Hari minggu ini, Qiya ada acara reuni bersama teman-teman SMP nya. Ia begitu semangat hari ini, terbukti dengan Qiya yang langsung mandi setelah membereskan kamarnya, biasanya Qiya mandi jam 12 siang sekalian sholat dzuhur, atau bahkan sekalian sore saat mau sholat ashar. Ya begitulah memang pemalas tingkat akut.
"Lah udah rapi lo, mau kemana?" Tanya Yasir saat melihat adiknya di dapur dengan keadaan rapi dan wangi.
"Biasalaaahh" jawab Qiya asal.
"Biasanya lo kan rebahan, ngapain serapi ini? Dasar centil" ledek Yasir.
Qiya melotot, "enak aja lo! Gue mau reuni!"
Yasir hanya mengangguk-anggukan kepalanya.
......
Qiya reuni bersama teman SMP nya di rumah Raiya, jaraknya lumayan jauh dari rumah Qiya. Pukul 9 pagi Qiya sudah sampai, disana belum ada siapa-siapa. Qiya sengaja datang lebih pagi, kata Raiya supaya bisa ngobrol dulu berdua.
Qiya juga sudah akrab dengan orang tua Raiya terutama dengan ibunya dan adik kecil Raiya. Setelah membantu menyiapkan suguhan seperti kue, minuman dan beberapa snack lainnya Qiya mulai bermain dengan adik Raiya yang kecil.
"Akaangg, nanti kalo udah gede nikahnya sama teh Qiya yaa??" Ucap Qiya.
Anak itu hanya diam memperhatikan wajah Qiya, umurnya baru 10 bulan, belum terlalu mengerti.
"Nanti gedenya mau jadi pakboi gak? Udah cakep gini cocok kang jadi pakboi, makin cakep malah," ucap Qiya lagi.
Raiya yang mendengar itu lantas melempar bantal sofa, "ajarin aja terus ade gue sama yang kaga bener, pedopil dasar."
Qiya hanya cengengesan dimarahin Raiya, sudah biasa. "Aahh calon kakak ipar kok jahat banget sih marahin gue," goda Qiya.
Raiya mendelik, "najis bgt gue! Ibuuuu!!! Nih si Qiya bu ajarin si akang yang gak bener lagi," adu Raiya kepada ibunya yang sedang bersantai di kamarnya.
Qiya memukul kaki Raiya, "gak asik lo! Ngadu ngadu sama pawang si akang,"
Raiya menjulurkan lidahnya kehadapan Qiya dengan muka konyol, membuat Qiya semakin kesal kepadanya. Tapi ia tidak peduli, lebih baik kembali bermain dengan si akang. Oiya, akang itu panggilan semua orang kepada adik kecil Raiya ini.
"Ehhh Qiy, yang waktu itu ngikut kita... dia lagi deket ya sama lo? Kakak kelas?" Tanya Raiya. Qiya belum menceritakan tentang Bara kepada Raiya. Yang Qiya ceritakan hanya tentang Fatur.
"Iya kakak kelas, temen kak Yasir. Kaga deket sama gue"
"Oohh berarti dia yang suka sama lo? Cieee" ledek Raiya.
Qiya mendelik, "naon sih aahh."
Raiya tertawa, "eehhh si Irham dateng gak hari ini?"
Qiya mendesah lelah, "mana gue tau, di grup dia bilang mau dateng gak?"
Irham itu, nama mantan terakhir Qiya pas SMP, cowok yang Qiya terima cintanya padahal saat itu Qiya sudah menyukai Fatur. Kasian sih, tapi yasudahlah.
"Dia masih suka gak sih sama lo?"
"Gatau Ra gatauuuu... males banget ih bahas si eta,"
Raiya tertawa, "lo juga masih suka yaaa???"
Qiya menarik napas dalam-dalam, lalu menoleh untuk menatap Raiya, "sayaaaanggg... maneh kan tau, Qiya suka kak Faturrr" jawabnya dengan suara yang sengaja di buat manis tapi sebenernya menjijikan.
Raiya mandorong pipi Qiya, "jijik ekspresi sama suara lo anjir"
Qiya tertawa ringan lalu kembali bermain bersama adik Raiya. Tak lama dari itu, terdengar suara motor dari luar, agak berisik. Kayaknya teman-teman Qiya yang lain datangnya barengan.
"Assalamualaikum!!! Wedeehhh rajin amat Qiy, udah nangkring aja disitu" kata galuh saat melihat Qiya sudah duduk manis di ruang tamu rumah Raiya.
