Qiya terus memikirkan perkataan Bara siang tadi, ia tidak menanggapinya dengan serius tapi tetap saja hatinya berbeda dengan yang ia ucapkan. Tak bisa dipungkiri, Qiya terkejut mendengar pertanyaan Bara, ia jadi salah tingkat siang tadi.
Malam ini, Qiya berguling-guling di kasur karena tidak bisa tidur. Pertanyaan Bara benar-benar tidak bisa hilang dari pikirannya. Semuanya terasa mendadak, ia tidak pernah berpikir Bara akan mengatakan hal itu secepat ini. Ia jadi takut jika besok ketemu Bara jadi canggung.
Qiya meraih ponselnya berniat menelepon Rena untuk curhat. Tapi ia urungkan niatnya ketika melihat jam di ponselnya sudah menunjukan pukul setengan 12 malam, Rena pasti sudah tidur.
Qiya akhirnya memutuskan untuk menonton drama korea yang belum selesai ia tonton. Qiya larut dalam
Qiya memukul bahu Rissa pelan, "lo bilang pada nongkrong di depan!""Yaa tadi memang pada nongkrong di depan! Gue gak tau kalo mau pada masuk, kan gak nanya," bela Rissa."Apa ?!! Qiyanya lagi ngamuk!!" Teriak Ajeng merespond panggilan seseorang dari luar pintu kamar Qiya."Heh! Ngapain di jawab!!" Kesal Qiya.Suara tawa menggema di luar, Qiya yakin teman-teman Yasir sedang memertawakan tingkah Bara yang iseng memanggil Qiya yang malah mendapat jawaban dari teman Qiya yang lain."Aahh anjir!! Ada kak Fatuuurrr!!!" Ucap Qiya prustasi.Gadis itu beranjak untuk menutup mulut Sarah yang terlihat akan jahil memanggil Fatur. Kurang ajar m
Yasir menghampiri Qiya yang sedang memasak nasi goreng di dapur, pagi sekali, kedua orangtuanya sudah pergi ke pasar, entah mau membeli apa. Mereka ditinggal tanpa makanan untuk sarapan. Jadinya ya terpaksa Qiya harus membuat sarapannya sendiri."Tambahin dong porsinya, gak inget punya kakak ya lo! Masak cuma buat sendiri," omel Yasir ketika melihat nasi goreng yang baru setengah matang itu."Bacot! Buruan ambil lagi nasinya" suruh Qiya.Yasir menyerahkan sepiring nasi putih untuk ditambahkan ke nasi goreng yang sedang Qiya buat. Setelah itu Yasir Membuka kulkas untuk mengambil susu, "eehh, mau ikut gak lo? Gue mau ke jembatan panjang"Tanpa menoleh Qiya menjawab, "kapan?""Ya sekara
Di seperempat jarak perjalanan mereka akhirnya sampai di tempat penukaran karcis dengan gelang kertas. Heri dan Putri bertugas menukar semua karcis mereka, jadi nanti tinggal dibagi gelangnya dan dipakai ditangan kanan masing-masing. Katanya sih wajib di tangan kanan, soalnya nanti di pertengahan jalan akan ada tempat scan kode yang ada di gelang, terus nanti mereka akan dapet satu gelas teh dan beberapa cemilan. Qiya duduk di bangku panjang yang tersedia di tempat itu, ia menyingkap celana kulotnya untuk melihat lututnya yang terasa perih. Yasir dan Bara juga ikut melihat lutut Qiya, mereka nampaknya khawatir. Qiya menoleh ke arah Fatur. Cowok itu tadi membantunya berdiri dan sempat menepuk-nepuk celana bagian lututnya untuk membersihkan tanah yang menempel disana. Serius, Qiya baper banget. Tapi sekarang, Qiya tidak melihat ekspresi
Qiya berjongkok di antara antrian ke Jembatan Panjang. Di depan mereka sekarang sudah terlihat Jembatan dengan panjang 243 Meter dengan tinggi 107 Meter di atas sungai. Qiya sedikit takut karena sudah melihat langsung sepanjang dan setinggi apa jembatan itu. Qiya itu orang yang takut ketinggian, tapi tidak sampai tahap Fobia. Qiya hanya tidak cukup berani untuk melakukan hal-hal ekstrem."Kaum rebahan di ajak keluar dikit ya gini, gampang lelah," sindir Riza yang berdiri di belakang Qiya."Sirikwae manehZa!" Bela Bara. Cowok itu terus saja mengambil kesempatan agar bisa dekat dengan Qiya, sekarang saja ia berdiri dengan setia di samping Qiya. Antrian ke Jembatan udah gak teratur lagi, mungkin karena pengunjung di hari libur ini membludak jadi kurang disiplin dalam antrian. Ini sih jadi terlihat kaya orang yang lagi
