“Arga!”
Kala pintu dibuka, gadis itu dikejutkan tangan seseorang yang tiba-tiba menarik pergelangannya. Freya menjerit spontan, saat punggungnya beradu dengan tembok. Sebuah tubuh lelaki menghimpitnya dari depan, membuat sang gadis ketakutkan. Mata dingin penuh kebencian pun tidak lupa diberikan untuknya.
“A-apa yang kau lakukan?!” sentak Freya, membalas tatapan itu dengan takut-takut.
“Apa?” Tertawa sumbang, Esau mengulangi pertanyaannya. “Maksudmu, memangnya apa yang harus dilakukan seorang suami pada istrinya? Kau lupa kita baru saja resmi menjadi suami istri? Menurutmu, aku tidak berhak meminta hak pada istriku?” Suaranya rendah penuh penekanan, menusuk ke dalam inti hati sang gadis.
‘Hak? Apakah maksudnya... hak hubungan suami pada istri?’ Pikiran Freya berputar mencari maksud dari perkataan lelaki di depannya itu. Dia tidak ingin percaya akan isi kepalanya.
“Maksudmu... k
Untuk beberapa detik pria itu terdiam. Entah apa yang tengah dipikirkan oleh pria yang menyebut dirinya sebagai papa, tetapi Freya justru menjawab dengan panggilan yang tidak semestinya. Freya sadar, dia sudah melukai perasaan pria yang hanya mendesah di ujung sana. Pria itu terluka pastinya, Freya tahu itu. Tapi, apakah lukanya lebih banyak daripada yang dirasakan oleh gadis ini? Tidak. Bagi Freya, pria itu adalah laki-laki egois yang hanya memikirkan nama baiknya.“Pihak kampus menghubungiku pagi tadi, katanya kau tidak masuk kelas sejak beberapa hari ini,” kata suara itu, setelah beberapa menit tak ada yang berbicara di antara ayah dan putrinya.“Aku ada urusan mendesak.”“Urusan?” Suara itu sedikit meninggi, tapi kemudian terdiam lagi. Pasti lah pria itu tengah mengatur kembali nada suaranya. “Aku tidak tahu apa urusan pentingmu, tetapi kuliah adalah yang paling utama. Freya, papa mohon, jangan tinggalkan kuali
“Turun!”Freya sedang berbaring di atas ranjang, mempermainkan ponsel di dalam tangannya. Buru-buru dia bangkit kala melihat Esau datang dari arah pintu. Dia tidak menyadari kepulangan lelaki itu, sehingga tampak jelas keterkejutan di wajahnya.Masih tetap di atas ranjang, Freya duduk dan menatap Esau yang kini tengah berjalan menuju ke arahnya. Sejenak, Freya mengulang lagi di dalam kepalanya kata yang tadi dia dengar.“Turun?” tanya Freya, memastikan dia tidak salah mendengar.“Ya, turun. Kau tidak diijinkan bahkan mendudukkan dirimu di atas ranjangku.” Pelan tapi pasti, lelaki itu mendekat dan segera menarik Freya untuk berdiri. Tak sungkan dia mendorong Freya menjauh dari ranjangnya, membuat Freya terhuyung ke depan.Perlakuan kasar lelaki itu membuat Freya hampir saja terjatuh. Jika dia tidak segera memegangi tembok di depannya, yakin lah kepala Freya akan bersentuhan indah dengan tembok. Sangat
“Kakak Ipar, bagaimana kabar bayi yang kalian janjikan?”Eldrick tiba-tiba bertanya, membuat Zoe yang sedang minum hampir saja menyemburkan kembali air yang sudah tiba di dalam mulut. Gadis itu melirik Dixon yang justru tertawa lepas atas pertanyaan yang... sungguh sangat menyebalkan.“Kak Esau sudah akan memiliki bayi, tapi kalian yang lebih dulu menikah bahkan belum memilikinya?” kata anak itu lagi, dengan pipi mencebik dia menatap Dixon. “Apakah mungkin Kakak Ipar tidak berniat memberiku keponakan?”“Eldrick!” Zoe menyela perkataan anak itu, tak tahan dia mendengar adiknya bertanya demikian.“Kenapa, Kak Zoe?”Astaga... dia bahkan tidak merasa terganggu meski melihat wajah kakaknya sudah memerah padam.“Hentikan pembicaraan tak berguna itu.”Lantas, El berdiri. Anak itu bangkit dari sofa dan langsung berdiri di depan kakak pertamanya lalu berbicara dengan
