Karena itulah, Siella benar-benar menampilkan dirinya di versi terbaiknya dan tidak akan bisa membuat Vano menolak untuk mendekatinya. Meski harus menahan perasaan jijik dan juga pastinya merinding, Siella tetap mencoba.Untuk saat ini, dia akan berpenampilan demikian, dengan menegaskan kepada dirinya sendiri untuk tidak sampai tidur dengan Vano. Rasa-rasanya Siella tidak bisa membayangkan harus seranjang dengan Vano, apalagi harus melakukan kegiatan itu.Dia sudah kehilangan hasratnya, dan pastinya tidak akan pernah mau lagi merasakan hal itu lagi kedepannya.Dan begitulah Siella muncul di depan Vano, penuh dengan pesona yang membuat Vano sampai tidak bisa tutup mulut karena terpukau. Ia harus membuat orang ini benar-benar bimbang.“Baru pulang? Tumben tidak di jam biasanya,” sapa Siella, sambil mengaduk coklat panas yang ia buat untuk dirimu sendiri.Melihat Vano yang tampak terpaku tersebut, membuat Siella jadi makin yakin kalau sekarang sang mata keranjang sudah masuk ke dalam jeb
Vano berpikir keras sekali. Darimana Rifia bisa tahu informasi itu? Tidak mungkin Rifia memata-matainya, kan? Lagipula Rifia tidak punya buktinya, jadi seharusnya itu hanya karangan dari Rifia saja.“Hei, aku baru sampai rumah. Bagaimana mungkin aku bisa bersama Siella?!” Vano masih berusaha membela dirinya yang salah.Terdengar pesan masuk ketika dirinya masih menelepon. Vano lihat layar ponselnya, dan membuka pesan dari Rifia tersebut. Betapa terkejutnya Vano setelah melihat pesan yang dikirimkan Rifia kepada dirinya tersebut.Tak disangka-sangka, ternyata foto dirinya sedang memeluk Siella terpampang dengan sangat jelas sekali. Dan Vano bisa langsung menebak siapa yang mengirimnya. Jelas sekali kalau Siella yang mengirimkannya.‘Sial. Aku lupa kalau Rifia sudah minta nomor Siella tadi. Sudah pasti dia menghubungi Siella!’ batin Vano baru tersadarkan.Meski begitu, Vano berusaha untuk membela dirinya lagi supaya tidak kelihatan salah sama sekali. Padahal dia sudah sangat buntu sekal
Setelah membicarakan rencana dari Devan, Siella kembali bertemu dengannya, di rumah Hani seperti biasanya. Sebenarnya Siella agak sulit menerima rencana dari Devan, meski keuntungan sudah disebutkan oleh Devan, tetap saja, tidak semudah itu menerimanya.“Kamu pikir, apa Vano tidak akan curiga kalau aku mendadak bekerja denganmu?” tanya Siella dengan badan yang bersandar, dan kedua tangan yang sedang menyilang.“Tidak akan. Kamu baru tahu aku benci dengannya saat kita baru bertemu. Jadi, jelas kalau Vano tidak pernah menceritakan soal aku kepadamu. Kalau kamu bekerja padaku, kamu tidak akan rugi sama sekali,” jelasnya.“Tidak rugi bagaimana? Yang ada aku akan kesulitan membuat dua orang itu ribut kalau aku sudah bekerja denganmu. Yang ada malah mereka bisa hidup tenang dengan semua jerih payah palsu itu!” gerutu dari Siella yang sama sekali tidak terima.Menyeringai Devan memandangi Siella yang memberikan respon begitu. Dengan jarak duduk yang terpaut cukup jauh, jelas saja mereka tida
Siella secara silih berganti melihat ke arah Devan dan Rifia. Tatapan Rifia yang sangat berbinar, dengan penuh emosi yang menyentuh membuat Siella bingung melihat responnya.Sementara itu Devan kelihatan sangat ketus dan memasang wajah dingin yang membuat orang-orang agak bingung. Vano yang ada di sana sepertinya juga idak paham akan situasi yang sedang dihadapinya pada kala tersebut.“Kalian saling kenal?” Siella bertanya dengan sedikit pelan.Rifia berjalan perlahan mendekati Devan, dan perlahan hendak memegang wajahnya. Namun Devan segera langsung menepis, menolak dipegang oleh Rifia dan memasang ekspresi wajah tidak senang sama sekali.“A- Apa perusahaanmu?” tanya Rifia dengan sedikit kaku.Mendapat pertanyaan begitu, membuat Devan merasa menemukan waktu yang tepat untuk menyombongkan dirinya tersebut.“RoboHydro Company. Perusahaan yang fokus pada pengembangan robot pintar, dan kini sedang bekerjasama dengan salah satu perusahaan di US. Meski dulu kamu berkata bahwa perusahaanku