Mereka sampai di parkiran dengan keadaan lelah. Kaki mereka benar-benar terasa sakit karena di pakai jalan jauh. Terutama Qiya dan Putri, kedua gadis itu meminta untuk duduk dulu sebentar di sebuah warung yang ada di parkiran.Qiya melihat Fatur yang sedang bertelepon dengan seseorang. Ekspresinya biasa aja, mungkin bukan hal penting. Qiya menerima sebotol air minum yang di ulurkan Bara kepadanya. Ia langsung meneguk hingga habis setengah."Gilaa.. haus pisan heu Qiy?" Tanya Aji."Iya kak, parah dehidrasi. Tau gini bawa minum aja dari rumah" jawab Qiya.Tatapan Qiya tertuju kepada Bara yang menghampirinya, tapi ternyata cowok itu menghampiri Yasir yang duduk di sebelahnya. Aduh, maaf Qiya kepedean."Cil, si Fani telpon," ujar Fatur.Yasir mendongak, hatinya sedikit sakit ketika mengetahui gadis yang ia cintai menelepon mantannya yang katanya sudah tidak ada hubungan selain berteman. Sama seperti Yasir, Qiya juga merasakan hal yang sama
"Jadi, lo pilih siapa? Lo maunya sama siapa?" Tanya Ajeng. Hari ini sudah mulai masuk sekolah semester dua. Dari mulai duduk di kantin sampai mereka sudah menghabiskan makanannya masing-masing, Qiya masih belum menyelesaikan curhatnya. Fyi, Qiya kalo udah curhat atau cerita panjang banget kaya jalan tol, rame banget kaya pasar malem, heboh sendiri kaya artis lagi konser. Tapi teman-temannya dengan setia mendengarkan curhatan Qiya. "Gue pilih kak Fatur lah, udah jelas," jawab Qiya dengan yakin. "Aahh menurut gue, sebenernya lo udah mulai suka sama kak Bara, tapi gak peka aja sama hati lo sendiri" kata Rena. "Udah sih, respond aja kak Bara, nanti nyesel, nangiisss!!!" Ucap Ajeng.
Qiya merasa lebih gembira sekolah di semester ini, satu minggu lagi ia akan bebas dari Bara untuk sementara waktu. Rasa gembiranya semakin bertambah ketika mengetahui Fatur akhirnya satu kelompok dengan Yasir. Sesuai harapannya. Qiya tidak tau bahwa Bara pindah kelompok jadi bersama Yasir dan Fatur, karena diantara teman-temannya hanya dia yang pisah sendiri. Jika Qiya tau, ia akan sangat merasa kecewa karena ekspetasinya tidak sesuai dengan realita. Hari ini kakak kelasnya mulai pembekalan, jadi tidak mungkin ia di ganggu oleh Bara karena cowok itu lagi sibuk memahami materi yang guru-guru berikan untuk bekal meraka mengajar nanti. Karena guru yang jadwal ngajar di kelas Qiya hari ini bagian pengisi materi buat kakak kelas yang pembekalan, mereka jadifreeclass. Hanya 2 jam sih tapi bahagia aja rasanya. "Qiya.. Ibu gue nanyain lo, kapan main kerumah lagi katanya," modus Irham. Cowok itu sekarang duduk di bangku depan Qiya yang kebetulan kosong.
Bara dan teman satu kelompoknya sedang berdiri untuk uparaca. Hari ini mulai PPL, temen kelompoknya yang cewek-cewek terlihat agak gugup karena baris upacara dengan guru-guru SD, mereka juga sepertinya sedang memikirkan bagaimana jalannya ngajar di hari pertama ini. Berbeda dengan Bara, Yasir dan Fatur serta dua teman cowok satu kelompoknya yang lain, mereka nampak biasa saja dengan eskpresi ala-ala cowok tebar pesona, kecuali Fatur, dia cuek aja ekspresinya terlihat datar ya begitulah.Upacara selesai, satu guru maju kedepan dan mengambil mic dari pembawa acara. Guru itu mulai berbicara kepada murid-muridnya bahwa mulai hari ini sampai sebulan kedepan mereka semua akan diajar oleh anak PPL. Lalu guru itu menginterupsi anak PPL untuk memperkenalkan diri di tengah lapang itu satu persatu orang, ya sedikit menguji mental kalo buat orang yang demam panggung. Murid-murid bersorak ketika satu
Belum lama putus, Qiya sudah terlihat bersemangat lagi. Sudah kembali menjadi Qiya yang biasanya. Hal itu memang terdengar positif untuk Qiya. Tapi tidak dengan penglihatan orang sekitarnya. Terutama Arumi, entah sejak kapan kabar Qiya putus dengan Irham sudah menyebar ke seantero sekolah. Oh hampir saja lupa, ini semua karena ulah Rendi tempo hari. Qiya mendengus kesal saat berjalan melewati Arumi ketika akan pergi ke kantin. Qiya cukup menyesal menolak tawaran Rena yang ingin menemaninya ke toilet sebelum menyusul teman-temannya yang lain."Emang dasar jalang sih ya... baru aja putus udah bisa ketawa ketiwi lagi. Parahnya sih udah ada cowo baru? Kesian deh cowo barunya."Sindiran itu membuat langkah Qiya terhenti. Dia bilang apa? Jalang? Ya ampun kasar sekali. Sebelumnya Qiya tidak mau meladeni, tapi kata Jalang yang keluar dari mulut Arumi sangat mengganggu harga dirinya."Jalangan siapa ya? Sama cewek yang mepet-mepetin pacar orang?
