"Eehh anak kelas lo ada yang cakep tuh Ham, siapa namanya?" Tanya Riza. Sekarang mereka sedang berkumpul di warung belakang.
Irham menyesap rokoknya dengan santai lalu balik bertanya, "yang mana dulu nihh??"
"Itu loh, yang suka sama si Qiya,"
Mendengar nama Qiya di sebut sontak Bara menoleh menatap Riza dengan sinis, "kalo nanya yang ada nama si Qiyanya ke aing aja atuh Riz, ampun ih ka babaturan teh."
"Bacot!" Balas Riza.
Irham diam tidak peduli dengan Bara yang marah-marah karena temannya bertanya tentang teman Qiya kepadanya. Ya wajar aja padahal Riza nanya ke Irham, toh ia satu kelas dengan Qiya pasti tau siapa teman dekat Qiya.
Setelah selesai berdebat dengan Bara yang di lerai oleh Yasir, Riza kembali bertanya kepada Irham. Riza juga menjelaskan ciri-ciri teman Qiya itu.
Bara diam karena memang tidak tau siapa nama teman-teman Qiya. Ia kembali merasa kalah dengan Irham. Jika di hitung, mungkin sudah puluhan kali Bara kalah oleh Irham. Qiya juga terkesan lebih mau dekat dengan Irham, mungkin karena mereka teman sejak SMP dan pernah berhubungan, mungkin juga karena mereka telah kenal lama Irham jadi paham tentang Qiya.
Berbeda dengannya yang sampai detik ini pun tidak tau Qiya itu cewek kaya gimana, maksudnya sifat dan sikapnya, juga tipe cowok yang disukainya. Yang Bara tau tentang Qiya hanya dua hal, Qiya itu jutek dan Qiya kpopers. Selebihnya semua tentang Qiya terasa abu-abu, sulit untuk Bara pahami. Bahkan perasaan pun Bara masih tidak bisa memahaminya, sebenarnya Qiya itu sukanya kepada siapa. Sebenarnya Qiya itu lebih memilih dirinya atau Irham. Bara tidak tau.
Jika dikatakan Qiya lebih dekat dengan Irham, ya memang dekat. Tapi kedekatan mereka hanya sebatas teman lama dan teman satu kelas, yang Bara lihat sejauh ini begitu, entah benar atau tidak. Berbeda dengan Irham yang terlihat sekali sedang berjuang agar bisa balikan dengan Qiya, ya ampun jangan bahas itu, Bara panas!!
......
Setelah bel masuk, Bara, Heri dan Aji berniat keliling ke kelas-kelas lain untuk mencatat siapa yang mengikuti lomba olahraga. Bara terlihat semangat sekali ketika di beri perintah oleh Alan pagi tadi. Jadinya ia bisa masuk ke kelas Qiya dengan alasan yang jelas.
"Nanti pas ke kelas si Qiya gue yang ngomong ya" pinta Bara.
"Modus lo bisaan emang," ucap Aji.
"Iya in aja atuh Ji. Yang lagi berjuang kudu didukung,"
Bara menjentikan jarinya, "denger tu kata si Riza. Besplen pisan emang Za."
.......
Sampai di kelas Qiya, dengan semangat 45 Bara masuk lebih dulu. Keadaan juga dukung gue banget. Pikir Bara karena tidak menemukan guru di dalam kelas Qiya yang berarti kelas ini sedang freeclass.
"Assalamualaikum teman-teman," ucap Bara yang tersenyum pepsodent sampai giginya kering.
"Waalaikum salam" jawab semua penghuni kelas itu.
"Gue bukan temen lo" ucap Irham dengan santai.
"STOOPPP!!! Gaboleh ribut berisik!" Teriak Ajeng yang mulai merasakan aura permusuhan di antara kedua cowok itu.
Qiya tidak peduli, ia tetap menatap layar ponselnya yang sedang memutar video boygrup idolanya, volumenya ia kecilkan agar tidak terdengar kemana-mana. Saat ini ia sedang duduk dengan Rena, Sarah pindah dulu duduk dengan Rissa kayaknya Rissa lagi curhat dengan Sarah.
