2 jam yang lalu.Ketika Clara meminta izin untuk keluar. Sebastian merasa khawatir. Jam kerja telah usai. Tidak ada lagi alasan bagi Sebastian untuk tetap berada di sini.Ramon telah menjalankan tugas lain. Itu sebabnya dia menjalankan mobilnya seorang diri. Sebastian bukannya tidak memiliki sopir, namun Sebastian ingin lebih bebas melakukan apa yang dia inginkan.Sebastian mengikuti Clara secara diam-diam. Sebastian menjalankan mobilnya sedikit menjauh dari taksi yang dikendarai Clara. Rasa khawatir berlebihan ini muncul semenjak kedatangan Gerald ke kantornya.Sebastian tidak habis pikir mengapa Clara menerima pertemuan dengan pria itu. Seingat Sebastian wanita itu tidak pernah meminta izin untuk mengatur jadwal dengan Global Group.Tiba di tempat tujuan, rupanya Clara menuju ke sebuah mall ternama.Sebastian membelokkan mobilnya. Tak lupa dia mengenakan kacamata hitam untuk menyamarkan wajahnya yang memang cukup dikenal khalayak ramai. Turun dari mobil, Sebastian segera melangkah m
Ketidakhadiran Sebastianya nyatanyaa tidak hanya membuat Clara merasa kesepian, melainkan juga membuat selera makan Clara menghilang. Padahal hidangan yang disediakan oleh para pelayan sangat lezat.Clara tidak perlu datang ke restoran mewah untuk menikmati makanan seenak ini karena semua sudah tersedia di sini. Selain itu Andrew juga menyediakan makanan penutup, kali ini Clara meminta izin untuk membawanya ke kamar.Ada beberapa pekerjaan yang harus dirinya selesaikan. Esok memang akhir pekan, namun kalau Clara menunda mengerjakannya, bisa jadi hari selanjutnya akan terlupakan.Persis seperti yang ada di pikirannya, Clara tidak bisa tidur. Di kamar yang besar dan luas ini, dia merasa sendirian. Clara memang sudah menikah, namun dia merasa masih sendiri. Ini karena kondisi suaminya yang tidak memungkinkan.Meski posisi William telah digantikan dengan Sebastian, tetap saja Clara merasa kesepian lantaran hubungannya dengan Sebastian hanya sebatas pasangan kontrak.Clara mengelus perutny
Entah mengapa Sebastian merasa tidak gentar sedikit pun kala mendengar ancaman sang Kakek. Seperti yang dikatakan ibunya. Sebastian akan baik-baik saja meski tanpa posisi sebagai pewaris.Nyatanya pundi-pundi rupiah yang dia kumpulkan sudah cukup untuk menghidupi dirinya. Sejumlah rumah dan Villa dia miliki atas nama pribadi. Selain itu, aset dan saham atas nama Sebastian sudah tertanam di beberapa perusahaan rekan bisnisnya.Dan kalau pun Sebastian menikah nanti, dia tidak perlu khawatir kekurangan uang. Akan tetapi, Sebastian tidak akan tinggal diam andai posisi itu jatuh kepada Dareen.Ada banyak orang yang menggantungkan kehidupannya pada Abraham Group, apa jadinya jika Perusahaan di pimpin oleh orang yang hanya pandai berfoya-foya dan gemar bermain wanita seperti Dareen?“Dengar ‘kan Dareen, Kakek memberimu kesempatan untuk naik posisi. Sebaiknya kamu segera perkenalkan pacarmu pada kami,” ucap Lucia kepada puteranya.Hal itu justru terdengar seperti lelucon bagi Sebastian. Dia m
