Sejak awal, Sebastian memang tidak tertarik menjalin bisnis dengan Global Group. Dia tahu, bisnis macam apa yang dijalankan oleh Gerald. Properti adalah sebagian dari bisnisnya sekaligus sebagai kamuflase.Selebihnya, adalah bisnis tak kasat mata. Gerald menjalani bisnis dunia bawah. Rumah judi, klub malam, bahkan jauh dari pada itu. Gerald juga memiliki salah satu rumah bordir yang cukup besar di pusat kota.Dan oleh karena itu, Gerald mengincar Clara. Rupanya Gerald ingin menjadikan Clara sebagai salah satu wanita koleksinya. Sebastian mengepalkan kedua tangannya."Beraninya dia mengincar wanitaku!"Keputusan Sebastian untuk menghancurkan bisnis Gerald memang sudah benar. Dia tahu tabiat Gerald. Jika sudah mengincar seorang wanita, maka tidak akan berhenti sebelum dia mendapatkannya.Sementara itu, Clara kembali bekerja. Dia mencoba melupakan ucapan Sebastian dan fokus dengan pekerjaan. Meski begitu, dia masih merasa sangat kesal. Beruntung, hari ini tidak ada lagi jadwal yang mengh
2 jam yang lalu.Ketika Clara meminta izin untuk keluar. Sebastian merasa khawatir. Jam kerja telah usai. Tidak ada lagi alasan bagi Sebastian untuk tetap berada di sini.Ramon telah menjalankan tugas lain. Itu sebabnya dia menjalankan mobilnya seorang diri. Sebastian bukannya tidak memiliki sopir, namun Sebastian ingin lebih bebas melakukan apa yang dia inginkan.Sebastian mengikuti Clara secara diam-diam. Sebastian menjalankan mobilnya sedikit menjauh dari taksi yang dikendarai Clara. Rasa khawatir berlebihan ini muncul semenjak kedatangan Gerald ke kantornya.Sebastian tidak habis pikir mengapa Clara menerima pertemuan dengan pria itu. Seingat Sebastian wanita itu tidak pernah meminta izin untuk mengatur jadwal dengan Global Group.Tiba di tempat tujuan, rupanya Clara menuju ke sebuah mall ternama.Sebastian membelokkan mobilnya. Tak lupa dia mengenakan kacamata hitam untuk menyamarkan wajahnya yang memang cukup dikenal khalayak ramai. Turun dari mobil, Sebastian segera melangkah m
Ketidakhadiran Sebastianya nyatanyaa tidak hanya membuat Clara merasa kesepian, melainkan juga membuat selera makan Clara menghilang. Padahal hidangan yang disediakan oleh para pelayan sangat lezat.Clara tidak perlu datang ke restoran mewah untuk menikmati makanan seenak ini karena semua sudah tersedia di sini. Selain itu Andrew juga menyediakan makanan penutup, kali ini Clara meminta izin untuk membawanya ke kamar.Ada beberapa pekerjaan yang harus dirinya selesaikan. Esok memang akhir pekan, namun kalau Clara menunda mengerjakannya, bisa jadi hari selanjutnya akan terlupakan.Persis seperti yang ada di pikirannya, Clara tidak bisa tidur. Di kamar yang besar dan luas ini, dia merasa sendirian. Clara memang sudah menikah, namun dia merasa masih sendiri. Ini karena kondisi suaminya yang tidak memungkinkan.Meski posisi William telah digantikan dengan Sebastian, tetap saja Clara merasa kesepian lantaran hubungannya dengan Sebastian hanya sebatas pasangan kontrak.Clara mengelus perutny