Oiya.. setelah hampir satu semester ini akhirnya Qiya mendapat teman yang sama-sama fangirl, yaitu Rena. Mereka kalo udah nonton kpop suka jadi gila mendadakan, bikin emosi anak satu kelas. Soalnya mereka berisik banget, setiap detik pasti teriak kegirangan, entah karena apa teman sekelasnya tidak mengerti. Yaa kalian paham lah kalo yang kpopers juga.
"Mau ngomong gak lo! Liatin si Qiya mulu!" Tegur Aji yang mulai dongkol dengan Bara. Katanya ia saja yang ngomong kalau di kelas Qiya, sekarang malah sibuk liatin Qiya bukannya ngomong.
"Eehh iya oke. Jadi, siapa aja disini yang ikut lomba bidang olahraga?" Tanya Bara.
"Udah di tulis kak," kata Ferra.
"Mana catetannya?" Tanya Aji.
"Di kasihin ke anak osis, kak"
"Eehh dasar, yaudah tulis lagi. Sama anak osis gak diserahin ke kita" pinta Bara.
Akhirnya Ferra kembali menulis nama-nama yang mengikuti lomba bidang olahraha. Kemudian diserahkan kepada Bara. Bara membacanya sebentar lalu mendongak menatap Qiya yang masih saja sibuk dengan ponselnya.
"Qiya ikut lomba apa?" Tanyanya.
Qiya mendongak saat merasa namanya disebut, "hah? Apaa?"
Bara menahan gemas karena melihat ekspresi Qiya yang melongo. Menyadari hal itu, Qiya buru-buru merubah ekspresinya seperti biasa. "Apa kak? Gak denger,"
"Lo ikut lomba apa katanya?" Kata Irham mengulagi pertanyaan Bara dengan sinis.
"Gak ikut apa-apa si Qiya mah kak," jawab Ajeng dengan cepat, ia hanya menghindari keributan yang mulai terjadi antara Bara dan Irham.
"Udah kak wassalam aja cepet" kata Ajeng lagi.
"Ngusir banget ya ampuunn.. udah Bar kuy ke kelaa lain masih banyak," ajak Riza.
"Nah iya kak masih banyak kelasnya," kata Ajeng.
Teman-teman kelas Qiya hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Ajeng. Suka berubah-ubah, kadang ledekin si Qiya sampe puas, kadang juga ngelerai kaya sekarang. Gak tau deh gimana Ajeng aja.
Akhirnya Bara dan dua temannya pergi untuk melanjutkan tugasnya ke kelas lain.
Ulangan semester telah dilaksanakan dari dua hari yang lalu. Baru dua hari tapi Qiya sudah ingin muntah dengan kertas-kertas soal. Qiya rasa ia benar-benar salah masuk jurusan, ia selalu mendapat soal yang berisi angka-angka, serius Qiya tidak suka menghitung. Ilmu yang diajarkan oleh guru selama satu semester ini juga tidak banyak yang masuk ke otaknya yaa salah Qiya juga, soalnya kalo belajar suka gak pokus dan tidur.Hari ini ulangan pelajaran Biologi dan dua pelajaran lain, lumayan gak ketemu angka, besok baru hitung-hitungan soalnya Matematika Minat, padahal tidak ada yang minat. Qiya bisa sedikit bernapas lega hari ini. Walaupun tetap bikin pusing saat liat soal, banyak bahasa latin di soal Biologi yang bacanya saja Qiya tidak bisa. Salah apa Qiya sampai bisa nyasar ke jurusan Ipa? Sulit sekali ya ampun."Ren, liat LJK lo dong" pi
Hari pertamaclassmeetingini Qiya datang bersama Yasir jam 9. Qiya pikir acaranya sudah mulai, ternyata belum. Teman kelas Qiya sebagian tidak datang ke sekolah, padahal Qiya rasa acara ini akan rame sampai beberapa hari kedepan. Semoga ekspetasi Qiya tentangclassmeetingini benar, semoga tidak membosankan.Hari ini lomba cerdas cermat, pidato dan lomba futsal, yang bermain hari ini di lomba futsal hanya dua grup. Grup kelas 10 ips2 dan 11 ipa1 . Qiya hanya berniat menonton lomba cerdas cermat untuk mendukung Rissa dan Rena. Ia duduk di dalam aula baris paling depan bagian menonton.Rissa, Rena dan Ferra sudah siap di tempat peserta lomba. 5 menit lagi lomba dimulai. Ternyata duduk dan menonton cerdas cermat cukup membosankan, jika bukan karena Rissa dan Rena, rasanya Qiya ingin pulang saja.