Lagi-lagi Clara mendapat kejutan. Kemarin setelan formal yang sangat disukainya. Sekarang adalah makanan kesukaannya. Siapa yang melakukan semua ini?“Apa ini dari Tuan Bastian?” Clara bertanya-tanya dalam hati. Sedetik kemudian, dia malah menggeleng. Tidak mungkin Sebastian melakukan ini. Apa arti dirinya bagi pria itu. Hanya sebuah mesin pencetak anak. Jadi mana mungkin Sebastian repot-repot melakukan ini.Clara meraih satu buah cokelat dengan bentuk hati itu kemudian membuka bungkus berwarna emas itu barulah memasukkan ke dalam mulutnya. Ini adalah cokelat terenak yang pernah Clara rasakan. Sebelumnya dia hanya memakan cokelat yang ada di minimarket, William juga pernah membelikan cokelat, namun tidak seenak ini.Biasanya Clara akan memakan cokelat ketika suasana hatinya sedang buruk. Namun, pagi ini dia sedang senang. Tidak ada alasan bagi Clara untuk uring-uringan. Terlalu fokus dengan cokelat membuat Clara lupa kalau dirinya harus mandi dan menemui Sebastian di ruang makan.Clar
“Kenapa kamu melihatku seperti itu?”Suara Sebastian menyentakkan Clara dari lamunannya. Dia berdehem untuk menetralisir rasa gugupnya yang berlebihan kemudian menjawab.“Tidak ada, Tuan,” jawab Clara. Dia memalingkan wajahnya.Seekor kuda dibawa keluar dari kandang. Kuda hitam dengan bulu yang begitu halus dan panjang di bagian leher atas menjuntai ke bawah. Kuda tersebut berperawakan tinggi serta memiliki tampang yang sangar, terlihat sekali binatang ini dirawat dengan baik.“Namanya Jupiter.” Sebastian memperkenalkan kuda tersebut kepada Clara.“Nama yang gagah,” puji Clara.Sebastian lantas mendekati kuda kesayangannya, mengelusnya dengan lembut seolah ingin melepas rindu. Sudah lama Sebastian tidak berkuda. Itu artinya sudah lama pula dirinya tidak berjumpa dengan hewan kesayangannya.“Apa kamu baik-baik saja?” Sebastian berbicara dengan kudanya. Binatang pemakan rumput itu mengeluarkan suara lirih seolah ingin menjawab pertanyaan Sebastian. Dan itu membuat si pemilik menyungging
Mulut Clara refleks terbuka ketika mendekar ucapan Sebastian. Clara tidak salah dengar ‘kan? “Tuan serius?” tanya Clara.“Tentu saja.” Perlahan jemari kokoh Sebastian mulai melepas kancing pakaiannya.Clara spontan memejamkan mata. Tidak ingin pandangannya ternodai oleh hal kotor. “Jangan munafik, kamu sudah pernah melihatnya dan kamu suka,” cetus Sebastian.Clara kembali membuka mata, dan melihat Sebastian sudah dalam keadaan polos tanpa sehelai benang pun. Clara seketika memutar tubuhnya 180 derajat.Terdengar suara air, sepertinya Sebastian mulai masuk ke dalam sana. Clara menekan dadanya yang sudah seperti tabuhan genderang perang. Perasaan ini sungguh tidak wajar.“Ayolah, Clara. Tidak ada siapa-siapa di sini. Hanya kita berdua,” kata Sebastian.Clara celingukan, hutan ini memang sangat sepi. Clara mengerti mengapa Sebastian menyuruh para pengawal untuk pergi. Rupanya ini tujuannya.“Come on, Clara. Kamu tahu ‘kan konsekuesinya jika kamu menolak perintahku?”Clara terpejam. Di
Sebastian tidak ingin lagi menunda untuk mendapatkan momongan. Sejak acara perjamuan yang diadakan di rumah tua, Sebastian berpikir keras. Dia tahu Maxime Abraham, ucapannya hanyalah sebuah gertakan semata. Namun, dia tidak bisa menganggap remeh kakek tua itu.Kemudian paman dan bibinya, Sebastian harus tetap waspada terhadap mereka. Berbeda dengan Lucia yang terang-terangan menginginkan posisinya diberikan kepada Dareen, Louis memang terlihat lebih tenang. Meski begitu, Sebastian sangat yakin jika Louis juga menginginkan posisi presdir diduduki oleh Dareen, putera semata wayangnya.Sementara Dareen sendiri terlihat tidak peduli. Persis seperti dugaannya selama ini. Dareen tidak peduli dengan perusahaan. Yang dia pedulikan hanyalah kesenangan semata. Berfoya-foya dan bermain wanita. Itu sebabnya Sebastian tidak bisa menyerahkan posisi pemimpin utama kepada pria semacam itu.Sore itu, setelah kembali dari hutan. Sebastian dan Clara melanjutkan permainan panas mereka di dalam kamar.Kal
