Nala menjadi tawanan. Dia terbelenggu obsesi Daniel yang kini malah menempatkannya di dalam kamar.Rumahnya besar tetapi dia terpenjara di dalam sepetak kamar yang tak terlalu luas.“Brengsek ... dia menjebakku ternyata?”....Di luar, Daniel melihat pintu ruangan berdaun dua itu tertutup. Rahangnya menggertak. Keinginan memiliki Nala sangat besar. Obsesi rasanya bisa mengalahkan apapun di dalam dirinya.Tetapi dia tak bisa lakukan itu. Dia tidak bisa lakukan itu.Dia tidak bisa mengedepankan obsesinya terhadap Nala. Karena dia terikat kesepakatan dengan Alex.Yang jika dia mengingkarinya, dia akan hancur.Apa yang dia sepakati dengan Alex sebenarnya?....Kembali pada beberapa saat sebelumnya. Ini tentang ingatan Daniel yang kala itu mendapatkan panggilan dari Alex.....Malam itu, dia baru saja masuk ke dalam rumahnya setelah bertemu dengan beberapa rekan bisnisnya. Dia menuju ke dapur dan mengambil sebotol minuman beralkohol untuk melepaskan lelahnya yang rasanya hingga ke ubun-ubun
“Nanti kalau anak-anak belum tidur, kamu mau pakai baju seksi yang kemarin aku belikan?”Bisikan yang singgah di telinga Lara membuatnya merinding setengah mati.Itu karena Alex seperti sengaja membuat Lara salah tingkah sebab mereka masih ada di kursi belakang mobil yang dikemudikan oleh Jack.“Apa sih ah!”Lara berusaha menghindari Alex karena dia tidak yakin apakah yang dikatakan oleh Alex barusan itu dapat di dengar oleh jack ataukah tidak.“Kamu mendengarnya, Lara. Kenapa kamu harus bertanya untuk yang ke dua? Apa memang membuatku mengatakan kalimat yang ke dua itu adalah hobi kamu?”Lara mengerjapkan matanya beberapa kali, sedangkan Alex tersenyum dan matanya tampak sangat berbinar menyadari Lara gugup di waktu yang dia inginkan—yang sebenarnya itu adalah waktu yang tidak tepat sebab mereka masih ada di jalan.“Alex ... beri jarak sedikit loh!”Lara mencoba membuat jarak di antara mereka sebab Alex yang duduk di sisi kanan sangat memakan tempat dengan membuat Lara terdesak di sin
Mendengar yang dikatakan oleh Ibra membuat Alex dengan cepat memalingkan wajahnya, mengambil tisu yang ada di atas meja untuk menghapusnya begitu juga dengan Lara yang malunya sampai ke ubun-ubun.“Haih ... aku baru bangun tapi malah disuguhi sama sisa-sisa adegan dewasa begini?”Ibra menggelengkan kepalanya sejenak sebelum Alex dan Lara kembali menghadapnya.Tapi, melihat Lara dan Alex berdiri di sini baik-baik saja setidaknya membuat Ibra bahagia.Sebab ini artinya tidak ada hal yang buruk terjadi pada mereka.“Pak Alex sama Lara baik-baik saja?”Sebuah pertanyaan yang membuat kedua bahu Lara dan juga Alex jatuh secara bersamaan.“Serius? Kamu tanya begitu?” tanya Alex balik saat Ibra menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Kenapa memangnya?”“Cuma kamu manusia yang baru saja hampir kehilangan nyawa tapi malah tanya apa kami baik-baik saja pada manusia yang segar bugar sehat walafiat di sini.”Ejekannya membuat Lara tertawa, begitu juga dengan Ibra.“Aku hanya khawatir karena aku belu
Lara tidak berhenti tersenyum melihat wajah Alex yang kagum dengan pengalaman pertamanya ini.“Kamu suka?”Bahkan tanya dari Lara dia abaikan begitu saja karena Alex sibuk merasakan gerakan anak di dalam kandungannya.Anak yang dia damba akan dia rawat bersama dengan Lara kali ini.“Suka.”Barulah menjawab pasca mungkin satu abad hampir terlewati.“Apa dia bisa mendengar apa yang kita katakan di sini?” tanya Alex penasaran. Mengikuti ke mana gerakan anak di dalam kandungan Lara pergi. Jika sebelumnya di sisi kanan, sekarang berpindah di sekitar pusar.“Bisa. Makanya kita diminta mendengarkan musik yang bagus. Karena itu akan menstimulasi perkembangannya di dalam kandungan. Apalagi kalau dia juga memberikan reaksi yang bagus dengan bergerak.”“Kalau dia tidak bergerak dan diam saja? Apa artinya dia tidak mendengar?”“Masih mendengar. Tapi mungkin di dalam perut dia sedang tertidur.”“Hm ... dia bisa tidur juga di dalam perut kamu?”“Bisa, Alex ... sangat bisa. Nanti kalau dia memasuki m
