Malam minggu ini seperti biasa, Qiya hanya diam di dalam kamarnya tanpa berniat pergi main seperti remaja lainnya. Nasib jomblo memang begitu. Jika bukan karena oppa oppa korea idolanya, entah akan segabut apa Qiya setiap hari.
Ketika sedang asik menonton acara variety show korea yang menampilkan boygrup idolanya, Qiya di ganggu dengan suara dentingan dari ponselnya, pertanda satu pesan masuk di aplikasi W******p.
0812******** :
HaiiMe :
Ya?
0812******** :
Ini Qiya kan?
Me :
Ya.
Kak Bara :
Gue Bara. Save ya😁
Me :
Oh.
Kak Bara :
Keyboard lo gak bisa
dipake buat ngetik banyak?(Read)Qiya malas menanggapi pesan-pesan unfaedah dari cowok bernama Bara itu. Ia tidak suka jika sedang fangirl-an lalu kegiatannya di ganggu oleh orang lain. Ia kesal dengan hal itu. Bahkan bukan satu atau dua cowok yang ia putusin dengan alasan "gue risih setiap lo ganggu waktu gue nonton korea, kita putus aja."
Qiya tidak akan berpikir dua kali untuk memutuskan hubungan dengan cowok yang sekali saja membuatnya tak nyaman. Qiya tidak akan ambil pusing tentang hal itu, toh ia tidak punya perasaan apapun dengan para mantannya. Perasaannya hanya untuk Fatur. Maka dari itu, semua yang Qiya benci jika menyangkut Fatur, ia tidak akan masalah. Tapi selama 2tahun ia mencari tau tentang Fatur, tidak pernah ada hal yang membuatnya benci kepada cowok itu. Semuanya, ia suka tentang Fatur. Ya.. memang sebucin itu Qiya kepada Fatur.
Tanpa sadar, Yasir sedari tadi berdiri di ambang pintu kamar Qiya dengan melipat kedua tangannya di depan dada. "Qiya, pergi keluar yuk!" Ajaknya.
Tanpa menolehkan kepalanya dari layar laptop, Qiya menjawab "males ah,"
"Gue beliin lo recheese deh, temenin gue tapi" sogok Yasir dengan nada sedikit terpaksa.
Qiya beranjak dengan ekspresi bahagianya, "oke kuy!" Ia meraih sweeter peach dari gantungan dan tak lupa juga mengantongi ponsel dan beberapa lembar uang yang ia ambil dari dalam dompet.
"Gercep amat lo kalo mau dibeliin recheese" sindir Yasir kemudian pergi keluar dari kamar Qiya disusul oleh pemilik kamar itu.
Mereka pergi dengan menggunakan motor matic Yasir, sekitar 15 menit perjalanan karena macet akhirnya mereka sampai di alun-alun kota. Yasir memarkirkan motornya lalu pergi meninggalkan Qiya.
"Tungguin napa!" Teriak Qiya.
Qiya diam di samping kakaknya yang duduk di salah satu bangku disana. Mata Yasir pokus kepada layar ponselnya yang menampilkan ruang chat pribadi. Sepertinya Yasir ada janji bertemu seseorang disini. "Lo mau ngapain sih? Mau ketemu siapa?" Tanya Qiya yang mulai bosan.
"Temen gue, bentar dong lo gak sabar amat."
Qiya mendengus kesal, ia hanya bersabar menemani kakaknya itu. Tak lama Qiya melihat seseorang berjalan menghampirinya dengan menggunakan jaket pink. Tangannya membawa paper bag besar. Entah apa isinya. Sinar bulan menerangi wajahnya yang putih, Qiya menerka-nerka. Siapa cewek itu? Sepertinya ia kenal. Qiya menyesal tidak memakai kacamata, matanya jadi tidak bisa melihat dengan jelas dari jarak jauh.
Semakin dekat ia melihat sosok itu, senyumnya merekah, "Teh berbie!!" Seru Qiya setelah menyadari siapa cewek itu.
