"Wooyy!!! Nyaho teu? Aing ges aya kamajuan yeh ngadeketan si Qiya." (Tau gak? Gue udah ada kemajuan nih deketin si Qiya) Bara bercerita kepada teman-temannya dengan bersemangat. Ia bukannya tidak tahu kalau dikelas itu ada Yasir yang sedang bermain game bersama Fatur, tapi ia hanya pura-pura tidak tahu dan tidak peduli jika nanti Yasir akan marah karena ia tetap mendekati Qiya.
"Gaya pokonya lah.." sahut Aji.
"Ciillll !!! Yeuhh si Bara, Cill
ngegas ngadekeran si Qiya!" Teriak Heri memancing baku hantam diantara Bara dan Yasir.Sejak mendengar suara Bara tadi, Yasir memang sudah mendongak melihat ke arah Bara dengan kening berkerut. Merasa heran, bagaimana bisa Bara menyebut ada kemajuan dengan aksi PDKT nya kepada Qiya? Yasir masih ingat jelas bahwa Qiya curhat kepadanya mulai masuk SMA ia tidak akan merespon lelaki manapun yang mencoba mendekatinya, tentu saja dengan kata kecuali, yaitu Fatur.
"Ngaco lah Bar, mana bisa? Sekarang tuh adek gue gamau deket sama siapapun selain satu orang," ucap Yasir mencoba menyadarkan kehaluan Bara.
Bara berdecak mendengar ucapan Yasir, "eehh kakak ipar! Calon deh.. kemarin maneh teu nempo eta si Qiya balik jeng saha? Maneh teu nempo chat urang Cil?" Lo gak liat itu si Qiya pulang sama siapa? Lo galiat chat gue Cil?) tanya Bara.
"Bisa weh satu orang eta urang, heu?" Kata Bara dengan percaya diri.
"Halu!!!" Teriak kelima temannya. Inget ya kelima temannya, berarti Fatur juga ikut ngomong. Mendengar itu, otomatis Yasir mengangkat sebelah sudut bibirnya. menyeringai. Entah mengapa, ada sedikit rasa bahagia mendengar Fatur ikut menyahut, padahal bukan hal besar.
......
"Qiy, kemarin gue liat lo pulang sama kak Bara ya?? Cieee.." ledek Rissa pada jam istirahat, sekarang mereka sedang duduk santai di depan kelas sembari memakan es cream yang mereka beli dari kantin.
"Kepaksa lagian," jawab Qiya menyangkal ledekan Rissa.
"Btw, kemarin cewek cowok yang nyamperin lo itu siapa? Kaya anak SMA Negeri ya?" Tanya Rissa.
Sarah menoleh menatap Qiya yang duduk ditengah antara ia dan Rissa. "Iya tuh Qiy, siapa? Lo bar-bar banget ya ketemu mereka."
"Yang cewek tuh sahabat deket gue sejak SMP, yang cowok pacarnya."
"Ooohhh.... yang Ira Ira itu bukan? Gue sering liat nama W******p nya di hp lo, hehe," tebak Rissa.
Qiya mengangguk sebagai jawaban. Kemudian mereka diam menikmati es creamnya masing-masing. Pandangan ketiganya lurus menatap gedung SMP yang berhadapan dengan gedung SMA. Banyak murid SMP yang berlalu lalang, entah apa yang membuat pemandangan itu menarik sehingga mereka betah memandangnya.
Sarah beranjak untuk membuang stik es creamnya ke dalam tempat sampah. Setelah itu kembali duduk di samping Qiya. Sarah menyibukan dirinya dengan bermain ponsel, entah bermain game atau hanya melihat-lihat media sosial.
"Ehh.. gue kepo deh, gimana bisa sih lo mau dibonceng sama kak Bara? Lo kan kayaknya gak mau banget notice dia," tanya Rissa kembali membahas soal Bara.
"Palingan memanfaatkan kondisi si Qiya mah," timpal Sarah.
