"Bagaimana? Kau sudah bertemu dengan bosmu, Janice?" Janice yang barusan masuk kembali ke kamar hanya bisa memaksakan senyumnya mendengar pertanyaan ibunya."Itu ... aku sudah mengucapkan terima kasih tapi karena dia terlalu sibuk, dia pulang duluan.""Astaga, Ibu tahu orang kaya pasti sibuk. Tapi bosmu itu begitu baik sampai mau membantu anak-anak." Nara pun menceritakan semuanya tadi dan bagaimana ia sudah menolak kamar VIP, tapi Jefry memaksanya atas perintah bosnya. Janice yang mendengar ceritanya pun kembali memaksakan senyumnya. "Ibu, dia ... baiklah, dia sudah menyewa kamar yang terbaik untuk anak-anak tapi aku sungkan, bagaimana kalau besok kita pindah ke kamar biasa saja?" kata Janice ragu. Janice masih terus kepikiran dengan ancaman Edgard tadi, tapi Janice sendiri juga sudah tidak punya uang untuk membayar rumah sakit karena uangnya sudah habis untuk membayar kontrakan yang baru tadi."Eh, kalau memang itu maumu, kita pindahkan saja tidak masalah. Sebenarnya Ibu maunya
Edgard masih mengernyit mendengar penjelasan dokter tentang Collin dan Calista dan ia pun mendengarkan dengan serius sampai bagian Calista membutuhkan donor darah. Sontak saja tatapan Edgard kembali terarah pada anak perempuan yang terlihat lemah itu dan hati Edgard pun rasanya kembali tertusuk sesuatu, walaupun Edgard masih tidak tahu rasa apa itu. "Err, Bos! Kasihan anak itu, sampai harus transfusi darah," bisik Jefry sambil menatap Calista dengan iba. Namun, Edgard hanya diam dan tidak menanggapi Jefry. Edgard pun tetap menatap Collin dan Calista bergantian dan masih mencoba mencari kemiripan di antara keduanya saat tiba-tiba Janice memekik keras sambil berlari ke arahnya. Janice memeluk lengan Edgard sampai Edgard benar-benar kaget dibuatnya. Bukannya Edgard mau bersikap sok suci. Edgard sendiri sudah meniduri wanita itu dan walaupun bibir Edgard terus menghina Janice, tidak dapat dipungkiri kalau ia sangat menikmati aktivitasnya dengan wanita itu. Tapi untuk disentuh secar
Edgard tidak mau menanggapi ucapan Collin, sedangkan Collin sendiri langsung dibungkam oleh Nara karena bagi Nara, Collin sudah tidak sopan. Sementara Edgard sendiri tidak mau menanggapinya lagi. Hatinya masih kesal, tapi anehnya, Edgard juga masih belum mau pergi dari sana, seolah ada sesuatu yang menahan kakinya agar tidak pergi sama sekali. "Bos, bagaimana? Apa yang kita lakukan di sini? Apa kau tidak mau mendonorkan darahmu?" bisik Jefry yang sudah entah ke berapa kalinya sejak tadi. "Sial, Jefry! Aku tidak akan mendonorkan darahku yang berharga ini untuk anak wanita itu! Kalaupun ada yang harus melakukannya, cari saja ayah kandungnya yang tidak jelas itu, mengapa harus aku? Sial!" "Eh? Ayah kandungnya?" Jefry pun terdiam mendengar ucapan Edgard, namun ada banyak pertanyaan absurd yang mendadak muncul di otak Jefry tentang ayah kandung si kembar. Tidak ada yang bicara lagi setelahnya karena Janice hanya bisa menangisi Calista yang masih begitu lemas. Calista sendiri tidak ba
Janice tidak berhenti bersyukur saat akhirnya ia bisa melihat Calista tidur dengan nyenyak sore itu setelah mendapatkan transfusi darah dari Edgard. Rasanya hati seorang Ibu begitu lega sekarang. Janice pun sama sekali tidak menyesal sudah membuat kesepakatan gila itu dengan Edgard selama itu demi keselamatan anaknya. "Janice, bosmu itu begitu baik, tapi mengapa sikapmu begitu kurang ajar padanya! Ibu tidak habis pikir denganmu!""Tapi Ibu masih merasa pernah melihatnya di mana ya selain di supermarket waktu itu. Ibu tidak bisa mengingatnya, tapi syukurlah ternyata darahnya cocok dengan Calista." Nara tidak berhenti berbicara sendiri walaupun Janice sama sekali tidak menanggapinya. Janice hanya tetap duduk di samping Calista dan membelainya. Biarkan saja Nara berpikiran apa pun sekarang, tapi Janice tidak akan mengatakan apa pun karena memang waktunya sama sekali tidak tepat. Janice pun tidak mau memikirkan hal lainnya selain kesembuhan Collin dan Calista. "Mama, Collin lapar.