Entah mengapa Sebastian merasa tidak gentar sedikit pun kala mendengar ancaman sang Kakek. Seperti yang dikatakan ibunya. Sebastian akan baik-baik saja meski tanpa posisi sebagai pewaris.Nyatanya pundi-pundi rupiah yang dia kumpulkan sudah cukup untuk menghidupi dirinya. Sejumlah rumah dan Villa dia miliki atas nama pribadi. Selain itu, aset dan saham atas nama Sebastian sudah tertanam di beberapa perusahaan rekan bisnisnya.Dan kalau pun Sebastian menikah nanti, dia tidak perlu khawatir kekurangan uang. Akan tetapi, Sebastian tidak akan tinggal diam andai posisi itu jatuh kepada Dareen.Ada banyak orang yang menggantungkan kehidupannya pada Abraham Group, apa jadinya jika Perusahaan di pimpin oleh orang yang hanya pandai berfoya-foya dan gemar bermain wanita seperti Dareen?“Dengar ‘kan Dareen, Kakek memberimu kesempatan untuk naik posisi. Sebaiknya kamu segera perkenalkan pacarmu pada kami,” ucap Lucia kepada puteranya.Hal itu justru terdengar seperti lelucon bagi Sebastian. Dia m
Lagi-lagi Clara mendapat kejutan. Kemarin setelan formal yang sangat disukainya. Sekarang adalah makanan kesukaannya. Siapa yang melakukan semua ini?“Apa ini dari Tuan Bastian?” Clara bertanya-tanya dalam hati. Sedetik kemudian, dia malah menggeleng. Tidak mungkin Sebastian melakukan ini. Apa arti dirinya bagi pria itu. Hanya sebuah mesin pencetak anak. Jadi mana mungkin Sebastian repot-repot melakukan ini.Clara meraih satu buah cokelat dengan bentuk hati itu kemudian membuka bungkus berwarna emas itu barulah memasukkan ke dalam mulutnya. Ini adalah cokelat terenak yang pernah Clara rasakan. Sebelumnya dia hanya memakan cokelat yang ada di minimarket, William juga pernah membelikan cokelat, namun tidak seenak ini.Biasanya Clara akan memakan cokelat ketika suasana hatinya sedang buruk. Namun, pagi ini dia sedang senang. Tidak ada alasan bagi Clara untuk uring-uringan. Terlalu fokus dengan cokelat membuat Clara lupa kalau dirinya harus mandi dan menemui Sebastian di ruang makan.Clar
“Kenapa kamu melihatku seperti itu?”Suara Sebastian menyentakkan Clara dari lamunannya. Dia berdehem untuk menetralisir rasa gugupnya yang berlebihan kemudian menjawab.“Tidak ada, Tuan,” jawab Clara. Dia memalingkan wajahnya.Seekor kuda dibawa keluar dari kandang. Kuda hitam dengan bulu yang begitu halus dan panjang di bagian leher atas menjuntai ke bawah. Kuda tersebut berperawakan tinggi serta memiliki tampang yang sangar, terlihat sekali binatang ini dirawat dengan baik.“Namanya Jupiter.” Sebastian memperkenalkan kuda tersebut kepada Clara.“Nama yang gagah,” puji Clara.Sebastian lantas mendekati kuda kesayangannya, mengelusnya dengan lembut seolah ingin melepas rindu. Sudah lama Sebastian tidak berkuda. Itu artinya sudah lama pula dirinya tidak berjumpa dengan hewan kesayangannya.“Apa kamu baik-baik saja?” Sebastian berbicara dengan kudanya. Binatang pemakan rumput itu mengeluarkan suara lirih seolah ingin menjawab pertanyaan Sebastian. Dan itu membuat si pemilik menyungging
Mulut Clara refleks terbuka ketika mendekar ucapan Sebastian. Clara tidak salah dengar ‘kan? “Tuan serius?” tanya Clara.“Tentu saja.” Perlahan jemari kokoh Sebastian mulai melepas kancing pakaiannya.Clara spontan memejamkan mata. Tidak ingin pandangannya ternodai oleh hal kotor. “Jangan munafik, kamu sudah pernah melihatnya dan kamu suka,” cetus Sebastian.Clara kembali membuka mata, dan melihat Sebastian sudah dalam keadaan polos tanpa sehelai benang pun. Clara seketika memutar tubuhnya 180 derajat.Terdengar suara air, sepertinya Sebastian mulai masuk ke dalam sana. Clara menekan dadanya yang sudah seperti tabuhan genderang perang. Perasaan ini sungguh tidak wajar.“Ayolah, Clara. Tidak ada siapa-siapa di sini. Hanya kita berdua,” kata Sebastian.Clara celingukan, hutan ini memang sangat sepi. Clara mengerti mengapa Sebastian menyuruh para pengawal untuk pergi. Rupanya ini tujuannya.“Come on, Clara. Kamu tahu ‘kan konsekuesinya jika kamu menolak perintahku?”Clara terpejam. Di