Berbie adalah panggilan akrab dari Qiya kepada kakak kelas satu tingkatnya, yaitu Fani. Fani melambaikan tangannya ke arah Qiya, dan Qiya pun melakukan hal yang sama. Yasir berdiri lalu sedikit berjalan menghampiri Fani. Yasir tersenyum manis menyapa Fani. Terlihat sekali seperti remaja alay yang sedang kasmaran. Lalu Fani dengan tingkah malu-malunya mencoba tetap cuek lalu memberikan paper bag yang ia bawa kepada Yasir.
"Ciee ciee!!" Goda Qiya kepada pasangan tanpa status itu.
Ya, Fani adalah gebetan Yasir sejak mereka bertemu pada masa orientasi di SMA. Qiya mengenal Fani karena beberapa kali Yasir mengajaknya untuk bertemu dengan Fani. Mereka juga sering bertukar pesan. Fani dan Qiya sama-sama cewek gila yang tidak terlalu memperlihatkan kegilaan mereka kepada banyak orang.
Sejak Qiya kenal Fani, dan mengetahui semua tentang Fani dan Yasir, ia mulai merasa kesal kepada Yasir yang sampai sekarang tidak pernah berani mengungkapkan perasaannya. Bagaimana jika Fani memilih bersama cowok lain? Nyesel baru tau rasa.
Satu fakta yang Qiya tau, Fani adalah mantan Fatur. Pertama kali Qiya tau tentang itu, perasaan minder langsung meliputi hati Qiya. Bagaimana tidak, mengetahui seorang Fani adalah mantan Fatur membuatnya down. Fani itu gadis cantik yang cuek, pintar, menarik, baik hati, mempunyai kulit putih bersih. Tidak sedikit lelaki yang mengidamkan Fani.
Qiya minder mengetahui hal itu. Secara tidak langsung Qiya tau, bagaimana tipe cewek Fatur. Dan itu jauh sekali dengan Qiya yang pecicilan, kpopers, tidak pintar, tidak menjaga image, bodo amatan, dan segala macamnya. Kalo soal fisik jangan ditanya Qiya lebih minder dari apa yang kalian bayangkan. Memang, banyak lelaki yang mendekati Qiya, banyak juga jumlah mantan Qiya. Tapi itu tidak pernah bisa membuatnya jadi percaya diri untuk bisa sebanding dengan Fatur yang menurutnya terlalu masya allah.
"Sombong banget Qiya! Jarang main ke rumah" ucap Fani.
"Kemarin-kemarin kan sibuk ujian terus disambung sibuk masuk SMA, mana sempet main?" Jawab Qiya.
"Sok sibuk banget lo!" Ledek Fani.
"Emang gue sibuk! Emangnya Teh Berbie, main mulu atau gak rebahan, gak ada kegiatan banget. Males!" Balas Qiya. Lalu mereka berdua tertawa dan menghiraukan Yasir yang diam dengan ekspresi kesal karena dia abaikan.
"Abis ini kalian mau kemana?" Tanya Fani.
"Gue mau ditlaktir ...." sebelum Qiya selesai dengan ucapannya, matanya menangkap sosok Fatur yang melambaikan tangan ke arah Yasir. Hal itu berhasil membuat Qiya gugup dan diam seperti patung. Jangan lupakan dengan pipi Qiya yang mulai memerah, untung saja lampu disana sedikit redup jadi warna pipinya tidak terlalu terlihat.
Tangannya mulai dingin karena menahan rasa gugup, jantungnya terus berdetak cepat. Beberapa kali ia menghembuskan nafas kasar, semoga Fani tidak menyadari bahasa tubuh Qiya yang berubah.
"Cil!!!" Panggil Fatur. Bahkan hanya mendengar satu kata yang keluar dari mulut lelaki itu bisa membuat Qiya merinding padahal tidak ada hawa horor yang ia rasakan. "Lo disini? Darimana?" Tanya Fatur setelah menyapa Yasir dengan salaman ala cowok.