Qiya membenarkan ucapan sarah, kemudian ia menceritakan keterpaksaannya untuk dibonceng oleh Bara.
"Eum... gue mau curhat deh ke kalian, tapi janji jangan bocorin kesiapapun," kata Qiya setelah menyelesaikan ceritanya tentang Bara.
Permintaannya itu hanya sebuah pemanis kalimat untuk memulai curhatan. Karena pada nyatanya, Qiya yakin mulutnya sendiri yang akan memberitahu tentang perasaannya kepada semua teman-temannya, entah itu teman kelas atau teman yang akan Qiya kenal dari kelas lain nanti. Sekarang? Belum waktunya mungkin.
Qiya berniat memberitahukan Sarah dan Rissa tentang perasaannya kepada Fatur. Sebulan mereka bersama, rasanya sudah sedekat itu, dan Qiya pikir bukan masalah jika menceritakan hal ini kepada mereka. Setelah ini, Qiya akan benar-benar menganggap mereka sahabatnya.
"Janji,"
"Tenang aja, aman pokonya,"
Jawaban yang diberikan oleh Sarah dan Rissa hanya kalimat biasa, tapi membuat Qiya semakin yakin untuk menceritakan perasaannya.
"Kayaknya panjang deh curhatnya, gue kalo udah curhat tuh aslian bawel banget, padahal hal kecil hehe,"
"Gue kira lo pendiem cuek gitu, tapi gue ragu sekarang, kalo lo ternyata emang bar bar,"
Qiya sontak tertawa mendengar ucapan Rissa, mungkin selama satu bulan ini Qiya memang terkesan cuek dan lebih banyak diam, semacam mode jutek? Ya seperti itulah. Qiya tidak menunjukan sikap aslinya kepada teman-teman SMAnya. Bukan karena tidak mau, tapi ia rasa masih belum nyaman jika harus bersikap seperti itu. Mereka baru saja mengenal. Qiya belum sepenuhnya beradaptasi.
"Gak nyaman ya, Qiy? Disini beda sama waktu di negeri, gue ngerasain banget sih, takut salah sikap kan ya? Beda lingkungan, hehe" sahut Sarah yang juga alumni dari SMP Negeri, tapi Sarah itu alumni SMP Negeri 2, sedangkan Qiya di Negeri 1.
Qiya mengangguk menanggapi ucapan Sarah, "gue kaget dateng kesini, upacara gak teratur, barisannya bisa dimana aja, masuk kelas kapan aja, kabur juga bisa. Masih banyak yang bikin gue kaget pas dateng kesini. Pengen negur, karena jujur gue kesel aja liat murid seenaknya gitu, apalagi pas upacara pada berisik gitu hihh!! Tapi ya, gue juga gak bisa ngeles, gue seneng ngerasa keluar kandang, hahahah. Dulu banyak banget pelaturan, sekarang bebas banget tanpa pelaturan."
"Bukan gak ada pelaturan, tapi emang udah seenaknya di langgar dari nenek moyang angkatan sebelum kita," kata Rissa mengoreksi ucapan Qiya.
Qiya mendorong bahu Rissa pelan, "bahasa lo, nenek moyang terlalu jauh, gila! Sekolah ini aja gak setua itu."
Sarah terkekeh pelan karena mendengar kalimat hiperbola yang Rissa ucapkan. "Ngaco dasar!" Guman Sarah.
Kriiiiinnngggg!!!!!
Bel masuk berbunyi sebelum Qiya sempat curhat seperti niatnya tadi. Obrolan yang tidak berfaedah membuat mereka benar-benar lupa waktu. Ketiganya kompak beranjak lalu pergi ke kelas.
"Padahal gue belum denger lo curhat, Qiy!" Kesal Rissa karena belum mendengar curhatan Qiya.
Pada saat mereka masuk kedalam kelas, tiba-tiba ketua kelas di panggil sama guru piket hari ini. Qiya sudah tersenyum senang, ia yakin jam pelajaran ini gurunya tidak masuk, paling dikasih tugas rangkum buku paket terus diabaikan oleh semua penduduk kelas ini, kecuali satu sampai tiga orang anak rajin.
