"Ke mari."
Harry merangkul pinggang Alena yang masih berdiri, untuk didudukkan di atas sebelah paha. Lelaki itu tersenyum, membuat Alena merasa kesal. Dia seperti sedang menertawakan hati Alena yang saat ini terluka.
"Aku duduk di sofa aja," sahut Alena, mencoba bangkit dari paha Harry.
Lelaki itu memeluknya erat menghalangi niat Alena. "Duduk kataku. Jangan suka membantah, Alen."
'Kenapa aku tak bisa membantah pada calon suami orang?'
Rasanya Alena tak sabar ingin menanyakan Harry tentang Lea, tapi mulutnya terasa kaku. Dia takut Harry akan mengiyakan perkataan Lea, yang akan membuat hatinya lebih sakit. Alena tak siap, memilih diam membungkam mulutnya.
"Alen, aku punya sesuatu untukmu," ucap Harry lagi, menyentak Alena dari lamunannya.
"A-apa? Sesuatu?"
Lelaki itu menggeser posisi duduk Alena menghadapnya. Kedua pasang bola mata mereka saling bertemu, dan bisa Alena lihat senyuman manis yan
"Kenapa kau masih di kamarku? Kembali ke kamarmu, Harry, aku ingin tidur."'Sudah sengaja ditinggal lama-lama, bukannya kembali ke kamarnya.' Alena menggerutu di pikiran.Alena berdiri di ambang pintu kamar mandi. Kedua tangannya berkacak pinggang, dan dagunya sediki terangkat. Alena berusaha menunjukkan kegarangannya untuk mengusir Harry dari kamarnya."Aku ingin tidur di sini.""Tidak," sela Alena cepat. Harry tak mungkin memberinya waktu tidur jika mereka berada di satu ranjang."Kenapa? Kau terganggu jika tidur denganku?"Tentu saja. Bukan hanya terganggu, seluruh tubuh Alena akan remuk jika tidur bersama Harry. Apa itu tidak mengganggu namanya?"Ke sini. Jangan berlama-lama berdiri. Kau bisa keguguran.""Aku juga bisa keguguran kalau tidur denganmu." Bibir Alena mencibir. Jelas dia belum hamil.Harry tertawa renyah di atas ranjang. Dia bisa menebak apa yang sedang dipikirkan gadis itu, dan terasa m
Alena masih merontah di ambang pintu ruang bawah tanah. "Lepaskan! Siapa yang kalian layani sebenarnya?!" jeritnya, berharap pelayan itu akan sadar bahwa Alena lah pemilik rumah itu.Pelayan yang memeganginya sedikit ragu, tak tega memasukkan Alena ruang bawah tanah. Mereka bergeming di depan pintu antara ingin melepaskan Alena, tapi takut pada perintah nyonya rumah."Cepat dorong dia! Apa yang kalian tunggu?!" teriak Rona, dia mengikuti mereka ternyata. "Dasar pelayan bodoh! Kalian ingin membangkang?!""Maafkan kami, Nona. Seharusnya Nona pergi sejak tadi." Pelayan masih ragu.Merasa perintahnya diabaikan, Rona bergegas mengambil kendali. Dia mendorong tubuh Alena masuk ke ruang bawah tanah."Kalian semua akan mendapat hukuman jika berani mengeluarkannya dari sana!" Rona meradang.Tubuh kecil Alena berguling di atas tangga, menyebabkan sakit di mana-mana. Dia mengerang kesakitan ketika tubuhnya terkulai di atas lantai."Mama Ro
"Hei, gadis bodoh! Apa hubunganmu dengan Harry Borisson? Kau simpanannya?"Felisha mencengkrang pipi Alena hingga bibir gadis itu mengerucut. Wajah Alena memerah menahan sakit akibat kuku panjang Feli menancap ke pipinya. Alena takut, mungkin pipinya akan berlubang oleh kuku Feli yang sengaja ditekan lebih keras."Jawab! Jangan hanya menangis," sambung Rona di sisi kanan Feli.Alena pikir Harry yang datang menyelamatkannya ke sana. Ternyata, dua ibu beranak itu lah kini di depan Alena. Mereka menyiksanya dengan tamparan dan jambakan hingga kulit kepala Alena terasa kebas dan pipinya penuh jejak tangan. Alena terus menutup mulut, tak ingin memberitahu apa hubungannya dengan Harry."Pantas saja kau betah di luar sana, heh! Ternyata kau menemukan laki-laki kaya untuk menopang hidupmu. Dasar murahan!" umpat Feli, melempar wajah Alena ke samping.Gaun selutut yang menempel di tubuh Alena dia tarik hingga rendanya lepas. Feli sangat kes