"Dari rumah lah, abis ketemu si Fani, lo ngapain sendirian?" Tanya Yasir.
Fatur mengangguk lalu mengangkat keresek putih yang ia bawa di tangan kanannya, "disuruh beli makanan. Kapan nih kalian official?" Yasir tertawa tanpa menjawab pertanyaan Fatur.
"Apaan sih lo! Gue duluan ya, bye!" Pamit Fani dengan menepuk bahu Qiya.
Qiya hanya bisa tersenyum sambil menunduk memandang batu kerikil yang ia injak. Qiya menggesekan sandalnya dengan kerikil itu mencoba menetralisir rasa gugupnya. Semoga Fatur tidak menyadari itu.
"Yaudah deh Tur, gue juga mau tlatir adek gue nih, ikut gak?" Ajak Yasir.
Demi apapun, Qiya ingin menjambak bibir kakaknya itu sampai lepas dari tempatnya. Enak sekali asal mengajak Fatur seperti itu. Tidak tau apa kalau jantung Qiya sudah berdetak tidak beraturan. Niat ngebunuh gue ini mah, sialan. Umpat Qiya dalam hatinya.
Qiya menyenggol pelan tangan Yasir dengan sikunya, semoga Yasir paham dengan kode yang ia berikan. Sungguh, saat ini Qiya benar-benar ingin segera pergi dari hadapan Fatur. Berlama-lama dengan kondisi ini tidak baik bagi kesehatannya, terutama dibagian jantung dan hati.
"Ohh.. makasih deh, gue pulang aja ditungguin Bunda," tolak Fatur yang disyukuri Qiya.
Akhirnya Qiya bisa bernapas lega mendengar jawaban Fatur. Walaupun rasa gugup masih tetap mengenyelimuti perasaannya. "Gue duluan" pamit Fatur yang akhirnya pergi.
Setelah jarak Fatur yang sudah menjauh, Yasir akhirnya mengeluarkan tawanya yang sedari tadi ia tahan. "Gila!!! Lo gugup banget ya? Hahahahahh.... kasian deh lo!"
Qiya mencubit tangan Yasir dengan sangat keras guna menyalurkan rasa kesal yang teramat Qiya rasakan. "Sialan banget ya lo! Gue pinsan disini juga lo yang repot gila!"
Jam istirahat sholat dzuhur telah berbunyi sekitar 3 menit yang lalu. Sebagian teman kelasnya beranjak pergi ke kantin entah untuk makan atau hanya sekedar nongkrong, sebagian lagi memilih diam di kelas menunggu adzan sambil merebahkan kepala di atas meja. Seperti Qiya, gadis itu sedang berusaha memejamkan matanya, berniat tidur walaupun hanya memiliki waktu sekitar 15 menit sebelum pergi ke mushola untuk sholat dzuhur.Begitu pun dengan Rissa ia juga sama tertidur, suara hembusan nafas teraturnya sedikit terdengar di telinga Qiya.. Sarah yang duduk sedikit jauh dari tempat duduknya menoleh, "gak tidur lo?" Tanya nya ketika melihat Qiya yang nampak linglung menatap sekelilingnya.Qiya menatap Sarah dengan lesu, "hm.. gak bisa tidur padahal pengen. Kantin yuk!" Ajaknya."Kuy!"