"Gue yakin gurunya gak masuk!" Ucap Rissa dengan excited.
Qiya mengangguk dengan semangat. Lalu menolah saat melihat Sarah mendekat.
"Ke mushola sekarang aja yuk! Ngadem, sambil terusin curhatnya si Qiya yang gak jadi tadi," ajak Sarah yang otomatis di setujui oleh Qiya dan Rissa.
Rebahan di masjid dengan lantai yang adem lebih nyaman dari pada liatin cogan, bisa-bisa Qiya tertidur pulas nanti. Tapi kali ini tidak bisa, ia sudah terlanjur bilang akan curhat. Jadi ya.. harus curhat jangan tidur.
Punggung Qiya sudah tidak sabar ingin di rebahkan di lantai mushola yang dingin itu, saat mereka bertiga mulai beranjak suara seorang teman kelasnya menginterupsi,
"Semuanya jangan kemana-mana dulu! Rangkum minimal satu halaman. Biar nanti kalo ditanya, ada bukti ngerjain," ucapnya.
Dengan pasrah akhirnya niat mereka harus tertunda dulu, Qiya dan Rissa kembali duduk lalu mulai merangkum dengan asal. Begitupun Sarah, ia kembali ketempat duduknya dan mengerjakan tugas bersama Rena.
5 menit kemudian, Qiya sudah merasa bosan. Alhasil, ia melepas pulpen yang sedari tadi dipakainya untuk menulis lalu merebahkan kepalanya di atas meja dengan tangan yang menjuntai kebawah, benar-benar seperti orang tanpa semangat. Rissa hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan Qiya yang selalu dalam mode malas.
Tidak lama kemudian, Qiya mengangkat kepalanya lalu menghadap ke arah Rissa yang masih setia mengerjakan tugas merangkum. Qiya menggoyangkan tangan kiri Rissa, "ayo ke mushola aja, Ris! Lo gak pegel apa itu nulis?"
"Ish diem Qiy! Baru juga segini masa iya udah pegel, lo aja males itu mah,"
"Ahh lo masa gitu sih, bayangin deh! Lantai mushola Ris!!! Adem banget kan tuh kalo jadi alas rebahan siang gini," goda Qiya dengan menaik turunkan alisnya, tak lupa juga senyum manis yang terukir di bibirnya.
"Ahh syaiton banget maneh mah emang!" Maki Rissa kepada Qiya, tapi ia tetap membereskan buku serta alat tulisnya, lalu beranjak mengikuti godaan Qiya. Tak lupa juga mereka mengajak Sarah untuk bersama-sama pergi ke mushola.
Mereka bertiga akhirnya merebahkan tubuh mereka di pojokan mushola.cukup lama mereka berdiam, sama-sama menikmati nyamannya rebahan di lantai mushola. Hingga tanpa terasa Qiya benar-benar di hampiri rasa ngantuk, dan mulai menjelajahi alam bawah sadarnya. Sarah menoleh ke arah Qiya lalu mendengus sebal ketika mendapati Qiya yang sudah tertidur dengan nyaman di sampingnya."Ca, liat tuh orang yang ngajak kesini buat curhat malah ngebo duluan sebelum ngomong apapun" ucap Sarah dengan sebal.Rissa menoleh ke arah Qiya untuk memastikan ucapan Sarah benar atau tidak, ia ikut mendengus ketika mendengar nafas teratur Qiya. "parah tuh dia, padahal udah kepo banget gue pengen denger dia mau curhat apa,""Dahla, mending ikut tidur sebelum dzuhur."