Pintu ruang kerja Harry diketuk. Lukas masuk begitu mendapat jawaban dari tuannya di dalam sana. Pria itu ragu-ragu membawa berita yang dia bawa dari rumah Alena."Di mana dia?" tanya Harry, kepalanya sedikit meneleng melihat Lukas tak berani mendekat.Tiga jam setelah Alena tak juga kembali, Harry menghubungi ponselnya untuk menyuruh gadis itu pulang ke istana. Jangan untuk pulang, bahkan mengangkat ponselnya saja Alena tidak. Pria itu lalu menyuruh Lukas menjemput langsung Alena ke sana."Lukas, kau tuli?"Lukas semakin khawatir apa yang akan terjadi di sini. Dia berdehem dua kali sebelum menjawab."Tuan Muda, Nona Alena tidak ada di sana."Harry mengerut Alis. Bagaimana mungkin? Supir suruhannya jelas memberi laporan berkata dia memastikan Alena memasuki rumahnya."Jangan bercanda. Katakan pada Alena kejutannya tidak mempan," jawab Harry tergelak di akhir kalimatnya.Alena memang suka menggoda H
"Di mana Alena!" bentak Harry lagi."Alena tidak di sini. Dia memang datang tapi kemudian pergi. Tuan Borisson, bukankah sepatutnya kami yang bertanya di mana Anda menyembunyikan Alena kami? Kalian memiliki hubungan, seharusnya Anda yang lebih tahu di mana Alena!" sahut Rona tak kalah kerasnya dengan suara Harry.Bahkan jika Harry membunuh mereka, Rona tak akan sudi memberitahu di mana mereka menyembunyikan Alena. Jika Harry sampai mengetahuinya, tetap saja mereka akan dalam masalah besar. Seluruh negara ini juga tahu bagaimana sikap Harry Borisson yang terkenal dingin tak berperasaan. Harry tak akan melepaskan mereka."Kalian masih mengelak? Apa kalung berlian ini tidak cukup menjadi bukti bahwa kalian menyembunyikan Alena?" Pupil mata Harry membesar, tatapan tajam itu seperti seekor singa yang siap menerkam mangsa. Harry hampir tak bisa mengontrol emosinya sekarang.Melihat Harry yang mulai tak terkendali, Lukas berinisiatif maju ke depan.
Gadis itu membuka pelan kelopak matanya yang sayu. Sangat lemah dia edarkan pandangan ke sekitarnya. Alena menyadari dirinya sudah tak lagi berada di ruang bawah tanah yang gelap dan dingin. Semua terlihat putih, bersih dan terang dari lampu di atasnya. Tubuhnya juga terasa hangat oleh selimut yang membungkus hingga dada. Alena merasa nyaman sejenak.Di mana ini? Dia mengerut kening untuk berpikir. Dia merasa seperti pernah melihat tempat itu, tapi ingatannya terlalu lemah untuk bekerja. Alena tak bisa memaksa pikiran itu untuk mengenali tempatnya berada.Alena menggerakkan kakinya berharap menemukan seseorang untuk ditanyakan. Sakit yang dia rasa di dalam dan bagian luar perut ketika akan mencoba bangkit. Alena tak menyerah, dia memaksa kaki menginjak lantai di bawah sana. Dingin lantai segera menyergap.Tentu ketakutan belum sepenuhnya hilang dari ingat. Suasana ruang bawah tanah dan siksaan yang dia dapatkan dari ibu dan kakak tiri masih sangat membekas di da
