"Harel, apa yang kau bicarakan, Sayang?"
Mata Alena sudah mulai berair. Pandangan matanya meredup oleh genangan embun yang menyelimuti penglihatannya. Dia melipat bibirnya ke dalam sebelum melanjutkan perkatannya.
"Harel, kau ... kau pernah melihat mamamu menguburkan orang lain?
Harel menautkan kedua alisnya. "Menguburkan? Mamaku bilang itu bukan mengubur, tapi memberinya tidur."
Tak perlu bertanya lagi untuk memperjelas perkataan Harel. Dia memang pernah melihat Serena menyiksa seseorang sampai tidak sadarkan diri, atau mungkin itu mati, lalu menguburkannya dengan alasan memberi tidur. Alena semakin merasa iba pada anak ini, tidak tega dia membayangkan seperti apa Sere mengajarkan Harel dengan tingkah laku kasar.
Apakah benar Alena harus mengembalikan Harel ke Prancis? Anak ini butuh pertolongan yang tepat, dan dia tidak boleh diabaikan. Alena juga bimbang jika harus merawat anak itu seperti yang sudah dia rencanakan. Sungguh ... Alena benar-benar
Seluruh tubuh Alena terasa kaku seketika. Dia bergeming di tempatnya dengan tangan meremas buku di balik punggungnya. Alena tidak berani membalas tatapan suami yang seperti sedang mengintrogasi. Jadi, dia sama sekali tidak menggerakkan tubuh dan hanya berharap Harry segera melupakan perkataannya barusan."Mari ke rumah sakit. Sebenarnya aku juga akan segera ke sana jika kau tidak datang," kata Alena, mencoba meluluhkan hati suaminya."Alen, kau mendengarku?"'Kumohon tidak, Harry, tolong jangan. Kau tidak boleh melihat ini,' kata hati Alena di dalam sana. Dia kalah telak, tapi mencoba membuat wajahnya menjadi sedih."Alena Gomer istriku, kau mendengaku?"Jika Harry sudah memanggilnya
Ada apa dengan anak istrinya? Mereka berdua memaksa Harry membiarkan Harel tetap di sini. Apakah mereka tidak mengerti jika Harel bisa sangat berbahaya? Tapi terserah lah kata mereka, Harry sudah bulat dengan keputusannya, anak itu harus dikembalikan, Harel butuh dokter dan psikolog, bukan teman bermain juga kasih sayang seorang ibu."Maka anggap lah demikian jika kau tidak bisa mengerti. Dad akan pergi ke kantor."Harry merasa lelah. Dia sudah mencoba memberi pengertian pada putri kecilnya, tapi Zoe malah menganggap dirinya jahat dan berkata membenci Harry. Ketika akan keluar dari kamar, Harry sempat menatap mata Alena dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia marah, dan Alena merasa sangat mersalah.Kini hanya Alena dan Zoe yang tinggal di dalam kamar itu. Alena menarik kursi yang tadi dipakai suaminya, lalu duduk menghadap Zoe. Putri kecilnya itu segera membuang wajah ke samping."Apakah mom juga tidak mencintaiku?" tanya Zoe, dia tidak ingin melihat ma
Gemetar tangan Alena menerima rangkaian bunga yang diberikan oleh suaminya, dadanya berdebar lebih cepat, sedang hatinya bertanya-tanya, apa yang mengubah Harry dalam waktu yang tidak begitu lama? Lalu setelah Alena memeluk buket di dadanya, Harry menyentuh telapaknya dan menjalin jemari mereka. Dibawanya Alena keluar dari tempat itu.Bukankah mereka akan pulang ungtuk berganti dan sebagainya? Semakin bingun dan gugup Alena saat ternyata Harry membawanya ke sebuah rooftop kafe di hotel itu."I-ini ... bukankah seharusnya kita pulang?" Pertama kalinya Alena berbicara sejak terkahir di rumah sakit tadi."Tidak, aku ingin mengajakmu makan malam."Tidak, bukan janggal Harry mengajaknya seperti ini, sudah hal biasa bagi mereka menikmati wa