Siapa dia? Tidak tahu! Jangan tanya Ibrani!Dia sibuk terpukau dengan seseorang yang ada di depannya ini. Yang sebelah tangannya sedang terarah pada Ibra, menyerahkan ponsel yang baru saja dia jatuhkan.“Ah iya, ini punyaku.”Perempuan itu tersenyum. Ibra bisa melihat nama yang tertulis di name tag yang ada di dadanya. Kalisha, Zea Mays Kalisha Gou.Dia seorang perawat.“Mintalah bantuan kalau kamu memang butuh bantuan. Ada banyak orang di sekitar sini. Kamu tidak hidup sendirian.”“Terima kasih.”“Kamu perlu kembali ke kamarmu? Atau memang menunggu seseorang buat datang?”“E ... itu, iya menunggu ayahku yang akan datang sebentar lagi.”“Mau menunggu di sini atau kembali ke kamar rawat? Aku bisa mengantarmu.”“Boleh.”Langsung saja keluar dari bibirnya tanpa banyak drama ‘ba bi bu’ karena Ibra terpesona dengannya yang sangat cantik.Sejak kapan ada perawat secantik ini? Sejak kapan ada manusia yang bisa telihat seperti boneka?Hm ... mungkin Ibra pernah melihatnya. Perempuan seputih
....Beberapa saat sebelum Alex melihat Lara yang kesakitan dan dipeluk oleh Nina di lantai dapur.....Lara senang karena dia baru pulang dari jadwal USG rutinnya. Mereka mengambil jadwal dokter yang sore karena Alex mengatakan dia tidak ingin bertemu dengan Karel.Baiklah ... tidak ada beban bagi Lara untuk menuruti keinginannya. Lara melihat calon anaknya yang ada di dalam kandungan.Tumbuh dengan baik, dengan rahim yang sehat. Semuanya baik. Meski ada satu hal yang tidak seperti keinginan mereka, yaitu tentang anak kembar seperti Neo dan Shenina karena kehamilannya kali ini kehamilan tunggal.Tidak apa-apa ....Karena Lara suka apapun yang diberikan oleh Tuhan.Baik itu laki-laki ataukah perempuan, Lara suka. Alex pun sudah pernah mengatakan jika rasa cintanya kepada Lara atau pada bayi mereka tidak akan berubah baik itu laki-laki atau perempuan. “Aku haus,” ucapnya saat dia memasuki rumah. Mengatakannya pada Alex yang menganggukkan kepala agar sebaiknya dia minum lebih dulu.Lar
Alex lupa saat-saat dia mengangkat Lara bangun dari posisinya dan meminta Nina untuk mengikutinya pergi ke depan. Alex sampai di luar rumah dengan mobil yang sudah siap di depan teras. Mobil yang belum lama ini mereka gunakan dengan bahagia untuk pergi USG tetapi dalam waktu kurang dari satu jam mobil ini akan mengantar mereka untuk menyaksikan duka sebab mereka akan kehilangan kebahagiaan itu.Tentang kehamilan, tentang harapan mereka, tentang seorang anak yang mereka damba. Seorang anak yang diinginkan oleh Alex nanti akan dia rawat bersama dengan Lara.Alex membawa Lara masuk ke dalam mobil.Dia tak kuasa melarang Neo dan Shenina agar tidak ikut karena dua anaknya itu ingin melihat dan memastikan mama mereka baik-baik saja.Alhasil, mereka ikut dengan Alex dan juga Nina menuju ke rumah sakit.Tidak ada yang bicara sepanjang perjalanan, selain si kembar yang terus saja menangis memanggil Lara. Mereka pasti ketakutan melihat darah meluap di mana-mana. Dari lantai dapur bahkan hingga
“Papa, apa mama akan baik-baik saja?” Alex kembali mendengar tanya itu dari Neo, anak lelakinya itu memandang Alex dengan khawatir, matanya penuh harap. Di dalam batinnya pasti dipenuhi dengan gejolak yang penuh dengan banyak pertanyaan, kenapa Lara tidak kunjung bisa mereka lihat, kenapa Lara tidak kunjung keluar setelah para dokter dan perawat membawanya pergi?“Mama pasti akan baik-baik saja, Neo.”Alex menepuk bahunya dengan tersenyum. Kemudian melihat Nina yang berdiri tidak jauh dari mereka sehingga wanita paruh baya itu mendekat.“Bu Nina,” panggil Alex seperti kehilangan semangat untuk seluruh hidupnya.“Iya, Pak Alex?”“Bisa tolong Bu Nina bawa anak-anak pulang? Ini sudah waktunya mereka makan dan istirahat.”“Baik, Pak Alex.”“Tolong rawat mereka ya?”“Iya, akan saya lakukan.”Alex kembali memandang Neo dan Shenina yang masih menahan tangisnya. Dari tatapan mata mereka, jelas mereka tidak ingin pulang karena yang ada di pikiran mereka hanyalah ada di sini dan menunggu kaba