“Kamu harus makan supaya gizimu terpenuhi,” ucap Sebastian.Clara setuju dengan hal itu. Akan tetapi dia malah curiga, seperti yang sudah-sudah, Sebastian memberinya makan hanya untuk digempur habis-habisan.“Kenapa diam? Dagingnya tidak enak?”Suara Sebastian menyentakkan Clara dari lamunannya. Ditatapnya wajah pria yang duduk di dekatnya itu, dan segera menjawab. “Ini enak.”Clara kembali memasukkan potongan daging ke dalam mulutnya.Sebastian menahan senyum kemudian menggeleng. Ada-ada saja tingkah wanita ini yang membuat Sebastian tertawa sendiri. Sebastian memandang Clara, matanya menangkap sesuatu.Clara memundurkan wajahnya ketika tangan Sebastian terulur ke arahnya. Jemari itu lantas mengarah pada bibirnya. Menyapu lembut area mulutnya. Clara tidak sadar kalau bibirnya belepotan.“Pelan-pelan saja makannya. Tidak akan ada yang meminta makananmu,” goda Sebastian.“Ini terlalu enak,” ucap Clara jujur. Terakhir kali Clara memakan steak adalah satu tahun lalu. Saat itu William mel
Clara dapat merasakan panasnya jemari Sebastian yang menyentuh lembut dagunya. Mengangkatnya pelan, dan membuatnya mendongak ke atas. Bisa mencium aroma kuat parfum dan bercampur dengan aroma tubuh. Begitu kuat, memikat. Deru napas Sebastian terasa hangat menyentuh kulit wajah. Ketika bibir sensual milik suaminya itu mendekat, Clara memejamkan mata. Clara kembali merasakan lembutnya bibir suaminya yang menyatu dengan bibirnya. Kecupan singkat diberikan di awalnya. Selanjutnya, gerakan itu berubah menjadi sebuah pagutan yang penuh gelora. Ganasnya permainan Sebastian, membangkitkan sesuatu dalam diri Clara. Hasrat. Sebastian semakin berani, tangannya berselancar ke tengkuk, jemari kokohnya menelusup ke rambut istrinya. Sementara gerakan bibirnya semakin dalam dan menuntut. Clara membalas pagutan lebih dalam. Menggerakkan indera perasa menjelajah isi mulut Sebastian. Gigitan kecil dirasakan Clara, dan membuat wanita itu mengeluarkan suara. Dan selanjutnya, Clara melepasnya. "Kamu m
Sebastian kembali ke dalam kendaraan dengan perasaan kesal yang memenjarakan dirinya. Dia menutup pintu dengan sangat keras kemudian duduk dan menyandarkan kepalanya pada jok mobil. Ramon yang melihat itu segera memutar kepalanya ke belakang. Dan melihat dengan jelas bagaimana raut wajah Sebastian. "Bagaimana, Tuan?" tanya Ramon penasaran. Melihat raut wajah Sebastian. Sepertinya semua tidak berjalan dengan lancar. "Ziyon itu, dia sangat kurang ajar!" umpatnya dengan embusan napas kasar. Kemarahan terlihat jelas di wajahnya kini. Otot-otot di sekitar leher tampak mencuat seiring dengan decakan keluar dari bibirnya. "Apa dia menolak tawaran Anda?" Ramon bertanya dengan serius. "Dia ingin menjatuhkanku di lapangan sirkuit." Sebastian mendengkus kasar, dengan tatapan yang terlempar ke arah luar jendela. Seolah menunjukkan kemarahan pada orang yang ada di luar sana. "Apa?" Di sisi lain, Ziyon tampak memandangi kendaraan milik Sebastian yang mulai menjauhi area kafe. Salah satu sudu
