Share

Bab 16-Memanggil Addri

Penulis: Alin Sky
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Istri Sah POV

Aku terbangun dari tidur karena kerongkonganku terasa kering. Seperti biasa, untung saja segelas air putih sudah tersedia di atas nakas. Jadi, aku segera duduk dan bangun untuk meneguk air itu.

Setelah habis setengah gelas, mataku beralih ke sebelah. Tidak ada Mas Adam.

"Kemana Mas Adam?" tanyaku dalam hati.

"Mas? Mas?" sapaku ke arah kamar mandi. Karena aku pikir suamiku itu sedang berada di kamar mandi. Namun ku lihat pintu kamar mandi tidak tertutup. Aku segera menyibakkan selimut dan berdiri untuk melangkahkan kaki ke kamar mandi. Mencari keberadaan suamiku.

Nihil. Tidak ada siapa-siapa di dalam kamar mandi.

Aku memutuskan untuk mencarinya ke bawah. "Mungkin Mas Adam nonton tv di ruang keluarga. Atau lagi duduk termenung di ruang tamu. Maybe." Begitu pikirku. Maka, aku menurunkan satu persatu anak tangga sembari menekan saklar untuk menyalakan lampu.

"Mas?" Aku memanggilnya lagi. Tapi, setelah aku sampai di ruang tv dan juga ruang tamu, tidak ada siapapun di sana.

"H
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Membalas Perselingkuhan Suami   Bab 17-Cleo Melihat Semuanya

    Aku terdiam sejenak. Lebih tepatnya, aku memastikan apakah dia benar-benar memanggilku dengan sebutan Addri? Tapi, lelaki itu malah tersenyum. Wajahnya masih sama seperti dulu, tampak teduh dipandang. Membuat detak jantungku berdetak tak karuan. Tapi aku tersadar sesuatu, “Astaga, Ghinda! Ingat, kamu sudah bersuami. Mengagumi lelaki lain itu dosa!” Aku berusaha untuk mengingatkan diriku.“Kamu bener Addri?” tanyanya lagi memastikan. Kali ini aku tidak salah dengar, lelaki ini memang menyebutkan nama akhirku. Dengan gugup, aku menjawab, “I-iya. Saya Addri.”Aku benar-benar tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Dia memang benar-benar Mas Ginan. Lelaki yang dari dulu mengejar cintaku, tapi aku tolak berulang kali dan lebih memilih Mas Adam. Padahal, seluruh keluargaku lebih setuju jika aku menikah dengannya. Namun, waktu itu aku sangat mencintai Mas Adam. Tidak peduli meskipun Mas Ginan terdengar lebih mapan dalam finansial. Itu lah cinta yang sifatnya buta.“Dunia sempit sekali ya. Fina

  • Membalas Perselingkuhan Suami   Bab 18-Laporan si Bungsu

    Pelakor's POVSetelah mendengar suara teriakan Cleo memanggil Ayahnya, aku dan Mas Adam menghentikan perbuatan hina kami. Terlebih lagi ketika kami sama-sama menoleh ke sumber suara, Cleo berdiri di pintu dengan wajah polosnya. Sontak kami berdua saling menjauh.Aku dapat merasakan rasa kepanikan yang dirasakan Mas Adam juga."C-cleo? Ada apa, Nak?" Mas Adam dengan segera menghampiri Cleo. Ia langsung menggendong putera bungsunya itu. Namun, Cleo terdiam. Ia mungkin masih terkejut karena baru saja melihat Ayahnya memelukku."Cleo?" Mas Adam menyapanya lagi, karena tidak ada tanggapan dari Cleo. Sementara mata Cleo secara gantian menatapku dan Mas Adam."Cleo? Cleo dima-?" Kini suara Nira yang terdengar. Ujung kalimat yang ia ucapkan menggantung karena melihat kami dari luar yang berada di dalam kamar. Lagi-lagi bisa ku terka wajah Nira yang terkejut dan sudah menaruh curiga pada kami. Sebab, tadi malam saja ia sudah memergoki Mas Adam keluar dari kamarku. Dan kini ia harus menyaksikan