Janice begitu tegang saat melihat Edgard terus memperhatikan Collin dan Calista.Janice pun segera memutus kontak mata itu dan mendadak sibuk mondar-mandir untuk mengalihkan perhatian Edgard. Dan cara itu ampuh karena Edgard mendadak sudah tidak memperhatikan si kembar lagi, tapi malah memperhatikan Janice yang langsung melayani anaknya itu. "Ini ... kita lihat apa saja yang dibawa," gumam Janice. Jefry yang mendengarnya pun langsung maju dan kembali menjelaskan barang bawaannya, layaknya seorang sales yang sedang mempromosikan barang dagangannya. "Ini ada jus buah katanya bagus untuk menaikkan trombosit. Biasanya kalau demam berdarah memang disarankan minum jus ini, jus jambu biji. Kalian pasti akan suka!" Jefry mengangkat kotak jus dan memperlihatkan pada anak-anak yang langsung antusias itu. "Lalu ini ada keju! Karena anak-anak menyukai keju jadi makan makanan yang disukai saat sakit itu bisa meningkatkan imun tubuh juga."Jefry kembali menunjukkan kejunya pada anak-anak yang
Tiga hari berlalu dan si kembar pun akhirnya diijinkan untuk keluar dari rumah sakit. Janice dan Nara pun begitu lega dan mereka tidak berhenti bersyukur melihat Collin dan Calista yang kembali aktif dan ribut seperti biasa. Jefry mengurus semua pembayaran rumah sakit dan Janice benar-benar tidak mengeluarkan satu sen pun untuk biaya rumah sakit itu. Jefry membantu mengantarkan Janice dan yang lain pulang ke rumah dan selama tiga hari itu, Janice tidak pernah melihat Edgard lagi datang ke rumah sakit. Bukannya rindu, tapi Janice hanya penasaran mengapa pria brengsek itu tidak menampakkan batang hidungnya lagi. Janice pun akhirnya menekan harga dirinya dan bertanya pada Jefry. "Hei, mengapa bosmu tidak pernah menjenguk anak-anak lagi?" Jefry langsung terkekeh. "Apa kau mau bosku menjenguk anak-anakmu?" "Jangan halu! Aku hanya penasaran karena dia terus bilang kalau aku tidak bisa lepas darinya, tapi sekarang mendadak dia yang menghilang!""Haha, tenanglah, Janice! Dia tidak meng
"Itu ... tugas pelayan apa?""Buatkan aku kopi lalu pijati aku!"Janice pun langsung membelalak mendengarnya. "Apa? Buatkan kopi? Kau pikir aku office girl? Bukankah di kantor ini ada orang yang biasa membuatkanmu kopi, mengapa aku yang harus melakukannya?""Tapi aku tidak mau orang lain, aku mau dibuatkan kopi olehmu, Janice. Jadi cepatlah buatkan kopi untukku, bawa ke sini lalu pijati aku! Aku lelah sekali setelah pulang dari luar kota tadi malam." Janice makin menganga mendengarnya. "Pijat? Kau pergi saja ke tempat pijat refleksi kalau kau memang pegal-pegal! Sekalian saja ke tempat refleksi plus-plus agar ada yang bisa menangani ular sanca di bawah sana yang suka memaksa melecehkan wanita baik-baik!" desis Janice geram. Edgard yang mendengarnya langsung memicingkan matanya. "Ular sanca? Memaksa melecehkan wanita baik-baik? Siapa wanita baik-baiknya? Kau? Kau sudah bukan perawan, Janice! Lagipula kau dan ular sancaku juga adalah teman lama jadi dia tidak melecehkan siapa pun di
Edgard sudah duduk manis di mobilnya saat melihat Janice yang masih berdiri di depan gedung perusahaan karena menunggu Pak ojek. Setelah dipijat oleh Janice tadi, Edgard mengusir Janice keluar dan Janice pun bernapas lega. Janice kembali melanjutkan pekerjaannya sampai jam pulang kantor tiba dan berniat pulang lebih cepat, tapi sialnya Pak ojek malah terlambat menjemputnya. Janice sendiri masih terus mengumpat kesal saat tiba-tiba sebuah mobil berhenti di hadapannya dan ia melihat wajah Edgard begitu kaca mobil dibuka. "Masuk, Janice!" titah Edgard tegas. "Untuk apa aku masuk ke mobilmu? Aku tidak mau masuk!" tolak Janice. "Kubilang masuk, Janice! Kau ingat siapa kau kan? Masuk atau aku akan meminta orang menculikmu lagi seperti waktu itu!" Janice terdiam mendengarnya sambil mengerjapkan matanya. "Astaga, kau mengancamku ya! Dasar keterlaluan! Coba saja kalau kau berani macam-macam! Ini di tempat umum dan akan ada banyak orang yang melihatmu!""Memangnya aku peduli? Kau sendiri