Tak terasa seminggu lagi ulangan semester dan seminggu setelahnya classmeeting. Qiya dan teman sekelasnya telat berdiskusi siapa yang akan ikut lomba mewakili kelas mereka.
Qiya tidak ada niat mengikuti lomba apapun, malas. Menurutnya mending nonton saja dan mendukung teman-temannya, terutama Rissa dan Rena yang mengikuti lomba cerdas cermat. Awalnya Rissa menolak mengikuti lomba itu, ia merasa tidak cukup ilmu untuk mengikuti lomba cerdas cermat, berbeda dengan Rena yang memang pintar.
"Belajar lo dua minggu lagi ngadu otak," suruh Qiya kepada Rissa.
Sekarang mereka sedang beristirahat di kantin, selesai menghabiskan makanannya mereka tidak berniat langsung kembali ke kelas, melainkan nongkrong dulu di kantin sambil bercanda.
"Lah? Lo juga belajar! Jangan rebahan terus mau ulangan semester jugaa," balas Rissa.
"Lah kan ulangan semester mah bisa nyontek ke si Rena, iya gak Ren?" Kata Qiya.
"Iya in aja" jawab Rena pasrah.
"Suka seenaknya emang ni anak, ampun gue" timpal Ajeng yang masih sibuk dengan makanannya. Tinggal Ajeng yang makanannya masih ada, dia emang suka paling banyak pesan makanan pas istirahat, beli minum saja harus dua.
Ajeng itu dekat dengan Qiya dan yang lain pas mereka sama-sama berniat kabur, tentu saja Ajeng ikut merayu Rena dan Imel yang murid teladan itu, susah sekali di ajak kaburnya. Sejak saat itu, Ajeng selalu ngantin bareng, pulang bareng, gibah bareng, bercanda bareng dengan Qiya dan yang lain. Akhirnya mereka satu perkumpulan.
"Lah,, lo juga mau kan contekan??" Tanya Imel. Ajeng cengengesan menatap Imel.
"Selama Rena berbaik hati mau memberi dengan ikhlas yaaaa sayang kalo di tolak" kata Ajeng dengan halus.
"Bacot lo Jeng, bisa aja" gumam Qiya yang masih bisa di dengar oleh Ajeng.
"Harusnya yang dipintain contekan si Qiya juga tuh," ucap Rena.
Qiya melotot mendengar kalimat itu, "mau berharap nyontek apa ke gue Ren? Strategi ngibulin guru biar bisa pulang jam 10?"
"Yaa.. diem-diem lo pinter tau Qiy, jawaban ngasal lo di kelas kalo pelajaran kimia bener terus. Ngisi LKS b.indo juga cepet. Aslinya pinter nih pasti, malesan aja," jelas Rena.
"Lo pada gak percaya sih kalo IQ gue hampir kena angka 200" sombong Qiya. Biasa manusia kalo di puji suka ngelunjak.
"Kegedean IQ suka jadi idiot, pantes si Qiya jadi gini modelannya" kata Rissa.
"Aahh diem lo, belajar aja sono!"
Qiya melirik ke arah meja Yasir dan teman-temannya, sejak tadi ia tidak melihat Fatur diantara mereka. Apa Fatur tidak masuk hari ini?
Tanpa sengaja, Qiya melihat Bara yang sedang tersenyum manis ke arahnya. Kebiasaan, niatnya nyari kak Fatur nemunya malah kak Bara, suka gak sesuai. Pikirnya.
"Gue mau bolos ahh.. males pelajaran Bu Widya, ngitung mulu" ucap Qiya.
"Ya ampuunn!! Jangan bolos lagi lah Qiyaaa!! Mau ulangan loh sebentar lagi, nanti dikasih kisi-kisi MTK sama Bu Widya, lumayan" rayu Rena agar temannya yang satu itu tidak jadi berbuat kriminal.
"Ya nanti minta aja dari kalian ya kan???"
"Gue ikut ah Qiy, hehe" kata Ajeng yang tergiur dengan niat buruk Qiya.
"Hayu!! Gaskeun ayeuna Jeng, guru-guruna sibuk keneh gibah di kantor," ajak Qiya, satu-satunya kesulitan dalam aksi kabur yaa Ruang Guru, dari kelas Qiya kalo mau kabur pasti harus lewatin ruang guru, gak ada jalan lain. Tapi sejauh ini, Qiya selalu lolos.