"Bagimana, Tuan? Bisa kita suntik Nona Alena sekarang?Harry masih sibuk menatap Alena di sana. Bukan hanya lampu tidur, gadis itu meraih benda apa pun yang terlihat matanya. Ruangan medis khusus itu sudah seperti kapal pecah dengan segala benda yang tercecer di atas lantai. Harry mengabaikan pertanyaan dari dokter yang sudah siap dengan suntikan di tangannya."Tuan Muda, berikan perintah Anda agar dokter segera bekerja."Lagi, Harry mendengar ucapan Lukas di sebelahnya. Dia hanya tak ingin menjawab perkataan mereka semua.Bahkan Alena mulai menyakiti diri dengan menjambak rambut panjangnya. Sungguh ironis, Harry tak bisa melihat Alena lebih tersiksa lagi."Cepat lah, Tuan Muda," ucap Lukas.Dengan berat Harry menganggung kepala lemas. Hati dan isi kepalanya bertolak belakang. Dia tak tega namun juga tak punya pilihan. Harry harus menenangkan Alena sebelum lebih menyakiti diri lagi.Dua dokter dibantu Lukas mulai mendekati Alena. Merek
Mata Alena terus terpaku pada Harry untuk beberapa saat. Alisnya yang tertata rapi mulai bergerak diikuti bola matanya menyusuri wajah Harry. Bibirnya saling melepaskan seperti ingin mengatakan sesuatu. Harry menantikan Alena dengan perasaan yang sudah ingin meledak."Alen," panggil lelaki itu akhirnya, lembut menyapa Alena.Bibir Alena gemetar. Sorot mata mulai menunjukkan perasaan bersalah, atas kejadian yang baru menimpah mereka."Itu salahku, Harry. Aku yang keras kepala. Kau kehilangan calon bayi karena aku," bisik Alena diiringi air bening hangat yang mulai luluh dari matanya.Ketika mendengar kemarahan Harry tadi malam, Alena segera menyalahkan dirinya atas semua yang terjadi. Kesedihan di dalam hati gadis itu memaksa diri untuk mengakui dia lah yang bersalah. Alena tak bisa mengendalikan perasaan bersalah itu sehingga membuatnya histeris dan shock. Beruntung Harry terus menjaganya dan membisikkan kata-kata lembut yang membuat hati Alena tersentu
Esau berlari menaiki tangga pintu masuk istana keluarganya, dengan penuh semangat dan senyum yang tergambar di bibirnya. Tangan kanan menjinjing sebuah boks besar yang dia bawakan hadiah untuk istrinya, belakangan ini dia memang menjadi sangat romantis sejak mendengar kabar kehamilan Freya. Setiap akan pulang dari mana pun, Esau menyempatkan membawa hadiah untuk Freya. Baik itu berupa bunga, makanan, atau benda apa saja yang dia temukan di jalan. Terkadang juga Esau mencari-cari sesuatu yang diinginkan ibu hamil melalui situs internet, lantas membawakannya untuk Freya. Dia adalah suami yang begitu mencintai istrinya. “Sayang...” Esau mendorong pintu kamar, memamerkan jinjingan yang dia bawa. “Lihat, aku membawa apa padamu?” Freya yang tengah berbaring membaca sebuah buku, menurunkan buku itu ke atas perutnya dan melihat Esau. Sejak hamil dan dikatakan fisiknya lemah, Freya dengan suka rela mengambil cuti kuliah dan lebih memilih menghabiskan waktu menikmati k
“Frey, kalian harus datang, ingat!”Leona berseru dari ujung sana, melambaikan tangannya pada Freya yang masih berdiri menunggu Esau membukakan pintu mobil. Gadis itu mengangguk sebagai jawaban untuk seruan dari Leona.“Baik lah, akan aku usahakan.” Freya lalu masuk ke dalam mobil di samping suaminya yang menyetir.“Datang? Memangnya... ke mana dia mengajakmu?”“Ulang tahun. Leona merayakan ulang tahunnya, dan dia mengundang kita.”“Kenapa kita harus datang?” Esau menyahut acuh, menyalakan mesin mobil yang membawa mereka meninggalkan parkiran kampus. “Aku heran kenapa kau mau berteman dengannya, padahal dulu dia jahat padamu.”Jika dipikir-pikir, Leona memang banyak melakukan kejahatan pada Freya, tapi di balik itu Freya sendiri sudah membalasnya, kan? Lantas kenapa harus merasa dirinya harus membenci Leona lagi? Lagian Leona sendiri sudah meminta maaf secara terang-tera
