Setelah membicarakan rencana dari Devan, Siella kembali bertemu dengannya, di rumah Hani seperti biasanya. Sebenarnya Siella agak sulit menerima rencana dari Devan, meski keuntungan sudah disebutkan oleh Devan, tetap saja, tidak semudah itu menerimanya.“Kamu pikir, apa Vano tidak akan curiga kalau aku mendadak bekerja denganmu?” tanya Siella dengan badan yang bersandar, dan kedua tangan yang sedang menyilang.“Tidak akan. Kamu baru tahu aku benci dengannya saat kita baru bertemu. Jadi, jelas kalau Vano tidak pernah menceritakan soal aku kepadamu. Kalau kamu bekerja padaku, kamu tidak akan rugi sama sekali,” jelasnya.“Tidak rugi bagaimana? Yang ada aku akan kesulitan membuat dua orang itu ribut kalau aku sudah bekerja denganmu. Yang ada malah mereka bisa hidup tenang dengan semua jerih payah palsu itu!” gerutu dari Siella yang sama sekali tidak terima.Menyeringai Devan memandangi Siella yang memberikan respon begitu. Dengan jarak duduk yang terpaut cukup jauh, jelas saja mereka tida
Siella secara silih berganti melihat ke arah Devan dan Rifia. Tatapan Rifia yang sangat berbinar, dengan penuh emosi yang menyentuh membuat Siella bingung melihat responnya.Sementara itu Devan kelihatan sangat ketus dan memasang wajah dingin yang membuat orang-orang agak bingung. Vano yang ada di sana sepertinya juga idak paham akan situasi yang sedang dihadapinya pada kala tersebut.“Kalian saling kenal?” Siella bertanya dengan sedikit pelan.Rifia berjalan perlahan mendekati Devan, dan perlahan hendak memegang wajahnya. Namun Devan segera langsung menepis, menolak dipegang oleh Rifia dan memasang ekspresi wajah tidak senang sama sekali.“A- Apa perusahaanmu?” tanya Rifia dengan sedikit kaku.Mendapat pertanyaan begitu, membuat Devan merasa menemukan waktu yang tepat untuk menyombongkan dirinya tersebut.“RoboHydro Company. Perusahaan yang fokus pada pengembangan robot pintar, dan kini sedang bekerjasama dengan salah satu perusahaan di US. Meski dulu kamu berkata bahwa perusahaanku
Mereka keluar dari dalam lift dan meninggalkan perusahaan Vano dengan segera. Menuju ke dalam mobil Devan, suasana di antara mereka berdua benar-benar canggung, karena tidak ada yang berbicara terhadap satu sama lain.Setelah menutup pintu mobil, Siella mencoba menanyakan sesuatu yang sempat membuatnya terkejut tadinya.“Kenapa kamu sepertinya enteng sekali berbicara begitu kepada Vano dan Rifia? Bukannya itu akan jadi masalah padaku?” tanya Siella, sambil memasang sabuk pengaman.“Tidak,” Devan kemudian mulai mengemudi, “Vano tidak akan membiarkanmu dekat denganku terlalu sering. Dia juga punya dendam padaku. Dan itu akan memicu dari pertengkaran mereka sendiri. Kamu hanya perlu pintar-pintar menipu mereka saja,” jawabnya.Kedengarannya seperti mengkambinghitamkan Siella sebagai bentuk balas dendamnya. Tetapi, di sisi lain rencana Devan termasuk cukup berjalan mulus sekali. Karena bisa langsung menyatu dengan bagaimana rencana Siella berikutnya.“Tapi, apa yang akan membuat Vano memb
Entah sejak kapan, semenjak kejadian dimana Siella resmi menjadi sekretaris pribadi dari Devan, Siella lebih sering mendatangi perusahaan Vano ketimbang perusahaan dari Devan sendiri.Bahkan, Siella sendiri merasa seperti sekarang Vano selalu menghubunginya. Tidak seperti dulu. Yang akan memanggil Siella kalau ada urusan saja. Sekarang seperti hal kecil saja ditanyakan kepada Siella.Siella sampai harus mencari waktu dan menegaskan kepada Devan bahwa kali ini dia benar-benar tidak bisa datang ke perusahaannya, karena Siella merasa harus benar-benar bekerja di tempat Devan, itu lah posisinya.“Iya, aku sudah bilang. Kerjakan seperti yang sudah aku jelaskan saja!” Siella nyaris meninggikan suara berkata kepada orang diseberang teleponnya.Dengan kasar ia mematikan teleponnya, dan memasang wajah sebal setelah akhirnya membuat panggilan tiada henti itu benar-benar henti total.Di dalam ruangan kerja Devan, Siella sampai mau mengeluh dengan mendongakkan kepala, dan badan yang bersandar di