Sarah, Rissa, Rena dan Imel hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan dua temannya itu. Qiya sama Ajeng itu pas banget, cocok. Sama-sama suka kabur pelajaran dan bikin absen mereka jebol abis.
"Sar, ngikut gak lo? Biasanya lo kan diem-diem aja tapi ujungnya ikut juga," tawar Ajeng yang mulai melancarkan aksi rayu-merayu agar kaburnya gak berdua.
"Kuy lah!!"
Saat Qiya akan mengucapkan kalimat rayuan kepada Imel dan Rena, mereka berdua lebih dulu menyangkal Qiya beserta segala rayuannya.
"Diem lo!! Jangan rayu gue sama Imel. Gak akan kegoda sekarang mah, hayu ahh ke kelas bentar lagi bel" kata Rena yang membuat Qiya mengerucutkan bibirnya sebal.
Saat mereka mulai beranjak, ternyata Bara dan teman-temannya juga sedang jalan meninggalkan area kantin. Langkah Bara dan teman-temannya terhalang oleh Qiya dan teman-temannya. Bukannya kesal, hal itu mahal membuat Bara senang, soalnya bisa modusin Qiya.
Belum juga beraksi, Yasir sudah lebih dulu menahan dirinya yang berniat mendekat ke arah Qiya. "Teu nempo ieu urang kakakna didieu?" (Gak liat ini gue kakaknya disini?) tanya Yasir yang paham Bara akan mendekati Qiya.
"Ngajakin pulang bareng doang Cil, serius" ucap Bara memohon.
"Gak!"
......
Saat sampai di kelas, Qiya melihat Irham yang diam di dekat pintu kelas dengan tas yang sudah digendong di punggungnya. Qiya tebak, pasti Irham juga akan kabur dan menunggu waktu yang pas.
"Mau kemana Ham? Gue bilangin nih ke Bu Widya" ancam Imel.
"Ulah atuh Mel. Jahat banget sih"
"Mau kabur Ham? Bareng lahh" kata Qiya.
"Kuy,"
Akhirnya Ajeng, Qiya, Sarah, Irham dan Rendi kabur berlima. Dengan wajah tanpa dosanya mereka berjalan santai menyusuri lorong sampai ke parkiran sekolah. Tidak ada raut wajah waspada pada ekspresi mereka, kalau begitu malah akan nambah kesan curiga jika ada guru yang melihat. Kalau jalannya santai kan gampang ngeles kalo di gep guru, pokonya jangan kelihat panik.
Saat melewati kelas Bara, Qiya menoleh mengintip dari jendela mencari Fatur, tidak ada juga. Kayaknya beneran gak masuk.
"Kenapa sih Qiy liatin kelas si Bara terus?" Tanya Irham tidak suka.
"Kepo!"
"Nyari si Bara lo? Ngapain gajelas" sinis Irham.
"Cemburu bilang boss!!" Kata Ajeng.
Tiba-tiba Qiya merasa ada yang menepuk bahunya dari arah belakang, "Qiyaa,, mau kemana?" Tanya Bara.
Qiya berbalik, melihat Bara yang berdiri di sana. "Kepo!" Setelah itu ia kembali berjalan meninggalkan Bara di depan kelasnya.
"Kalo mau kabur gue anterin sampe rumah!!!" Teriak Bara.
"Ihhh berisik kak Bara! Nanti di denger guru" protes Qiya karena suara Bara yang begitu keras.
Bara cengengesan dan meminta maaf secara singkat. "Bentar gue ambil tas dulu" Bara langsung berlari ke dalam kelas mengambil tasnya. Saat kembali ke luar, ia sudah tidak melihat Qiya disana.
"Anjaaayy.. gagal deui aing, kalah mulu ih sama si Irham asuuu,"
Merasa tanggung sudah menenteng tas, akhirnya Bara memutuskan pergi juga ke warung belakang.