Nada yang sangat dingin, bagaikan bongkahan salju membekukan hati semua orang yang mendengar. Alena sampai tertegun mendengar putranya berkata demikian.Selama dua puluh tahun usia Esau, ini kali pertama dia mendengar anak itu berbicara sangat kejam, membuat Alena juga Harry tidak berkutik sama sekali. Bukan karena takut, tapi tepatnya hati kedua orang tua itu menjadi sedih mengingat status putranya yang sekarang sudah menikah. Esau pasti tertekan oleh pernikahan ini.“Freya, duduk di sini. Ayo, makanannya akan menjadi dingin jika kita tidak segera menyantapnya,” kata Alena kemudian, mencairkan suasana yang tiba-tiba hening.Tapi di hati Freya, dia merasa seakan kedua orang tua itu tidak mempedulikan perasaanya.Apakah sudah biasa di rumah ini melontarkan kalimat kasar tanpa perasaan? Jelas –jelas mereka mendengar perkataan Esau adalah sesutau yang tak semestinya dibiarkan. Seharusnya, orang tua menegur putra mereka yang sudah sangat ket
Alena masih setia menunggu jawaban dari Freya yang terenyuh di depannya. Dia mengamati wajah sedih gadis itu, membuat Alena merasa semakin penasaran akan kehidupan Freya yang sebenarnya, tak tahan Alena untuk tidak bertanya sekali lagi.“Apakah sangat sulit untuk menjelaskannya? Maaf jika membuatmu tidak nyaman,” ucapnya, tetapi di dalam hati Alena hanya ingin melihat respon dari Freya.“Ah, ti- tidak... aku hanya sedikit sedih,” sahut Freya tergagu.“Sedih? Apa yang terjadi sampai kau bersedih? Sekarang kau adalah menantu keluarga ini, jangan pikirkan kehidupanmu yang menyedihkan.”Mungkin bagi gadis yang hanya memiliki tingkat sekolah rendahan, kalimat Alena terdengar lembut dan menenangkan. Tapi bagi seorang Freya, dia tahu jika mertuanya hanya ingin mencari tahu tentang dirinya. Salah orang jika Alena pikir Freya lantas menjadi diam, tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan itu. Dia tersenyum manis, seakan menunjukka
Saat tengah malam Esau kembali ke kamar, dia terkejut mendapati pintu yang susah di dorong. Matanya mengintip apa yang mengganjal di balik sana, dan betapa terkejut lelaki itu melihat kepala seseorang yang tengah tidur di lantai, tepat di balik pintu.Itu pasti Freya. Gadis itu sudah tidur lebih dahulu saat Esau mengerjakan tugas kuliahnya di ruang kerja.“Dia benar-benar tidur di lantai?” gumamnya tidak percaya.Manusia macam apa yang patuh ketika disuruh tidur di atas lantai? Apakah gadis ini sangat tidak waras, atau mungkin dia memang sebodoh itu? Tadinya Esau berpikir Freya akan membangkang. Dia yakin, gadis ini adalah seseorang licik yang tidak akan mau ditindas begitu saja. Tetapi nyatanya, ini lah yang dia saksikan.“Minggir dari pintu!” katanya, masih terus mendorong daun pintu itu. “Hei, kau tak mendengarku?”Tapi gadis yang sudah terlelap itu sama sekali tidak bergerak.Bersusah payah Esau mendor
