"Harry ...."
Nada rendah dengan sedikit berirama yang membuat Harry selalu luluh mendengarnya, keluar dari bibir merah muda Alena. Dia tidak melanjutkan kalimat apa yang ingin dia katakan. Alena hanya menatap Harry dengan dua maniknya, seakan meminta pengertian dari lelaki itu. Jika dulu Harry langsung membawa Alena ke dalam pelukan setiap mendengar nada itu, kali ini sangat berbeda. Harry hanya membuang muka ke samping, menghindari tatapan iba dari istrinya. Dia adalah lelaki yang teguh pendiriannya, jika sudah menyangkut putri juga istrinya.
Meski yang sekarang memohon adalah Alena, Harry akan berusaha mengabaikan ucapan istrinya itu. Harry terlanjur kesal oleh sikap Alena yang sangat sulit dimengerti. Apa yang ada di pikiran wanita ini, sampai harus mempertimbankan masa ke depan nanti, sedangkan sekarang mungkin putri mereka dalam ma
"Harel, apa yang kau bicarakan, Sayang?"Mata Alena sudah mulai berair. Pandangan matanya meredup oleh genangan embun yang menyelimuti penglihatannya. Dia melipat bibirnya ke dalam sebelum melanjutkan perkatannya."Harel, kau ... kau pernah melihat mamamu menguburkan orang lain?Harel menautkan kedua alisnya. "Menguburkan? Mamaku bilang itu bukan mengubur, tapi memberinya tidur."Tak perlu bertanya lagi untuk memperjelas perkataan Harel. Dia memang pernah melihat Serena menyiksa seseorang sampai tidak sadarkan diri, atau mungkin itu mati, lalu menguburkannya dengan alasan memberi tidur. Alena semakin merasa iba pada anak ini, tidak tega dia membayangkan seperti apa Sere mengajarkan Harel dengan tingkah laku kasar.Apakah benar Alena harus mengembalikan Harel ke Prancis? Anak ini butuh pertolongan yang tepat, dan dia tidak boleh diabaikan. Alena juga bimbang jika harus merawat anak itu seperti yang sudah dia rencanakan. Sungguh ... Alena benar-benar
Seluruh tubuh Alena terasa kaku seketika. Dia bergeming di tempatnya dengan tangan meremas buku di balik punggungnya. Alena tidak berani membalas tatapan suami yang seperti sedang mengintrogasi. Jadi, dia sama sekali tidak menggerakkan tubuh dan hanya berharap Harry segera melupakan perkataannya barusan."Mari ke rumah sakit. Sebenarnya aku juga akan segera ke sana jika kau tidak datang," kata Alena, mencoba meluluhkan hati suaminya."Alen, kau mendengarku?"'Kumohon tidak, Harry, tolong jangan. Kau tidak boleh melihat ini,' kata hati Alena di dalam sana. Dia kalah telak, tapi mencoba membuat wajahnya menjadi sedih."Alena Gomer istriku, kau mendengaku?"Jika Harry sudah memanggilnya
Ada apa dengan anak istrinya? Mereka berdua memaksa Harry membiarkan Harel tetap di sini. Apakah mereka tidak mengerti jika Harel bisa sangat berbahaya? Tapi terserah lah kata mereka, Harry sudah bulat dengan keputusannya, anak itu harus dikembalikan, Harel butuh dokter dan psikolog, bukan teman bermain juga kasih sayang seorang ibu."Maka anggap lah demikian jika kau tidak bisa mengerti. Dad akan pergi ke kantor."Harry merasa lelah. Dia sudah mencoba memberi pengertian pada putri kecilnya, tapi Zoe malah menganggap dirinya jahat dan berkata membenci Harry. Ketika akan keluar dari kamar, Harry sempat menatap mata Alena dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia marah, dan Alena merasa sangat mersalah.Kini hanya Alena dan Zoe yang tinggal di dalam kamar itu. Alena menarik kursi yang tadi dipakai suaminya, lalu duduk menghadap Zoe. Putri kecilnya itu segera membuang wajah ke samping."Apakah mom juga tidak mencintaiku?" tanya Zoe, dia tidak ingin melihat ma