"Eehh anak kelas lo ada yang cakep tuh Ham, siapa namanya?" Tanya Riza. Sekarang mereka sedang berkumpul di warung belakang.Irham menyesap rokoknya dengan santai lalu balik bertanya, "yang mana dulu nihh??""Itu loh, yang suka sama si Qiya,"Mendengar nama Qiya di sebut sontak Bara menoleh menatap Riza dengan sinis, "kalo nanya yang ada nama si Qiyanya keaingajaatuhRiz, ampun ihka babaturan teh.""Bacot!" Balas Riza.Irham diam tidak peduli dengan Bara yang marah-marah karena temannya bertanya tentang teman Qiya kepadanya. Ya wajar aja padahal Riza nanya ke Irham, toh ia satu kelas dengan Qiya pasti tau siapa teman dekat Qiya.
Ulangan semester telah dilaksanakan dari dua hari yang lalu. Baru dua hari tapi Qiya sudah ingin muntah dengan kertas-kertas soal. Qiya rasa ia benar-benar salah masuk jurusan, ia selalu mendapat soal yang berisi angka-angka, serius Qiya tidak suka menghitung. Ilmu yang diajarkan oleh guru selama satu semester ini juga tidak banyak yang masuk ke otaknya yaa salah Qiya juga, soalnya kalo belajar suka gak pokus dan tidur.Hari ini ulangan pelajaran Biologi dan dua pelajaran lain, lumayan gak ketemu angka, besok baru hitung-hitungan soalnya Matematika Minat, padahal tidak ada yang minat. Qiya bisa sedikit bernapas lega hari ini. Walaupun tetap bikin pusing saat liat soal, banyak bahasa latin di soal Biologi yang bacanya saja Qiya tidak bisa. Salah apa Qiya sampai bisa nyasar ke jurusan Ipa? Sulit sekali ya ampun."Ren, liat LJK lo dong" pi
Hari pertamaclassmeetingini Qiya datang bersama Yasir jam 9. Qiya pikir acaranya sudah mulai, ternyata belum. Teman kelas Qiya sebagian tidak datang ke sekolah, padahal Qiya rasa acara ini akan rame sampai beberapa hari kedepan. Semoga ekspetasi Qiya tentangclassmeetingini benar, semoga tidak membosankan.Hari ini lomba cerdas cermat, pidato dan lomba futsal, yang bermain hari ini di lomba futsal hanya dua grup. Grup kelas 10 ips2 dan 11 ipa1 . Qiya hanya berniat menonton lomba cerdas cermat untuk mendukung Rissa dan Rena. Ia duduk di dalam aula baris paling depan bagian menonton.Rissa, Rena dan Ferra sudah siap di tempat peserta lomba. 5 menit lagi lomba dimulai. Ternyata duduk dan menonton cerdas cermat cukup membosankan, jika bukan karena Rissa dan Rena, rasanya Qiya ingin pulang saja.
"Lo suka sama si Fatur, Qiy?" Qiya mendengus kesal ketika indra pendengarannya berkali-kali mendengar pertanyaan yang sama dari Irham. "Kenapa sih si Irham harus peka kalo gue lagi liatin kak Fatur," gumam Qiya yang tidak mungkin terdengar oleh Irham yang jalan di belakangnya. "Hah? Apa Qiy? Gadenger gue," ucap Irham sambil mencondongkan badannya ke arah Qiya. Qiya bergidik ketika merasakan nafas Irham di dekatnya, ia mendorong dahi Irham agar menjauh. "Apaan sih! Gue gak ngomong sama lo!" Irham menegakkan tubuhnya, ia juga menatap sinis Qiya yang tidak juga menjawab pertanyaannya. "Lo suka sama si Fatur?!" Tanya Irham lagi dengan penuh penekanan.