Mereka keluar dari dalam lift dan meninggalkan perusahaan Vano dengan segera. Menuju ke dalam mobil Devan, suasana di antara mereka berdua benar-benar canggung, karena tidak ada yang berbicara terhadap satu sama lain.Setelah menutup pintu mobil, Siella mencoba menanyakan sesuatu yang sempat membuatnya terkejut tadinya.“Kenapa kamu sepertinya enteng sekali berbicara begitu kepada Vano dan Rifia? Bukannya itu akan jadi masalah padaku?” tanya Siella, sambil memasang sabuk pengaman.“Tidak,” Devan kemudian mulai mengemudi, “Vano tidak akan membiarkanmu dekat denganku terlalu sering. Dia juga punya dendam padaku. Dan itu akan memicu dari pertengkaran mereka sendiri. Kamu hanya perlu pintar-pintar menipu mereka saja,” jawabnya.Kedengarannya seperti mengkambinghitamkan Siella sebagai bentuk balas dendamnya. Tetapi, di sisi lain rencana Devan termasuk cukup berjalan mulus sekali. Karena bisa langsung menyatu dengan bagaimana rencana Siella berikutnya.“Tapi, apa yang akan membuat Vano memb
Entah sejak kapan, semenjak kejadian dimana Siella resmi menjadi sekretaris pribadi dari Devan, Siella lebih sering mendatangi perusahaan Vano ketimbang perusahaan dari Devan sendiri.Bahkan, Siella sendiri merasa seperti sekarang Vano selalu menghubunginya. Tidak seperti dulu. Yang akan memanggil Siella kalau ada urusan saja. Sekarang seperti hal kecil saja ditanyakan kepada Siella.Siella sampai harus mencari waktu dan menegaskan kepada Devan bahwa kali ini dia benar-benar tidak bisa datang ke perusahaannya, karena Siella merasa harus benar-benar bekerja di tempat Devan, itu lah posisinya.“Iya, aku sudah bilang. Kerjakan seperti yang sudah aku jelaskan saja!” Siella nyaris meninggikan suara berkata kepada orang diseberang teleponnya.Dengan kasar ia mematikan teleponnya, dan memasang wajah sebal setelah akhirnya membuat panggilan tiada henti itu benar-benar henti total.Di dalam ruangan kerja Devan, Siella sampai mau mengeluh dengan mendongakkan kepala, dan badan yang bersandar di
Siella nyaris saja ambigu mengartikan ucapan dari Devan tersebut. Tanpa sadar, plakhhh. Siella menampar wajahnya untuk menyadarkan diri.Tamparan untuk dirinya sendiri tersebut membuat orang-orang yang ada di dekatnya tersebut kaget karena apa yang dilakukan oleh dirinya tersebut.“Siella? Kamu…, kenapa?” Devan bertanya karena merasa bingung dengan sikap dari Siella yang terbilang mendadak cukup aneh bagi dirinya tersebut.Langsung benar-benar salah tingkah Siella setelah Devan bertanya kepadanya. Jantungnya sama sekali tidak kompromi di saat seperti ini. Orang-orang yang bersama dengan Devan pun langsung mencoba menenangkan Siella.“Ma- Maafkan saya. Karena ini kali pertama saya datang ke sini langsung, rasanya sedikit takjub, dan juga kagum dalam satu waktu,” Siella berusaha tidak membuat dirinya menjadi kelihatan norak.“Ahahaha, santai saja. Kamu bisa bicara santai kalau di sini. Bicaralah secara formal saat kamu melakukan penawaran soal kerja,” ujar dari salah satu orang yang ber