  • Membalas Perselingkuhan Suami   Bab 19- Laporan Nira

    Aku mengerutkan kening, merasa bingung dengan apa yang dimaksud oleh Cleo. Mengapa anakku mengatakan hal seperti itu? “M-maksud Cleo apa ya?” Aku bertanya kepada si bungsuku itu.Mas Adam langsung bersuara. “Cleo, maksudnya gimana? Kapan Ayah kayak gitu?” Wajah Mas Adam tampak bingung juga. Ia memandang Cleo dengan intens. Alhasil, Cleo menangis mendadak. Ia menangis sangat kencang dan meminta Nira untuk menggendongnya. Babysitter baru itu pun dengan sigap langsung menggendong Cleo. Ia berdiri dan berusaha untuk mendiamkan tangisan Cleo.“Kenapa dia, Mas?” tanyaku pada Mas Adam sembari memandangnya dengan serius. Sebab, wajah Mas Adam tampak pucat. Entah sesuatu apa yang terjadi ketika aku tidak di rumah tadi.Mas Adam tampak gugup. Ia menggaruk-garuk kepalanya yang aku tahu itu tidak gatal. Ia menggeleng berulang kali dan menaikkan kedua bahunya. “Mas nggak tahu, Dek. Entah kenapa Cleo ngomong begitu.”Aku beralih memandang si bungsuku yang tangisnya malah semakin kencang. Tidak bias

  • Membalas Perselingkuhan Suami   Bab 20-Sedang Berbohong

    Nira mengangguk dengan yakin. Namun, ia agak takut ketika mendengar suaraku yang lumayan besar. Mungkin Nira takut jika Mas Anton mendengar percakapan kami."Kamu beneran?" tanyaku lagi untuk memastikan. Mungkin berulang kali aku mengucapkan kata yang sama. Berulang kali juga Nira menjawab hal itu-itu aja.Aku berusaha untuk mengontrol diri agar tidak langsung menandatangani Mas Adam. Aku masih ingin mencari bukti yang kuat, alias aku harus melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Meskipun pengakusn Cleo dan Nira sudah cukup jelas membuatku percaya."B-bu, saya takut. Soalnya Mbak Tere ngasih saya uang biar nggak cerita sama ibu," kata Nira menambahkan sebuah informasi yang baru aku tahu."Oh ya? Terus, uangnya kamu terima?" tanyaku. Nira mengangguk polos. Aku menjawab, "Bagus deh. Kamu mihak ke saya. Nanti saya kasih uang tambahan."Tidak masuk akal. Jika memang Mas Anton memasuki kamar yang ditempati Tere hanya untuk menolongnya dari kecoak, gadis itu tidak akan repot-repot mengelua

  • Membalas Perselingkuhan Suami   Bab 21-Mendengar Pengkhianatan

    Aku berdehem. "Hmm. Gitu ya. Tumben, Mas. Biasanya kamu selalu mengenalkan teman-temanmu ke aku. Kok yang ini nggak kamu kasih tahu ke aku."Aku menambahkan kalimatku lagi. "Biasanya juga kamu si paling excited nunjukin foto temen kamu yang aku belum kenal. Kok yang ini nggak?"Mas Adam terdiam sejenak. Ia tampak berpikir untuk mencari alasan lagi. Lalu, tak lama setelah itu bibirnya tersungging. "Hm. Ya karena temenku yang ini private banget hidupnya. Mana punya dia media sosial. Makanya nggak ada foto dia yang mau aku tunjukin ke kamu, Sayang."Sejauh ini, alasannya masih masuk akal. Aku dapat menerimanya."Dek, besok bisa nggak di urus cepet sertifikaf lahan sawit itu?" tanya Mas Adam tiba-tiba. Pembasahan tentang lahan sawit ini sudah dibahas tadi, tapi ia membahasnya lagi.Keningku berkerut. Merasa heran, entah kenapa suamiku ingin sekali cepat-cepat aku urus lahan sawit itu untuknya. "Kenapa, Mas?""Hmm. Ya kalau lama-lama, nanti aku dibully terus sama temen-temenku kalau ngumpu