Qiya terus memikirkan perkataan Bara siang tadi, ia tidak menanggapinya dengan serius tapi tetap saja hatinya berbeda dengan yang ia ucapkan. Tak bisa dipungkiri, Qiya terkejut mendengar pertanyaan Bara, ia jadi salah tingkat siang tadi. Malam ini, Qiya berguling-guling di kasur karena tidak bisa tidur. Pertanyaan Bara benar-benar tidak bisa hilang dari pikirannya. Semuanya terasa mendadak, ia tidak pernah berpikir Bara akan mengatakan hal itu secepat ini. Ia jadi takut jika besok ketemu Bara jadi canggung. Qiya meraih ponselnya berniat menelepon Rena untuk curhat. Tapi ia urungkan niatnya ketika melihat jam di ponselnya sudah menunjukan pukul setengan 12 malam, Rena pasti sudah tidur. Qiya akhirnya memutuskan untuk menonton drama korea yang belum selesai ia tonton. Qiya larut dalam
Qiya memukul bahu Rissa pelan, "lo bilang pada nongkrong di depan!""Yaa tadi memang pada nongkrong di depan! Gue gak tau kalo mau pada masuk, kan gak nanya," bela Rissa."Apa ?!! Qiyanya lagi ngamuk!!" Teriak Ajeng merespond panggilan seseorang dari luar pintu kamar Qiya."Heh! Ngapain di jawab!!" Kesal Qiya.Suara tawa menggema di luar, Qiya yakin teman-teman Yasir sedang memertawakan tingkah Bara yang iseng memanggil Qiya yang malah mendapat jawaban dari teman Qiya yang lain."Aahh anjir!! Ada kak Fatuuurrr!!!" Ucap Qiya prustasi.Gadis itu beranjak untuk menutup mulut Sarah yang terlihat akan jahil memanggil Fatur. Kurang ajar m
Yasir menghampiri Qiya yang sedang memasak nasi goreng di dapur, pagi sekali, kedua orangtuanya sudah pergi ke pasar, entah mau membeli apa. Mereka ditinggal tanpa makanan untuk sarapan. Jadinya ya terpaksa Qiya harus membuat sarapannya sendiri."Tambahin dong porsinya, gak inget punya kakak ya lo! Masak cuma buat sendiri," omel Yasir ketika melihat nasi goreng yang baru setengah matang itu."Bacot! Buruan ambil lagi nasinya" suruh Qiya.Yasir menyerahkan sepiring nasi putih untuk ditambahkan ke nasi goreng yang sedang Qiya buat. Setelah itu Yasir Membuka kulkas untuk mengambil susu, "eehh, mau ikut gak lo? Gue mau ke jembatan panjang"Tanpa menoleh Qiya menjawab, "kapan?""Ya sekara
Di seperempat jarak perjalanan mereka akhirnya sampai di tempat penukaran karcis dengan gelang kertas. Heri dan Putri bertugas menukar semua karcis mereka, jadi nanti tinggal dibagi gelangnya dan dipakai ditangan kanan masing-masing. Katanya sih wajib di tangan kanan, soalnya nanti di pertengahan jalan akan ada tempat scan kode yang ada di gelang, terus nanti mereka akan dapet satu gelas teh dan beberapa cemilan. Qiya duduk di bangku panjang yang tersedia di tempat itu, ia menyingkap celana kulotnya untuk melihat lututnya yang terasa perih. Yasir dan Bara juga ikut melihat lutut Qiya, mereka nampaknya khawatir. Qiya menoleh ke arah Fatur. Cowok itu tadi membantunya berdiri dan sempat menepuk-nepuk celana bagian lututnya untuk membersihkan tanah yang menempel disana. Serius, Qiya baper banget. Tapi sekarang, Qiya tidak melihat ekspresi
Belum lama putus, Qiya sudah terlihat bersemangat lagi. Sudah kembali menjadi Qiya yang biasanya. Hal itu memang terdengar positif untuk Qiya. Tapi tidak dengan penglihatan orang sekitarnya. Terutama Arumi, entah sejak kapan kabar Qiya putus dengan Irham sudah menyebar ke seantero sekolah. Oh hampir saja lupa, ini semua karena ulah Rendi tempo hari. Qiya mendengus kesal saat berjalan melewati Arumi ketika akan pergi ke kantin. Qiya cukup menyesal menolak tawaran Rena yang ingin menemaninya ke toilet sebelum menyusul teman-temannya yang lain."Emang dasar jalang sih ya... baru aja putus udah bisa ketawa ketiwi lagi. Parahnya sih udah ada cowo baru? Kesian deh cowo barunya."Sindiran itu membuat langkah Qiya terhenti. Dia bilang apa? Jalang? Ya ampun kasar sekali. Sebelumnya Qiya tidak mau meladeni, tapi kata Jalang yang keluar dari mulut Arumi sangat mengganggu harga dirinya."Jalangan siapa ya? Sama cewek yang mepet-mepetin pacar orang?