Besoknya, Yasir pergi sekolah lebih pagi, bareng Qiya tentunya. Ia mengantar Qiya sampai warung depan, lalu pergi ke tempat nongkrong biasa, warung belakang sekolah.Sampai di warung belakang, ia duduk di samping Bara yang sibuk dengan game online di ponselnya. "Heh!! Deketin si Qiya lagi gue pites lo kaya kutu, ngapaiiinnn anter-anter si Qiya balik kemarinmaneh??" ancam Yasir dengan candaan.Bara terkekeh dengan pandangan yang tetap mengarah ke layar ponsel, "tenang Cil, gak akan di sakitin kok" jawab Bara."Boongtahsi Bara, biasa ngarayu supaya di restuaneta tehCil.." ucap Riza mengompori.Bara mengantongi ponselnya lalu menepuk bahu Yasir dengan tenang, "moal eeehh, perca
Hari minggu ini, Qiya ada acara reuni bersama teman-teman SMP nya. Ia begitu semangat hari ini, terbukti dengan Qiya yang langsung mandi setelah membereskan kamarnya, biasanya Qiya mandi jam 12 siang sekalian sholat dzuhur, atau bahkan sekalian sore saat mau sholat ashar. Ya begitulah memang pemalas tingkat akut."Lah udah rapi lo, mau kemana?" Tanya Yasir saat melihat adiknya di dapur dengan keadaan rapi dan wangi."Biasalaaahh" jawab Qiya asal."Biasanya lo kan rebahan, ngapain serapi ini? Dasar centil" ledek Yasir.Qiya melotot, "enak aja lo! Gue mau reuni!"Yasir hanya mengangguk-anggukan kepalanya.......
"Besok gue pindah sekolah Qiy,"kata Irham ketika perjalanan pulang mengantar Qiya. Benar-benar, Qiya tak habis pikir, mereka baru saja sekolah satu semester tapi Irham sudah akan pindah sekolah. Dasar bandel pikir Qiya. Ia merasa kasihan kepada bunda Irham, saat pertama masuk SMP Irham itu murid baik-baik, tidak bandel seperti sekarang. Itu semua berawal dari kelas 2 SMP, saat ia mulai bergaul dengan teman yang bandel, suka ikut tauran, datang telat, pulang telat dsb. Bundanya jadi kerepotan dengan tingkah Irham yang berubah bandel karena salah gaul.......Hari senin ini, Qiya datang sekolah lumayan siang. Jangan khawatir, ia tidak akan terlambat upacara, di sekolah Qiya upacaranya siang, ya gitu udah pada tau kan. Jam 07.40 Qiya baru sampai di sekolah. Ia berjalan santai melewati ruang Tata Usaha. Ia melihat ada seorang
Bara merebahkan tubuhnya di kasur Yasir, merasa ngantuk dan ingin tidur sebentar. Temannya yang lain juga sibuk sendiri walaupun tetap ngobrol dengan topik random."Cil adek lo jutek banget,aingcape mikirin cara deketinnya. Di chat jugataradibales Cil" curhat Bara kepada Yasir."Atudaaa ngegasteuingdeketinnyamaneh mahBar. Santai napa santai," timpal Riza.Bara bangun kemudian duduk di tengah kasur Yasir. "Emang gitu?""Udah laahh Bar, berenti aja deketin adek gue. Lo bukan tipenya," ucap Yasir.Bara mendengus, "dukungatuhCil, dukuunggg !! Soal tipemahgue terob
Siang ini Bara kumpul di warung belakang bersama teman-temannya yang lain seperti biasa. Mereka tidak kembali ke sekolah sejak bel istirahat pertama tadi, yaa mereka berencana bolos dan nongkrong di warung itu.Disana bukan hanya Bara dan teman-temannya, tapi ada juga kakak kelas 3 dan adik kelas 1 yang mulai tau tempat kabur kakak kelasnya, lebih tepatnya mereka mau jadi penerus kakak kelasnya jadi murid bandel.Seperti Irham, ia memang sudah bandel sejak SMP kelas 2. Dan sekarang ia di ajak bolos oleh Rendi ke warung belakang, tentu saja ia menyetujuinya tanpa banyak tanya.Sampai di warung belakang, Rendi memperkenalkan Irham kepada kakak kelas dan teman seangkatannya disana. Cowok kalau kumpul, udah gak pernah mempermasalahkan umur walaupun tetap menghargai kakak kelas. Mereka kump
Tak terasa seminggu lagi ulangan semester dan seminggu setelahnyaclassmeeting. Qiya dan teman sekelasnya telat berdiskusi siapa yang akan ikut lomba mewakili kelas mereka.Qiya tidak ada niat mengikuti lomba apapun, malas. Menurutnya mending nonton saja dan mendukung teman-temannya, terutama Rissa dan Rena yang mengikuti lomba cerdas cermat. Awalnya Rissa menolak mengikuti lomba itu, ia merasa tidak cukup ilmu untuk mengikuti lomba cerdas cermat, berbeda dengan Rena yang memang pintar."Belajar lo dua minggu lagi ngadu otak," suruh Qiya kepada Rissa.Sekarang mereka sedang beristirahat di kantin, selesai menghabiskan makanannya mereka tidak berniat langsung kembali ke kelas, melainkan nongkrong dulu di kantin sambil bercanda.