"Iyalah, gue kan gak ngaret kaya lo"
Sontak galuh melihat jam tangannya, "kaga punya jam lo? Liat nih tepat waktu gini datengnya."
"Berisik ahh, ribut mulu baru aja dateng" kata halwa melerai.
"Ra mantan gue dateng?" Terdengar suara Irham yang menanyakan Qiya di depan pintu.
"Buta lo! Tu dia udah duduk manis dari tadi" jawab Raiya.
Irham tersenyum lalu berjalan menghampiri Qiya dan duduk disebelahnya. "Apa lo!" Tanya Qiya sarkas.
"Galak banget mantaan"
"Kasian deh gue sama lo Ham, dari jaman masih pacaran sampe sekarang hobbinya di marahin mulu sama Qiya," ucap Kenan sambil tertawa.
"Biasalah, belum move on kan gini kebiasaan waktu pacaran masih dilakuin sampe udah putus juga" kata Irham dengan pedenya.
Qiya memukul bahu Irham, "tuhkaann, gitu. Dibilang belum move on suka malu-malu. Padahal bilang aja kalo iya," ucap Irham kepada Qiya.
"Najis!"
Semua teman-temannya tertawa karena celotehan Irham, dia memang happy virus. Harusnya Qiya merasa beruntung dulu, bisa bersama dengan cowok humoris seperti Irham, terlebih Irham itu termasuk cogan, mukanya ganteng serius..
"Dahlaaa foto-foto dulu nih, mumpung masih pada rapi. Nanti mah pasti udah pada kucel, acak acakan gajelas" ajak Delin.
Kenan beranjak untuk mempersiapkan kamera yang ia bawa, biasalah jadi kang foto dulu. Sedang Kenan mempersiapkan kamera, yang lainnya mengatur posisi, lebih tepatnya di atur Irham dengan sedikit candaan. Mereka foto di taman belakang rumah Raiya, cukup luas, ada kolam ikannya.
"Qiya mah dipinggir heu, biar deket sama gue," kata Irham.
"Ogah! Gue disini aja deket Raiya. Lo disana tu di pojok biar kaya anak ilang" jawab Qiya sekenanya.
"Jahat emang maneh Qiy. Udaahhh lo jangan deketan wae jeng si Raiya, kos upin-ipin pisan" kata Irham lagi tak mau kalah.
Irham menarik tangan Qiya agar menuruti perintahnya, Qiya pasrah-pasrah saja sudah lelah berdebat terus.
"Atulah Ham, si Qiya mah pendek. Teu cocok di pinggir mah," saran Bagas.
"Tuhkaannn" Qiya kesenengan, merasa ada yang membelanya.
"Kalo lo pengen deketan mah di bawah aja tu si Qiya biar gak keliat pendeknya, jadi jongkok" saran Kenan.
"Maneh ngke dimana Nan?" Tanya Delin.
"Itu di samping Irham."
"Yaudahlaaahh ribet banget, gue sama yang lain pegel nih asu ribut mulu kalian," kata Dara, ia mulai lelah melihat pertikaian teman-temannya itu, padahal tinggal berdiri lalu di foto apa susahnya.
"Oke" final Irham, akhirnya mereka mulai foto dari mulai gaya formal sampai absurt kaya orang gila, terus gaya yang candid gitu bikin geli liat hasilnya. Tapi bagus, mereka puas dengan hasilnya.
......
Tak terasa, sekarang udah sore aja, sebagian teman-teman Qiya sudah ada yang pulang, tinggal beberapa aja yang masih betah di rumah Raiya. Menurut Qiya tadi seru banget walau beberapa kali jengkel karena Irham, yasudahlah ia juga kangen sama mereka semua, yaa kalo semua termasuk Irham kok. Dia memang happy virus jadi pasti dia yang banyak buat kesan seru. Rasanya Qiya gamau pulang, Qiya garela pisah sama mereka.
"Gamau balik euy tapi udah di tanya-tanya mamah kapan pulang. Yaudahlah gue pamit, Ra salam buat Ibu lo ya, nanti gue main lagi insya allah ketemu si Akang," pamit Qiya.
"Gak akan gue izinin lo ketemu si Akang lagi, bahaya banget" jawab Raiya, lalu mereka tertawa, memang sereceh itu.
Qiya beranjak lalu bertos kepada semua teman-temannya untuk pamit. "Pulang sama siapa Qiy?" Tanya Nabil.