Jam kuliah pertama sudah selesai sepuluh menit yang lalu. Esau berjalan di koridor kampus hendak menuju kelas lain yang akan dimulai sekitar setengah jam lagi. Parsa, sahabatnya datang dari arah depan, melempar sekaleng soft drink yang langsung ditangkap lelaki itu.“Julian akan mengadakan pesta, kau ikut?”Sembari membuka kalengnya, Esau menggeleng. “Tidak.”Dia bukan laki-laki yang suka pesta, tapi ketika para sahabatnya yang mengadakan, biasanya Esau tidak akan menolak undangan mereka. Tetapi karena pengalaman buruk yang baru terjadi di dalam hidupnya, lelaki itu menjadi malas menghadiri undangan pesta dari teman-teman.Pesta adalah sesuatu yang tidak jauh dari alkohol dan gadis-gadis. Esau tidak ingin sekali lagi terjebak dalam permainan seorang gadis.“Aku sibuk, banyak urusan kantor yang harus kuselesaikan.”“Hei, Bung, usiamu baru dua puluh dan ayahmu masih sangat muda. Apakah kau berpik
Dua pasang mata itu masih terus saling menatap. Freya dengan ketakutan di dalam kepalanya, sementara Esau menunjukkan tatapan jijik pada gadis yang menjadi rebutan dua orang di depan sana. Keduanya hanya diam tanpa melakukan apa pun.“Leona, lepaskan Freya sekarang.”“Jika aku tidak mau, kau akan apa? Aku tidak peduli dia gadismu, karena dia sudah berani menggangguku, maka dia harus membayar perbuatannya!” Leona bersikeras.Mereka sama-sama dari keluarga terpandang. Sudah tentu keduanya merasa diri berkuasa melakukan apa yang mereka mau. Leona tidak akan gampang menyerah meski Parsa menyebut Freya sebagai gadisnya.“Kau—““Apa?” Leona mengangkat dagunya. “Kau ingin memukulku?”“Aku tidak peduli apa masalah kalian. Tapi karena kau sudah sangat keterlaluan, ya, aku tidak akan segan memukulmu!”Selama yang Esau kenal, Parsa tidak pernah mau berdebat seper
Esau berlari menaiki tangga pintu masuk istana keluarganya, dengan penuh semangat dan senyum yang tergambar di bibirnya. Tangan kanan menjinjing sebuah boks besar yang dia bawakan hadiah untuk istrinya, belakangan ini dia memang menjadi sangat romantis sejak mendengar kabar kehamilan Freya. Setiap akan pulang dari mana pun, Esau menyempatkan membawa hadiah untuk Freya. Baik itu berupa bunga, makanan, atau benda apa saja yang dia temukan di jalan. Terkadang juga Esau mencari-cari sesuatu yang diinginkan ibu hamil melalui situs internet, lantas membawakannya untuk Freya. Dia adalah suami yang begitu mencintai istrinya. “Sayang...” Esau mendorong pintu kamar, memamerkan jinjingan yang dia bawa. “Lihat, aku membawa apa padamu?” Freya yang tengah berbaring membaca sebuah buku, menurunkan buku itu ke atas perutnya dan melihat Esau. Sejak hamil dan dikatakan fisiknya lemah, Freya dengan suka rela mengambil cuti kuliah dan lebih memilih menghabiskan waktu menikmati k
“Frey, kalian harus datang, ingat!”Leona berseru dari ujung sana, melambaikan tangannya pada Freya yang masih berdiri menunggu Esau membukakan pintu mobil. Gadis itu mengangguk sebagai jawaban untuk seruan dari Leona.“Baik lah, akan aku usahakan.” Freya lalu masuk ke dalam mobil di samping suaminya yang menyetir.“Datang? Memangnya... ke mana dia mengajakmu?”“Ulang tahun. Leona merayakan ulang tahunnya, dan dia mengundang kita.”“Kenapa kita harus datang?” Esau menyahut acuh, menyalakan mesin mobil yang membawa mereka meninggalkan parkiran kampus. “Aku heran kenapa kau mau berteman dengannya, padahal dulu dia jahat padamu.”Jika dipikir-pikir, Leona memang banyak melakukan kejahatan pada Freya, tapi di balik itu Freya sendiri sudah membalasnya, kan? Lantas kenapa harus merasa dirinya harus membenci Leona lagi? Lagian Leona sendiri sudah meminta maaf secara terang-tera