"Lo suka sama si Fatur, Qiy?" Qiya mendengus kesal ketika indra pendengarannya berkali-kali mendengar pertanyaan yang sama dari Irham. "Kenapa sih si Irham harus peka kalo gue lagi liatin kak Fatur," gumam Qiya yang tidak mungkin terdengar oleh Irham yang jalan di belakangnya. "Hah? Apa Qiy? Gadenger gue," ucap Irham sambil mencondongkan badannya ke arah Qiya. Qiya bergidik ketika merasakan nafas Irham di dekatnya, ia mendorong dahi Irham agar menjauh. "Apaan sih! Gue gak ngomong sama lo!" Irham menegakkan tubuhnya, ia juga menatap sinis Qiya yang tidak juga menjawab pertanyaannya. "Lo suka sama si Fatur?!" Tanya Irham lagi dengan penuh penekanan.
Qiya terus memikirkan perkataan Bara siang tadi, ia tidak menanggapinya dengan serius tapi tetap saja hatinya berbeda dengan yang ia ucapkan. Tak bisa dipungkiri, Qiya terkejut mendengar pertanyaan Bara, ia jadi salah tingkat siang tadi. Malam ini, Qiya berguling-guling di kasur karena tidak bisa tidur. Pertanyaan Bara benar-benar tidak bisa hilang dari pikirannya. Semuanya terasa mendadak, ia tidak pernah berpikir Bara akan mengatakan hal itu secepat ini. Ia jadi takut jika besok ketemu Bara jadi canggung. Qiya meraih ponselnya berniat menelepon Rena untuk curhat. Tapi ia urungkan niatnya ketika melihat jam di ponselnya sudah menunjukan pukul setengan 12 malam, Rena pasti sudah tidur. Qiya akhirnya memutuskan untuk menonton drama korea yang belum selesai ia tonton. Qiya larut dalam
Qiya memukul bahu Rissa pelan, "lo bilang pada nongkrong di depan!""Yaa tadi memang pada nongkrong di depan! Gue gak tau kalo mau pada masuk, kan gak nanya," bela Rissa."Apa ?!! Qiyanya lagi ngamuk!!" Teriak Ajeng merespond panggilan seseorang dari luar pintu kamar Qiya."Heh! Ngapain di jawab!!" Kesal Qiya.Suara tawa menggema di luar, Qiya yakin teman-teman Yasir sedang memertawakan tingkah Bara yang iseng memanggil Qiya yang malah mendapat jawaban dari teman Qiya yang lain."Aahh anjir!! Ada kak Fatuuurrr!!!" Ucap Qiya prustasi.Gadis itu beranjak untuk menutup mulut Sarah yang terlihat akan jahil memanggil Fatur. Kurang ajar m
Yasir menghampiri Qiya yang sedang memasak nasi goreng di dapur, pagi sekali, kedua orangtuanya sudah pergi ke pasar, entah mau membeli apa. Mereka ditinggal tanpa makanan untuk sarapan. Jadinya ya terpaksa Qiya harus membuat sarapannya sendiri."Tambahin dong porsinya, gak inget punya kakak ya lo! Masak cuma buat sendiri," omel Yasir ketika melihat nasi goreng yang baru setengah matang itu."Bacot! Buruan ambil lagi nasinya" suruh Qiya.Yasir menyerahkan sepiring nasi putih untuk ditambahkan ke nasi goreng yang sedang Qiya buat. Setelah itu Yasir Membuka kulkas untuk mengambil susu, "eehh, mau ikut gak lo? Gue mau ke jembatan panjang"Tanpa menoleh Qiya menjawab, "kapan?""Ya sekara