"Eehh anak kelas lo ada yang cakep tuh Ham, siapa namanya?" Tanya Riza. Sekarang mereka sedang berkumpul di warung belakang.Irham menyesap rokoknya dengan santai lalu balik bertanya, "yang mana dulu nihh??""Itu loh, yang suka sama si Qiya,"Mendengar nama Qiya di sebut sontak Bara menoleh menatap Riza dengan sinis, "kalo nanya yang ada nama si Qiyanya keaingajaatuhRiz, ampun ihka babaturan teh.""Bacot!" Balas Riza.Irham diam tidak peduli dengan Bara yang marah-marah karena temannya bertanya tentang teman Qiya kepadanya. Ya wajar aja padahal Riza nanya ke Irham, toh ia satu kelas dengan Qiya pasti tau siapa teman dekat Qiya.
Belum lama putus, Qiya sudah terlihat bersemangat lagi. Sudah kembali menjadi Qiya yang biasanya. Hal itu memang terdengar positif untuk Qiya. Tapi tidak dengan penglihatan orang sekitarnya. Terutama Arumi, entah sejak kapan kabar Qiya putus dengan Irham sudah menyebar ke seantero sekolah. Oh hampir saja lupa, ini semua karena ulah Rendi tempo hari. Qiya mendengus kesal saat berjalan melewati Arumi ketika akan pergi ke kantin. Qiya cukup menyesal menolak tawaran Rena yang ingin menemaninya ke toilet sebelum menyusul teman-temannya yang lain."Emang dasar jalang sih ya... baru aja putus udah bisa ketawa ketiwi lagi. Parahnya sih udah ada cowo baru? Kesian deh cowo barunya."Sindiran itu membuat langkah Qiya terhenti. Dia bilang apa? Jalang? Ya ampun kasar sekali. Sebelumnya Qiya tidak mau meladeni, tapi kata Jalang yang keluar dari mulut Arumi sangat mengganggu harga dirinya."Jalangan siapa ya? Sama cewek yang mepet-mepetin pacar orang?