Terlentang di atas kasur empuk favoritenya. Qiya menatap langit-langit kamar dengan tatapan yang sulit diartikan. Entah keputusannya baik atau tidak, yang pasti sekarang Qiya kembali merasakan ragu.Ia merutuki kelabilannya lagi kali ini. Rasanya baru kemarin Qiya bertekad tidak akan bersama Irham ataupun Bara walaupun hatinya ada diantara dua cowok itu.Qiya tidak ingin menyakiti atau memberi harapan kepada salah satu dari mereka.Ya.. itulah yang Qiya pikirkan sebelum berbincang dengan Bara di kantin berdua.Entah apa yang Qiya pikirkan saat itu hingga bisa-bisanya mulut manisnya berkata "oke, kita jalanin dulu."Qiya mendengus kala otaknya mengingat jawabannya itu. Ia menarik salah satu bantalnya kemudian menutup kepalanya dengan bantal itu. "Aaaaarrrggghhh Zelqiya lo labil banget!!!"Qiya berguling-guling gelisah di atas kasur. Pusing memikirkan apa yang akan terjadi dengan hubungannya.Eh tapi, kalau Qiya
"Qiyaa.. lo sama Irham gak balikan?" Tanya Bara hati-hati.Qiya menoleh sebentar lalu tersenyum. Kakinya terus melangkah ke arah kantin berdampingan dengan langkah Bara."Balikan ya??" Tanya Bara lagi karena tidak mendapat jawaban."Nggaa.. kenapa? Mau pepet gue lagi?" Qiya tersenyum jail ke arah Bara."Iyalahh... target udah jomblo masa gak di gas."Qiya tertawa. "Jangan kak.. kita gini aja, gue gak mau kelabilan hati gue buat lo ngerasain apa yang di rasain Irham. Sekarang gue, lo bahkan Irham temenan aja. Oke?""Gue sebenernya gak bisa. Tapi mau gak kalo kita jalanin dulu? Gue gak maksa. Gimana nyamannya lo aja. Walaupun gue maunya kita ada status, kalo lo gak mau gue gak papa."Qiya berpikir sampai mereka tiba di kantin. Memesan es cekek untuk mereka berdua dan teman-teman Bara di lapang. Mereka duduk tak jauh dari penjual es. Duduk berhadapan dengan mata yang saling menatap."Oke, kita jalanin dulu."Mata Bara
Pukul 12 malam, Yasir baru pulang kerumah setelah puas bermain di rumah Fatur. Sebelum masuk ke kamarnya, Yasir menoleh ke arah meja makan karena tak sengaja melihat seseorang yang terduduk sambil memainkan ponselnya.Yasir mendekat dan melihat Qiya sedang memakan mie instan sembari menonton drama korea kecintaannya. Yasir meraih gelas lalu menuangkan air untuk ia minum.Yasir duduk di hadapan Qiya, menyimpan gelasnya di meja dan mengambil toples biskuit disana."Halal gak yaa kalo jual adek kaya lo?"Qiya mendongak kaget dengan pertanyaan Yasir. Ia menatap sinis ke arah sang kakak. "Menurut lo?!""Menurut gue mah halal.. daripada bikin pusing. Mending jual.""Apaan sih?"Yasir mendengus. Lalu memakan lagi biskuitnya. "Lo balikan sama si Irham?""Mana ada."Yasir mengerutkan
Istirahat kedua, Bara berjalan ke arah kelas Qiya dengan senyum lebarnya. Hatinya berbunga-bunga walaupun otaknya hampir depresi karena mikirin cara buat pepet Qiya sedikit lagi. Tapi depresi terlalu hiperbola buat penggambaran keadaan otak Bara.Tangannya menggenggam satu kotak susu kesukaan Qiya. Biarlah ia dikatakan mengambil kesempatan disaat Qiya baru saja putus, bahkan putusnya pun karena Bara.Sampai di depan pintu kelas Qiya, Bara menarik nafas dulu sebelum masuk. Entah karena rasa bahagianya sedang membuncah karena Qiya atau memang Bara saja yang sedang lebay. Pokoknya saat ini Bara degdeggan berat.Setelah dirasa siap, Bara membuka pintu kelas itu lalu mengedarkan pandangannya mencari kekasih hatinya. Bara hanya melihat beberapa cewek teman kelas Qiya sedang merebahkan kepalanya juga ada Rendi yang sibuk dengan ponsel serta telinga memakai earphone.Bara menghampiri cewek yang
