyata mereka menemukan kebahagiaan mereka.Kemudian, sekarang adalah Ibra yang datang. Dia datang bersama dengan Kalisha untuk memulai hubungan dan menapakinya pergi arah yang serius.“Kamu suka tempat ini tidak? Dulu aku mengantar Pak Alex pergi ke tempat ini loh.”“Kamu sedekat itu ya sama pak Alex?” tanya Kalisha balik pada Ibra yang mengangguk membenarkannya.“Begitulah, Kal. Kamu sendiri ... perna
Biar bagaimanapun, bukankah seseorang wajib menjawab jika dipanggil.Hal yang sama yang juga dilakukan oleh Kalisha saat lelaki yang merupakan mantan tunangannya itu memanggilnya, tepat setelah Kalisha dan juga Ibra berjalan untuk menjauhi mereka karena ingin naik ke salah satu wahana yang ada di Fantasy World.“Kalisha,” panggil lelaki itu sekali lagi.Ibra pun mendengarnya.Dia juga menoleh, tetapi hal pertama yang dia lakukan adalah memastikan pada Kalisha bahwa dia tidak keberatan untuk berhadapan dengannya.Ini dia manusianya mendekat.Dia datang bersama dengan anak dan istrinya. Anak lelakinya yang berumur sektar enam tahun itu memandang Kalisha dan mungkin meraba di dalam ingatannya, ‘Di mana mereka pernah berjumpa?’“Kamu di sini?” tanya lelaki itu.Dia tampak mengamati Kalisha dengan kedua matanya yang sendu.Dari sudut pandang Ibra yang serang lelaki, Ibra tahu jika masih ada cinta yang tersisa di matanya—meski cinta itu adalah cinta yang terlarang.“Iya,” jawab Kalisha deng
***The Hemera Hotel.Waktu menunjukkan sekitar pukul tiga sore lewat beberapa menit.Ini adalah salah satu hotel milik JS Group yang cukup terkenal selain The Suncity Hotel yang kapan hari dijadikan oleh Alex dsn Lara sebagai tenpat resepsi tertutup mereka.Apa yang istimewa dari hotel ini?Rasa nyaman, harga yang seimbang dengan fasilitas yang ditawarkan. Dimulai dari harga yang murah tetapi juga membuat semua orang bisa melepas penat dan juga letih mereka dalam perjalanan yang panjang.Hingga harga yang paling mahal yang menawarkan banyak fasilitas yang lebih berkelas bersama The Hemera.Tapi, salah satu fasilitasnya sekarang sedang disewa oleh pemiliknya sendiri.Alex.Dia ada di salah satu kolam renang di dalam The Hemera sore ini. Dia tidak sendirian melainkan bersama dengan Lara.Renang?Iya, benar. Mereka renang, baru saja masuk ke dalam kolam setelah mereka selesai melakukan sesuatu.Apa yang mereka lakukan memangnya?Ini tentang hal yang beberapa waktu lalu dipikirkan oleh L
Karel.Rasanya takdir berulang kali tak sengaja menjumpakannya pada bagaimana kemesraan Alex dan juga Lara. Atau mungkin, memang ini cara yang sengaja dibuat Tuhan untuk membuka matanya. Bahwa Lara dan Alex adalah sepasang suami dan istri yang tak bisa dia pisahkan.Bahwa cinta yang dia rasakan ini adalah cinta yang bertepuk sebelah tangan.Karel ada di sini, di sebuah hotel milik JS Group yang dia jadikan sebagsi tempat reuni antar teman Sekolah Menengah Atasnya.Karel tersesat di sebuah lantai, dia tidak bisa menemukan lokasi di mana teman-temannya berkumpul sehingga dia ada di sini, langkah membawanya untuk melihat dengan kedua bola matanya sendiri, Lara yang sedang berenang dengan Alex.Lara tampak sangat bahagia saat dia berbicara dengan Alex.Karel tak menjumpai lagi Lara yang diselubungi duka seperti beberapa saat yang lalu. tetapi Lara yang cantik, bunga paling cantik yang pernah dia lihat.Lara tertawa dan bercanda bersama dengan Alex, memeluknya, memberi cuman yang manis di