Terlentang di atas kasur empuk favoritenya. Qiya menatap langit-langit kamar dengan tatapan yang sulit diartikan. Entah keputusannya baik atau tidak, yang pasti sekarang Qiya kembali merasakan ragu.Ia merutuki kelabilannya lagi kali ini. Rasanya baru kemarin Qiya bertekad tidak akan bersama Irham ataupun Bara walaupun hatinya ada diantara dua cowok itu.Qiya tidak ingin menyakiti atau memberi harapan kepada salah satu dari mereka.Ya.. itulah yang Qiya pikirkan sebelum berbincang dengan Bara di kantin berdua.Entah apa yang Qiya pikirkan saat itu hingga bisa-bisanya mulut manisnya berkata "oke, kita jalanin dulu."Qiya mendengus kala otaknya mengingat jawabannya itu. Ia menarik salah satu bantalnya kemudian menutup kepalanya dengan bantal itu. "Aaaaarrrggghhh Zelqiya lo labil banget!!!"Qiya berguling-guling gelisah di atas kasur. Pusing memikirkan apa yang akan terjadi dengan hubungannya.Eh tapi, kalau Qiya
"Qiyaa.. lo sama Irham gak balikan?" Tanya Bara hati-hati.Qiya menoleh sebentar lalu tersenyum. Kakinya terus melangkah ke arah kantin berdampingan dengan langkah Bara."Balikan ya??" Tanya Bara lagi karena tidak mendapat jawaban."Nggaa.. kenapa? Mau pepet gue lagi?" Qiya tersenyum jail ke arah Bara."Iyalahh... target udah jomblo masa gak di gas."Qiya tertawa. "Jangan kak.. kita gini aja, gue gak mau kelabilan hati gue buat lo ngerasain apa yang di rasain Irham. Sekarang gue, lo bahkan Irham temenan aja. Oke?""Gue sebenernya gak bisa. Tapi mau gak kalo kita jalanin dulu? Gue gak maksa. Gimana nyamannya lo aja. Walaupun gue maunya kita ada status, kalo lo gak mau gue gak papa."Qiya berpikir sampai mereka tiba di kantin. Memesan es cekek untuk mereka berdua dan teman-teman Bara di lapang. Mereka duduk tak jauh dari penjual es. Duduk berhadapan dengan mata yang saling menatap."Oke, kita jalanin dulu."Mata Bara
Pukul 12 malam, Yasir baru pulang kerumah setelah puas bermain di rumah Fatur. Sebelum masuk ke kamarnya, Yasir menoleh ke arah meja makan karena tak sengaja melihat seseorang yang terduduk sambil memainkan ponselnya.Yasir mendekat dan melihat Qiya sedang memakan mie instan sembari menonton drama korea kecintaannya. Yasir meraih gelas lalu menuangkan air untuk ia minum.Yasir duduk di hadapan Qiya, menyimpan gelasnya di meja dan mengambil toples biskuit disana."Halal gak yaa kalo jual adek kaya lo?"Qiya mendongak kaget dengan pertanyaan Yasir. Ia menatap sinis ke arah sang kakak. "Menurut lo?!""Menurut gue mah halal.. daripada bikin pusing. Mending jual.""Apaan sih?"Yasir mendengus. Lalu memakan lagi biskuitnya. "Lo balikan sama si Irham?""Mana ada."Yasir mengerutkan
Istirahat kedua, Bara berjalan ke arah kelas Qiya dengan senyum lebarnya. Hatinya berbunga-bunga walaupun otaknya hampir depresi karena mikirin cara buat pepet Qiya sedikit lagi. Tapi depresi terlalu hiperbola buat penggambaran keadaan otak Bara.Tangannya menggenggam satu kotak susu kesukaan Qiya. Biarlah ia dikatakan mengambil kesempatan disaat Qiya baru saja putus, bahkan putusnya pun karena Bara.Sampai di depan pintu kelas Qiya, Bara menarik nafas dulu sebelum masuk. Entah karena rasa bahagianya sedang membuncah karena Qiya atau memang Bara saja yang sedang lebay. Pokoknya saat ini Bara degdeggan berat.Setelah dirasa siap, Bara membuka pintu kelas itu lalu mengedarkan pandangannya mencari kekasih hatinya. Bara hanya melihat beberapa cewek teman kelas Qiya sedang merebahkan kepalanya juga ada Rendi yang sibuk dengan ponsel serta telinga memakai earphone.Bara menghampiri cewek yang