  • Membalas Perselingkuhan Suami   Bab 22-Melabrak

    Ceklek!Pintu kamar mandi terbuka. Mas Adam keluar dari dalam sana. Ia sudah selesai menelepon dengan selingkuhannya itu. Sementara aku terduduk lemas tidak berdaya tepat di depan pintu kamar mandi. Mas Adam sontak terkejut setengah mati. Aku sempat melihat wajah paniknya sekilas. Tentu ia panik karena takut aku mendengar semuanya."S-sayang, kamu kenapa?" tanyanya. Ia jongkok dan memeriksa keadaanku. Aku benar-benar lemas. Kenyataan ini membuat tubuhku langsung down seketika. Aku rapuh. Benar-benar tidak mampu berdiri tegak untuk mendobrak pintu kamar mandi dan mencaci Mas Adam.Aku terdiam. Tidak menjawab pertanyaan si bajingan ini. Karena aku masih bersusah payab untuk mengontrol napas yang mendadak sesak tak karuan.Mas Adam dengan sigap mengangkat tubuhku untuk dibaringkan di atas ranjang. Ingin sekali rasanya aku memukul dada bidangnya atau bahkan menampar wajahnya saat ini juga. Tapi, untuk berkata sepatah kata saja aku benar-benar tidak berdaya. Hanya bulir-bulir air mata yang

  • Membalas Perselingkuhan Suami   Bab 23-Menjijikkan

    Hotel Adiguna, room 24 lantai 3. Aku sudah menghapalnya sedari tadi. Ku lihat ke bagasi, tidak ada mobil disana. Itu artinya Mas Adam pergi menaiki mobil. Maka, aku pergi dengan memesan ojek online.Sebelumnya, aku menghubungi Birana. Sahabatku sedari SMA. Teman curhatku. Aku menangis tersedu-sedu, mengadu padanya. Ia sungguh bereaksi tidak terima, juga tidak menyangka Mas Adam bisa seberengsek itu padaku."Ghinda! Kamu harus bisa kontrol diri kalau mau ngelabrak mereka, Ghin. Jangan dipaksa kalau kamu nggak sekuat itu mentalnya," katanya padaku berulang kali. Ia lebih mencemaskan kesehatan mentalku."Nggak, Ra. Aku harus balas perbuatan mereka ke aku! Aku nggak bisa diam aja. Aku nggak peduli kalau setelah itu kesehatanku memburuk. Yang penting aku harus balas!" jawabku sembari terisak seperti orang yang sudah tidak waras lagi. Berkali-kali ku sapu air mata yang jatuh membasahi pipi."Ghin, kalau emang itu kemauan kamu yaudah. Aku cuma bisa dukung. Nanti aku nyusul ya ke alamat hotel

  • Membalas Perselingkuhan Suami   Bab 24-Tidak Sadarkan Diri

    Keduanya tampak terkejut dan dengan reflek menghentikan goyangan yang membuat aku jijik itu. Secara bersamaan mereka memandang ke arah pintu. Tepatnya ke arahku.Sementara aku dengan santai dan anggun melangkahkan kaki ke depan untuk mendekati mereka. Tatapan mataku datar, fokus memandang mereka secara bergantian. Ku lipatkan kedua tangan di atas dada yang semakin bergemuruh. "Lho, kok kalian berhenti? Kan aku pengen nonton secara langsung." Aku bersuara santai. Meskipun saat ini sebenarnya tangisku ingin meledak sekarang juga. Tapi ku tahan. Aku harus bisa kuat."D-dek, ngapain kesini?" Mas Adam bertanya dengan suara parau dan gugupnya."Ayo, Mas! Dilanjut dong. Aku mau tahu selangkangan si penggoda ini secantik apa, sampai kamu bisa tergoda sama dia!" ujarku sembari menunjuk ke arah Tere yang mendadak menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut hotel yang berwarna putih itu. Ia menundukkan kepalanya. Tidak berani menatapku."Kok nunduk aja kamu, Tere? Kemana muka manismu yang selama in

Bab terbaru

  • Membalas Perselingkuhan Suami   BAB 43-PAPA, JANGAN PERGI!