"Harry, kau melihat album pernikahan kita? Zoe bosan hanya berbaring di ranjang, jadi dia memintaku membawakan album untuk dilihat, katanya."Alena membongkar seluruh laci yang ada di dalam kamar untuk menemukan album pernikahan mereka. Yang dia ingat, dia menyimpannya di laci meja rias, tapi sudah membongkar seluruh isinya pun, Alena tidak juga menemukan album itu. Dia terus mencari dan mengoceh tanpa melihat Harry yang tengah memasang pakaian dalam."Aku mengingatnya di sana, kau sudah mencari semuanya?" kata Harry, berjalan menuju meja tempat istrinya menunduk."Sudah semua, tapi itu tidak ada."Sesaat Harry mengerut kening sebelum akhirnya memberi saran. "Coba tanyakan pelayan, mungkin mereka membersihkan kamar ketika kita di rumah sakit.""Apakah mungkin?" Alena bertanya bingung tapi tetap melakukan saran Harry. Dia tidak begitu yakin memang, mengingat pelayan sangat jarang menyentuh kamar mereka."Tiffa, selama aku di ruma
Harry mengecup kening istrinya sangat lama, kedua tangan lelaki itu melingkar erat di pinggang Alena seakan tak rela melepaskannya."Aku tidak ingin pergi tanpamu. Rasanya ingin memasukkanmu ke dalam saku jas," kata Harry, memeluk semakin erat.Alena menarik wajahnya menjauh dari dada lelaki itu, untuk bisa melihat muka yang sedang cemberut. Lihatlah, bibir Harry jatuh ke bawah dan wajahnya dibuat sesedih mungkin mengalahi seorang bocah lima tahun. Dia menjengkelkan sekaligus manis di saat yang bersamaan."Andai aku bisa mengecil seperti itu," kata Alena, ikut bermanja dengan memainkan dada Harry dengan ujung tekunjuknya."Hum, seharusnya kau memang memiliki progam yang bisa mengecil dan besarkan tubuhmu, sehingga aku bisa membawamu k
"Kau ingin mempermainkan emosiku? Kau mencoba mencari simpatik pada istriku? Semuanya sudah dia berikan, tapi sepertinya kau tidak pantas mendapat perhatian dari kami." Mata Harry melotot dan sangat menakutkan, dia mengabaikan fakta bahwa Harel adalah putra dari kakaknya.Namun, bagi seorang Alena yang memiliki hati lembut tentu saja itu sangat menyedihkan. Dia tidak membela Harel juga tak tega memojokkannya."Harry, tenangkan dirimu, Sayang. Kita harus membicarakan ini baik-baik.""Diam kataku maka diam, Alen! Aku berhak berbicara pada keponakanku."Para pelayan pun datang di saat yang bersamaan tapi tak seorang pun yang berani melerai emosi tuan mereka. Semuanya hanya berdiri menunggu perintah, tentu dengan tangan yang membungkam mu
Empat hari sudah Harry pergi melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri. Alena merasa sangat merindukan lelaki itu, bahkan rasanya tidak tahan untuk segera bertemu. Harry berkata dirinya akan tiba hari ini, tapi sehingga sudah menjelang sore, dia tidak juga mendapat kabar dari suaminya. Ponsel Harry tidak bisa dihubungi, dan lelaki itu juga sama sekali tidak memberinya kabar sejak terakhir mereka berbicara di telepon. Ke mana Harry sebenarnya? Hati Alena bertanya-tanya. Membuat orang khawatir bukan bagian dari kebiasaan Harry selama ini.Apa lagi, siang tadi dokter berbicara pada Alena dan mengatakan Zoe sudah bisa pulang. Tulang punggung yang tadinya bergeser sudah kembali pada tempatnya, dan pergelangan yang tadinya memar pun sudah pulih sedia kala. Alena merasa khawatir jika putrinya merasa sedih, sebab Harry tidak menjemputnya pulang dari rumah sakit."Mom? Sebenarnya berapa lama dad di luar negeri? Bukankah dia bilang hanya pergi tiga hari?" tanya Zoe, anak itu su
Jika Harry sudah berkata di sini, ya harus di sini. Diabaikannya bisikan Alena yang terus memohon untuk dilepaskan. Harry sudah berhasik menyingkap gaun istrinya sehingga menunjukkan dua dada yang mencuat dari balik bra hitam. Dia menatap benda itu beberapa saat dengan mata yang sangat memuja."Sangat indah, bagaimana bisa aku menunggu kita kembali ke rumah, Sayang?" katanya, lalu menyapukan lidah di permukaan bukit Alena.Mendapat rangsangan dari lidah hangat itu, Alena yang tadinya berusaha berontak pun kini mulai melemah. Dia menjadi pasrah, bahkan tangannya memeluk erat leher Harry. Alena bersusah payah untuk menahan erangan ketika akhirnya Harry sudah melepaskan bra hitam yang melingkar di dadanya."Sayang, ah ..." erangnya mulai meracau.