Sebastian tidak ingin lagi menunda untuk mendapatkan momongan. Sejak acara perjamuan yang diadakan di rumah tua, Sebastian berpikir keras. Dia tahu Maxime Abraham, ucapannya hanyalah sebuah gertakan semata. Namun, dia tidak bisa menganggap remeh kakek tua itu.Kemudian paman dan bibinya, Sebastian harus tetap waspada terhadap mereka. Berbeda dengan Lucia yang terang-terangan menginginkan posisinya diberikan kepada Dareen, Louis memang terlihat lebih tenang. Meski begitu, Sebastian sangat yakin jika Louis juga menginginkan posisi presdir diduduki oleh Dareen, putera semata wayangnya.Sementara Dareen sendiri terlihat tidak peduli. Persis seperti dugaannya selama ini. Dareen tidak peduli dengan perusahaan. Yang dia pedulikan hanyalah kesenangan semata. Berfoya-foya dan bermain wanita. Itu sebabnya Sebastian tidak bisa menyerahkan posisi pemimpin utama kepada pria semacam itu.Sore itu, setelah kembali dari hutan. Sebastian dan Clara melanjutkan permainan panas mereka di dalam kamar.Kal
Bab 112Clara merasakan beban yang semakin berat setelah ancaman Bianca. Setiap kata dalam pesan itu menekan jantungnya, membuatnya merasa terperangkap. Tetapi saat ia menatap Sebastian, ada sesuatu dalam tatapan pria itu yang memberi harapan. Sebastian selalu menjadi pelindungnya, tetapi kali ini, ia bisa merasakan ketegangan yang berbeda. Sebagian besar waktu mereka bersama telah diwarnai oleh kebahagiaan dan cinta, namun di balik itu, ada bayang-bayang yang semakin gelap yang mengancam semuanya.Clara menarik napas panjang dan memutuskan untuk memberi tahu Sebastian. "Sebastian, Bianca... dia tahu segalanya. Tentang aku, tentang William. Bahkan tentang foto-foto itu. Dia mengancamku, dan jika foto-foto itu sampai ke keluargamu, terutama ke ibu dan ayahmu, semuanya bisa berakhir buruk."Sebastian menatap Clara dengan serius, matanya menyempit seiring kecemasan yang muncul. "Kamu yakin? Apa yang ingin dia capai dengan ini?"Clara mengangguk dengan tegas, namun matanya terbelalak saat
Bab 111Clara sedang duduk di ruang tamu, memegang secangkir teh yang hampir tak terjamah, matanya kosong menatap keluar jendela. Pikiran dan perasaannya berputar-putar, tertambat pada situasi yang semakin rumit. Ia mencoba untuk fokus pada perbincangannya bersama Sebastian, namun bayang-bayang William yang baru saja sadar terus menghantui pikirannya.Saat ia hendak meneguk tehnya, tiba-tiba ponselnya berdering, suara itu cukup keras untuk mengagetkannya. Clara menatap layar ponselnya dengan ragu, merasa ada yang tak beres. Nama pengirim yang tertera adalah sebuah nomor tak dikenal, namun ia bisa merasakan sesuatu yang tidak biasa.Dengan hati-hati, Clara membuka pesan yang masuk. Betapa terkejutnya ia saat melihat foto-foto yang dilampirkan di dalam pesan itu. Foto pertama menunjukkan dirinya sedang berdiri di dekat ranjang rumah sakit William, saat ia datang untuk menjenguknya di ruang ICU beberapa hari yang lalu. Foto itu diambil dengan sangat jelas, memperlihatkan posisi dan posis