    "Sampai tadi pagi pun aku tahu bahwa keadaan Ibu masih belum stabil. Itu makanya saya masih belum berani bilang ke ibu. Saya takut kalau keadaan Ibu semakin memburuk," kata Nira lagi. Dia memberi tahu alasannya padaku mengapa ia tidak memberitahuku bahwa Xabiru mengigau serius."Oh ya sudah enggak apa-apa, Nira. Saya minta tolong ya sama kamu. Tolong panggilkan dokter pribadi untuk memeriksa Xabiru. Okay? Tunggu saya pulang. Sebentar lagi ya saya akan pulang." Begitu kataku kepada Nira. "Baik. Siap laksanakan," ucapnya.Aku mengakhiri telepon. Ternyata Birana sudah berdiri dibelakangku. Wajahnya terlihat sedih melihat air di kedua sudut mataku sudah turun. "Ra, aku gagal jadi ibu. Aku nggak tahu kalau dia sakit," kataku pilu.Birana langsung mendekatiku dan memelukku. "It's okay. Nggak papa. Kamu bukan gagal jadi ibu. Cuman Tuhan kasih kamu waktu buat sendiri dulu untuk mewaraskan diri kamu yang lagi ditimpa masalah ini.***Tidak terasa waktu ku sudah habis 10 menit. Polisi memanggil

  • Membalas Perselingkuhan Suami   BAB 42-XABIRU

    Aku dan Birana langsung saja menuju kantor Polisi. Sesampainya di sana, benar saja mas Adam sudah duduk di depan polisi untuk dimintai keterangan."Ibu Ghida, silakan duduk disebelah Bapak Adam," kata polisi tersebut. Kemudian ia melanjutkan kalimatnya lagi. "Kami sudah mencoba menghubungi bapak Ginanjar, namun beliau sedang ada kesibukan lain. Jadi beliau menitipkan semuanya kepada ibu Ghinda."Aku membalasnya dengan anggukan kepala. "Oh iya pak terima kasih."Selama proses pemeriksaan, aku sama sekali tidak menoleh ke arah kananku tepatnya ke arah mas Adam. Aku hanya bisa mendengar suaranya."Jika Bapak tahu hasil pemeriksaan visum dari bapak Ginanjar dan juga Ibu Ghinda sama sekali tidak menunjukkan bahwa mereka sedang habis melakukan hubungan seksual. Maka dengan ini kami menyatakan bahwa pelaporan yang bapak buat kemarin adalah sebuah fitnah. Bapak telah menuduh tanpa bukti. Jadi kami akan mengenakan Bapak sanksi," ujar polisi tersebut kepada mas Adam.Mas Adam hanya terdiam tida

  • Membalas Perselingkuhan Suami   Bab 41-Telepon Dari Polisi

    "Lho! Itu ya bukan urusan aku dong. Itu karena kamu udah jahat sama aku. Kamu udah merebut suamiku. Sekarang kamu yang harus menikmati hukuman itu. Hukuman langsung dari Tuhan untuk kamu," kataku dengan ketus.Sementara Tere terus menangis. Malah tangisannya kini semakin kencang. Ia terlihat seperti orang yang tidak waras lagi."Kak tolong maafkan aku. Aku bisa ngelakuin apa aja yang kakak suruh asalkan kakak bisa memaafkanku dan membersihkan nama baik ku di sekolah. Di tempat kerjaku," pintanya.Ia menambahkan kalimatnya lagi sebelum aku membalas ucapannya. "Aku nggak ada kerjaan lagi, Kak. Cuman itu satu-satunya harapanku. Mohon kak jangan seperti ini.""Kamu aneh ya! Apa yang bisa aku lakuin?" tanyaku dengan sewot. Aku sudah sangat risih."Kakak bisa datang ke sekolahan. Kemudian kakak temui kepala sekolah dan katakan bahwa kasus ini nggak benar. Tolong bersihkan nama baikku. Tolong, aku tidak ingin dicap buruk."Aku tertawa kencang. "Hahaha. Kok ada ya orang kayak kamu, Tere? Kamu