Esau berlari menaiki tangga pintu masuk istana keluarganya, dengan penuh semangat dan senyum yang tergambar di bibirnya. Tangan kanan menjinjing sebuah boks besar yang dia bawakan hadiah untuk istrinya, belakangan ini dia memang menjadi sangat romantis sejak mendengar kabar kehamilan Freya. Setiap akan pulang dari mana pun, Esau menyempatkan membawa hadiah untuk Freya. Baik itu berupa bunga, makanan, atau benda apa saja yang dia temukan di jalan. Terkadang juga Esau mencari-cari sesuatu yang diinginkan ibu hamil melalui situs internet, lantas membawakannya untuk Freya. Dia adalah suami yang begitu mencintai istrinya. “Sayang...” Esau mendorong pintu kamar, memamerkan jinjingan yang dia bawa. “Lihat, aku membawa apa padamu?” Freya yang tengah berbaring membaca sebuah buku, menurunkan buku itu ke atas perutnya dan melihat Esau. Sejak hamil dan dikatakan fisiknya lemah, Freya dengan suka rela mengambil cuti kuliah dan lebih memilih menghabiskan waktu menikmati k
“Frey, kalian harus datang, ingat!”Leona berseru dari ujung sana, melambaikan tangannya pada Freya yang masih berdiri menunggu Esau membukakan pintu mobil. Gadis itu mengangguk sebagai jawaban untuk seruan dari Leona.“Baik lah, akan aku usahakan.” Freya lalu masuk ke dalam mobil di samping suaminya yang menyetir.“Datang? Memangnya... ke mana dia mengajakmu?”“Ulang tahun. Leona merayakan ulang tahunnya, dan dia mengundang kita.”“Kenapa kita harus datang?” Esau menyahut acuh, menyalakan mesin mobil yang membawa mereka meninggalkan parkiran kampus. “Aku heran kenapa kau mau berteman dengannya, padahal dulu dia jahat padamu.”Jika dipikir-pikir, Leona memang banyak melakukan kejahatan pada Freya, tapi di balik itu Freya sendiri sudah membalasnya, kan? Lantas kenapa harus merasa dirinya harus membenci Leona lagi? Lagian Leona sendiri sudah meminta maaf secara terang-tera
Semua orang menjadi diam melihat kedatangan pria itu. Esau masih terkejut, bahkan dia tidak sadar kapan Ezra Raves berjalan menuju kado besar yang sudah Harry siapkan. Dia menatap Harry dengan tatapan yang sedikit aneh.“Apakah kado dariku sangat besar?” katanya, seakan menyindir Harry. Ezra cukup tahu Harry adalah seseorang yang selalu mempersiapkan segala sesuatu, dan sudah pasti Harry lah yang membuat kado itu seakan-akan dari dirinya. “Kalian tampak senang melihat kado dariku, tapi tampaknya tidak senang dengan kedatanganku.” Ezra berpindah ke depan Harry, mengulurkan tangannya dan berkata, “Halo, Besan, akhirnya kita bertemu setelah sekian lama.”Harry muak melihat sikap Ezra yang seakan ingin menunjukkan sifat arogannya. Tapi demi menjaga nama baik menantu perempuannya, Harry mengulurkan tangan untuk menyambut Ezra. “Ya, selamat datang kembali. Aku pikir pesawat itu sudah meledak sehingga kau mungkin tidak akan pernah dat
“Selamat, akhirnya kau benar-benar menjadi lelaki jantan.” Parsa menepuk pundak sahabatnya, membuat Esau mengerut kening tidak senang.“Sial! Apa selama ini aku kurang jantan di matamu?” umpat Esau pelan, tidak senang dia dengan ledekan yang ditujukan Parsa padanya.“Mana aku tahu, Freya lah yang tahu bagaimana kau di ranjang.” Parsa melirik Freya dan meneruskan pertanyaan Esau padanya. “Bagaimana, Frey, apakah Esau jago di ranjang?” ucapnya sembari tertawa.Kesal, Esau meninju pelan pundak Parsa untuk menyuruh sahabatnya itu diam. “Diam lah, Brengsek, atau aku memanggil bagian keamanan untuk mengusirmu,” balasnya sambil bergurau.Hal itu membuat Julian ikut tertawa mendengar dua sahabatnya yang saling mengejek, dan ikut serta di dalam perbincangan mereka. “Mungkin kau memang tidak jago, Esau, sebab itu Freya ingin meninggalkanmu.”“Hei, tutup mulutmu atau aku
