" Tenang Ibu.... ibu akan aman berada di sini" ucap seorang petugas wanita mendekati wanita yang histeris. " Pergi.....pergi.....pergi.... kalian semua orang jahat, kalian mau mengambil anak-anakku kan" ucapnya sambil terus tetap memeluk boneka. " Dokter apa yang harus kita lakukan, sejak tiba kemarin Ibu ini terus histeris. Bahkan belum makan" ucap petugas wanita pada seorang yang ada di sampingnya. Dokter laki laki itu langsung mendekati wanita yang sedang histeris. " Ibu di sini sudah aman, tidak ada yang jahat sama ibu lagi, justru ibu akan sembuh dan bisa bertemu dengan anak anak ibu lagi" ucapnya dengan lembut. Dia mencoba untuk menyentuh ibu itu, tapi tangannya langsung ditepis olehnya. " Jangan sekali kali menyentuhku, kalian semua orang jahat. Kalian semua harus dihukum. Pergi... pergi...." ucapnya sudah tidak bisa di kendalikan lagi. Mau tidak mau Dokter memberikan obat penenang padanya, meskipun harus berusaha sekuat tenaga karena wanita ini benar-benar sangat kuat.
Akhir pekan sudah habis, kini sudah berganti hari, di mana semua orang terasa malas untuk bekerja ataupun bersekolah, karena masih lelah atau belum puas dengan hari liburnya. Namun, mau tidak mau mereka harus pergi bekerja atau ke sekolah. Tidak semua orang malas dengan hari senin, ketiga kembar terlihat bersemangat untuk pergi ke sekolah. Apalagi hari ini ada ujian sekolah! " Kakak kalau nanti soal ujiannya susah apakah boleh menyontek?" Ucap Xhaqella pagi itu ketika mereka sedang bersiap siap ke sekolah. Huft! Xaquil hanya bisa menghela napas dengan berat, adiknya semalam tidak belajar, karena mereka pulang sudah agak malam dari rumah Ayahnya. " Sayang, ibu tidak mengajari kalian untuk berbuat curang ya, jawab sesuai dengan kemampuan Qella saja, ibu tidak masalah meskipun kamu mendapatkan nilai Nol, tapi yang penting jangan berbuat curang. Kejujuran adalah harga mati" ucap El tegas saat mendengar anak perempuannya mau nyontek. Dia tidak ingin anak anaknya mengandalkan saudara
Gaina dan Daren sudah sampai di kantor polisi, dia kemudian menuju ruangan di mana dia bisa bertemu dengan Ambar. Meskipun ada sedikit deg-degan dalam hatinya. Tapi Gaina sudah siap dengan segalanya. Dia tidak akan kalah sedikitpun oleh Ambar.“ Bibi apakah mau saya temani atau mau sendiri” ucap Daren bertanya pada Gaina.“ Aku sendiri tidak masalah, Daren! Bibi kuat, karena ada kamu yang akan selalu menjaga Bibi, lagi pula di sini ada pengawasan, saya rasa Ambar tidak akan berani berbuat macam macam” ucap Gaina sambil tersenyum.“ Baiklah, saya di keluar ya Bi, ingat! Jika ingin melampiaskan rasa kesalnya bisa langsung tampar, jambak atau pukul dia” ucap Daren sambil terkekeh. Dia langsung keluar dari ruangan itu, tapi dia tetap memantau ingin melihat apa yang akan dilakukan oleh Ibunya Sean.Gaina langsung duduk menunduk sambil memainkan ponselnya.Sementara itu, Ambar duduk termenung di sudut gelap ruang tahanan, kepalanya sedang berputar putar. Dia mulai mengingat apa yang sudah d
Daren tersenyum puas saat mengintip Gaina menghajar Ambar, bahkan Ibunya Sean berhasil mengintimidasi Ambar. ' Nah, seperti itulah cara memperlakukan orang yang sudah membuat kita hancur. Meskipun itu masih sangat kurang. Jika aku diposisi Bibi Gaina, pasti aku akan menguliti dia dan langsung menyiramnya dengan air garam dan cuka' batin Daren kemudian terkekeh. Entah kenapa, meskipun yang disakiti orang lain tapi Daren merasakan sakit pada dadanya. Atau mungkin ini efek lelah dari mengurus masalah keluarga Hill.Tidak lama kemudian Gaina keluar dengan wajah yang tenang, walaupun ada sedikit kemarahan yang tersisa di wajahnya, namun dia tetap tenang dan anggun. " Bibi apakah sudah selesai bertemu dengan Ambar" ucap Daren menyambut kehadiran Gaina. " Sudah, Bibi juga sudah lampiasin kemarahan Bibi padanya. Meskipun tidak akan mempu mengganti semua yang telah hilang dalam hidup saya. Kita bisa melakukan secara bertahap, tapi Bibi heran dengannya. Sudah sampai di detik seperti ini, Am
