Langkah kaki Harry terus memasuki hutan belakang istana. Sudah lumayan lama dia tak ke sana, sejak Alena mulai masuk dalam hidupnya. Harry mengedarkan pandangan ke segala arah sejauh matanya bisa memandang. Lalu di ujung sana, di tempat para pelayan sering menghabiskan waktu, Harry bisa melihat pelayan yang belakangan ini mengikuti Alena. Hatinya semakin teguh berpikir sudah menemukan Alena di sana.
"Dapat kau, Alen. Aku akan menghukummu setelah ini," gumam Harry, dia bersembunyi di balik pohon yang bisa menutupi tubuh besarnya.
"Anda haus, Nona? Bagaimana jika aku menjemput sesuatu yang bisa diminum?" Pelayan itu mendekati Alena yang sedang menikmati tidurnya.
"Boleh. Pergi lah. Tapi cepat kembali, Tiffa."
"Tentu. Mana berani aku meninggalkan Anda lama di sini. Tuan akan membunuhku jika tau Nona sendirian di hutan."
Alena menggerakkan tubuhnya menghadap Tiffa. "Jangan katakan padanya aku di sini. Aku malas melihatnya."
"Alen, kau tak mendengarku?"Sekali lagi Harry memanggil dari lantai atas. Alena semakin gemetar, ingin segera ke sana tapi juga tak berani. Dia menurunkan kakinya sangat hati-hati dari atas sofa.Kabur. Alena tak ingin mati di tangan Harry. Dia membawa tubuhnya berdiri, bersiap akan lari dari sana. Di mana pintu ke luar?"Alen?"Ketika Alena baru menyentuh gagang pintu, Harry sudah muncul di anak tangga paling bawah."Mau ke mana?"Mampus lah, Alena, dia melihatmu akan kabur."A ... ti-tidak. Aku ingin melihat ke luar," jawab Alena gugup.Raut gadis itu tak bisa berbohong. Harry tahu Alena ketakutan melihat dirinya. Pria itu mendekati Alena setelah menghela napas berat."Aku lupa kakimu sakit. Ayo, aku akan menggendongmu ke atas."Bukannya dia marah? Kenapa nada suaranya biasa saja? Alena bingung dengan tingkah Harry.Belum lagi pikiran Alena bisa jernih, Harry la
Alena baru kembali dari dapur saat ponselnya berdering di atas bed. Tanpa melirik pun dia tahu bahwa Harry lah yang menghubunginya. Alena memutar matanya malas, menempelkan ponsel itu di telinga."Ada apa, Harry?"Suara Alena melemah tak bersemangat. Dia mengantuk sejak tadi, tapi Harry terus saja menghubunginya.Dasar laki-laki curigaan."Kau sedang apa, Alen?""Masih menonton televisi," jawab Alena. Memangnya dia ngapai lagi? Jelas-jelas Harry tak mengijinkannya pergi tanpa ditemani."Kau sudah mandi?"Ya Tuhan ... ini panggilan Harry yang ke sekian puluh. Sejak berangkat dari rumah, pria itu terus saja menelepon bertanya apakah Alena sudah makan, mandi, sedang apa, di mana, dan segala yang dilakukan Alena semua dia tanyai. Bahkan ketika minum pun Alena harus terburu-buru meletakkan gelasnya untuk tidak terlambat mengangkat telepon Harry. Lelaki itu menjadi sangat posesif setelah Alena memberinya kesemp
"Ke mari."Harry merangkul pinggang Alena yang masih berdiri, untuk didudukkan di atas sebelah paha. Lelaki itu tersenyum, membuat Alena merasa kesal. Dia seperti sedang menertawakan hati Alena yang saat ini terluka."Aku duduk di sofa aja," sahut Alena, mencoba bangkit dari paha Harry.Lelaki itu memeluknya erat menghalangi niat Alena. "Duduk kataku. Jangan suka membantah, Alen."'Kenapa aku tak bisa membantah pada calon suami orang?'Rasanya Alena tak sabar ingin menanyakan Harry tentang Lea, tapi mulutnya terasa kaku. Dia takut Harry akan mengiyakan perkataan Lea, yang akan membuat hatinya lebih sakit. Alena tak siap, memilih diam membungkam mulutnya."Alen, aku punya sesuatu untukmu," ucap Harry lagi, menyentak Alena dari lamunannya."A-apa? Sesuatu?"Lelaki itu menggeser posisi duduk Alena menghadapnya. Kedua pasang bola mata mereka saling bertemu, dan bisa Alena lihat senyuman manis yan
"Kenapa kau masih di kamarku? Kembali ke kamarmu, Harry, aku ingin tidur."'Sudah sengaja ditinggal lama-lama, bukannya kembali ke kamarnya.' Alena menggerutu di pikiran.Alena berdiri di ambang pintu kamar mandi. Kedua tangannya berkacak pinggang, dan dagunya sediki terangkat. Alena berusaha menunjukkan kegarangannya untuk mengusir Harry dari kamarnya."Aku ingin tidur di sini.""Tidak," sela Alena cepat. Harry tak mungkin memberinya waktu tidur jika mereka berada di satu ranjang."Kenapa? Kau terganggu jika tidur denganku?"Tentu saja. Bukan hanya terganggu, seluruh tubuh Alena akan remuk jika tidur bersama Harry. Apa itu tidak mengganggu namanya?"Ke sini. Jangan berlama-lama berdiri. Kau bisa keguguran.""Aku juga bisa keguguran kalau tidur denganmu." Bibir Alena mencibir. Jelas dia belum hamil.Harry tertawa renyah di atas ranjang. Dia bisa menebak apa yang sedang dipikirkan gadis itu, dan terasa m