Di seperempat jarak perjalanan mereka akhirnya sampai di tempat penukaran karcis dengan gelang kertas. Heri dan Putri bertugas menukar semua karcis mereka, jadi nanti tinggal dibagi gelangnya dan dipakai ditangan kanan masing-masing. Katanya sih wajib di tangan kanan, soalnya nanti di pertengahan jalan akan ada tempat scan kode yang ada di gelang, terus nanti mereka akan dapet satu gelas teh dan beberapa cemilan. Qiya duduk di bangku panjang yang tersedia di tempat itu, ia menyingkap celana kulotnya untuk melihat lututnya yang terasa perih. Yasir dan Bara juga ikut melihat lutut Qiya, mereka nampaknya khawatir. Qiya menoleh ke arah Fatur. Cowok itu tadi membantunya berdiri dan sempat menepuk-nepuk celana bagian lututnya untuk membersihkan tanah yang menempel disana. Serius, Qiya baper banget. Tapi sekarang, Qiya tidak melihat ekspresi
Qiya berjongkok di antara antrian ke Jembatan Panjang. Di depan mereka sekarang sudah terlihat Jembatan dengan panjang 243 Meter dengan tinggi 107 Meter di atas sungai. Qiya sedikit takut karena sudah melihat langsung sepanjang dan setinggi apa jembatan itu. Qiya itu orang yang takut ketinggian, tapi tidak sampai tahap Fobia. Qiya hanya tidak cukup berani untuk melakukan hal-hal ekstrem."Kaum rebahan di ajak keluar dikit ya gini, gampang lelah," sindir Riza yang berdiri di belakang Qiya."Sirikwae manehZa!" Bela Bara. Cowok itu terus saja mengambil kesempatan agar bisa dekat dengan Qiya, sekarang saja ia berdiri dengan setia di samping Qiya. Antrian ke Jembatan udah gak teratur lagi, mungkin karena pengunjung di hari libur ini membludak jadi kurang disiplin dalam antrian. Ini sih jadi terlihat kaya orang yang lagi
Belum lama putus, Qiya sudah terlihat bersemangat lagi. Sudah kembali menjadi Qiya yang biasanya. Hal itu memang terdengar positif untuk Qiya. Tapi tidak dengan penglihatan orang sekitarnya. Terutama Arumi, entah sejak kapan kabar Qiya putus dengan Irham sudah menyebar ke seantero sekolah. Oh hampir saja lupa, ini semua karena ulah Rendi tempo hari. Qiya mendengus kesal saat berjalan melewati Arumi ketika akan pergi ke kantin. Qiya cukup menyesal menolak tawaran Rena yang ingin menemaninya ke toilet sebelum menyusul teman-temannya yang lain."Emang dasar jalang sih ya... baru aja putus udah bisa ketawa ketiwi lagi. Parahnya sih udah ada cowo baru? Kesian deh cowo barunya."Sindiran itu membuat langkah Qiya terhenti. Dia bilang apa? Jalang? Ya ampun kasar sekali. Sebelumnya Qiya tidak mau meladeni, tapi kata Jalang yang keluar dari mulut Arumi sangat mengganggu harga dirinya."Jalangan siapa ya? Sama cewek yang mepet-mepetin pacar orang?