Irham menghentikan motornya di parkiran kedai dekat SMP mereka dulu. Tempat yang pernah mereka datangi saat masih berpacaran. Rasanya Qiya ingin menangis melihat tempat ini. Satu memori indah bersama Irham berputar lagi.Irham mengajak Qiya masuk ke dalam. Sepi. Pengunjung kedai memang anak sekolah. Berhubung sekarang masih jam masuk jadi kedai pasti sepi.Mereka duduk di pojok kedai, tempat yang dulu mereka tempati juga. Tempat ini sangat cocok untuk mengobrol."Ada apa?" Tanya Qiya langsung.Jujur saja, Qiya canggung sekarang. Entah harus bersikap bagaimana. Qiya tidak bisa bersikap sebagai teman seperti sebelum mereka balikan. Rasanya masih aneh."Tegang amat.." ucap Irham santai.Tapi Qiya tau, Irham juga sama canggungnya. Sorot mata Irham membuktikan kecanggungan. Namun, sepertinya Qiya juga harus santai untuk menghargai usaha Irham menyembu
Di kantin, Qiya memesan nasi goreng untuk sarapannya. Ia duduk sendirian. Kantin tidak begitu ramai karena masih pagi. Qiya merasa gak salah karena memilih kabur ke kantin sendiri.Tapi ketenangannya gak bertahan lama setelah gerombolan Bara datang dengan kericuhannya. Mereka jalan masuk kantin sambil bercanda. Belum lagi suara bisik bisik cewe cewe alay yang mengangumi mereka mulai terdengar di telinga Qiya.Earphone yang tadinya mati sekarang mulai Qiya nyalakan karena gak mau dengar kebisingan.Suara lagu mulai mengalun masuk ke telinga Qiya menyamarkan suara bising kantin, ia menaikan sedikit volumenya sampai suara bising itu benar-benar tidak terdengar.Qita tersentak kaget saat ibu kantin penjual nasi goreng meletakan satu piring nasi goreng dan sebotol air mineral di hadapannya."Ibu ngagetin aja.""Gimana gak kaget, orang neng pake tutup
Esoknya, Qiya sekolah seperti biasa namun dengan perasaan berbeda. Suasana hatinya masih sedih dan kehilangan. Baru kali ini Qiya merasa benar-benar putus cinta seperti kebanyakan orang.Mata Qiya sedikit bengkak karena menangis semalam. Ada beberapa teman sekolahnya yang menatap aneh ke arah Qiya saat mereka berpapasan.Sampai di kelas, Qiya melihat ke bangku Irham yang masih kosong. Belum ada tas, rupanya cowok itu belum datang.Qiya menghela nafas panjang, ia bingung bagaimana nanti Qiya harus ketemu Irham. Ia tidak tau harus bereaksi apa, bertingkah seperti apa. Qiya benar-benar belum siap.Rasanya sekolah dihari kemarin masih baik-baik saja dengan Irham. Masih bercanda dan lainnya. Sekarang, semuanya telah berubah.Tepakan di bahunya membuat Qiya terkejut. Ia menoleh dan mendapati Rena disana. Baru datang juga."Kenapa lo?"Qiya menggeleng lesu lalu jalan ke arah bangkunya meninggalkan Rena. Rena merasa Qiya tidak baik-baik saja.
Sampai di rumah Qiya. Ternyata ada Irham duduk di bangku teras sambil memainkan ponselnya. Qiya mulai gugup saat melihat Irham disana. Apalagi tatapan Irham yang terlihat kesal sekali."Kak Bara pulang aja. Terima kasih."Bara mengerti keadaan, tapi ia berniat menjelaskan dulu kepada Irham daripada Irham harus marah ke Qiya.Qiya semakin panik saat melihat Bara malah turun dari motornya. Qiya menarik baju Bara agar kembali menaiki motornya lalu pergi saja dari rumahnya."Kak Bara.. pulang ajaa yaa.""Gue jelasin dulu sama Irham.""Gak perlu kak, gak papa kok. Nanti sama gue aja."Bara menatap Qiya meyakinkan. "Nanti lo yang dimarahin padahal lo gak salah apa-apa."Bara berjalan menghampiri Irham yang sekarang terlihat menghampiri Bara juga. Mata Irham semakin tajam apalagi saat bertatapan dengan Bara. Tapi Bara malah terlihat biasa saja.