"Wooyy!!!Nyaho teu? Aing ges aya kamajuan yeh ngadeketan si Qiya." (Tau gak? Gue udah ada kemajuan nih deketin si Qiya) Bara bercerita kepada teman-temannya dengan bersemangat. Ia bukannya tidak tahu kalau dikelas itu ada Yasir yang sedang bermain game bersama Fatur, tapi ia hanya pura-pura tidak tahu dan tidak peduli jika nanti Yasir akan marah karena ia tetap mendekati Qiya."Gaya pokonya lah.." sahut Aji."Ciillll !!!Yeuhh si Bara, Cillngegasngadekeransi Qiya!" Teriak Heri memancing baku hantam diantara Bara dan Yasir.Sejak mendengar suara Bara tadi, Yasir memang sudah mendongak melihat ke arah Bara dengan kening berkerut. Merasa heran, bagaimana bisa Bara menyebut ada kemajuan dengan aksi PDKT nya kepada Qiya? Yasir
Mereka bertiga akhirnya merebahkan tubuh mereka di pojokan mushola.cukup lama mereka berdiam, sama-sama menikmati nyamannya rebahan di lantai mushola. Hingga tanpa terasa Qiya benar-benar di hampiri rasa ngantuk, dan mulai menjelajahi alam bawah sadarnya. Sarah menoleh ke arah Qiya lalu mendengus sebal ketika mendapati Qiya yang sudah tertidur dengan nyaman di sampingnya."Ca, liat tuh orang yang ngajak kesini buat curhat malah ngebo duluan sebelum ngomong apapun" ucap Sarah dengan sebal.Rissa menoleh ke arah Qiya untuk memastikan ucapan Sarah benar atau tidak, ia ikut mendengus ketika mendengar nafas teratur Qiya. "parah tuh dia, padahal udah kepo banget gue pengen denger dia mau curhat apa,""Dahla, mending ikut tidur sebelum dzuhur."
Besoknya, Yasir pergi sekolah lebih pagi, bareng Qiya tentunya. Ia mengantar Qiya sampai warung depan, lalu pergi ke tempat nongkrong biasa, warung belakang sekolah.Sampai di warung belakang, ia duduk di samping Bara yang sibuk dengan game online di ponselnya. "Heh!! Deketin si Qiya lagi gue pites lo kaya kutu, ngapaiiinnn anter-anter si Qiya balik kemarinmaneh??" ancam Yasir dengan candaan.Bara terkekeh dengan pandangan yang tetap mengarah ke layar ponsel, "tenang Cil, gak akan di sakitin kok" jawab Bara."Boongtahsi Bara, biasa ngarayu supaya di restuaneta tehCil.." ucap Riza mengompori.Bara mengantongi ponselnya lalu menepuk bahu Yasir dengan tenang, "moal eeehh, perca
Hari minggu ini, Qiya ada acara reuni bersama teman-teman SMP nya. Ia begitu semangat hari ini, terbukti dengan Qiya yang langsung mandi setelah membereskan kamarnya, biasanya Qiya mandi jam 12 siang sekalian sholat dzuhur, atau bahkan sekalian sore saat mau sholat ashar. Ya begitulah memang pemalas tingkat akut."Lah udah rapi lo, mau kemana?" Tanya Yasir saat melihat adiknya di dapur dengan keadaan rapi dan wangi."Biasalaaahh" jawab Qiya asal."Biasanya lo kan rebahan, ngapain serapi ini? Dasar centil" ledek Yasir.Qiya melotot, "enak aja lo! Gue mau reuni!"Yasir hanya mengangguk-anggukan kepalanya.......
