Dua minggu kemudian. Acara pernikahan Daiva dan Cheryl akan segera dilaksanakan. Keluarga mempelai pria dan wanita sudah berkumpul di tempat proses ijab kabul akan dilaksanakan. Tatapan Daiva memicing tajam ke arah Dara yang baru menampakan dirinya karena dipaksa Daffa untuk menghadiri acara pernikahan Daiva. Awalnya Dara menolak. Tapi, karena Daffa sudah bicara pada anggota keluarganya jika ia akan segera menikah dengan Dara, dengan terpaksa Dara menuruti perinta Daffa. Menghadiri acara pernikahan orang yang sudah menanam benih di dalam rahimnya. Hingga janin itu tumbuh dan kini sudah terlihat walau masih sedikit. “Lihatlah, Mas. Tuan Daiva menatapku seperti ini mencengkeramku,” kata Dara ketakutan. Daffa menggenggam tangan Dara. “Jangan takut. Dia tidak akan berulah di acara pentingnya. Setelah ijab kabul selesai, kita langsung pulang. Tidak baik juga kalau berlama-lama di sini.” “Kenapa? Karena perut saya sudah semakin membuncit?” Daffa menggeleng. “Banyak yang mengincarmu.
Membuat perempuan itu menghela napas lega. Saat pintu ditutup oleh Daffa, Dara memutuskan untuk masuk ke dalam kamar mandi. Membersihkan diri karena tubuhnya terasa lengket.Di dalam kamar. Daffa tengah mengecek CCTV di ruangan tengah sepuluh menit setelah Dara masuk ke dalam kamar tanpa sebab.Lalu kepalanya manggut-manggut setelah tahu kenapa Dara marah padanya secara tiba-tiba.“Jadi, karena kamu melihatku lagi chatingan … bikin kamu kesel dan marah padaku.”Daffa tersenyum-senyum sendiri. “Lucu sekali wanitaku jika sedang cemburu. Kamu terlalu takut aku memiliki gadis lain di luar sana, Dara.“Mempertahankan sikap tidak peduli karena masih ragu menerimaku. Padahal, aku benar-benar hanya menginginkanmu. Cukup satu wanita saja di dalam hidupku.”Kemudian pria itu masuk kembali ke dalam kamar Dara. Ia yakin, perempuan itu sudah selesai mandi dan mungkin tengah terbaring di tempat tidur.Cklek!“Aaaaaaaa!!” Dara kembali menutup tubuhnya dengan handuk. “MAS DAFFA!!” pekiknya kemudian.
Daffa tersenyum miring. “Cinta seorang pria bisa ditunjukkan saat menyentuh wanitanya. Apa yang kamu rasakan saat disentuh Daiva? Adakah cinta di dalamnya?”Dara menggeleng. “Perlakuannya kasar, menuntut dan sering membuat saya kesakitan.”Daffa mengangguk paham. “Karena Daiva tidak mencintaimu. Dia hanya menginginkanmu. Aku akan membuktikannya padamu setelah kita menikah nanti.“Untuk saat ini, kamu pasti akan menolak berhubungan denganku.”Kemudian pria itu bangun dari duduknya. Melangkahkan kakinya dengan sempoyongan. Meninggalkan Dara sendirian di atas sana.Hingga akhirnya Dara menyusul pria itu yang sudah masuk ke dalam kamarnya. Membuat Dara mengembuskan napasnya dengan pelan.“Selamat tidur, Mas Daffa. Semoga mimpi indah. Bukannya saya tidak mau Mas sentuh. Tapi, saya takut jika Mas memanggil orang yang pernah Mas Daffa sentuh sebelumnya.“Seperti Tuan Daiva. Selalu memanggil nama Cheryl saat menyentuh saya. Karena hanya Mbak Cheryl yang Tuan Daiva cintai.“Mungkin, Mas Daffa
"Julies? Pergi ke luar negeri. Setahun yang lalu. Saat itu, hubungan Daffa dan Julies memang agak renggang, setelah tragedi keguguran.""Apaa? Keguguran? Siapa, Mas? Julies?" tanya Dara dengan paniknya.Fahri mengangguk. "Hubungan Daffa sama Julies sudah berjalan dua tahun. Mereka berpisah tanpa ada kata-kata perpisahan. Julies pergi gitu aja ke luar negeri setelah mengalami keguguran."Saat itu, Daffa akan setia menunggunya. Akan menunggu Julies pulang. Ingin memperbaiki hubungannya yang udah renggang itu."Tapi, setiap kali Daffa menghubunginya, nomornya selalu nggak aktif. Lima bulan yang lalu. Daffa berhenti berharap. Daffa melupakan Julies. Dia udah nggak mau mengharapkan kehadiran orang yang nggak pernah mengharapkannya hadir."Penuturan panjang lebar Fahri membuat Dara merasa bersalah. Ternyata memang benar, Daffa sudah melupakan Julies, yang tak pernah ada kabar untuk Daffa."Saya jadi merasa bersalah karena sudah marah dan selalu cemburu sama Mas Daffa, Mas." Dara menyesali p