Baru saja Qiya akan menjawab, suara Irham sudah mendahuluinya menjawab. "Ya sama gue lah Bil, siapa lagi? Yakan Qiy?"
"Ogah!! Orang gue udah pesen grab" kata Qiya berbohong. Ia belum pesan grab, tapi Qiya gak mau pulang diantar Irham.
"Mana buktinya?" Tanya Irham.
"Udah udaahh... mulai nih mau debat lagi. Qiya aman lo dianterin balik sama Irham, dari sini jauh, udah kesorean nih. Sama Irham aja" ucap Raiya.
"Tuhh, udah ayo."
Akhirnya Qiya pulang diantar Irham.
"Besok gue pindah sekolah Qiy,"kata Irham ketika perjalanan pulang mengantar Qiya. Benar-benar, Qiya tak habis pikir, mereka baru saja sekolah satu semester tapi Irham sudah akan pindah sekolah. Dasar bandel pikir Qiya. Ia merasa kasihan kepada bunda Irham, saat pertama masuk SMP Irham itu murid baik-baik, tidak bandel seperti sekarang. Itu semua berawal dari kelas 2 SMP, saat ia mulai bergaul dengan teman yang bandel, suka ikut tauran, datang telat, pulang telat dsb. Bundanya jadi kerepotan dengan tingkah Irham yang berubah bandel karena salah gaul.......Hari senin ini, Qiya datang sekolah lumayan siang. Jangan khawatir, ia tidak akan terlambat upacara, di sekolah Qiya upacaranya siang, ya gitu udah pada tau kan. Jam 07.40 Qiya baru sampai di sekolah. Ia berjalan santai melewati ruang Tata Usaha. Ia melihat ada seorang
Bara merebahkan tubuhnya di kasur Yasir, merasa ngantuk dan ingin tidur sebentar. Temannya yang lain juga sibuk sendiri walaupun tetap ngobrol dengan topik random."Cil adek lo jutek banget,aingcape mikirin cara deketinnya. Di chat jugataradibales Cil" curhat Bara kepada Yasir."Atudaaa ngegasteuingdeketinnyamaneh mahBar. Santai napa santai," timpal Riza.Bara bangun kemudian duduk di tengah kasur Yasir. "Emang gitu?""Udah laahh Bar, berenti aja deketin adek gue. Lo bukan tipenya," ucap Yasir.Bara mendengus, "dukungatuhCil, dukuunggg !! Soal tipemahgue terob
Siang ini Bara kumpul di warung belakang bersama teman-temannya yang lain seperti biasa. Mereka tidak kembali ke sekolah sejak bel istirahat pertama tadi, yaa mereka berencana bolos dan nongkrong di warung itu.Disana bukan hanya Bara dan teman-temannya, tapi ada juga kakak kelas 3 dan adik kelas 1 yang mulai tau tempat kabur kakak kelasnya, lebih tepatnya mereka mau jadi penerus kakak kelasnya jadi murid bandel.Seperti Irham, ia memang sudah bandel sejak SMP kelas 2. Dan sekarang ia di ajak bolos oleh Rendi ke warung belakang, tentu saja ia menyetujuinya tanpa banyak tanya.Sampai di warung belakang, Rendi memperkenalkan Irham kepada kakak kelas dan teman seangkatannya disana. Cowok kalau kumpul, udah gak pernah mempermasalahkan umur walaupun tetap menghargai kakak kelas. Mereka kump
Tak terasa seminggu lagi ulangan semester dan seminggu setelahnyaclassmeeting. Qiya dan teman sekelasnya telat berdiskusi siapa yang akan ikut lomba mewakili kelas mereka.Qiya tidak ada niat mengikuti lomba apapun, malas. Menurutnya mending nonton saja dan mendukung teman-temannya, terutama Rissa dan Rena yang mengikuti lomba cerdas cermat. Awalnya Rissa menolak mengikuti lomba itu, ia merasa tidak cukup ilmu untuk mengikuti lomba cerdas cermat, berbeda dengan Rena yang memang pintar."Belajar lo dua minggu lagi ngadu otak," suruh Qiya kepada Rissa.Sekarang mereka sedang beristirahat di kantin, selesai menghabiskan makanannya mereka tidak berniat langsung kembali ke kelas, melainkan nongkrong dulu di kantin sambil bercanda.