"Besok gue pindah sekolah Qiy,"kata Irham ketika perjalanan pulang mengantar Qiya. Benar-benar, Qiya tak habis pikir, mereka baru saja sekolah satu semester tapi Irham sudah akan pindah sekolah. Dasar bandel pikir Qiya. Ia merasa kasihan kepada bunda Irham, saat pertama masuk SMP Irham itu murid baik-baik, tidak bandel seperti sekarang. Itu semua berawal dari kelas 2 SMP, saat ia mulai bergaul dengan teman yang bandel, suka ikut tauran, datang telat, pulang telat dsb. Bundanya jadi kerepotan dengan tingkah Irham yang berubah bandel karena salah gaul.......Hari senin ini, Qiya datang sekolah lumayan siang. Jangan khawatir, ia tidak akan terlambat upacara, di sekolah Qiya upacaranya siang, ya gitu udah pada tau kan. Jam 07.40 Qiya baru sampai di sekolah. Ia berjalan santai melewati ruang Tata Usaha. Ia melihat ada seorang
Bara merebahkan tubuhnya di kasur Yasir, merasa ngantuk dan ingin tidur sebentar. Temannya yang lain juga sibuk sendiri walaupun tetap ngobrol dengan topik random."Cil adek lo jutek banget,aingcape mikirin cara deketinnya. Di chat jugataradibales Cil" curhat Bara kepada Yasir."Atudaaa ngegasteuingdeketinnyamaneh mahBar. Santai napa santai," timpal Riza.Bara bangun kemudian duduk di tengah kasur Yasir. "Emang gitu?""Udah laahh Bar, berenti aja deketin adek gue. Lo bukan tipenya," ucap Yasir.Bara mendengus, "dukungatuhCil, dukuunggg !! Soal tipemahgue terob
Siang ini Bara kumpul di warung belakang bersama teman-temannya yang lain seperti biasa. Mereka tidak kembali ke sekolah sejak bel istirahat pertama tadi, yaa mereka berencana bolos dan nongkrong di warung itu.Disana bukan hanya Bara dan teman-temannya, tapi ada juga kakak kelas 3 dan adik kelas 1 yang mulai tau tempat kabur kakak kelasnya, lebih tepatnya mereka mau jadi penerus kakak kelasnya jadi murid bandel.Seperti Irham, ia memang sudah bandel sejak SMP kelas 2. Dan sekarang ia di ajak bolos oleh Rendi ke warung belakang, tentu saja ia menyetujuinya tanpa banyak tanya.Sampai di warung belakang, Rendi memperkenalkan Irham kepada kakak kelas dan teman seangkatannya disana. Cowok kalau kumpul, udah gak pernah mempermasalahkan umur walaupun tetap menghargai kakak kelas. Mereka kump
Belum lama putus, Qiya sudah terlihat bersemangat lagi. Sudah kembali menjadi Qiya yang biasanya. Hal itu memang terdengar positif untuk Qiya. Tapi tidak dengan penglihatan orang sekitarnya. Terutama Arumi, entah sejak kapan kabar Qiya putus dengan Irham sudah menyebar ke seantero sekolah. Oh hampir saja lupa, ini semua karena ulah Rendi tempo hari. Qiya mendengus kesal saat berjalan melewati Arumi ketika akan pergi ke kantin. Qiya cukup menyesal menolak tawaran Rena yang ingin menemaninya ke toilet sebelum menyusul teman-temannya yang lain."Emang dasar jalang sih ya... baru aja putus udah bisa ketawa ketiwi lagi. Parahnya sih udah ada cowo baru? Kesian deh cowo barunya."Sindiran itu membuat langkah Qiya terhenti. Dia bilang apa? Jalang? Ya ampun kasar sekali. Sebelumnya Qiya tidak mau meladeni, tapi kata Jalang yang keluar dari mulut Arumi sangat mengganggu harga dirinya."Jalangan siapa ya? Sama cewek yang mepet-mepetin pacar orang?