Terlentang di atas kasur empuk favoritenya. Qiya menatap langit-langit kamar dengan tatapan yang sulit diartikan. Entah keputusannya baik atau tidak, yang pasti sekarang Qiya kembali merasakan ragu.Ia merutuki kelabilannya lagi kali ini. Rasanya baru kemarin Qiya bertekad tidak akan bersama Irham ataupun Bara walaupun hatinya ada diantara dua cowok itu.Qiya tidak ingin menyakiti atau memberi harapan kepada salah satu dari mereka.Ya.. itulah yang Qiya pikirkan sebelum berbincang dengan Bara di kantin berdua.Entah apa yang Qiya pikirkan saat itu hingga bisa-bisanya mulut manisnya berkata "oke, kita jalanin dulu."Qiya mendengus kala otaknya mengingat jawabannya itu. Ia menarik salah satu bantalnya kemudian menutup kepalanya dengan bantal itu. "Aaaaarrrggghhh Zelqiya lo labil banget!!!"Qiya berguling-guling gelisah di atas kasur. Pusing memikirkan apa yang akan terjadi dengan hubungannya.Eh tapi, kalau Qiya
"Qiyaa.. lo sama Irham gak balikan?" Tanya Bara hati-hati.Qiya menoleh sebentar lalu tersenyum. Kakinya terus melangkah ke arah kantin berdampingan dengan langkah Bara."Balikan ya??" Tanya Bara lagi karena tidak mendapat jawaban."Nggaa.. kenapa? Mau pepet gue lagi?" Qiya tersenyum jail ke arah Bara."Iyalahh... target udah jomblo masa gak di gas."Qiya tertawa. "Jangan kak.. kita gini aja, gue gak mau kelabilan hati gue buat lo ngerasain apa yang di rasain Irham. Sekarang gue, lo bahkan Irham temenan aja. Oke?""Gue sebenernya gak bisa. Tapi mau gak kalo kita jalanin dulu? Gue gak maksa. Gimana nyamannya lo aja. Walaupun gue maunya kita ada status, kalo lo gak mau gue gak papa."Qiya berpikir sampai mereka tiba di kantin. Memesan es cekek untuk mereka berdua dan teman-teman Bara di lapang. Mereka duduk tak jauh dari penjual es. Duduk berhadapan dengan mata yang saling menatap."Oke, kita jalanin dulu."Mata Bara
Pukul 12 malam, Yasir baru pulang kerumah setelah puas bermain di rumah Fatur. Sebelum masuk ke kamarnya, Yasir menoleh ke arah meja makan karena tak sengaja melihat seseorang yang terduduk sambil memainkan ponselnya.Yasir mendekat dan melihat Qiya sedang memakan mie instan sembari menonton drama korea kecintaannya. Yasir meraih gelas lalu menuangkan air untuk ia minum.Yasir duduk di hadapan Qiya, menyimpan gelasnya di meja dan mengambil toples biskuit disana."Halal gak yaa kalo jual adek kaya lo?"Qiya mendongak kaget dengan pertanyaan Yasir. Ia menatap sinis ke arah sang kakak. "Menurut lo?!""Menurut gue mah halal.. daripada bikin pusing. Mending jual.""Apaan sih?"Yasir mendengus. Lalu memakan lagi biskuitnya. "Lo balikan sama si Irham?""Mana ada."Yasir mengerutkan
Istirahat kedua, Bara berjalan ke arah kelas Qiya dengan senyum lebarnya. Hatinya berbunga-bunga walaupun otaknya hampir depresi karena mikirin cara buat pepet Qiya sedikit lagi. Tapi depresi terlalu hiperbola buat penggambaran keadaan otak Bara.Tangannya menggenggam satu kotak susu kesukaan Qiya. Biarlah ia dikatakan mengambil kesempatan disaat Qiya baru saja putus, bahkan putusnya pun karena Bara.Sampai di depan pintu kelas Qiya, Bara menarik nafas dulu sebelum masuk. Entah karena rasa bahagianya sedang membuncah karena Qiya atau memang Bara saja yang sedang lebay. Pokoknya saat ini Bara degdeggan berat.Setelah dirasa siap, Bara membuka pintu kelas itu lalu mengedarkan pandangannya mencari kekasih hatinya. Bara hanya melihat beberapa cewek teman kelas Qiya sedang merebahkan kepalanya juga ada Rendi yang sibuk dengan ponsel serta telinga memakai earphone.Bara menghampiri cewek yang