Semua orang menjadi diam melihat kedatangan pria itu. Esau masih terkejut, bahkan dia tidak sadar kapan Ezra Raves berjalan menuju kado besar yang sudah Harry siapkan. Dia menatap Harry dengan tatapan yang sedikit aneh.“Apakah kado dariku sangat besar?” katanya, seakan menyindir Harry. Ezra cukup tahu Harry adalah seseorang yang selalu mempersiapkan segala sesuatu, dan sudah pasti Harry lah yang membuat kado itu seakan-akan dari dirinya. “Kalian tampak senang melihat kado dariku, tapi tampaknya tidak senang dengan kedatanganku.” Ezra berpindah ke depan Harry, mengulurkan tangannya dan berkata, “Halo, Besan, akhirnya kita bertemu setelah sekian lama.”Harry muak melihat sikap Ezra yang seakan ingin menunjukkan sifat arogannya. Tapi demi menjaga nama baik menantu perempuannya, Harry mengulurkan tangan untuk menyambut Ezra. “Ya, selamat datang kembali. Aku pikir pesawat itu sudah meledak sehingga kau mungkin tidak akan pernah dat
“Selamat, akhirnya kau benar-benar menjadi lelaki jantan.” Parsa menepuk pundak sahabatnya, membuat Esau mengerut kening tidak senang.“Sial! Apa selama ini aku kurang jantan di matamu?” umpat Esau pelan, tidak senang dia dengan ledekan yang ditujukan Parsa padanya.“Mana aku tahu, Freya lah yang tahu bagaimana kau di ranjang.” Parsa melirik Freya dan meneruskan pertanyaan Esau padanya. “Bagaimana, Frey, apakah Esau jago di ranjang?” ucapnya sembari tertawa.Kesal, Esau meninju pelan pundak Parsa untuk menyuruh sahabatnya itu diam. “Diam lah, Brengsek, atau aku memanggil bagian keamanan untuk mengusirmu,” balasnya sambil bergurau.Hal itu membuat Julian ikut tertawa mendengar dua sahabatnya yang saling mengejek, dan ikut serta di dalam perbincangan mereka. “Mungkin kau memang tidak jago, Esau, sebab itu Freya ingin meninggalkanmu.”“Hei, tutup mulutmu atau aku
“Apa yang kau lakukan, Esau?” Freya menarik Esau untuk menjauh, tetapi Esau tidak menggubrisnya. Dia tidak akan menyerah begitu saja sebelum Felisha menunjukkan apa yang dia sembunyikan.“Frey, aku lah yang lebih dulu mengenal bibi, jadi aku tahu dia tidak sepenuhnya gila. Sebelum kau masuk ke dalam hidupku, perawat mengatakan bibi hanya butuh pengobatan ringan. Dia hanya terlalu malu bertemu denganmu, sampai-sampai berkata tidak ingin melihatmu lagi. Benar seperti itu kan, Bi?” tanya Esau tegas.Tentu hal itu membuat Felisha tak tahan lagi. Dia lelah menahan diri hingga akhirnya meneteskan air mata dari kedua sudut matanya.“Aku orang jahat, kenapa aku berhak memiliki anak? Aku sudah membuat semua orang menderita, aku tidak pantas menjadi ibunya,” bisik Feli lemah.Pertemuan dengan Ezra sudah membuat Feli seperti tersadar bahwa dirinya adalah orang jahat yang tak pantas mendapatkan perhatian dari siapa pun. Semua tuduh