Terlentang di atas kasur empuk favoritenya. Qiya menatap langit-langit kamar dengan tatapan yang sulit diartikan. Entah keputusannya baik atau tidak, yang pasti sekarang Qiya kembali merasakan ragu.Ia merutuki kelabilannya lagi kali ini. Rasanya baru kemarin Qiya bertekad tidak akan bersama Irham ataupun Bara walaupun hatinya ada diantara dua cowok itu.Qiya tidak ingin menyakiti atau memberi harapan kepada salah satu dari mereka.Ya.. itulah yang Qiya pikirkan sebelum berbincang dengan Bara di kantin berdua.Entah apa yang Qiya pikirkan saat itu hingga bisa-bisanya mulut manisnya berkata "oke, kita jalanin dulu."Qiya mendengus kala otaknya mengingat jawabannya itu. Ia menarik salah satu bantalnya kemudian menutup kepalanya dengan bantal itu. "Aaaaarrrggghhh Zelqiya lo labil banget!!!"Qiya berguling-guling gelisah di atas kasur. Pusing memikirkan apa yang akan terjadi dengan hubungannya.Eh tapi, kalau Qiya
"Qiyaa.. lo sama Irham gak balikan?" Tanya Bara hati-hati.Qiya menoleh sebentar lalu tersenyum. Kakinya terus melangkah ke arah kantin berdampingan dengan langkah Bara."Balikan ya??" Tanya Bara lagi karena tidak mendapat jawaban."Nggaa.. kenapa? Mau pepet gue lagi?" Qiya tersenyum jail ke arah Bara."Iyalahh... target udah jomblo masa gak di gas."Qiya tertawa. "Jangan kak.. kita gini aja, gue gak mau kelabilan hati gue buat lo ngerasain apa yang di rasain Irham. Sekarang gue, lo bahkan Irham temenan aja. Oke?""Gue sebenernya gak bisa. Tapi mau gak kalo kita jalanin dulu? Gue gak maksa. Gimana nyamannya lo aja. Walaupun gue maunya kita ada status, kalo lo gak mau gue gak papa."Qiya berpikir sampai mereka tiba di kantin. Memesan es cekek untuk mereka berdua dan teman-teman Bara di lapang. Mereka duduk tak jauh dari penjual es. Duduk berhadapan dengan mata yang saling menatap."Oke, kita jalanin dulu."Mata Bara
Pukul 12 malam, Yasir baru pulang kerumah setelah puas bermain di rumah Fatur. Sebelum masuk ke kamarnya, Yasir menoleh ke arah meja makan karena tak sengaja melihat seseorang yang terduduk sambil memainkan ponselnya.Yasir mendekat dan melihat Qiya sedang memakan mie instan sembari menonton drama korea kecintaannya. Yasir meraih gelas lalu menuangkan air untuk ia minum.Yasir duduk di hadapan Qiya, menyimpan gelasnya di meja dan mengambil toples biskuit disana."Halal gak yaa kalo jual adek kaya lo?"Qiya mendongak kaget dengan pertanyaan Yasir. Ia menatap sinis ke arah sang kakak. "Menurut lo?!""Menurut gue mah halal.. daripada bikin pusing. Mending jual.""Apaan sih?"Yasir mendengus. Lalu memakan lagi biskuitnya. "Lo balikan sama si Irham?""Mana ada."Yasir mengerutkan
Istirahat kedua, Bara berjalan ke arah kelas Qiya dengan senyum lebarnya. Hatinya berbunga-bunga walaupun otaknya hampir depresi karena mikirin cara buat pepet Qiya sedikit lagi. Tapi depresi terlalu hiperbola buat penggambaran keadaan otak Bara.Tangannya menggenggam satu kotak susu kesukaan Qiya. Biarlah ia dikatakan mengambil kesempatan disaat Qiya baru saja putus, bahkan putusnya pun karena Bara.Sampai di depan pintu kelas Qiya, Bara menarik nafas dulu sebelum masuk. Entah karena rasa bahagianya sedang membuncah karena Qiya atau memang Bara saja yang sedang lebay. Pokoknya saat ini Bara degdeggan berat.Setelah dirasa siap, Bara membuka pintu kelas itu lalu mengedarkan pandangannya mencari kekasih hatinya. Bara hanya melihat beberapa cewek teman kelas Qiya sedang merebahkan kepalanya juga ada Rendi yang sibuk dengan ponsel serta telinga memakai earphone.Bara menghampiri cewek yang