Irham menghentikan motornya di parkiran kedai dekat SMP mereka dulu. Tempat yang pernah mereka datangi saat masih berpacaran. Rasanya Qiya ingin menangis melihat tempat ini. Satu memori indah bersama Irham berputar lagi.Irham mengajak Qiya masuk ke dalam. Sepi. Pengunjung kedai memang anak sekolah. Berhubung sekarang masih jam masuk jadi kedai pasti sepi.Mereka duduk di pojok kedai, tempat yang dulu mereka tempati juga. Tempat ini sangat cocok untuk mengobrol."Ada apa?" Tanya Qiya langsung.Jujur saja, Qiya canggung sekarang. Entah harus bersikap bagaimana. Qiya tidak bisa bersikap sebagai teman seperti sebelum mereka balikan. Rasanya masih aneh."Tegang amat.." ucap Irham santai.Tapi Qiya tau, Irham juga sama canggungnya. Sorot mata Irham membuktikan kecanggungan. Namun, sepertinya Qiya juga harus santai untuk menghargai usaha Irham menyembu
Di kantin, Qiya memesan nasi goreng untuk sarapannya. Ia duduk sendirian. Kantin tidak begitu ramai karena masih pagi. Qiya merasa gak salah karena memilih kabur ke kantin sendiri.Tapi ketenangannya gak bertahan lama setelah gerombolan Bara datang dengan kericuhannya. Mereka jalan masuk kantin sambil bercanda. Belum lagi suara bisik bisik cewe cewe alay yang mengangumi mereka mulai terdengar di telinga Qiya.Earphone yang tadinya mati sekarang mulai Qiya nyalakan karena gak mau dengar kebisingan.Suara lagu mulai mengalun masuk ke telinga Qiya menyamarkan suara bising kantin, ia menaikan sedikit volumenya sampai suara bising itu benar-benar tidak terdengar.Qita tersentak kaget saat ibu kantin penjual nasi goreng meletakan satu piring nasi goreng dan sebotol air mineral di hadapannya."Ibu ngagetin aja.""Gimana gak kaget, orang neng pake tutup
Esoknya, Qiya sekolah seperti biasa namun dengan perasaan berbeda. Suasana hatinya masih sedih dan kehilangan. Baru kali ini Qiya merasa benar-benar putus cinta seperti kebanyakan orang.Mata Qiya sedikit bengkak karena menangis semalam. Ada beberapa teman sekolahnya yang menatap aneh ke arah Qiya saat mereka berpapasan.Sampai di kelas, Qiya melihat ke bangku Irham yang masih kosong. Belum ada tas, rupanya cowok itu belum datang.Qiya menghela nafas panjang, ia bingung bagaimana nanti Qiya harus ketemu Irham. Ia tidak tau harus bereaksi apa, bertingkah seperti apa. Qiya benar-benar belum siap.Rasanya sekolah dihari kemarin masih baik-baik saja dengan Irham. Masih bercanda dan lainnya. Sekarang, semuanya telah berubah.Tepakan di bahunya membuat Qiya terkejut. Ia menoleh dan mendapati Rena disana. Baru datang juga."Kenapa lo?"Qiya menggeleng lesu lalu jalan ke arah bangkunya meninggalkan Rena. Rena merasa Qiya tidak baik-baik saja.
Sampai di rumah Qiya. Ternyata ada Irham duduk di bangku teras sambil memainkan ponselnya. Qiya mulai gugup saat melihat Irham disana. Apalagi tatapan Irham yang terlihat kesal sekali."Kak Bara pulang aja. Terima kasih."Bara mengerti keadaan, tapi ia berniat menjelaskan dulu kepada Irham daripada Irham harus marah ke Qiya.Qiya semakin panik saat melihat Bara malah turun dari motornya. Qiya menarik baju Bara agar kembali menaiki motornya lalu pergi saja dari rumahnya."Kak Bara.. pulang ajaa yaa.""Gue jelasin dulu sama Irham.""Gak perlu kak, gak papa kok. Nanti sama gue aja."Bara menatap Qiya meyakinkan. "Nanti lo yang dimarahin padahal lo gak salah apa-apa."Bara berjalan menghampiri Irham yang sekarang terlihat menghampiri Bara juga. Mata Irham semakin tajam apalagi saat bertatapan dengan Bara. Tapi Bara malah terlihat biasa saja.