Waktu sudah menunjuk angka sepuluh pagi. Dara pun dikembalikan oleh Fahri ke rumah Daffa."Terima kasih, sudah mengantar saya pulang, Mas Fahri."Fahri mengangguk. "Jangan kabur lagi, ya. Kasihan Daffa. Mencarimu sampai putus asa begitu."Dara mengangguk dengan pelan. Kemudian keluar dari dalam mobil Fahri.Melangkahkan kakinya menuju rumahnya. Jantungnya berdegup tak karuan. Takut Daffa memarahinya.Ketika pintu dibuka, ia tak melihat ada Daffa di sana. "Ke mana Mas Daffa? Belum pulang kah?" gumamnya kemudian masuk ke dalam kamarnya."Mas Daffa ke mana, ya? Apa aku telepon saja. Atau ... biarkan saja."Dara dalam dilema. Harus menghubunginya, atau membiarkan sampai Daffa pulang."Lebih baik aku istirahat saja. Nanti juga Mas Fahri memberi tahu Mas Daffa kalau aku sudah pulang."Dan akhirnya Dara memutuskan untuk istirahat saja sambil menunggu Daffa pulang.**Hingga waktu siang hari tiba. Daffa baru pulang mencari Dara. Rupanya, Fahri tidak bicara jika Dara sudah ditemukan.Bahkan, i
Daffa tak habis pikir dengan pikiran negatif yang ada di dalam pikiran Dara.'Begini rasanya menjalin hubungan sama perempuan yang belum dewasa. Selalu berpikir ke hal yang buatnya menjadi sakit sendiri.' Daffa berucap dalam hati."Aku bisa membuktikan semuanya jika nanti Julies kembali. Aku juga nggak tahu, apakah dia akan kembali ke Indonesia atau nggak. Semoga saja selamanya dia menetap di luar negeri."Agar pikiran kotormu itu tidak terbukti. Mau berapa kali pun aku bilang kalau aku tidak akan kembali padanya, kamu tetap tidak akan percaya. Susah meyakinkan ibu hamil yang hormonnya masih naik turun."Daffa mengusap wajahnya dengan kasar. Sementara Dara malah mengurucutkan bibirnya."Belum juga menikah. Ada aja masalah yang harus dilewati," gumam Dara dengan pelan.Namun, telinga Daffa masih normal. Ia bisa mendengarnya suara Dara."Kamu sendiri yang mencari masalah itu, Dara. Jangan bahas itu lagi. Aku sedang ingin bermesraan denganmu. Kapan kamu akan menerima sentuhan lembut yang
Kemudian Cheryl tersenyum miris. "Hobi banget sih, bikin anak orang hamil, Daf. Kalau Julies pulang dan tahu elo udah nikah, bisa kena amuk. Gue sering chatingan sama dia. Sering nanyain elo juga."Satu lagi. Bulan depan dia mau pulang. Bukan karena denger elo udah nikah. Gue nggak bilang kalau elo udah nikah dan hamilin pembantunya sendiri."Cheryl menoleh pada Dara lalu melipat tangan di dadanya. "Mungkin ... Julies pulang mau rebut Daffa dari elo, gadis desa." Kemudian tersenyum miring.Setelah itu, Cheryl dan Daiva berlalu pergi setelah berhasil merusak momen bahagia Dara dan Daffa."Laki sama bini sama aja. Sama-sama pengikut setan!" Daffa tampak geram dibuatnya.Dara menggenggam tangan Daffa. Mengulas senyumnya dengan manis."Kalau memang Julies kembali, itu balik lagi ke Mas Daffa. Bertahan dengan saya, atau kembali pada Julies. Toh, ini bukan anaknya Mas Daffa. Biar saja saya mengurus anak ini sendirian."Ucapan Dara membuat dada Daffa sesak. Bisa-bisanya dia merelakan suaminy
Dara tak berkutik. Ketakutan itu sebenarnya masih ada dalam dirinya. Hanya saja, tak ingin ia perlihatkan. Dara ingin melupakan semuanya. Percaya jika Daffa tidak akan kembali pasa perempuan yang pernah mengisi hidupnya."Saya nggak tahu ke depannya akan seperti apa. Tapi, rasa khawatir selalu datang. Semoga Mas Daffa paham dengan kondisi saya sekarang," kata Dara dengan pelan.Pria itu kemudian menarik tangan Dara. Memeluknya. Memberi kehangatan untuk sang istri. Wanita yang kini ada di hatinya. Hanya ada nama Dara di sana. Tidak akan ia sia-siakan wanita baik sepertinya."Meninggalkanmu, sama saja dengan membuang berlian utuh. Aku nggak akan melakukan itu. Percayalah. Butuh bukti apa lagi supaya kamu percaya sama aku, hem?"Dara kembali termenung. Apa yang diucapkan Daffa memang terdengar tulus. Efek hormon ibu hamil selalu membuatnya tak bisa tenang."Mas Daffa?" panggil Dara kemudian.Daffa kembali melepaskan pelukan itu. "Ya. Kenapa?""Saya la