Siella merasa tidak bisa menyangkal ucapan dari Devan tersebut. Dan Siella memilih diam tidak menanggapinya, sebagai bentuk pembenaran saja atas sikapnya tersebut.Baik Devan atau Siella sekali pun, cukup menikmati bagaimana acara tersebut sedang berjalan. Tetapi, berbeda dengan Rifia dan juga Vano, acara ini berjalan tidak seperti yang mereka inginkan.Mereka berjalan berdua dengan perasaan campur aduk, menujuk ke belakang dari tempat tersebut sedang diadakan acaranya. Rasanya benar-benar tidak bisa dibayangkan kenapa bisa ada Siella di sana.“Apa kamu tidak bertanya kegiatannya hari ini?!” Rifia meninggikan suara, setelah memastikan tidak ada satu orang pun selain mereka berdua di sana.Rifia bahkan berbalik badan dengan kasar dan wajah yang masam sekali. Begitu kelihatan marah sampai Vano ikut kesal karena ekspresi wajah Rifia tersebut.“Ya mana aku tahu! Kamu yang memintaku tidak memanggilnya! Kalau saja aku memanggilnya tadi pagi untuk datang ke perusahaan, dia tidak mungkin bert
Devan yang mendengarnya merasa sangat menggebu sekali. Benar, seharusnya dia tidak membuat Siella berada di titik yang tidak seharusnya. Seharusnya dia adalah orang yang bisa diandalkan bagi Siella, dan juga menjadi orang yang bisa bersamanya setiap saat.Dengan penuh keberanian yang meski sudah terlambat ini, Devan tidak mau menyia-nyiakan kembali apa yang belum bisa ia lakukan. Apa pun hasilnya, ia akan menerima semua keputusan Siella.Devan segera mengendarai mobil dan menuju ke bandara, sesuai dengan apa yang dikatakan Bu Ina, bahwa Siella sebentar lagi akan pergi dari negara ini.Masih belum terlambat selama ia masih mau mencoba. Ia benar-benar berharap bahwa Siella belum pergi dari sana. Ia masih harus menebus hutang pertanggungjawaban kepada Siella.Di bandara, Devan benar-benar tidak tahu harus mencarinya kemana. Ia menelepon Siella berkali-kali, setelah sekian lama ia berusaha menghindari komunikasi dengannya. Ia tidak akan membuang masa lagi.‘Kumohon Siella…, angkat,’ batin
Siella yang mendengarnya langsung mematung tidak bisa berkata selama beberapa saat. Hamil? Dirinya ini hamil? Ia merasakan tangannya gemetar setelah mendengar ucapan dari Dokter barusan.“Aku akan memberikanmu vitamin untuk bayi dalam kandunganmu. Harus rajin diminum untuk calon bayinya ya?” seru dari sang Dokter yang kelihatan sangat senang.Sementara Siella masih belum bisa berkata apa-apa. Dia benar-benar tidak tahu harus merespon bagaimana kabar barusan. Antara tidak percaya, atau mungkin dirinya harus percaya dengan hal barusan.Perlahan ia memegangi perutnya, dan terus berpikir bahwa ini adalah mimpi saja. Ia masih belum bisa mencernanya dengan baik. Jadi, selama ini dirinya sudah hamil? Tapi ia sama sekali tidak sadar?“Apa suamimu ada? Apa yang di depan itu-““Bu- Bukan, na- nanti aku beritahu padanya,” Siella langsung menolak.Ia tidak tahu bagaimana Devan akan meresponnya. Siella hanya pernah berhubungan dengan Devan, jadi ia yakin kalau Devan adalah anak dari dalam kandunga
Siella merasa sepertinya memang masih ada yang mengganjal dari pihak Vano. Tetapi ia menolak bertemu, karena sejatinya, bagi Siella ini sudah berakhir sepenuhnya.Biarlah Vano harus berdamai dengan sendirinya dengan emosi yang juga masa lalu yang tidak ia bisa terima sama sekali. Tugas Siella sekarang ini benar-benar sudah tidak ada lagi. Ia kini sudah tidak boleh ikut campur lebih jauh.“Kamu merasa sedih?” tanya Devan kepadanya.“Entahlah. Padahal penyebab awalnya bukan aku. Tapi kenapa aku seperti dibuat mendapatkan semua karmanya?” Siella merasa tidak adil.Di dalam mobil suasana jadi sangat hening dan tidak ada yang memecah sama sekali. Sepertinya mereka berdua dalam kondisi perasaan yang sama-sama tidak nyaman sama sekali.Tetapi, entah kenapa Devan yang kala itu sedang menyetir tidak mengantarkan Siella pulang sebagai mana seharusnya. Dia malah berbelok ke Danau yang tidak jauh dari sana. Jelas sekali Siella terkejut.“H- Hei! Kita kemana?!” terkejut Siella.