"Eehh anak kelas lo ada yang cakep tuh Ham, siapa namanya?" Tanya Riza. Sekarang mereka sedang berkumpul di warung belakang.Irham menyesap rokoknya dengan santai lalu balik bertanya, "yang mana dulu nihh??""Itu loh, yang suka sama si Qiya,"Mendengar nama Qiya di sebut sontak Bara menoleh menatap Riza dengan sinis, "kalo nanya yang ada nama si Qiyanya keaingajaatuhRiz, ampun ihka babaturan teh.""Bacot!" Balas Riza.Irham diam tidak peduli dengan Bara yang marah-marah karena temannya bertanya tentang teman Qiya kepadanya. Ya wajar aja padahal Riza nanya ke Irham, toh ia satu kelas dengan Qiya pasti tau siapa teman dekat Qiya.
Ulangan semester telah dilaksanakan dari dua hari yang lalu. Baru dua hari tapi Qiya sudah ingin muntah dengan kertas-kertas soal. Qiya rasa ia benar-benar salah masuk jurusan, ia selalu mendapat soal yang berisi angka-angka, serius Qiya tidak suka menghitung. Ilmu yang diajarkan oleh guru selama satu semester ini juga tidak banyak yang masuk ke otaknya yaa salah Qiya juga, soalnya kalo belajar suka gak pokus dan tidur.Hari ini ulangan pelajaran Biologi dan dua pelajaran lain, lumayan gak ketemu angka, besok baru hitung-hitungan soalnya Matematika Minat, padahal tidak ada yang minat. Qiya bisa sedikit bernapas lega hari ini. Walaupun tetap bikin pusing saat liat soal, banyak bahasa latin di soal Biologi yang bacanya saja Qiya tidak bisa. Salah apa Qiya sampai bisa nyasar ke jurusan Ipa? Sulit sekali ya ampun."Ren, liat LJK lo dong" pi
Hari pertamaclassmeetingini Qiya datang bersama Yasir jam 9. Qiya pikir acaranya sudah mulai, ternyata belum. Teman kelas Qiya sebagian tidak datang ke sekolah, padahal Qiya rasa acara ini akan rame sampai beberapa hari kedepan. Semoga ekspetasi Qiya tentangclassmeetingini benar, semoga tidak membosankan.Hari ini lomba cerdas cermat, pidato dan lomba futsal, yang bermain hari ini di lomba futsal hanya dua grup. Grup kelas 10 ips2 dan 11 ipa1 . Qiya hanya berniat menonton lomba cerdas cermat untuk mendukung Rissa dan Rena. Ia duduk di dalam aula baris paling depan bagian menonton.Rissa, Rena dan Ferra sudah siap di tempat peserta lomba. 5 menit lagi lomba dimulai. Ternyata duduk dan menonton cerdas cermat cukup membosankan, jika bukan karena Rissa dan Rena, rasanya Qiya ingin pulang saja.
"Lo suka sama si Fatur, Qiy?" Qiya mendengus kesal ketika indra pendengarannya berkali-kali mendengar pertanyaan yang sama dari Irham. "Kenapa sih si Irham harus peka kalo gue lagi liatin kak Fatur," gumam Qiya yang tidak mungkin terdengar oleh Irham yang jalan di belakangnya. "Hah? Apa Qiy? Gadenger gue," ucap Irham sambil mencondongkan badannya ke arah Qiya. Qiya bergidik ketika merasakan nafas Irham di dekatnya, ia mendorong dahi Irham agar menjauh. "Apaan sih! Gue gak ngomong sama lo!" Irham menegakkan tubuhnya, ia juga menatap sinis Qiya yang tidak juga menjawab pertanyaannya. "Lo suka sama si Fatur?!" Tanya Irham lagi dengan penuh penekanan.
Belum lama putus, Qiya sudah terlihat bersemangat lagi. Sudah kembali menjadi Qiya yang biasanya. Hal itu memang terdengar positif untuk Qiya. Tapi tidak dengan penglihatan orang sekitarnya. Terutama Arumi, entah sejak kapan kabar Qiya putus dengan Irham sudah menyebar ke seantero sekolah. Oh hampir saja lupa, ini semua karena ulah Rendi tempo hari. Qiya mendengus kesal saat berjalan melewati Arumi ketika akan pergi ke kantin. Qiya cukup menyesal menolak tawaran Rena yang ingin menemaninya ke toilet sebelum menyusul teman-temannya yang lain."Emang dasar jalang sih ya... baru aja putus udah bisa ketawa ketiwi lagi. Parahnya sih udah ada cowo baru? Kesian deh cowo barunya."Sindiran itu membuat langkah Qiya terhenti. Dia bilang apa? Jalang? Ya ampun kasar sekali. Sebelumnya Qiya tidak mau meladeni, tapi kata Jalang yang keluar dari mulut Arumi sangat mengganggu harga dirinya."Jalangan siapa ya? Sama cewek yang mepet-mepetin pacar orang?