  • Membalas Perselingkuhan Suami   Bab 40- Kedatangan Wanita Penggoda

    Aku dan Mas Ginan memasuki ruangan yang dimaksud oleh polisi wanita tersebut. Dua polisi pria juga mengawal kami.Setelah masuk ke dalam, seorang perempuan yang mengenakan jas putih mempersilakan kami untuk duduk tepat dihadapannya. Ia adalah seorang dokter yang telah memeriksa visum kami. "Bapak dan Ibu hasil visumnya bisa dibaca disini," katanya sembari memberikan beberapa lembar kertas kepada kami.Aku dan mas Ginan melihat secara bersamaan. "Bapak dan Ibu hasil visumnya aman. Tidak terjadi terjadi tanda-tanda telah melakukan hubungan seksual. Jadi kalian dinyatakan bebas tidak melakukan perzinahan," katanya.Aku dan mas Ginan bernafas lega. Akhirnya tuduhan perzinahan tidak terbukti."Kalau begitu saya minta dibuatkan surat laporan karena mas Adam yang masih berstatus suami saya sudah menuduh saya berbuat zina," kataku meminta kepada polisi pria yang sedang berdiri di sebelah kami."Apakah itu tidak masalah, Bu?" tanya salah satu dari polisi tersebut. Wajahnya tampak bingung. Kemu

  • Membalas Perselingkuhan Suami   Bab 39-Harus Melakukan Visum

    Mataku tidak sengaja melihat ke arah luar. Dibalik pohon akasia yang letaknya tepat di pinggir jalan rumahku, aku melihat Mas Adam sedang berdiri di balik sana dan memerhatikan kami di dalam. Mata kami sempat bertemu beberapa detik. Tampak Mas Adam terkejut. Ia malah lari setelah itu."Oh itu dia! Malah kabur!" kataku bereaksi spontan sembari menunjuk ke arahnya yang sedang berlari.Mas Ginan dan ketiga polisi tersebut secara bersamaan menoleh ke arah yang aku tunjuk. Mereka juga sempat melihat Mas Adam berlari."Tuh lihat, Pak! Kalau memang benar kami berzinah, kenapa dia nggak ikut masuk ke sini? Malah dia yang melarikan diri," kataku ketus kepada ketiga polisi tersebut.Ketiga polisi tersebut terlihat bingung. Lalu salah satu diantaranya bersuara. "Maaf, Bu. Kami tidak tahu yang dilaporkan oleh beliau benar atau tidaknya. Tapi karena negara kita adalah negara hukum sebaiknya Bapak dan Ibu harus membuktikan bahwa kalian benar-benar tidak sedang berzina."Au tercengang. Bisa-bisanya

  • Membalas Perselingkuhan Suami   Bab 38-Ulah Adam!

    "Gila kamu ya!" kata mas Adam kepadaku. Wajahnya masih dipenuhi amarah. Tapi tiba-tiba tanpa berkata apapun mas Adam pergi begitu saja. Dia melangkahkan kaki untuk keluar gerbang rumahku. Mungkin dia takut dengan ancamanku yang akan melaporkannya ke polisi atas dugaan kekerasan karena sudah memukul Mas Ginan.Ku biarkan dia pergi begitu saja. Sementara aku langsung menolong Mas Ginan. Kulihat rahang pipi Mas Ginan merah dan pria itu tampak sedari tadi harus menahan sakit."Mas, ayo masuk dulu ke dalam rumah. Aku akan mengompresnya. Biar aku obati ya," kataku.Mas Ginan melambaikan tangannya. "Aku nggak apa-apa kok. Aku bisa sendiri nanti ngobatinnya di hotel. Bener deh." Begitu kata Mas Ginan dengan napas yang tersengal-sengal.Aku menggeleng. "Enggak, Mas. Aku harus tanggung jawab karena ini kesalahanku juga. Biar aku obatin ya, Mas. Tolong Mas mau terima sebagai permintaan maaf ku." Aku memaksa mas Ginan untuk mengobatinya di rumahku karena aku benar-benar merasa bersalah.Mas Ginan