“Apa yang kau lakukan, Esau?” Freya menarik Esau untuk menjauh, tetapi Esau tidak menggubrisnya. Dia tidak akan menyerah begitu saja sebelum Felisha menunjukkan apa yang dia sembunyikan.“Frey, aku lah yang lebih dulu mengenal bibi, jadi aku tahu dia tidak sepenuhnya gila. Sebelum kau masuk ke dalam hidupku, perawat mengatakan bibi hanya butuh pengobatan ringan. Dia hanya terlalu malu bertemu denganmu, sampai-sampai berkata tidak ingin melihatmu lagi. Benar seperti itu kan, Bi?” tanya Esau tegas.Tentu hal itu membuat Felisha tak tahan lagi. Dia lelah menahan diri hingga akhirnya meneteskan air mata dari kedua sudut matanya.“Aku orang jahat, kenapa aku berhak memiliki anak? Aku sudah membuat semua orang menderita, aku tidak pantas menjadi ibunya,” bisik Feli lemah.Pertemuan dengan Ezra sudah membuat Feli seperti tersadar bahwa dirinya adalah orang jahat yang tak pantas mendapatkan perhatian dari siapa pun. Semua tuduh
“Maaf sudah memisahkanmu dengan papamu.” Esau mengelus wajah Freya, satu jarinya bermain-main di wajah cantik gadis yang bersandar ke pundaknya.Bagaimana pun, Ezra Raves adalah pria pertama yang mencintai gadis itu sejak dia lahir. Mungkin banyak kesalahan yang Ezra lakukan, tapi tetap saja cinta seorang ayah tidak bisa dihilangkan dari hati.“Kau masih sedih?” Kini Esau tatap wajah cantik istrinya dengan memegangi dagu lancip Freya.Menggeleng lemah, tentu saja Freya berbohong. Dia tidak bisa berkata dirinya baik-baik saja setelah yang barusan terjadi.“Sedih sebentar tidak akan membunuhku, kan?” bisik Freya, lagi air matanya mengalir. “Papa tidak boleh hanya menyalahkan mama, mereka sama-sama salah. Aku harus tega pada papa untuk membuatnya menyadari kesalahan.”“Benar, kau tidak melakukan kesalahan. Jika papamu bisa berpikir dengan baik, seharusnya dia menyesal.”Helaan na
“Apa yang kalian bicarakan? Sayang, papa mencintaimu. Kau tidak harus mendengarkan kesaksian dari orang-orang yang tidak menyukai papa,” kata Ezra, berharap kali ini putrinya masih mendengarnya. Ezra Raves tidak rela jika Freya menuduhnya tidak menginginkan dirinya.“Tapi bukti yang kutemukan bukan sekedar ucapan orang-orang. Papa juga ingin melihatnya?” Freya menantang papanya, lantas membuka lipatan kertas yang dia pegang.Bagaimana pula ada orang yang berkata demikian? Apakah mereka bisa mendengar isi kepala Ezra? Siapa yang dengan berani membuat kesaksian bahwa Ezra tidak menginginkan bayinya? Sejak mendengar Felisha hamil, Ezra sudah berencana untuk mengurus bayi itu meski tanpa ibunya!“Catatan rumah sakit atas nama Felisha Raves dan suaminya Ezra Raves,” kata Freya, membaca sebagian dari kertas yang ada di tangannya. Dadanya sesak. Pedih Freya rasakan ketika dia melanjutkan untuk berkata, “Catatan ini adalah kunju
Freya masih bergeming menatap tangan Esau yang terulur padanya. Lalu perlahan mengangkat mata untuk melihat wajah suami yang... katanya sudah bercerai oleh perbuatan oleh sang papa. Wajah sendunya sulit untuk ditebak, apakah Freya akan menerima uluran tangan itu?Kemudian dia perlahan mengalihkan wajah menatap tangan papanya, lalu mata mereka pun bertemu beberapa detik kemudian.“Mari, Sayang, kita akan berangkat hari ini,” ucap Ezra Raves sekali lagi.“Papa menjagaku?” Suara serak yang menyiratkan kerinduan akan cinta.“Pasti, karena kau lah separu dari nyawaku yang tersisa.” Ezra mengangguk perlahan.Ezra memang banyak melakukan kebohonga, tapi semua dia lakukan untuk alasan yang tepat. Dia hanya tidak ingin membuat Freya seperti ibunya.“Freya, ibumu memiliki temprament yang sangat buruk. Dia suka menyakiti orang lain tanpa peduli siapa orangnya. Aku menjauhkanmu dari dia karena aku mencintaimu, a
“Esau, tunggu!” Freya hampir saja terjatuh ketika mengikuti langkah suaminya turun dari mobil. “Bukankah kau bilang akan mempertahankanku? Kenapa kau ingin mengembalikanku pada papa?” katanya lagi. Freya tidak ingin pergi, dia berhenti menatap rumah besar di mana papanya menunggu.“Freya, ikut lah, papamu sudah tak sabar menunggu.”Kemarahan Esau sudah sampai di puncak kepalanya, sehingga tak ada waktu baginya membahas hal ini. Esau hanya ingin segera bertemu dengan Ezra Raves dan menyelesaikan masalah mereka. Dia tidak tahan mendengar kata-kata Ezra yang bahkan sudah mengurus perceraiannya dan Freya. Bukankah pria itu sudah sangat keterlaluan?“Tapi aku tidak mau! Aku mencintaimu, aku ingin denganmu!” Freya yang baru mendapat kasih sayang dari seluruh anggota keluarga Borisson, tiba-tiba merasa sangat sedih. Esau, lelaki yang pagi tadi berkata mencintai dirinya bahkan rela mati untuknya, kenapa sekarang justru sep