Gemetar tangan Alena menerima rangkaian bunga yang diberikan oleh suaminya, dadanya berdebar lebih cepat, sedang hatinya bertanya-tanya, apa yang mengubah Harry dalam waktu yang tidak begitu lama? Lalu setelah Alena memeluk buket di dadanya, Harry menyentuh telapaknya dan menjalin jemari mereka. Dibawanya Alena keluar dari tempat itu.Bukankah mereka akan pulang ungtuk berganti dan sebagainya? Semakin bingun dan gugup Alena saat ternyata Harry membawanya ke sebuah rooftop kafe di hotel itu."I-ini ... bukankah seharusnya kita pulang?" Pertama kalinya Alena berbicara sejak terkahir di rumah sakit tadi."Tidak, aku ingin mengajakmu makan malam."Tidak, bukan janggal Harry mengajaknya seperti ini, sudah hal biasa bagi mereka menikmati wa
"Harry, kau melihat album pernikahan kita? Zoe bosan hanya berbaring di ranjang, jadi dia memintaku membawakan album untuk dilihat, katanya."Alena membongkar seluruh laci yang ada di dalam kamar untuk menemukan album pernikahan mereka. Yang dia ingat, dia menyimpannya di laci meja rias, tapi sudah membongkar seluruh isinya pun, Alena tidak juga menemukan album itu. Dia terus mencari dan mengoceh tanpa melihat Harry yang tengah memasang pakaian dalam."Aku mengingatnya di sana, kau sudah mencari semuanya?" kata Harry, berjalan menuju meja tempat istrinya menunduk."Sudah semua, tapi itu tidak ada."Sesaat Harry mengerut kening sebelum akhirnya memberi saran. "Coba tanyakan pelayan, mungkin mereka membersihkan kamar ketika kita di rumah sakit.""Apakah mungkin?" Alena bertanya bingung tapi tetap melakukan saran Harry. Dia tidak begitu yakin memang, mengingat pelayan sangat jarang menyentuh kamar mereka."Tiffa, selama aku di ruma
Harry mengecup kening istrinya sangat lama, kedua tangan lelaki itu melingkar erat di pinggang Alena seakan tak rela melepaskannya."Aku tidak ingin pergi tanpamu. Rasanya ingin memasukkanmu ke dalam saku jas," kata Harry, memeluk semakin erat.Alena menarik wajahnya menjauh dari dada lelaki itu, untuk bisa melihat muka yang sedang cemberut. Lihatlah, bibir Harry jatuh ke bawah dan wajahnya dibuat sesedih mungkin mengalahi seorang bocah lima tahun. Dia menjengkelkan sekaligus manis di saat yang bersamaan."Andai aku bisa mengecil seperti itu," kata Alena, ikut bermanja dengan memainkan dada Harry dengan ujung tekunjuknya."Hum, seharusnya kau memang memiliki progam yang bisa mengecil dan besarkan tubuhmu, sehingga aku bisa membawamu k
"Kau ingin mempermainkan emosiku? Kau mencoba mencari simpatik pada istriku? Semuanya sudah dia berikan, tapi sepertinya kau tidak pantas mendapat perhatian dari kami." Mata Harry melotot dan sangat menakutkan, dia mengabaikan fakta bahwa Harel adalah putra dari kakaknya.Namun, bagi seorang Alena yang memiliki hati lembut tentu saja itu sangat menyedihkan. Dia tidak membela Harel juga tak tega memojokkannya."Harry, tenangkan dirimu, Sayang. Kita harus membicarakan ini baik-baik.""Diam kataku maka diam, Alen! Aku berhak berbicara pada keponakanku."Para pelayan pun datang di saat yang bersamaan tapi tak seorang pun yang berani melerai emosi tuan mereka. Semuanya hanya berdiri menunggu perintah, tentu dengan tangan yang membungkam mu
Empat hari sudah Harry pergi melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri. Alena merasa sangat merindukan lelaki itu, bahkan rasanya tidak tahan untuk segera bertemu. Harry berkata dirinya akan tiba hari ini, tapi sehingga sudah menjelang sore, dia tidak juga mendapat kabar dari suaminya. Ponsel Harry tidak bisa dihubungi, dan lelaki itu juga sama sekali tidak memberinya kabar sejak terakhir mereka berbicara di telepon. Ke mana Harry sebenarnya? Hati Alena bertanya-tanya. Membuat orang khawatir bukan bagian dari kebiasaan Harry selama ini.Apa lagi, siang tadi dokter berbicara pada Alena dan mengatakan Zoe sudah bisa pulang. Tulang punggung yang tadinya bergeser sudah kembali pada tempatnya, dan pergelangan yang tadinya memar pun sudah pulih sedia kala. Alena merasa khawatir jika putrinya merasa sedih, sebab Harry tidak menjemputnya pulang dari rumah sakit."Mom? Sebenarnya berapa lama dad di luar negeri? Bukankah dia bilang hanya pergi tiga hari?" tanya Zoe, anak itu su