Alena masih merontah di ambang pintu ruang bawah tanah. "Lepaskan! Siapa yang kalian layani sebenarnya?!" jeritnya, berharap pelayan itu akan sadar bahwa Alena lah pemilik rumah itu.Pelayan yang memeganginya sedikit ragu, tak tega memasukkan Alena ruang bawah tanah. Mereka bergeming di depan pintu antara ingin melepaskan Alena, tapi takut pada perintah nyonya rumah."Cepat dorong dia! Apa yang kalian tunggu?!" teriak Rona, dia mengikuti mereka ternyata. "Dasar pelayan bodoh! Kalian ingin membangkang?!""Maafkan kami, Nona. Seharusnya Nona pergi sejak tadi." Pelayan masih ragu.Merasa perintahnya diabaikan, Rona bergegas mengambil kendali. Dia mendorong tubuh Alena masuk ke ruang bawah tanah."Kalian semua akan mendapat hukuman jika berani mengeluarkannya dari sana!" Rona meradang.Tubuh kecil Alena berguling di atas tangga, menyebabkan sakit di mana-mana. Dia mengerang kesakitan ketika tubuhnya terkulai di atas lantai."Mama Ro
"Hei, gadis bodoh! Apa hubunganmu dengan Harry Borisson? Kau simpanannya?"Felisha mencengkrang pipi Alena hingga bibir gadis itu mengerucut. Wajah Alena memerah menahan sakit akibat kuku panjang Feli menancap ke pipinya. Alena takut, mungkin pipinya akan berlubang oleh kuku Feli yang sengaja ditekan lebih keras."Jawab! Jangan hanya menangis," sambung Rona di sisi kanan Feli.Alena pikir Harry yang datang menyelamatkannya ke sana. Ternyata, dua ibu beranak itu lah kini di depan Alena. Mereka menyiksanya dengan tamparan dan jambakan hingga kulit kepala Alena terasa kebas dan pipinya penuh jejak tangan. Alena terus menutup mulut, tak ingin memberitahu apa hubungannya dengan Harry."Pantas saja kau betah di luar sana, heh! Ternyata kau menemukan laki-laki kaya untuk menopang hidupmu. Dasar murahan!" umpat Feli, melempar wajah Alena ke samping.Gaun selutut yang menempel di tubuh Alena dia tarik hingga rendanya lepas. Feli sangat kes
Pintu ruang kerja Harry diketuk. Lukas masuk begitu mendapat jawaban dari tuannya di dalam sana. Pria itu ragu-ragu membawa berita yang dia bawa dari rumah Alena."Di mana dia?" tanya Harry, kepalanya sedikit meneleng melihat Lukas tak berani mendekat.Tiga jam setelah Alena tak juga kembali, Harry menghubungi ponselnya untuk menyuruh gadis itu pulang ke istana. Jangan untuk pulang, bahkan mengangkat ponselnya saja Alena tidak. Pria itu lalu menyuruh Lukas menjemput langsung Alena ke sana."Lukas, kau tuli?"Lukas semakin khawatir apa yang akan terjadi di sini. Dia berdehem dua kali sebelum menjawab."Tuan Muda, Nona Alena tidak ada di sana."Harry mengerut Alis. Bagaimana mungkin? Supir suruhannya jelas memberi laporan berkata dia memastikan Alena memasuki rumahnya."Jangan bercanda. Katakan pada Alena kejutannya tidak mempan," jawab Harry tergelak di akhir kalimatnya.Alena memang suka menggoda H
"Di mana Alena!" bentak Harry lagi."Alena tidak di sini. Dia memang datang tapi kemudian pergi. Tuan Borisson, bukankah sepatutnya kami yang bertanya di mana Anda menyembunyikan Alena kami? Kalian memiliki hubungan, seharusnya Anda yang lebih tahu di mana Alena!" sahut Rona tak kalah kerasnya dengan suara Harry.Bahkan jika Harry membunuh mereka, Rona tak akan sudi memberitahu di mana mereka menyembunyikan Alena. Jika Harry sampai mengetahuinya, tetap saja mereka akan dalam masalah besar. Seluruh negara ini juga tahu bagaimana sikap Harry Borisson yang terkenal dingin tak berperasaan. Harry tak akan melepaskan mereka."Kalian masih mengelak? Apa kalung berlian ini tidak cukup menjadi bukti bahwa kalian menyembunyikan Alena?" Pupil mata Harry membesar, tatapan tajam itu seperti seekor singa yang siap menerkam mangsa. Harry hampir tak bisa mengontrol emosinya sekarang.Melihat Harry yang mulai tak terkendali, Lukas berinisiatif maju ke depan.