Terlentang di atas kasur empuk favoritenya. Qiya menatap langit-langit kamar dengan tatapan yang sulit diartikan. Entah keputusannya baik atau tidak, yang pasti sekarang Qiya kembali merasakan ragu.Ia merutuki kelabilannya lagi kali ini. Rasanya baru kemarin Qiya bertekad tidak akan bersama Irham ataupun Bara walaupun hatinya ada diantara dua cowok itu.Qiya tidak ingin menyakiti atau memberi harapan kepada salah satu dari mereka.Ya.. itulah yang Qiya pikirkan sebelum berbincang dengan Bara di kantin berdua.Entah apa yang Qiya pikirkan saat itu hingga bisa-bisanya mulut manisnya berkata "oke, kita jalanin dulu."Qiya mendengus kala otaknya mengingat jawabannya itu. Ia menarik salah satu bantalnya kemudian menutup kepalanya dengan bantal itu. "Aaaaarrrggghhh Zelqiya lo labil banget!!!"Qiya berguling-guling gelisah di atas kasur. Pusing memikirkan apa yang akan terjadi dengan hubungannya.Eh tapi, kalau Qiya
"Qiyaa.. lo sama Irham gak balikan?" Tanya Bara hati-hati.Qiya menoleh sebentar lalu tersenyum. Kakinya terus melangkah ke arah kantin berdampingan dengan langkah Bara."Balikan ya??" Tanya Bara lagi karena tidak mendapat jawaban."Nggaa.. kenapa? Mau pepet gue lagi?" Qiya tersenyum jail ke arah Bara."Iyalahh... target udah jomblo masa gak di gas."Qiya tertawa. "Jangan kak.. kita gini aja, gue gak mau kelabilan hati gue buat lo ngerasain apa yang di rasain Irham. Sekarang gue, lo bahkan Irham temenan aja. Oke?""Gue sebenernya gak bisa. Tapi mau gak kalo kita jalanin dulu? Gue gak maksa. Gimana nyamannya lo aja. Walaupun gue maunya kita ada status, kalo lo gak mau gue gak papa."Qiya berpikir sampai mereka tiba di kantin. Memesan es cekek untuk mereka berdua dan teman-teman Bara di lapang. Mereka duduk tak jauh dari penjual es. Duduk berhadapan dengan mata yang saling menatap."Oke, kita jalanin dulu."Mata Bara
Pukul 12 malam, Yasir baru pulang kerumah setelah puas bermain di rumah Fatur. Sebelum masuk ke kamarnya, Yasir menoleh ke arah meja makan karena tak sengaja melihat seseorang yang terduduk sambil memainkan ponselnya.Yasir mendekat dan melihat Qiya sedang memakan mie instan sembari menonton drama korea kecintaannya. Yasir meraih gelas lalu menuangkan air untuk ia minum.Yasir duduk di hadapan Qiya, menyimpan gelasnya di meja dan mengambil toples biskuit disana."Halal gak yaa kalo jual adek kaya lo?"Qiya mendongak kaget dengan pertanyaan Yasir. Ia menatap sinis ke arah sang kakak. "Menurut lo?!""Menurut gue mah halal.. daripada bikin pusing. Mending jual.""Apaan sih?"Yasir mendengus. Lalu memakan lagi biskuitnya. "Lo balikan sama si Irham?""Mana ada."Yasir mengerutkan
Istirahat kedua, Bara berjalan ke arah kelas Qiya dengan senyum lebarnya. Hatinya berbunga-bunga walaupun otaknya hampir depresi karena mikirin cara buat pepet Qiya sedikit lagi. Tapi depresi terlalu hiperbola buat penggambaran keadaan otak Bara.Tangannya menggenggam satu kotak susu kesukaan Qiya. Biarlah ia dikatakan mengambil kesempatan disaat Qiya baru saja putus, bahkan putusnya pun karena Bara.Sampai di depan pintu kelas Qiya, Bara menarik nafas dulu sebelum masuk. Entah karena rasa bahagianya sedang membuncah karena Qiya atau memang Bara saja yang sedang lebay. Pokoknya saat ini Bara degdeggan berat.Setelah dirasa siap, Bara membuka pintu kelas itu lalu mengedarkan pandangannya mencari kekasih hatinya. Bara hanya melihat beberapa cewek teman kelas Qiya sedang merebahkan kepalanya juga ada Rendi yang sibuk dengan ponsel serta telinga memakai earphone.Bara menghampiri cewek yang