Menghindari Alex?Hm ... rasanya Lara tak akan bisa lakukan itu. Niat Lara adalah menghindar dari Alex atas tanyanya yang berkaitan dengan yang manakah yang akan Lara pilih. Apakah itu yang atas, yang bawah, ataukah yang tengah.Tapi katakan bagaimana caranya dia lakukan itu jika—“Jangan berpaling, Lara-ku yang manis!”Jari Alex menahan dagu Lara agar dia tidak menghindari tatapannya.“Lihat di sini! Jest ada di sini, tidak di manapun.”Alex tersenyum di hadapan Lara yang kedua pipinya memerah. “Kamu memilih yang mana ini? Hm?”Matanya masih mengamati Lara dengan tatapannya yang seduktif.“Apa sih? Aku tidak memilih yang manapun.”“Kalau begitu biar aku saja yang tentukan karena kamu bingung memilih yang mana, ‘kan?” tanya Alex dengan menurunkan handuk kimono yang ada di bagian atas tubuhnya.Mempertontonkan bagaimana lebar bahunya yang Lara sangat suka saat Alex dalam mode seduktif seperti ini.Lara melihat matanya yang sudah dipenuhi oleh kabut hasrat yang memenuhi setiap sisi, ta
Lara tidak bisa menahan haru melihat api yang meliuk di atas lilin kecil pada kue black forest yang dibawa oleh Neo. “Selamat ulang tahun, Mama,” kata Shenina pertama-tama. “Ayo buat permohonan dan tiup lilinnya.” Lara dengan segera melakukan itu. Ia merapatkan tangannya dan berdoa agar kebahagiaan ini tidak pernah putus. Untuknya, untuk keluarganya. Agar mereka diberkati dalam kebahagiaan yang sempurna. Barulah setelah itu Lara menunduk, merendahkan tinggi tubuhnya untuk meniup lilinnya. Lara menerima kue dari Neo yang mengatakan, “Selamat ulang tahun untuk Mama,” katanya manis. “Tidak banyak yang Neo minta selain Mama menjadi Mama yang bahagia.” “Selamat ulang tahun, Mama,” kali ini Shenina yang berujar. “Shen juga memiliki harapan yang sama, semoga Mama tetap bahagia. Dan tetap menjadi Mama cantiknya Shen.” Lara lebih dulu meletakkan kue ulang tahun dari para kesayangannya ke atas meja makan kemudian ia memeluk si kembar yang dengan senang hati membalasnya. “Terima kasih unt
*** Merasakan dingin yang memeluknya, Lara membuka matanya dengan cepat. Napasnya tersengal bahkan setelah ia membuka matanya. Ia baru saja berpikir dirinya sedang tidur di lantai seperti lima tahun silam agar anak-anaknya bisa tidur dengan nyaman di atas ranjang. Ia menggigil, kenangan akan sulitnya masa lalu sekali lagi membuatnya terjaga dengan keadaan yang berbeda. Dulu, Lara terbangun karena dingin dan tidak nyaman, tidak ada selimut untuknya selain ia menggunakan apapun untuk menutupi tubuhnya. Tetapi sekarang ia terbangun di tempat yang nyaman dan bahkan tidak sendirian. Tangisan Sky itulah yang pasti membuat intuisi seorang ibu dalam dirinya membuka mata. Dan saat hal itu ia lakukan, Lara telah menjumpai Alex yang berdiri dan menggendong Sky. Ia tampak memandang Lara dengan hanya bibirnya saja yang bergerak seolah bertanya, ‘Kenapa kamu bangun?’ “Sky baik-baik saja?” tanya Lara lirih. Alex mengangguk, menunjukkan Sky yang kembali terlelap saat Alex menepuk lem
.... Dari tempat bulan madu Karel dan Sunny. Seperti yang sebelumnya dikatakan oleh Lara bahwa ada kemungkinan mereka memang sedang berbulan madu ... hal itu memang benar! Mereka pergi berbulan madu setelah penantian yang cukup panjang dan lama mengurus izin cuti Karel yang notabene adalah seorang dokter yang bisa dikatakan ... hm ... masih baru di tempat ia bekerja. Udara sejuk Edinburgh membelai wajah Sunny begitu ia membuka pintu geser di sebuah hotel tempat mereka menghabiskan waktu selama mereka di sini. Ia memandang ke luar dan berdiri di balkon. Pandangannya ia jatuhkan paada jalan yang tampak lengang pada hari MInggu pagi ini yang sebagian besarnya basah oleh sisa hujan. Semalam memang Edinburgh diguyur hujan. Bukan hujan deras tetapi itu cukup untuk membuat bunga kecil dan dahan pepohonan kedinginan pagi ini. “Cantik sekali pemandangan setelah hujan,” gumamnya. Meski ia sebenarnya juga suka pemandangan sebelum hujan, tetapi setelah curahan air turun dari langit ... ia
.... “Apakah Neo dan Shenina suka dengan sekolah baru mereka, Lara?” tanya Alex pada Lara yang saat ini tengah menatapnya setelah mengalihkan wajahnya dari layar ponsel yang ada di tangannya. “Aku rasa mereka senang,” jawab Lara. Memandang sekilas pada jam digital yang ada di atas meja kemudian pada Sky yang terlelap di dalam box bayi miliknya. “Karena mereka bisa bertemu dengan si kembar Zio dan Asha juga, ‘kan? Kamu ‘kan tahu kalau mereka itu bestie.” Alex tak bisa menahan senyumnya. Ia menutup laptop yang ada di pangkuannya dan meletakkannya di atas nakas yang tak jauh dari ranjang sebelum meraih ponsel Lara. “Jangan main ponsel terus! Peluk aku sekarang, hm?” Alex merengkuh pinggang Lara, membuatnya berbaring dengan nyaman saat mereka merasakan hangat di bawah satu selimut yang sama. Mereka saling memagut untuk beberapa lama sebelum Alex mengecup pipinya. “Cantik sekali ....” “Bukankah aku memang selalu cantik?” tanya Lara, menyentuh garis dagu Alex, tersenyum saat merasaka
*** . . Berhasilkah? Tidak! Tapi mungkin saja, 'kan? Pertentangan batin sedang bergejolak di dalam benak Kalisha. Ia berdiri bersandar di pintu kamar mandi di dalam kamarnya. Menggenggam sebuah test pack yang ada di tangannya. Yang baru saja ia gunakan untuk mengetes, apakah ia benar hamil ataukah tidak. Ia memang sering terlambat datang bulan. Tapi tak seperti kali ini. Ini sangat jauh dari hari biasanya. Jadi ia ingin melakukan tes. Sejak pernikahannya dengan Ibra, lebih dari satu tahun lamanya, lebih dari berbulan-bulan pula ia selalu terlambat datang bulan dan hasilnya selalu satu garis setiap ia ingin melihatnya. Dan ia tak pernah mengharap lebih soal itu. Tapi sekarang, dadanya berdebar lebih dari biasanya. Sebagai seorang perawat yang tahu betul seperti apa detak jantung normal dan detak jantung yang tidak normal, maka Kalisha akan menggolongkan ini sebagai detak jantung yang tidak normal. Berisik sekali. Berdentum. Seolah tak mau diam setiap kali tanya muncul m
Yang dilihat oleh Lara itu adalah Roy, ayahnya. Ia tak berdiri di sana sendirian melainkan bersama dengan ibunya Lara, Laras. Tak ia ketahuai berapa lama waku berjalan hingga membawa Roy ke hadapannya. Sudah tahun demi tahun berlalu, bukan? Lara memang mendengar jika hukuman untuk ayahnya itu mendapatkan keringanan karena ia berperilaku baik selama menjadi tahanan. Dan ternyata, kepulangannya itu adalah hari ini. Atau mungkin beberapa saat lebih awal dari hari ini karena setidaknya ia membutuhkan waktu untuk bersiap ke sini. Barangkali dengan meneguhkan hatinya untuk bisa menghadapi Lara. Sebab beberapa kali Lara mengunjunginya di tahanan, Roy selalu mengatakan hal yang sama. ‘Mungkin nanti Papa tidak bisa langsung menemuimu karena merasa sangat bersalah, Lara.’ Tapi sekarang dia di sini. Di hadapan Lara. Berdiri dengan tampak canggung dan air matanya mengembun membasahi pipi saat ia tersenyum dan membiarkan Lara datang guna memeluknya. “Papa ....” Lara mengulanginya sekali