Terlentang di atas kasur empuk favoritenya. Qiya menatap langit-langit kamar dengan tatapan yang sulit diartikan. Entah keputusannya baik atau tidak, yang pasti sekarang Qiya kembali merasakan ragu.Ia merutuki kelabilannya lagi kali ini. Rasanya baru kemarin Qiya bertekad tidak akan bersama Irham ataupun Bara walaupun hatinya ada diantara dua cowok itu.Qiya tidak ingin menyakiti atau memberi harapan kepada salah satu dari mereka.Ya.. itulah yang Qiya pikirkan sebelum berbincang dengan Bara di kantin berdua.Entah apa yang Qiya pikirkan saat itu hingga bisa-bisanya mulut manisnya berkata "oke, kita jalanin dulu."Qiya mendengus kala otaknya mengingat jawabannya itu. Ia menarik salah satu bantalnya kemudian menutup kepalanya dengan bantal itu. "Aaaaarrrggghhh Zelqiya lo labil banget!!!"Qiya berguling-guling gelisah di atas kasur. Pusing memikirkan apa yang akan terjadi dengan hubungannya.Eh tapi, kalau Qiya
"Qiyaa.. lo sama Irham gak balikan?" Tanya Bara hati-hati.Qiya menoleh sebentar lalu tersenyum. Kakinya terus melangkah ke arah kantin berdampingan dengan langkah Bara."Balikan ya??" Tanya Bara lagi karena tidak mendapat jawaban."Nggaa.. kenapa? Mau pepet gue lagi?" Qiya tersenyum jail ke arah Bara."Iyalahh... target udah jomblo masa gak di gas."Qiya tertawa. "Jangan kak.. kita gini aja, gue gak mau kelabilan hati gue buat lo ngerasain apa yang di rasain Irham. Sekarang gue, lo bahkan Irham temenan aja. Oke?""Gue sebenernya gak bisa. Tapi mau gak kalo kita jalanin dulu? Gue gak maksa. Gimana nyamannya lo aja. Walaupun gue maunya kita ada status, kalo lo gak mau gue gak papa."Qiya berpikir sampai mereka tiba di kantin. Memesan es cekek untuk mereka berdua dan teman-teman Bara di lapang. Mereka duduk tak jauh dari penjual es. Duduk berhadapan dengan mata yang saling menatap."Oke, kita jalanin dulu."Mata Bara
Pukul 12 malam, Yasir baru pulang kerumah setelah puas bermain di rumah Fatur. Sebelum masuk ke kamarnya, Yasir menoleh ke arah meja makan karena tak sengaja melihat seseorang yang terduduk sambil memainkan ponselnya.Yasir mendekat dan melihat Qiya sedang memakan mie instan sembari menonton drama korea kecintaannya. Yasir meraih gelas lalu menuangkan air untuk ia minum.Yasir duduk di hadapan Qiya, menyimpan gelasnya di meja dan mengambil toples biskuit disana."Halal gak yaa kalo jual adek kaya lo?"Qiya mendongak kaget dengan pertanyaan Yasir. Ia menatap sinis ke arah sang kakak. "Menurut lo?!""Menurut gue mah halal.. daripada bikin pusing. Mending jual.""Apaan sih?"Yasir mendengus. Lalu memakan lagi biskuitnya. "Lo balikan sama si Irham?""Mana ada."Yasir mengerutkan
Istirahat kedua, Bara berjalan ke arah kelas Qiya dengan senyum lebarnya. Hatinya berbunga-bunga walaupun otaknya hampir depresi karena mikirin cara buat pepet Qiya sedikit lagi. Tapi depresi terlalu hiperbola buat penggambaran keadaan otak Bara.Tangannya menggenggam satu kotak susu kesukaan Qiya. Biarlah ia dikatakan mengambil kesempatan disaat Qiya baru saja putus, bahkan putusnya pun karena Bara.Sampai di depan pintu kelas Qiya, Bara menarik nafas dulu sebelum masuk. Entah karena rasa bahagianya sedang membuncah karena Qiya atau memang Bara saja yang sedang lebay. Pokoknya saat ini Bara degdeggan berat.Setelah dirasa siap, Bara membuka pintu kelas itu lalu mengedarkan pandangannya mencari kekasih hatinya. Bara hanya melihat beberapa cewek teman kelas Qiya sedang merebahkan kepalanya juga ada Rendi yang sibuk dengan ponsel serta telinga memakai earphone.Bara menghampiri cewek yang