Siella nyaris saja ambigu mengartikan ucapan dari Devan tersebut. Tanpa sadar, plakhhh. Siella menampar wajahnya untuk menyadarkan diri.Tamparan untuk dirinya sendiri tersebut membuat orang-orang yang ada di dekatnya tersebut kaget karena apa yang dilakukan oleh dirinya tersebut.“Siella? Kamu…, kenapa?” Devan bertanya karena merasa bingung dengan sikap dari Siella yang terbilang mendadak cukup aneh bagi dirinya tersebut.Langsung benar-benar salah tingkah Siella setelah Devan bertanya kepadanya. Jantungnya sama sekali tidak kompromi di saat seperti ini. Orang-orang yang bersama dengan Devan pun langsung mencoba menenangkan Siella.“Ma- Maafkan saya. Karena ini kali pertama saya datang ke sini langsung, rasanya sedikit takjub, dan juga kagum dalam satu waktu,” Siella berusaha tidak membuat dirinya menjadi kelihatan norak.“Ahahaha, santai saja. Kamu bisa bicara santai kalau di sini. Bicaralah secara formal saat kamu melakukan penawaran soal kerja,” ujar dari salah satu orang yang ber
Siella merasa tidak bisa menyangkal ucapan dari Devan tersebut. Dan Siella memilih diam tidak menanggapinya, sebagai bentuk pembenaran saja atas sikapnya tersebut.Baik Devan atau Siella sekali pun, cukup menikmati bagaimana acara tersebut sedang berjalan. Tetapi, berbeda dengan Rifia dan juga Vano, acara ini berjalan tidak seperti yang mereka inginkan.Mereka berjalan berdua dengan perasaan campur aduk, menujuk ke belakang dari tempat tersebut sedang diadakan acaranya. Rasanya benar-benar tidak bisa dibayangkan kenapa bisa ada Siella di sana.“Apa kamu tidak bertanya kegiatannya hari ini?!” Rifia meninggikan suara, setelah memastikan tidak ada satu orang pun selain mereka berdua di sana.Rifia bahkan berbalik badan dengan kasar dan wajah yang masam sekali. Begitu kelihatan marah sampai Vano ikut kesal karena ekspresi wajah Rifia tersebut.“Ya mana aku tahu! Kamu yang memintaku tidak memanggilnya! Kalau saja aku memanggilnya tadi pagi untuk datang ke perusahaan, dia tidak mungkin bert
Papanya merespon dengan santai sekali ucapan dari Rifia. Dan itu membuat Rifia merasa tidak senang mendengarnya. Ia akhirnya kembali meyakinkan papanya mengenai keinginannya.“Aku ingin papa membuat bisnisnya hancur! Aku tidak suka dengannya!” pekiknya.Kedua alis papanya mengkerut mendengar ucapan dari Rifia. “Lho? Kenapa? Apa kamu kenal juga dengannya? Kamu diapakan?” tanya dari papanya.Kembali rasanya pikiran Rifia dibuat membeku seketika. Bagaimana dia akan menjelaskan kepada sang papa, bahwa dirinya meminta ini demi supaya Vano bisa maju lebih kedepan dari Devan sendiri.“Po- Pokoknya aku tidak mau dia berkembang begitu! Aku tidak suka papa!” Rifia berusaha memberikan alasan yang sekiranya tidak mencurigakan.Papanya terdiam mendengar ucapan dari Rifia. Sebagai seorang pengusaha, tentu saja papanya punya insting tersendiri atas apa yang harus dilakukan bila ada permintaan yang berkaitan dengan ini.&
Mendengar ucapan Rifia yang langsung muncul dari ponsel tersebut, membuat Devan dan Siella sama-sama saling tatap. Seperti mengerti maksud dari kedatangan seseorang yang tidak seharusnya tersebut.“Ya? Kenapa?” Siella berpura-pura dahulu.Tidak ada niatan benar-benar menolong dari diri Siella ini. ia hanya ingin tahu, apa keinginan dari Rifia yang mendadak sekali menghubunginya pada saat itu.(“Aku diminta membuat proposal, tapi aku tidak mengerti cara buatnya.”) Ucapan tersebut benar-benar kedengaran mengemis.“Proposal? Buat apa?” Siella memancing.(“Ya- Ya, untuk mengajukan permohonan kerjasama. Ada perusahaan yang ingin aku targetkan sebagai tujuanku,”) Rifia menghindari mengatakannya.Siella sudah merasa curiga. Sepertinya ada gerak-gerik yang ingin dilakukan Rifia di belakang Siella. Entah itu akan merugikannya atau tidak, Siella tidak akan ambil risiko, terlebih ia tidak tahu seberapa be