Devan sebenarnya setengah senang hati mendengar ucapan dari Siella yang memilih mengajaknya. Tetapi, tahu bahwa dia akan diajak menemui Vano, jelas membuat Devan merasa agak sedikit jengkel.Mereka kemudian pergi setelah berpamitan dengan Rifia. Sudah usai perasaan terpendam dan juga masalah internal yang jelas membuat mereka jadi seperti ini. sekarang semua sudah baik-baik saja di antara mereka berdua.Mereka pergi ke tempat Vano dengan mengendarai mobil. Rasanya sedikit gugup memikirkan bahwa dirinya akan menemui orang itu lagi. Padahal dia sudah bertekad yang waktu ini akan menjadi yang terakhir bagi dirinya itu.“Kamu takut dia akan melakukan hal buruk?” tanya Vano kepadanya.“Ah, tidak, hanya saja, aku kepikiran apa yang mungkin dia lakukan kalau melihatku lagi,” balas Siella.Devan yang melihat ke depan dengan tatapan kosong itu selama beberapa saat sempat tidak memberikan jawaban yang pasti. Perasaan jengkelnya lebih besar ketimbang perasaan khawatirnya.Ketika mereka sudah sam
Siella membawakan buah tangan untuk Rifia, dan juga sedikitnya susu ketika ia hendak mengunjungi Rifia. Bukan tanpa alasan. Anggap saja ini sebagai formalitas karena dirinya akan menengoki orang sakit. Jadi dia tidak mungkin datang dengan tangan kosong, kan?“Kamu sungguh tak apa mendatangi Rifia?” tanya Devan yang khawatir.Siella menganggukkan kepala, ia jelas tidak merasa masalah kalau memang begitu perlunya dirinya untuk saat ini. Ia sudah memantapkan diri untuk bertemu dengan Rifia, jadi tidak seharusnya ia membatalkannya.Ruangan Rifia benar-benar dijaga dengan sangat ketat. Mungkin karena dia sempat bersekutu dengan Vano, jadi dia juga mendapatkan label berbahaya dari pihak keamanan yang ada.Masuk ke dalam sana, Siella terus mengatur napas untuk bisa menenangkan dirinya. Ia akan menahan segala emosi yang ada, baik atau buruk pun akan dia coba bendung di dalam dirinya.Di dalam sana, ia melihar Rifia berbaring dengan perban di kepalanya. Entah apa yang dilakukan oleh Vano sampa
Siella menikmati bagaiman Devan mengajaknya berkeliling, dan juga sesekali melihat berbagai binatang kecil yang tersedia di dekat sana. Devan tidak pernah melepas kamera di tangannya, dan selalu siaga untuk mengambil gambar untuk Siella.“Kamu tak mau aku foto juga?” Siella menawarkan diri.Devan yang sedang mencoba membidik gambar tersebut menurunkan kamera, dan melihat ke arah Siella. Dia tampak lebih bahagia daripada sebelum-sebelumnya.“Tidak apa. Aku tidak terlalu suka foto,” tolaknya dengan lembut sekali.Siella merasa agak terpukau mendengar jawabannya, rasanya seperti melihat orang yang berbeda, padahal baru kemari Devan sangat menyebalkan sekali. Tetapi, sekarang jauh berbeda, dia seperti menjadi orang lain yang belum pernah Siella lihat sebelumnya. Sungguh mengagetkan sekali.“Jarang-jarang kita bisa keluar begini, kamu serius tidak mau?” ucap Siella, lagi.Devan sekali lagi menolak sambil menggelengkan kepala dan tersenyum cukup tipis kepada dirinya ini. “Tenang, aku akan m