“Maaf sudah memisahkanmu dengan papamu.” Esau mengelus wajah Freya, satu jarinya bermain-main di wajah cantik gadis yang bersandar ke pundaknya.Bagaimana pun, Ezra Raves adalah pria pertama yang mencintai gadis itu sejak dia lahir. Mungkin banyak kesalahan yang Ezra lakukan, tapi tetap saja cinta seorang ayah tidak bisa dihilangkan dari hati.“Kau masih sedih?” Kini Esau tatap wajah cantik istrinya dengan memegangi dagu lancip Freya.Menggeleng lemah, tentu saja Freya berbohong. Dia tidak bisa berkata dirinya baik-baik saja setelah yang barusan terjadi.“Sedih sebentar tidak akan membunuhku, kan?” bisik Freya, lagi air matanya mengalir. “Papa tidak boleh hanya menyalahkan mama, mereka sama-sama salah. Aku harus tega pada papa untuk membuatnya menyadari kesalahan.”“Benar, kau tidak melakukan kesalahan. Jika papamu bisa berpikir dengan baik, seharusnya dia menyesal.”Helaan na
“Apa yang kalian bicarakan? Sayang, papa mencintaimu. Kau tidak harus mendengarkan kesaksian dari orang-orang yang tidak menyukai papa,” kata Ezra, berharap kali ini putrinya masih mendengarnya. Ezra Raves tidak rela jika Freya menuduhnya tidak menginginkan dirinya.“Tapi bukti yang kutemukan bukan sekedar ucapan orang-orang. Papa juga ingin melihatnya?” Freya menantang papanya, lantas membuka lipatan kertas yang dia pegang.Bagaimana pula ada orang yang berkata demikian? Apakah mereka bisa mendengar isi kepala Ezra? Siapa yang dengan berani membuat kesaksian bahwa Ezra tidak menginginkan bayinya? Sejak mendengar Felisha hamil, Ezra sudah berencana untuk mengurus bayi itu meski tanpa ibunya!“Catatan rumah sakit atas nama Felisha Raves dan suaminya Ezra Raves,” kata Freya, membaca sebagian dari kertas yang ada di tangannya. Dadanya sesak. Pedih Freya rasakan ketika dia melanjutkan untuk berkata, “Catatan ini adalah kunju
Freya masih bergeming menatap tangan Esau yang terulur padanya. Lalu perlahan mengangkat mata untuk melihat wajah suami yang... katanya sudah bercerai oleh perbuatan oleh sang papa. Wajah sendunya sulit untuk ditebak, apakah Freya akan menerima uluran tangan itu?Kemudian dia perlahan mengalihkan wajah menatap tangan papanya, lalu mata mereka pun bertemu beberapa detik kemudian.“Mari, Sayang, kita akan berangkat hari ini,” ucap Ezra Raves sekali lagi.“Papa menjagaku?” Suara serak yang menyiratkan kerinduan akan cinta.“Pasti, karena kau lah separu dari nyawaku yang tersisa.” Ezra mengangguk perlahan.Ezra memang banyak melakukan kebohonga, tapi semua dia lakukan untuk alasan yang tepat. Dia hanya tidak ingin membuat Freya seperti ibunya.“Freya, ibumu memiliki temprament yang sangat buruk. Dia suka menyakiti orang lain tanpa peduli siapa orangnya. Aku menjauhkanmu dari dia karena aku mencintaimu, a
“Esau, tunggu!” Freya hampir saja terjatuh ketika mengikuti langkah suaminya turun dari mobil. “Bukankah kau bilang akan mempertahankanku? Kenapa kau ingin mengembalikanku pada papa?” katanya lagi. Freya tidak ingin pergi, dia berhenti menatap rumah besar di mana papanya menunggu.“Freya, ikut lah, papamu sudah tak sabar menunggu.”Kemarahan Esau sudah sampai di puncak kepalanya, sehingga tak ada waktu baginya membahas hal ini. Esau hanya ingin segera bertemu dengan Ezra Raves dan menyelesaikan masalah mereka. Dia tidak tahan mendengar kata-kata Ezra yang bahkan sudah mengurus perceraiannya dan Freya. Bukankah pria itu sudah sangat keterlaluan?“Tapi aku tidak mau! Aku mencintaimu, aku ingin denganmu!” Freya yang baru mendapat kasih sayang dari seluruh anggota keluarga Borisson, tiba-tiba merasa sangat sedih. Esau, lelaki yang pagi tadi berkata mencintai dirinya bahkan rela mati untuknya, kenapa sekarang justru sep