*** Beberapa waktu setelah tertangkapnya Selim, Lara kemudian tahu bahwa yang dilakukan oleh pria itu jauh lebih parah daripada yang ia bayangkan. Bagaimana ia mengawasi Lara sebelum dan sesudah kembalinya ia dari luar negeri membuat Lara bergidik merinding saat Alex menceritakannya dan membawa beberapa catatan yang difoto oleh Ibra. Salah satunya juga adalah soal kegugurannya kala itu yang disebut oleh Selim sebagai 'hilangnya anak monster.' Hati Lara sakit. Ia tak pernah tahu ada orang sejahat itu yang hadir di hidupnya. Dan rasanya itu bertubi-tubi. Ingat saja berapa banyak orang yang membuatnya sengsara. Dimulai dari Nala yang kabur pada hari pernikahannya, atau Shiera yang membencinya karena menganggapnya merebut Alex. Tetapi Selim memberikan rasa tersendiri, ketakutan dan juga was-was. Lara bahkan memerlukan waktu tenang selama beberapa jam setelah Alex mengatakan itu. Ia kembali tersadar dan menepis hal tak penting yang mengganggunya itu saat melihat Sky yang miring
*** "Pulanglah, ini sudah malam," ucap Ibra saat ia merapikan lengan kemejanya dan memandang Alex yang masih berdiri di depan sandsack dengan napas yang naik turun tak beraturan. Kedua tangannya masih terbungkus oleh sarung tinju. Rambutnya tampak basah saat ia menoleh pada Ibra dengan salah satu alis yang terangkat tak percaya. "Kamu sudah mandi dari tadi?" tanya Alex memastikan. Memandang Ibra dari atas hingga ke bawah. Di dalam ruang gym, hanya ada mereka berdua. Ruangan ini disewa oleh Alex yang tidak ingin melihat ada orang lain masuk sebab sekitar tiga jam yang lalu, lepas ia pergi dari unit apartemen Selim ia harus melampiaskan kekesalannya. Saat ia meminta agar Ibra menjadwalkan ulang untuk ia bisa mengunjungi Selim dan membuatnya babak belur jilid dua, Ibra tak mengabulkannya. Alih-alih mengiyakan Alex, Ibra dengan santainya malah mengatakan, 'Tidak perlu, Pak Alex. Kita tunggu saja nanti di pengadilan. Kita ledek dia sampai dia muntah dan kesetanan. Sayang tanganmu kala
Entah berapa ratus, atau bahkan ribu banyaknya foto Lara yang ada di dalam kamar itu—selain kamar yang diyakini oleh Alex sebagai kamar utama. Pada dindingnya yang lebar itu Alex bisa menjumpai foto Lara. Jika Alex biasanya melihat hal seperti ini lumrahnya ada di film atau di drama thriller tentang seorang psikopat, tetapi kali ini Alex melihatnya ada di depan mata. Alex pernah mengatakan bahwa pria itu—Selim—memiliki pengetahuan tentang Lara sama sepertinya. Tetapi sangkaan itu harus ia tepis sekarang karena sepertinya Selim lebih banyak tahu tentang Lara. Sebab ada banyak sekali foto Lara yang tinggal di rumah lamanya, bersama dengan Neo dan Shenina yang masih kecil. Berada di depan rumah, atau sedang membeli jajanan di toko yang tak jauh dari rumahnya. Atau saat Lara mengantar mereka ke sekolah bersama dengan wanita paruh baya yang dikenal Alex sebagai pengasuh si kembar dulu, selama Lara bekerja. Ada buku yang memiliki catatan apa-apa saja yang dilakukan oleh Lara. Tanggal,