Bab 110Clara menatap ponselnya untuk beberapa detik, matanya tertuju pada pesan Sebastian yang masih mengalihkan perhatiannya. "Aku ingin kita bertemu. Ada sesuatu yang harus kita bicarakan, tentang masa depan kita dan anak kita." Kata-kata itu berputar-putar di benaknya, semakin menambah berat beban yang sudah ia rasakan.Dengan cepat, ia menekan tombol untuk membalas pesan tersebut, meski hatinya penuh keraguan. Ia tahu bahwa apapun yang terjadi, ia harus segera mengambil keputusan. Setelah beberapa detik, Clara akhirnya mengetikkan pesan balasan:Clara: "Aku akan segera menemuimu. Aku sedang dalam perjalanan, ada beberapa urusan yang harus diselesaikan. Untuk sementara, tolong jaga William. Aku akan menghubungimu lagi."Clara menatap pesan itu sebelum menekannya untuk mengirimkannya. Ketika pesan terkirim, ia merasa sedikit lega karena setidaknya ia telah mengatur segala sesuatunya dengan hati-hati. Meskipun demikian, ia tahu bahwa keputusannya untuk tidak segera menemui William a
*Bab 109*Clara duduk terdiam di ruang tunggu rumah sakit, matanya kosong menatap lantai, pikirannya berkecamuk. Keputusan-keputusan yang ia buat selama beberapa bulan terakhir seakan-akan menjeratnya dalam jaring yang tak bisa ia lepaskan. Perasaannya terombang-ambing antara rasa takut dan penyesalan. Ia baru saja menerima kabar yang mengejutkan dari rumah sakit, berita yang tak pernah ia duga sebelumnya: William, suaminya yang telah lama koma setelah kecelakaan, akhirnya sadar.Namun, hal itu bukan satu-satunya beban yang kini ia tanggung. Pikirannya melayang kembali pada malam-malam gelap yang telah mengubah hidupnya. Kontrak yang ia buat dengan bosnya, Sebastian, bukan hanya tentang pekerjaan—tetapi juga tentang kehamilan yang kini ada dalam dirinya. Clara mengandung anak Sebastian. Dan itu membuat hatinya semakin berat, seolah ia terjebak dalam dua dunia yang saling bertentangan.Sebastian, pria yang telah lama merebut hatinya meski ia tak pernah menginginkannya, kini kembali had
Bab 108Rencana Bianca semakin matang. Setiap langkah yang ia ambil kini semakin mendekatkan pada tujuan utamanya: menjebak Sebastian dan membuat Clara merasa terpojok. Bianca tahu betul bahwa permainan ini tidak hanya tentang membangun keraguan dalam hati Sebastian, tapi juga menghancurkan rasa percaya Clara. Begitu Clara mulai merasakan kesal dan terasing, Sebastian akan menjadi semakin rentan terhadap pengaruhnya.Pada pagi hari yang cerah, Bianca duduk di ruang kerjanya, matanya tertuju pada peta strategi yang sudah ia buat. Segala sesuatunya sudah disiapkan. Adrian akan segera menghubungi Sebastian, memastikan bahwa segalanya berjalan sesuai rencana. Tapi ada satu hal lagi yang harus ia lakukan untuk mempercepat proses ini.Ia memanggil Reza ke kantornya. Pria itu masuk tanpa suara, mengenakan jas hitam yang sama seperti biasa. Setelah duduk di depan meja Bianca, Reza menunggu dengan sabar."Ada tugas baru," kata Bianca dengan suara datar, namun tajam. "Kita perlu menambah tekana
Bab 108Bianca duduk di ruang kerjanya, menatap layar ponselnya dengan tatapan tajam. Setelah menerima pesan dari Adrian, hatinya berdebar lebih cepat daripada biasanya. Kabar itu datang begitu tiba-tiba dan langsung mengguncang dunia yang telah ia rencanakan dengan sempurna. Ternyata, Clara tidak hanya memiliki masa lalu dengan Adrian, tetapi juga... sudah menikah.William, suami Clara, sekarang berada di rumah sakit, kata Adrian. Kabar itu membakar pikiran Bianca. Ia tidak pernah menyangka hal ini, tetapi saat ia berpikir lebih dalam, ide-ide licik mulai muncul begitu saja di benaknya.Bianca menggenggam ponselnya lebih erat, merenung. William... suami Clara, yang sekarang berada dalam keadaan terluka dan tak berdaya di rumah sakit. Bianca bisa membayangkan semua hal yang bisa ia lakukan dengan informasi ini. Suami yang terluka, hubungan yang rapuh, dan rahasia yang bisa menghancurkan segalanya.Dia tahu bahwa untuk benar-benar menghancurkan hubungan antara Clara dan Sebastian, ia h