Salah satu sudut bibir Ramon ditarik ke samping. Dia melirik ke arah spion, di mana wajah Sebastian terpampang dengan sangat jelas. Wajah tampan yang dipenuhi dengan kemarahan.Ramon tahu, sejak mendengar kabar tentang Abraham Group. Sebastian tidak lagi bisa bersikap dengan tenang. Meski bibir pria itu berkata tidak peduli, namun pikirannya terusik. "Kita ke mana, Tuan?" "Ke tempat di mana aku bisa menemukan Ziyon," katanya. Suaranya terdengar sangat dingin. "Baik, Tuan." Ramon menambah kecepatan mobilnya. Dia sudah mencari tahu keberadaan Ziyon sebelum Sebastian memintanya. Dan tidak jauh beda seperti yang dilakukan oleh Dareen. Pria itu sedang berkumpul bersama teman-temannya. Padahal ini masih jam kerja. Saat ini, Ziyon dan para teman-temannya sedang berada di sebuah cafe di daerah pusat kota. Pria berusia 28 itu tertawa. Itu karena rekan-rekan sepergaulannya terus memujinya atas kemenangannya saat bertaruh dengan Dareen. Kalimat-kalimat pujian itu membuat Ziyon besar kepala
Sebastian nyaris tersedak mendengarnya. Dia meraih botol minuman, lantas menenggaknya. Dia kembali fokus pada Ramon setelah merasa lega. "Bagaimana bisa?" Jujur saja, Sebastian merasa terkejut mendengarnya."Tuan Dareen kalah taruhan," jawab Ramon. "Taruhan?" Kedua alis tebal Sebastian saling menyatu. "Dia menjadikan perusahaan taruhan?" Sebastian tidak percaya ini. Dia ingin tertawa sekencang-kencangnya, namun rasa kesalnya lebih mendominasi dalam dirinya. Bagi dirinya yang selalu mendedikasikan diri untuk perusahaan, hal semacam ini adalah sebuah kejahatan. Dan itu dilakukan oleh Dareen yang tak lain adalah saudara sepupunya sendiri. "Ya, Tuan. Seperti yang Anda tahu, Tuan Ziyon dan Tuan Dareen memiliki hubungan pertemanan yang tidak baik," jelas Ramon. "Ya, kamu benar." Siapa yang tidak tahu Dareen, saudara sepupunya itu memiliki kehidupan yang menyimpang. Gemar bermain wanita, suka berfoya-foya, bermain taruhan, hingga terakhir kali, Sebastian mendengar bahwa Dareen mencoba h
Saat mendengar sang ayah jatuh sakit, Leonard beserta istrinya segera datang ke rumah tua. Sejak Bellatia sang ibu meninggal dunia, Maxime hanya tinggal seorang diri, ditemani oleh kepala pelayan, serta pelayan yang lain. Meski begitu, tidak ada hal yang perlu ditakutkan, karena rumah tersebut memiliki sistem penjagaan yang sangat ketat. Namun, saat ini yang membuat Leonard dan Sania khawatir adalah kondisi kesehatan Maxime yang terus menurun. Begitu sampai di tempat tujuan, mereka segera menuju ke kamar utama, di mana tubuh Maxime terkulai lemah. Keduanya masuk, dan mendapati Maxime duduk bersadar di atas kasur. "Ayah?" Sania berjalan lebih dulu menghampiri sang ayah mertua. "Bagaimana kondisi ayah?" tanya Sania. "Aku baik-baik saja," jawab Maxime. Sania menatap ayah mertuanya kesal. Lantas dia beralih pada suster yang berdiri berseberangan dengannya. "Bagaimana kondisinya?" tanyanya lagi. "Mulai stabil, Nyonya. Kami sudah memeriksa secara teratur tensinya, dan mulai menurun," j
"Clara!" William berpikir wanita itu adalah Clara, mantan istrinya yang masih dia cinta. Namun, ketika dia memperjelas pandangannya, dia merasa kecewa. "Siapa kamu?" hardik William seketika dengan raut wajah yang tiba-tiba berubah. Dia merasa tidak pernah melihat wanita ini sebelumnya. Bianca menyunggigkan senyum sinis. "Jadi kamu suami Clara? Ah tidak, mantan suami?" Bianca tersenyum, namun dalam senyum itu terdapat sebuah ejekan. Tetapi, bukan itu tujuan Bianca untuk menemui pria ini. Dia memiliki maksud lain. Bianca tidak bisa merelakan Sebastian begitu saja menikahi wanita lain. Itu sebabnya dia menyusun sebuah rencana. "Kamu masih mencintai Clara 'kan? Kalau kamu seperti ini bagaimana dia mau sama kamu. Clara itu menyukai pria yang rapi dan perfeksionis. Itu sebabnya dia lari dalam pelukan Bastian!" ucap Bianca dengan kedua tangan yang bertaut di depan perut. "Sebenarnya siapa kamu, dan apa tujuanmu?" William tidak mengerti, dia merasa tidak mengenali wanita ini. Akan tetap