Semua orang menjadi diam melihat kedatangan pria itu. Esau masih terkejut, bahkan dia tidak sadar kapan Ezra Raves berjalan menuju kado besar yang sudah Harry siapkan. Dia menatap Harry dengan tatapan yang sedikit aneh.“Apakah kado dariku sangat besar?” katanya, seakan menyindir Harry. Ezra cukup tahu Harry adalah seseorang yang selalu mempersiapkan segala sesuatu, dan sudah pasti Harry lah yang membuat kado itu seakan-akan dari dirinya. “Kalian tampak senang melihat kado dariku, tapi tampaknya tidak senang dengan kedatanganku.” Ezra berpindah ke depan Harry, mengulurkan tangannya dan berkata, “Halo, Besan, akhirnya kita bertemu setelah sekian lama.”Harry muak melihat sikap Ezra yang seakan ingin menunjukkan sifat arogannya. Tapi demi menjaga nama baik menantu perempuannya, Harry mengulurkan tangan untuk menyambut Ezra. “Ya, selamat datang kembali. Aku pikir pesawat itu sudah meledak sehingga kau mungkin tidak akan pernah dat
“Selamat, akhirnya kau benar-benar menjadi lelaki jantan.” Parsa menepuk pundak sahabatnya, membuat Esau mengerut kening tidak senang.“Sial! Apa selama ini aku kurang jantan di matamu?” umpat Esau pelan, tidak senang dia dengan ledekan yang ditujukan Parsa padanya.“Mana aku tahu, Freya lah yang tahu bagaimana kau di ranjang.” Parsa melirik Freya dan meneruskan pertanyaan Esau padanya. “Bagaimana, Frey, apakah Esau jago di ranjang?” ucapnya sembari tertawa.Kesal, Esau meninju pelan pundak Parsa untuk menyuruh sahabatnya itu diam. “Diam lah, Brengsek, atau aku memanggil bagian keamanan untuk mengusirmu,” balasnya sambil bergurau.Hal itu membuat Julian ikut tertawa mendengar dua sahabatnya yang saling mengejek, dan ikut serta di dalam perbincangan mereka. “Mungkin kau memang tidak jago, Esau, sebab itu Freya ingin meninggalkanmu.”“Hei, tutup mulutmu atau aku
“Apa yang kau lakukan, Esau?” Freya menarik Esau untuk menjauh, tetapi Esau tidak menggubrisnya. Dia tidak akan menyerah begitu saja sebelum Felisha menunjukkan apa yang dia sembunyikan.“Frey, aku lah yang lebih dulu mengenal bibi, jadi aku tahu dia tidak sepenuhnya gila. Sebelum kau masuk ke dalam hidupku, perawat mengatakan bibi hanya butuh pengobatan ringan. Dia hanya terlalu malu bertemu denganmu, sampai-sampai berkata tidak ingin melihatmu lagi. Benar seperti itu kan, Bi?” tanya Esau tegas.Tentu hal itu membuat Felisha tak tahan lagi. Dia lelah menahan diri hingga akhirnya meneteskan air mata dari kedua sudut matanya.“Aku orang jahat, kenapa aku berhak memiliki anak? Aku sudah membuat semua orang menderita, aku tidak pantas menjadi ibunya,” bisik Feli lemah.Pertemuan dengan Ezra sudah membuat Feli seperti tersadar bahwa dirinya adalah orang jahat yang tak pantas mendapatkan perhatian dari siapa pun. Semua tuduh