Irham menghentikan motornya di parkiran kedai dekat SMP mereka dulu. Tempat yang pernah mereka datangi saat masih berpacaran. Rasanya Qiya ingin menangis melihat tempat ini. Satu memori indah bersama Irham berputar lagi.Irham mengajak Qiya masuk ke dalam. Sepi. Pengunjung kedai memang anak sekolah. Berhubung sekarang masih jam masuk jadi kedai pasti sepi.Mereka duduk di pojok kedai, tempat yang dulu mereka tempati juga. Tempat ini sangat cocok untuk mengobrol."Ada apa?" Tanya Qiya langsung.Jujur saja, Qiya canggung sekarang. Entah harus bersikap bagaimana. Qiya tidak bisa bersikap sebagai teman seperti sebelum mereka balikan. Rasanya masih aneh."Tegang amat.." ucap Irham santai.Tapi Qiya tau, Irham juga sama canggungnya. Sorot mata Irham membuktikan kecanggungan. Namun, sepertinya Qiya juga harus santai untuk menghargai usaha Irham menyembu
Di kantin, Qiya memesan nasi goreng untuk sarapannya. Ia duduk sendirian. Kantin tidak begitu ramai karena masih pagi. Qiya merasa gak salah karena memilih kabur ke kantin sendiri.Tapi ketenangannya gak bertahan lama setelah gerombolan Bara datang dengan kericuhannya. Mereka jalan masuk kantin sambil bercanda. Belum lagi suara bisik bisik cewe cewe alay yang mengangumi mereka mulai terdengar di telinga Qiya.Earphone yang tadinya mati sekarang mulai Qiya nyalakan karena gak mau dengar kebisingan.Suara lagu mulai mengalun masuk ke telinga Qiya menyamarkan suara bising kantin, ia menaikan sedikit volumenya sampai suara bising itu benar-benar tidak terdengar.Qita tersentak kaget saat ibu kantin penjual nasi goreng meletakan satu piring nasi goreng dan sebotol air mineral di hadapannya."Ibu ngagetin aja.""Gimana gak kaget, orang neng pake tutup
Esoknya, Qiya sekolah seperti biasa namun dengan perasaan berbeda. Suasana hatinya masih sedih dan kehilangan. Baru kali ini Qiya merasa benar-benar putus cinta seperti kebanyakan orang.Mata Qiya sedikit bengkak karena menangis semalam. Ada beberapa teman sekolahnya yang menatap aneh ke arah Qiya saat mereka berpapasan.Sampai di kelas, Qiya melihat ke bangku Irham yang masih kosong. Belum ada tas, rupanya cowok itu belum datang.Qiya menghela nafas panjang, ia bingung bagaimana nanti Qiya harus ketemu Irham. Ia tidak tau harus bereaksi apa, bertingkah seperti apa. Qiya benar-benar belum siap.Rasanya sekolah dihari kemarin masih baik-baik saja dengan Irham. Masih bercanda dan lainnya. Sekarang, semuanya telah berubah.Tepakan di bahunya membuat Qiya terkejut. Ia menoleh dan mendapati Rena disana. Baru datang juga."Kenapa lo?"Qiya menggeleng lesu lalu jalan ke arah bangkunya meninggalkan Rena. Rena merasa Qiya tidak baik-baik saja.
Sampai di rumah Qiya. Ternyata ada Irham duduk di bangku teras sambil memainkan ponselnya. Qiya mulai gugup saat melihat Irham disana. Apalagi tatapan Irham yang terlihat kesal sekali."Kak Bara pulang aja. Terima kasih."Bara mengerti keadaan, tapi ia berniat menjelaskan dulu kepada Irham daripada Irham harus marah ke Qiya.Qiya semakin panik saat melihat Bara malah turun dari motornya. Qiya menarik baju Bara agar kembali menaiki motornya lalu pergi saja dari rumahnya."Kak Bara.. pulang ajaa yaa.""Gue jelasin dulu sama Irham.""Gak perlu kak, gak papa kok. Nanti sama gue aja."Bara menatap Qiya meyakinkan. "Nanti lo yang dimarahin padahal lo gak salah apa-apa."Bara berjalan menghampiri Irham yang sekarang terlihat menghampiri Bara juga. Mata Irham semakin tajam apalagi saat bertatapan dengan Bara. Tapi Bara malah terlihat biasa saja.