Irham menghentikan motornya di parkiran kedai dekat SMP mereka dulu. Tempat yang pernah mereka datangi saat masih berpacaran. Rasanya Qiya ingin menangis melihat tempat ini. Satu memori indah bersama Irham berputar lagi.Irham mengajak Qiya masuk ke dalam. Sepi. Pengunjung kedai memang anak sekolah. Berhubung sekarang masih jam masuk jadi kedai pasti sepi.Mereka duduk di pojok kedai, tempat yang dulu mereka tempati juga. Tempat ini sangat cocok untuk mengobrol."Ada apa?" Tanya Qiya langsung.Jujur saja, Qiya canggung sekarang. Entah harus bersikap bagaimana. Qiya tidak bisa bersikap sebagai teman seperti sebelum mereka balikan. Rasanya masih aneh."Tegang amat.." ucap Irham santai.Tapi Qiya tau, Irham juga sama canggungnya. Sorot mata Irham membuktikan kecanggungan. Namun, sepertinya Qiya juga harus santai untuk menghargai usaha Irham menyembu
Di kantin, Qiya memesan nasi goreng untuk sarapannya. Ia duduk sendirian. Kantin tidak begitu ramai karena masih pagi. Qiya merasa gak salah karena memilih kabur ke kantin sendiri.Tapi ketenangannya gak bertahan lama setelah gerombolan Bara datang dengan kericuhannya. Mereka jalan masuk kantin sambil bercanda. Belum lagi suara bisik bisik cewe cewe alay yang mengangumi mereka mulai terdengar di telinga Qiya.Earphone yang tadinya mati sekarang mulai Qiya nyalakan karena gak mau dengar kebisingan.Suara lagu mulai mengalun masuk ke telinga Qiya menyamarkan suara bising kantin, ia menaikan sedikit volumenya sampai suara bising itu benar-benar tidak terdengar.Qita tersentak kaget saat ibu kantin penjual nasi goreng meletakan satu piring nasi goreng dan sebotol air mineral di hadapannya."Ibu ngagetin aja.""Gimana gak kaget, orang neng pake tutup
Esoknya, Qiya sekolah seperti biasa namun dengan perasaan berbeda. Suasana hatinya masih sedih dan kehilangan. Baru kali ini Qiya merasa benar-benar putus cinta seperti kebanyakan orang.Mata Qiya sedikit bengkak karena menangis semalam. Ada beberapa teman sekolahnya yang menatap aneh ke arah Qiya saat mereka berpapasan.Sampai di kelas, Qiya melihat ke bangku Irham yang masih kosong. Belum ada tas, rupanya cowok itu belum datang.Qiya menghela nafas panjang, ia bingung bagaimana nanti Qiya harus ketemu Irham. Ia tidak tau harus bereaksi apa, bertingkah seperti apa. Qiya benar-benar belum siap.Rasanya sekolah dihari kemarin masih baik-baik saja dengan Irham. Masih bercanda dan lainnya. Sekarang, semuanya telah berubah.Tepakan di bahunya membuat Qiya terkejut. Ia menoleh dan mendapati Rena disana. Baru datang juga."Kenapa lo?"Qiya menggeleng lesu lalu jalan ke arah bangkunya meninggalkan Rena. Rena merasa Qiya tidak baik-baik saja.
Sampai di rumah Qiya. Ternyata ada Irham duduk di bangku teras sambil memainkan ponselnya. Qiya mulai gugup saat melihat Irham disana. Apalagi tatapan Irham yang terlihat kesal sekali."Kak Bara pulang aja. Terima kasih."Bara mengerti keadaan, tapi ia berniat menjelaskan dulu kepada Irham daripada Irham harus marah ke Qiya.Qiya semakin panik saat melihat Bara malah turun dari motornya. Qiya menarik baju Bara agar kembali menaiki motornya lalu pergi saja dari rumahnya."Kak Bara.. pulang ajaa yaa.""Gue jelasin dulu sama Irham.""Gak perlu kak, gak papa kok. Nanti sama gue aja."Bara menatap Qiya meyakinkan. "Nanti lo yang dimarahin padahal lo gak salah apa-apa."Bara berjalan menghampiri Irham yang sekarang terlihat menghampiri Bara juga. Mata Irham semakin tajam apalagi saat bertatapan dengan Bara. Tapi Bara malah terlihat biasa saja.