Bab 107Hari-hari berlalu dengan cepat, namun rasa cemas yang menghantui Clara semakin sulit untuk ditutupi. Setiap kali ia berpapasan dengan Sebastian, ia merasa ada jurang tak terlihat yang mulai menggerogoti hubungan mereka. Meskipun Sebastian berusaha untuk terlihat perhatian dan penuh kasih sayang, ada ketegangan yang jelas di antara mereka. Clara bisa merasakannya—sesuatu yang tak terucapkan, tapi terasa begitu nyata.Di sisi lain, Bianca semakin merasa puas dengan hasil rencananya. Adrian melaporkan setiap langkah yang ia ambil, memastikan bahwa keberadaan mereka di dekat Clara tidak bisa diabaikan. Setiap kali Sebastian melihat Clara bersama Adrian, rasa curiga mulai tumbuh, meski ia berusaha menekan perasaan itu. Bianca tahu, itu hanya masalah waktu sebelum Sebastian mulai mempertanyakan segalanya.Suatu malam, saat Clara dan Sebastian duduk bersama di ruang makan, suasana semakin tegang. Makanan yang biasanya dinikmati dengan kehangatan kini terasa hambar. Sebastian menatap
Bab 106Keesokan harinya, suasana mansion keluarga Sebastian tampak tenang. Clara masih menjalani hari-harinya dengan kebahagiaan yang semakin terasa utuh bersama Sebastian. Mereka lebih sering menghabiskan waktu bersama, menikmati keindahan taman belakang, atau sekadar berjalan-jalan di sekitar rumah. Namun, meski segala sesuatunya terlihat sempurna, ada sesuatu yang tak terlihat, yang perlahan mulai meresap ke dalam hubungan mereka.Pada saat yang sama, Adrian mulai melaksanakan rencananya dengan hati-hati. Ia mengamati Clara dari kejauhan, mengikuti setiap langkahnya, dan mencatat segala hal yang bisa dimanfaatkan untuk meragukan Clara di mata Sebastian. Setiap gerak-geriknya, setiap tempat yang sering dikunjungi Clara, telah dicatat dengan cermat dalam amplop yang Bianca berikan padanya.Pada suatu siang yang cerah, saat Clara sedang berjalan menuju kedai kopi favoritnya, Adrian muncul dengan tiba-tiba. Dengan pakaian kasual dan senyum penuh kepalsuan, ia menghampiri Clara yang se
MAPP 105Clara memasuki ruang rawat inap William. Seperti biasa, wanita itu menyapa suster Cintya. Sebelum datang kemari, Clara sudah mencari tahu terlebih dahulu bahwa Ben dan Julia tidak datang.Menurut keterangan suster Cintya, Ben dan Julia jarang datang. Mereka hanya menelpon dan bertanya kabar. Terakhir kali, mereka menelpon adalah tiga hari yang lalu.Clara menghela napas panjang. "Kedua orang tuamu begitu kejam. Bagaimana bisa mereka mengabaikanmu," gumam Clara sesekali menggenggam erat jemari William yang semakin kurus."Maafkan aku, aku bukan tidak ingin kamu bangun. Tapi untuk saat ini biarlah semua seperti ini. Tunggu semua selesai baru kamu bangun," kata Clara.Dia melihat wajah William yang masih sama seperti dahulu. Hanya saja sedikit pucat dan kurus."Bertahanlah sebentar lagi." Clara mengecup tangan William sekilas. Kemudian dia berdiri dari duduknya. Dia melihat Suster Cintya yang memperhatikannya.Clara lantas menghampiri suster itu. "Suster Cintya," panggilnya."Ya