  • Membalas Perselingkuhan Suami   Bab 37-Membuat Surat Laporan Polisi

    Akhirnya karena dipaksa oleh Bira dan juga Mas Ginan, aku kini berada di dalam mobil Mas Ginan. Beliau mengantarkanku ke rumah. Sementara Bira bersama dengan temannya membawa mobilku ke bengkel dan ia akan kembali ke rumahku diantar oleh temannya itu. Sebab birana menginap di rumahku.Selama di perjalanan, aku dan Mas Ginan tidak banyak bicara. Mas Ginanjar hanya fokus menyetir mobil dan melihat ke depan jalan. Sementara aku merasa sungkan saat ini.Hanya 20 menit lebih perjalanan, akhirnya kami sampai di depan halaman rumahku."Ini rumah kamu, Ghin?" tanya Mas Ginan memastikan. Aku menggangguk. "Iya, MasIni rumah aku.""Wah, rumahnya minimalis tapi modern ya. Selera kamu emang bagus," kata Mas Ginan memujiku."Ah biasa saja, Mas. Rumahnya masih belum ada apa-apanya kayaknya dibandingkan sama rumah Mas Ginan," balasku. Aku yakin pasti pria ini memiliki rumah yang besar daripada mikku. Karena tentu saja Mas Ginan adalah orang yang sukses. Apalagi beliau tinggal di kota sudah pasti tem

  • Membalas Perselingkuhan Suami   Bab 36-Tawaran Mengantar

    Aku mendadak terdiam sejenak dan tidak berani sama sekali menatap mata Mas Ginan. Karena aku merasa tersindir ketika dia mengatakan masa lalu. Aku tahu apa yang dia maksud. Dari tatapan matanya Mas Ginan sedang menyindirku. Tatapan mata itu tidak pernah berubah sejak 8 tahun lamanya, ketika pertama kali aku menolaknya untuk menjadi kekasih halalnya."Tapi namanya sudah takdir. Dia juga sudah menjadi milik orang lain. Aku bisa apa? Aku nggak bisa ngelawan takdir. Iya kan?" Lagi-lagi Mas Ginan membuatku merasa tertampar berulang kali.Aku berusaha untuk tersenyum dan menanggapinya hanya dengan menganggukkan kepala.Dan yang membuatku yakin bahwa dia benar-benar menyedihkan adalah ketika Mas Ginan melanjutkan kalimatnya lagi, "Aku udah berusaha buat ngelupain dia bertahun-tahun. Terus udah sedikit bisa mengalihkan pikiranku ke dari dia, eh tiba-tiba Tuhan mempertemukan aku lagi dengannya. Dengan keadaan yang tidak terduga sebelumnya.""Tapi apa daya. Aku enggak bisa berbuat apa-apa. Kare

  • Membalas Perselingkuhan Suami   Bab 35-Perkataan Mas Ginan

    “Ghinda, kita mau ketemu sama siapa sih sebenarnya?” tanya Bira. Ia mengerutkan dahinya dari tadi. Pertanyaan itu selalu ia lontarkan padaku. Aku memang sengaja tidak memberitahu Birana bahwa kami akan bertemu dengan siapa. Karena sulit menjelaskan padanya.Setelah aku berpusing ria memikirkan bagaimana caranya untuk bertemu dengan Mas Ginan, maka aku terbersit ide untuk mengajak Bira sebagai orang yang menemaniku. Sebab aku tidak mungkin sendiri bertemu dengannya dan juga tidak mungkin ajakan dari Mas Ginan kutolak. Aku sungkan.“Udah deh jangan banyak tanya. Nanti kamu juga tahu kita ketemuan sama siapa. Aku lagi males banget ngejelasinnya. Nanti aja ya setelah ketemu, aku kasih penjelasan kenapa kita harus ketemu sama dia,” jelasku sembari fokus menyetir mobil.Birana memasang wajah kesalnya. Ia benar-benar sangat penasaran. “Ya udah deh,” katanya pasrah.Butuh waktu 20 menit perjalanan untuk kami sampai ke sebuah restoran ternama di dekat daerah rumahku tinggal. Restoran ini dipil

DMCA.com Protection Status