“Maaf sudah memisahkanmu dengan papamu.” Esau mengelus wajah Freya, satu jarinya bermain-main di wajah cantik gadis yang bersandar ke pundaknya.Bagaimana pun, Ezra Raves adalah pria pertama yang mencintai gadis itu sejak dia lahir. Mungkin banyak kesalahan yang Ezra lakukan, tapi tetap saja cinta seorang ayah tidak bisa dihilangkan dari hati.“Kau masih sedih?” Kini Esau tatap wajah cantik istrinya dengan memegangi dagu lancip Freya.Menggeleng lemah, tentu saja Freya berbohong. Dia tidak bisa berkata dirinya baik-baik saja setelah yang barusan terjadi.“Sedih sebentar tidak akan membunuhku, kan?” bisik Freya, lagi air matanya mengalir. “Papa tidak boleh hanya menyalahkan mama, mereka sama-sama salah. Aku harus tega pada papa untuk membuatnya menyadari kesalahan.”“Benar, kau tidak melakukan kesalahan. Jika papamu bisa berpikir dengan baik, seharusnya dia menyesal.”Helaan na
“Apa yang kalian bicarakan? Sayang, papa mencintaimu. Kau tidak harus mendengarkan kesaksian dari orang-orang yang tidak menyukai papa,” kata Ezra, berharap kali ini putrinya masih mendengarnya. Ezra Raves tidak rela jika Freya menuduhnya tidak menginginkan dirinya.“Tapi bukti yang kutemukan bukan sekedar ucapan orang-orang. Papa juga ingin melihatnya?” Freya menantang papanya, lantas membuka lipatan kertas yang dia pegang.Bagaimana pula ada orang yang berkata demikian? Apakah mereka bisa mendengar isi kepala Ezra? Siapa yang dengan berani membuat kesaksian bahwa Ezra tidak menginginkan bayinya? Sejak mendengar Felisha hamil, Ezra sudah berencana untuk mengurus bayi itu meski tanpa ibunya!“Catatan rumah sakit atas nama Felisha Raves dan suaminya Ezra Raves,” kata Freya, membaca sebagian dari kertas yang ada di tangannya. Dadanya sesak. Pedih Freya rasakan ketika dia melanjutkan untuk berkata, “Catatan ini adalah kunju
Freya masih bergeming menatap tangan Esau yang terulur padanya. Lalu perlahan mengangkat mata untuk melihat wajah suami yang... katanya sudah bercerai oleh perbuatan oleh sang papa. Wajah sendunya sulit untuk ditebak, apakah Freya akan menerima uluran tangan itu?Kemudian dia perlahan mengalihkan wajah menatap tangan papanya, lalu mata mereka pun bertemu beberapa detik kemudian.“Mari, Sayang, kita akan berangkat hari ini,” ucap Ezra Raves sekali lagi.“Papa menjagaku?” Suara serak yang menyiratkan kerinduan akan cinta.“Pasti, karena kau lah separu dari nyawaku yang tersisa.” Ezra mengangguk perlahan.Ezra memang banyak melakukan kebohonga, tapi semua dia lakukan untuk alasan yang tepat. Dia hanya tidak ingin membuat Freya seperti ibunya.“Freya, ibumu memiliki temprament yang sangat buruk. Dia suka menyakiti orang lain tanpa peduli siapa orangnya. Aku menjauhkanmu dari dia karena aku mencintaimu, a
“Esau, tunggu!” Freya hampir saja terjatuh ketika mengikuti langkah suaminya turun dari mobil. “Bukankah kau bilang akan mempertahankanku? Kenapa kau ingin mengembalikanku pada papa?” katanya lagi. Freya tidak ingin pergi, dia berhenti menatap rumah besar di mana papanya menunggu.“Freya, ikut lah, papamu sudah tak sabar menunggu.”Kemarahan Esau sudah sampai di puncak kepalanya, sehingga tak ada waktu baginya membahas hal ini. Esau hanya ingin segera bertemu dengan Ezra Raves dan menyelesaikan masalah mereka. Dia tidak tahan mendengar kata-kata Ezra yang bahkan sudah mengurus perceraiannya dan Freya. Bukankah pria itu sudah sangat keterlaluan?“Tapi aku tidak mau! Aku mencintaimu, aku ingin denganmu!” Freya yang baru mendapat kasih sayang dari seluruh anggota keluarga Borisson, tiba-tiba merasa sangat sedih. Esau, lelaki yang pagi tadi berkata mencintai dirinya bahkan rela mati untuknya, kenapa sekarang justru sep