Di malam hari. Fahri sudah pulang ke rumahnya. Pun dengan Daffa. Sudah masuk ke dalam kamar. Sementara Dara masih berada di dapur untuk mengisi perutnya yang keroncongan.Hatinya gusar. Ingin menemui Julies dan memberi tahu semuanya. Jika janin yang ia kandung bukanlah anak Daffa. Melainkan anak Daiva.Masih ingin mengembalikan Daffa pada Julies. Walaupun harus merelakan rasa pedih bersarang di hatinya.“Aku merasa berdosa karena sudah memisahkan Mbak Julies sama Mas Daffa. Mereka saling mencintai. Aku harus menyatukan mereka kembali,” gumam Dara sambil mengusapi perutnya.“Di mana tempat tinggal Mbak Julies. Aku harus menemui Mbak Julies. Minta maaf dan bilang … kalau ini bukan anak Mas Daffa.”Setelah selesai bergelut dengan pikirannya, akhirnya Dara masuk ke dalam kamarnya. Melihat sang suami yang sudah terlelap dalam tidurnya.Tampak lelah. Ingin rasanya Dara membelai wajah Daffa. Tapi, tak mungkin ia lakukan. Daffa sedang dalam mode tidak baik-baik saja.Pikirannya kalut. Sama de
Julies tersenyum miring. “Begitu? Aku dengar, Daffa sudah tidak mencintaiku sebelum kamu hadir. Mungkin, saat aku berada di luar negeri, dia memang sudah tidak mencintaiku.“Bahkan, dia juga sudah menghamili perempuan lain. Itu artinya, sudah tidak ada cinta di hatinya Daffa untukku. Jangan seperti ini, Dara. Aku bisa mencari laki-laki lain, yang bisa menerima masa laluku.”Dara menggeleng. Air matanya sudah tak terbendung lagi. Bercucuran hingga membuat Julies mengusap dahinya.“Saya sangat merasa bersalah karena sudah menerima Mas Daffa menjadi suami saya. Seharusnya saya menolaknya.”“Kenapa? Daffa harus berani bertanggung jawab atas apa yang sudah dia lakukan sama kamu. Pulang, Dara. Daffa pasti mencarimu.”Dara menggeleng kembali. “Janin ini … janin ini, bukan anaknya Mas Daffa. Kakaknya Mas Daffa-lah yang sudah menghamili saya.“Saya seorang pembantu di rumah orang tuanya Mas Daffa. Kemudian, pria itu memperkosa saya. Hingga membuat saya hamil.“Ini bukan anak Mas Daffa, Mbak. B
Julies terdiam. Memang bukan Daffa yang sudah mengajaknya melakukan itu, tapi Julies.“Maafkan aku, Daff. Aku akan mengembalikan Dara ke kamu. Sepertinya dia masih berada di lingkungan taman saat Dara menemukanku di sana.”Daffa bergeming. Masa bodoh dengan ucapan Julies yang katanya akan menemukan Dara. Hatinya sudah terlanjur tak bisa untuk berkata lembut lagi padanya.“Dara wanita polos. Aku bisa melihat itu. Wajar kalau kamu mencintainya. Maaf, aku pikir dia bukan wanita baik-baik karena mau-maunya kamu hamilin.“Waktu itu aku marah karena dengar dari Cheryl, kalian menikah karena Dara sudah mengandung. Ternyata, dia hamil oleh suaminya Cheryl. Memangnya, Cheryl nggak tahu … soal ini?”Daffa menggeleng pelan. “Dia sudah berani mengusik hidupku. Lihat saja, aku juga akan membuat mereka tak bisa tidur dengan tenang!”“Kenapa kamu tidak memberi tahu jika anak itu adalah suaminya Cheryl? Dia punya niat jahat ke kamu dan Dara, Daff.”Pria itu mengembuskan napasnya dengan panjang. Lalu
Daffa menghela napasnya dengan lelah. “Nggak ada, Ma. Aku gak akan menikahi Julies. Aku tetap menjadi suami Dara.”Melawati mendengus kesal. Lalu melipat tangan di dadanya.“Lalu ... kenapa kamu berdiam diri di sini, bukannya cari Dara!”“Aku baru selesai nyari Dara, Ma. Tapi, belum bisa ditemukan. Mau lapor polisi lagi?”Melawati menggeleng. "Tidak perlu. Kamu yang harus tanggung jawab. Cari Dara sampai ketemu. Usia kandungannya sudah masuk lima bulan, Daffa!”“Iya, Mama. Aku tahu. Jangan bikin runyam lagi. Aku akan cari Dara sampai ketemu!”Kehadiran Melawati membuat Daffa semakin stress."Di mana kamu, Dara. Pulanglah. Aku merindukanmu," lirih Daffa sambil menjambak rambutnya.“Seandainya terjadi sesuatu pada Dara, Mama tidak akan pernah memaafkan kamu, Daffa!” seru Melawati kembali.“Udahlah, Ma. Jangan buat aku semakin pusing. Sekarang Mama pulang aja. Nanti kalau Dara sudah ditemukan, aku akan mengabari Mama.” Daffa mulai lelah dengan protes Melawati.Sementara perempuan itu han