Semakin siang, suasana restauran semakin padat, banyak pelanggan yang rela antri berjam jam. Entahlah, mungkin saja makanan di restauran ini sangat lezat. Makanya semua orang berbondong bondong untuk mengisi meja dan memesan makanan. Jerry merasa beruntung karena dia datang sebelum pelanggan membeludak. Jika tidak, maka dia akan berada di antara antrian panjang itu. " Aku akui makanan di restauran ini memang sangat premium. Jadi tidak heran antriannya mengular. Tapi kenapa pemiliknya tidak mengembangkan di daerah lain. Sangat disayangkan jika hanya buka ini saja. Padahal jika mau geser dikit, apalagi sampai ke pusat kota, pasti pemiliknya akan menjadi kaya raya" gumam Jerry sambil mengunyah makanan dengan pelan pelan. Sesekali dia melihat ke arah pintu seolah olah menunggu orang yang datang. " Tapi ini kenapa kebanyakan yang datang ke sini adalah wanita, jangan bilang saya salah tempat, tidak mungkinkah jika tempat ini dikhususkan untuk wanita?" Ucap Jerry sedikit panik saat meliha
Waktu terus berjalan dengan begitu cepat, restauran yang tadi ramai kini sudah mulai bisa teratasi, itu karena sang pemilik restaurant yang ikut campur dalam melayani pelanggan. Kini sang pemilih sudah bisa bersantai di ruangan miliknya. " Bos, apakah ada yang aneh, kenapa Bos terlihat sangat waspada. Apakah telah terjadi sesuatu" ucap asisten yang biasa membantu di restauran miliknya, sekaligus orang yang selalu mengantar dia kemana mana." Bukankah pelanggan di meja nomor 13 sangat aneh, dia seorang pria makan sendirian, bukankah biasanya tidak ada yang mau makan di saat siang hari, sejak saya masuk dia sudah ada di sana, tapi hingga sekarang masih duduk di sana" ucapnya sambil melihat ke luar kaca. Dari dalam ruangan mereka berdua bisa melihat ke luar, tapi orang luar tidak bisa melihatnya. " iya saya juga melihatnya Bos, sepertinya dia sangat menyukai makanan di tempat ini, sejak tadi dia memesan makanan banyak. Bahkan mulutnya tidak berhenti mengunyah. Bersyukur ya Bos, ada jug
" Ada apa Tuan ingin bertemu dengan saya, apakah kita pernah bertemu sebelumnya" Ucap Nando dengan datar, dia sudah menekan rasa cemasnya saat menghadapi Jerry." Halo Tuan Jaden, Perkenalkan nama Saya Jerry dan....Deg!" Sepertinya Tuan salah mengenali orang lain, nama saya Nando bukan Jaden" ucap Nando memotong ucapan Jerry dengan cepat. Dia menyuingkan senyumnya. ' Siapa orang ini dan kenapa dia bisa menyebut aku dengan nama Jaden?' Lanjut Nando dalam hatinya. " Oh Maaf kalau begitu, aku tidak sengaja menyebut Tuan Nando dengan Jaden. Karena saya teringat jika wajah Tuan sangat mirip dengan Jaden teman saya" ucap Jerry sambil terkekeh. Pembohong besar! " Lalu ada apa Tuan ingin menemui saya, apakah hanya karena wajah saya mirip dengan teman Tuan. Jika demikian saya akan kembali ke dalam, karena saya masih banyak pekerjaan" ucap Nando datar. " Bukan itu sebenarnya saya ingin menemui Tuan, sejak tadi saya sudah mencoba menu di restauran Tuan Nando dan rasanya sangat luar biasa.
Sean menunggu ibunya di halaman depan, dia khawatir dengan keadaan ibunya yang hari ini pergi mengunjungi Ambar dan Marco. Tapi hingga siang seperti ini ibunya belum pulang. Bahkan sejak tadi Sean bolak balik menjalankan kursi rodanya. " Tuan, mending masuk, jangan khawatirkan Nyonya Gaina, Bibi yakin jika dia akan baik baik saja, apalagi dia perginya dengan Tuan Daren. Mungkin Tuan Daren mengajak Nyonya Gaina ke suatu tempat" ucap Bi Asih yang sejak tadi menemani Sean. Bahkan Bibi sepertinya sangat tidak nyaman saat melihat Sean yang mondar mandir seperti seterikaan. " Justru itu Bi, Saya Khawatir karena dia perginya dengan Daren, pasti anak itu sedang merencanakan balas dendam padaku. Dia ingin membuat aku kesal, dengan menculik ibuku" ucap Sean sambil cemberut. Bibi Asih terkekeh melihat Sean yang cemberut seperti anak kecil. " Perasaan Tuan Muda saja itu, Mungkin Nyonya Gaina biar bisa beradaptasi lagi dengan kehidupan kota. Atau mungkin sedang membuat Ambar dan Marco menerima