Siella merasa benar-benar sendiri sekarang ini. ia memang berhasil pergi dari hidup Vano dan terlepas dari pernikahan yang tidak sehat itu. Tetapi, kini ia kehilangan tempatnya untuk pulang dan menceritakan isi hatinya.Rasanya remuk sekali perasaan Siella. Ia lebih banyak berdiri di dekat jembatan dan sesekali ke danau juga. Bukan untuk menyerah pada segalanya, melainkan ingin menenangkan diri dengan merasakan dinginnya angin yang berembus kepadanya.Tak ada pikiran Siella untuk segera menyusul Hani. Karena belum tentu ia bisa bertemu dengannya. Tetapi, Siella akan memanfaatkan hidupnya dengan baik, dan ingin mendedikasikan sisa hidupnya untuk menjadi orang berguna.‘Huhhh, setelah ini apa?’ batin Siella merasa sangat kesal.Semuanya memang berakhir dengan baik, hanya saja, di setiap prosesnya Siella mendapatkan pembelajaran dan juga hasil yang tidak diinginkan sama sekali.Sesekali Siella melemparkan batu ke sungai untuk bisa meredakan kekesalannya. Sesekali juga ia melemparkan sebu
Siella sudah duduk rapi di kursinya, dan kini sedang menunggu Vano masuk ke bilik kaca untuk bisa berbicara engannya. Entah apa yang sebenarnya dia ingin bicarakan dengan Siella di saat seperti ini sebenarnya.Devan, Pak Romi, dan Bu Ina berdir di belakangnya mengawasi. Kali ini mereka akan mendengarkan semua yang dibicarakan oleh Vano.Vano masuk ke dalam, dan duduk tepat di kursi yang sudah disediakan. Sesuai dengan permintaan, Vano diborgol dengan kuat pada kursinya, dan tidak dibiarkan bisa bangun dari tempat itu.Melihat bahwa Siella tidak datang sendirian membuat Vano tertawa, dia jelas merasa dibohongi karena ingin bertemu dengan Siella saja.“Heuuuhhh, lihat, kamu datang membawa pasukan,” ucap Vano.“Kenapa memangnya? Ada obrolan yang kamu tidak ingin mereka ketahui?” Siella langsung mengatakannya.“Kalau memang ada kenapa?” Vano menyeringai licik.“Aku tidak mau mendengarnya kalau begitu,” Siella segera membalas.“Ahhh, kalau begitu kamu pasti marah padaku, ya? Memang seberap
Siella lebih banyak berada di rumahnya tanpa keluar sama sekali. Rumah kecil yang ia tinggali sementara itu kini terasa makin menyesakkan dan juga begitu membuatnya tidak tenang.Ting… Tong… Bunyi bel rumahnya yang membuat seisi ruangan jadi terisi penuh akan suaranya.Siella segera keluar, dan melihat siapa yang datang. Dia mendapati Devan sedang berdiri di depan sana. Wajahnya masih layu dan menunjukkan bagaimana kesedihannya.“Ada apa?” Siella bertanya dengan suara yang lemah.“Rumah Hani akan segera dibersihkan oleh pemilik. Kamu mau ambil beberapa barangnya?” tawar dari Devan.Mendengarnya membuat Siella makin merasa sedih. Air matanya jadi kembali dan membuat Siella tidak bisa mengendalikan diri.“Aku tahu bagimu ini berat, tetapi bukan aku yang minta rumah itu segera dibersihkan,” sambing Devan.Siella segera membersihkan air matanya dan mengiyakan ajakan dari Devan, “Ya, baiklah, aku ikut,” Siella menyetujui.Mereka yang pergi ke rumah Hani sudah membawa segala kardus pakaian