Hanya membutuhkan waktu lima menit saja hingga akhirnya Dara tiba di minimarket itu.Sementara di seberang sana. Di bangku taman, Julies menghampiri Fahri. Dengan menghentakkan kakinya karena kesal.“Fahri!” panggil Julies pada sahabat Daffa yang tengah melamun, menatap kosong pohon-pohon hias di depannya.Fahri menoleh ke belakang. “Kenapa, Juls?”“Elo tuh, ya. Dari tadi bukannya pantengin si Dara, malah enak-enakan makan di sini.” Julies tampak kesal kepada Fahri.“Jangan kesel gitu ah. Nanti suka, lagi.” Fahri menggoda perempuan itu.Lantas membuat Julies memutar bola matanya dengan malas. “Ayok! Si Dara udah keluar tuh.”Fahri beranjak dari duduknya. Menarik tangan Julies dan melangkahkan kakinya dengan lebar. “Mana? Dara udah keluar? Mau ke mana dia?” tanya Fahri dengan semangat.Julies menunjuk Dara di seberang sana. “Masuk ke minimarket. Bener, kan. Si Dara ada di kontrakan itu. Hhhh ... untung gue pantengin terus ini kontrakan.”Julies berkacak pinggang sambil menatap punggung
Daffa menoleh pada Julies. “Sudah hampir dua bulan Daiva dan Cheryl menikah. Tapi, sampai sekarang mereka belum juga pamer soal kehamilan.”Julies mengerutkan keningnya. “Jadi … Cheryl belum hamil, sampai sekarang?”Daffa menggeleng kemudian tersenyum miring. “Cheryl punya rahasia yang disembunyikan dari Daiva dan keluarganya.”“Rahasia apa?” Julies kembali bertanya. Benar-benar penasaran dengan rahasia yang disembunyikan Cheryl.“Kok kamu bisa tahu, kalau Cheryl punya rahasia? Rahasianya, dia nggak bisa punya anak?” tanya Julies kembali.Daffa mengangguk. “Nanti, dia bakal tuduh Daiva kalau Daiva-lah yang nggak bisa dia kasih keturunan. Padahal, Daiva udah berhasil buat Dara hamil.“Anak ini akan jadi senjata untuk Daiva dan Cheryl agar berhenti mengganggu perusahaan Papa. Mereka berdua akan tahu akibatnya.“Daiva akan dipecat jadi menantu, kemudian Cheryl akan digunjing habis-habisan oleh orang tuanya karena sudah berani menuduh Daiva tidak bisa menghasilkan anak.“Sekali lagi aku l
Perempuan itu menatap sayu sang suami. “Mas? Kenapa ada di sini?”“Kening kamu terbentur trotoar. Sampai pingsan dan berdarah. Dijahit, tiga jahitan.” Daffa menjelaskan kronologi kenapa Dara berada di rumah sakit.Ia baru ingat. Pikirannya langsung tertuju pada janin di perutnya. Lalu mengusapnya dengan cepat.“Mas … dia baik-baik aja, kan?” tanyanya dengan panik.Daffa mengangguk. Lalu mengusap sisian wajah Dara. “Dia baik-baik aja. Karena kamu melindunginya. Tangan kamu yang tergores. Tapi, hanya sedikit.”Dara melihat punggung telapak tangannya. “Syukurlah dia baik-baik aja.” Dara menoleh pada Daffa. “Kenapa Mas bisa tahu, saya ada di sana? Mas nyariin saya?”“Ada alasan lain, selain aku lagi nyari kamu? Kenapa sih, sering banget kabur kalau ada masalah? Kenapa nggak pernah mau dengarkan penjelasan aku dulu.”Dara menunduk. Takut pada Daffa yang dirasa tengah memarahinya.“Jangan nunduk. Aku lagi ngomong. Lihat aku dan dengarkan ucapanku!” kata Daffa dengan tegas.“Et dah si Daffa.
Julies terhenyak. Sementara Fahri menoleh ke arah Daffa. Lalu mengulas senyumnya dengan lebar."Hati manusia selalu berubah-ubah, Daff. Gue ngomong kayak gitu karena gue masih cinta. Kayak elo gitu deh. Lama-lama terbiasa dengan nggak adanya orang yang dulu kita cinta."Untung saja, Fahri pandai bertutur kata. Sehingga saat mengungkapkan pernyataan tadi, Fahri tampak santai dan serius. Daffa mengangguk paham. Karena dia pun pernah berada di posisi Fahri.Ditinggal pergi begitu saja tanpa alasan jelas. Hanya saja, Daranya Fahri meninggal karena kecelakaan beruntun. Sementara Julies, pergi berobat ke luar negeri."Dara. Jangan pergi lagi hanya karena merasa bersalah. Kamu nggak salah, ingat itu! Semua sudah ketentuan Tuhan. Posisi kita sama kok. Menikah dengan orang yang bukan menyentuh kita untuk pertama kalinya."Julies kembali berbicara. Agar Dara mau mendengarkan, agar jangan pergi lagi dari hidup Daffa.Dia tahu betul bagaimana perasaan Daffa karena kehilangan Dara. Di hati Daffa h