Irham menghentikan motornya di parkiran kedai dekat SMP mereka dulu. Tempat yang pernah mereka datangi saat masih berpacaran. Rasanya Qiya ingin menangis melihat tempat ini. Satu memori indah bersama Irham berputar lagi.Irham mengajak Qiya masuk ke dalam. Sepi. Pengunjung kedai memang anak sekolah. Berhubung sekarang masih jam masuk jadi kedai pasti sepi.Mereka duduk di pojok kedai, tempat yang dulu mereka tempati juga. Tempat ini sangat cocok untuk mengobrol."Ada apa?" Tanya Qiya langsung.Jujur saja, Qiya canggung sekarang. Entah harus bersikap bagaimana. Qiya tidak bisa bersikap sebagai teman seperti sebelum mereka balikan. Rasanya masih aneh."Tegang amat.." ucap Irham santai.Tapi Qiya tau, Irham juga sama canggungnya. Sorot mata Irham membuktikan kecanggungan. Namun, sepertinya Qiya juga harus santai untuk menghargai usaha Irham menyembu
Di kantin, Qiya memesan nasi goreng untuk sarapannya. Ia duduk sendirian. Kantin tidak begitu ramai karena masih pagi. Qiya merasa gak salah karena memilih kabur ke kantin sendiri.Tapi ketenangannya gak bertahan lama setelah gerombolan Bara datang dengan kericuhannya. Mereka jalan masuk kantin sambil bercanda. Belum lagi suara bisik bisik cewe cewe alay yang mengangumi mereka mulai terdengar di telinga Qiya.Earphone yang tadinya mati sekarang mulai Qiya nyalakan karena gak mau dengar kebisingan.Suara lagu mulai mengalun masuk ke telinga Qiya menyamarkan suara bising kantin, ia menaikan sedikit volumenya sampai suara bising itu benar-benar tidak terdengar.Qita tersentak kaget saat ibu kantin penjual nasi goreng meletakan satu piring nasi goreng dan sebotol air mineral di hadapannya."Ibu ngagetin aja.""Gimana gak kaget, orang neng pake tutup
Esoknya, Qiya sekolah seperti biasa namun dengan perasaan berbeda. Suasana hatinya masih sedih dan kehilangan. Baru kali ini Qiya merasa benar-benar putus cinta seperti kebanyakan orang.Mata Qiya sedikit bengkak karena menangis semalam. Ada beberapa teman sekolahnya yang menatap aneh ke arah Qiya saat mereka berpapasan.Sampai di kelas, Qiya melihat ke bangku Irham yang masih kosong. Belum ada tas, rupanya cowok itu belum datang.Qiya menghela nafas panjang, ia bingung bagaimana nanti Qiya harus ketemu Irham. Ia tidak tau harus bereaksi apa, bertingkah seperti apa. Qiya benar-benar belum siap.Rasanya sekolah dihari kemarin masih baik-baik saja dengan Irham. Masih bercanda dan lainnya. Sekarang, semuanya telah berubah.Tepakan di bahunya membuat Qiya terkejut. Ia menoleh dan mendapati Rena disana. Baru datang juga."Kenapa lo?"Qiya menggeleng lesu lalu jalan ke arah bangkunya meninggalkan Rena. Rena merasa Qiya tidak baik-baik saja.
Sampai di rumah Qiya. Ternyata ada Irham duduk di bangku teras sambil memainkan ponselnya. Qiya mulai gugup saat melihat Irham disana. Apalagi tatapan Irham yang terlihat kesal sekali."Kak Bara pulang aja. Terima kasih."Bara mengerti keadaan, tapi ia berniat menjelaskan dulu kepada Irham daripada Irham harus marah ke Qiya.Qiya semakin panik saat melihat Bara malah turun dari motornya. Qiya menarik baju Bara agar kembali menaiki motornya lalu pergi saja dari rumahnya."Kak Bara.. pulang ajaa yaa.""Gue jelasin dulu sama Irham.""Gak perlu kak, gak papa kok. Nanti sama gue aja."Bara menatap Qiya meyakinkan. "Nanti lo yang dimarahin padahal lo gak salah apa-apa."Bara berjalan menghampiri Irham yang sekarang terlihat menghampiri Bara juga. Mata Irham semakin tajam apalagi saat bertatapan dengan Bara. Tapi Bara malah terlihat biasa saja.