Irham menghentikan motornya di parkiran kedai dekat SMP mereka dulu. Tempat yang pernah mereka datangi saat masih berpacaran. Rasanya Qiya ingin menangis melihat tempat ini. Satu memori indah bersama Irham berputar lagi.Irham mengajak Qiya masuk ke dalam. Sepi. Pengunjung kedai memang anak sekolah. Berhubung sekarang masih jam masuk jadi kedai pasti sepi.Mereka duduk di pojok kedai, tempat yang dulu mereka tempati juga. Tempat ini sangat cocok untuk mengobrol."Ada apa?" Tanya Qiya langsung.Jujur saja, Qiya canggung sekarang. Entah harus bersikap bagaimana. Qiya tidak bisa bersikap sebagai teman seperti sebelum mereka balikan. Rasanya masih aneh."Tegang amat.." ucap Irham santai.Tapi Qiya tau, Irham juga sama canggungnya. Sorot mata Irham membuktikan kecanggungan. Namun, sepertinya Qiya juga harus santai untuk menghargai usaha Irham menyembu
Di kantin, Qiya memesan nasi goreng untuk sarapannya. Ia duduk sendirian. Kantin tidak begitu ramai karena masih pagi. Qiya merasa gak salah karena memilih kabur ke kantin sendiri.Tapi ketenangannya gak bertahan lama setelah gerombolan Bara datang dengan kericuhannya. Mereka jalan masuk kantin sambil bercanda. Belum lagi suara bisik bisik cewe cewe alay yang mengangumi mereka mulai terdengar di telinga Qiya.Earphone yang tadinya mati sekarang mulai Qiya nyalakan karena gak mau dengar kebisingan.Suara lagu mulai mengalun masuk ke telinga Qiya menyamarkan suara bising kantin, ia menaikan sedikit volumenya sampai suara bising itu benar-benar tidak terdengar.Qita tersentak kaget saat ibu kantin penjual nasi goreng meletakan satu piring nasi goreng dan sebotol air mineral di hadapannya."Ibu ngagetin aja.""Gimana gak kaget, orang neng pake tutup
Esoknya, Qiya sekolah seperti biasa namun dengan perasaan berbeda. Suasana hatinya masih sedih dan kehilangan. Baru kali ini Qiya merasa benar-benar putus cinta seperti kebanyakan orang.Mata Qiya sedikit bengkak karena menangis semalam. Ada beberapa teman sekolahnya yang menatap aneh ke arah Qiya saat mereka berpapasan.Sampai di kelas, Qiya melihat ke bangku Irham yang masih kosong. Belum ada tas, rupanya cowok itu belum datang.Qiya menghela nafas panjang, ia bingung bagaimana nanti Qiya harus ketemu Irham. Ia tidak tau harus bereaksi apa, bertingkah seperti apa. Qiya benar-benar belum siap.Rasanya sekolah dihari kemarin masih baik-baik saja dengan Irham. Masih bercanda dan lainnya. Sekarang, semuanya telah berubah.Tepakan di bahunya membuat Qiya terkejut. Ia menoleh dan mendapati Rena disana. Baru datang juga."Kenapa lo?"Qiya menggeleng lesu lalu jalan ke arah bangkunya meninggalkan Rena. Rena merasa Qiya tidak baik-baik saja.
Sampai di rumah Qiya. Ternyata ada Irham duduk di bangku teras sambil memainkan ponselnya. Qiya mulai gugup saat melihat Irham disana. Apalagi tatapan Irham yang terlihat kesal sekali."Kak Bara pulang aja. Terima kasih."Bara mengerti keadaan, tapi ia berniat menjelaskan dulu kepada Irham daripada Irham harus marah ke Qiya.Qiya semakin panik saat melihat Bara malah turun dari motornya. Qiya menarik baju Bara agar kembali menaiki motornya lalu pergi saja dari rumahnya."Kak Bara.. pulang ajaa yaa.""Gue jelasin dulu sama Irham.""Gak perlu kak, gak papa kok. Nanti sama gue aja."Bara menatap Qiya meyakinkan. "Nanti lo yang dimarahin padahal lo gak salah apa-apa."Bara berjalan menghampiri Irham yang sekarang terlihat menghampiri Bara juga. Mata Irham semakin tajam apalagi saat bertatapan dengan Bara. Tapi Bara malah terlihat biasa saja.