Bukan hanya Bianca yang telah mendengar kabar tentang pernikahan Sebastian dan Clara, tetapi juga sesepuh keluarga Abraham, Maxime Abraham yang akhir-akhir ini mengalami penurunan kesehatan. Saat ini Maxime Abraham terbaring lemah di atas ranjang tempat tidur, tubuhnya diselimuti oleh kain putih yang tampak rapi tetapi tidak mampu menghangatkan dinginnya kulitnya. Nafasnya terdengar pelan, teratur tetapi berat, seakan setiap helaan membutuhkan usaha yang besar. Gangguan pada jantungnya telah menguras begitu banyak energinya, membuat tubuhnya terasa begitu rapuh.Wajahnya sedikit pucat, kontras dengan rambut hitamnya dan terdapat semburat putih yang tertata acak di atas bantal. Matanya yang biasanya tajam kini tampak sayu, seperti kehilangan cahaya yang biasa memancar darinya. Tatapannya kosong, mengarah ke langit-langit kamar, seolah sedang mengamati sesuatu yang tak bisa dilihat oleh orang lain.Maxime menghela napas pelan, kelopak matanya sedikit bergerak, tetapi tubuhnya tetap di
Meski dirayakan secara sederhana, namun hari itu menjadi hari yang sangat membahagiakan bagi Clara dan juga Sebastian. Di depan para pelayan, penjaga, Andrew dan juga Ramon. Sebastian resmi melamar Clara. Sebastian yang sudah lama menyiapkan cincin berlian khusus memberikannya kepada Clara. Pria itu berjongkok di bawah kaki Clara sembari menyodorkan kotak beludru berwarna merah. "Maukah kamu menikah dengan aku?" Melihat hal itu, Clara menutup mulutnya karena kaget. Tidak ada angin tidak ada hujan, Sebastian tiba-tiba melamarnya. "Bastian...aku..." Jujur saja, Clara sampai tidak bisa berkata-kata. "Katakan saja. Sesuai yang aku katakan sebelumnya. Jika kamu bersedia menikah denganku, maka perjanjian kontrak di antara kita akan aku anggap tidak ada. Aku juga akan melupakan masalah uang yang kamu pinjam. Dan kamu akan menjadi satu-satunya ratu di hidupku, Clara," ucap Sebastian. Clara berkaca-kaca. Haru bahagia menjadi satu. Perasaan yang tidak bisa dia gambarkan saat ini.
"Ada apa?" tanya Sebastian ketika mendengar suara pria di seberang sana terdengar panik. "Tuan, Nona Clara..." Tut! Tiba-tiba mati. Sebastian menatap layar ponselnya yang sudah kembali ke halaman utama. Ketika dia mencoba menghubungi nomor mansion. Justru tidak aktif. Hal itu membuat Sebastian seketika panik. Dia menyambar jasnya yang tersampir di punggung kursi kemudian melangkah cepat. "Kita pulang sekarang, terjadi sesuatu di mansion." Ramon mengikuti langkah Sebastian yang begitu cepat. Dan ketika mencapai mobil, Sebastian melesat cepat memasuki kendaraan. Ramon segera memposisikan diri di bangku depan. Ramon memang ahli dalam segala termasuk mengemudi secara kilat. Dalam waktu singkat, keduanya tiba di tempat tujuan. Ketika tiba di depan pintu gerbang. Tidak ada yang membukakannya. Meski pintu terbuka otomatis, tetap harus ada yang menekan tombol. Menunggu beberapa menit, Sebastian jadi tidak sabar. "Ke mana para penjagaku?" Sebastian terlihat sangat geram. "Entahlah. Tap