Satu minggu berlalu, Qiya berhasil melewati hari-harinya dengan tenang. Ia mulai dekat dengan Rissa, bahkan Qiya sudah berani menunjukan sifat aslinya di depan Rissa. Tapi tidak dengan teman satu kelasnya, ia merasa masih sangat canggung dengan mereka.
Beberapa teman cowok kelasnya sering menganggunya ketika ia tidur pada jam istirahat atau jam sholat Dzuhur. Masa bodo, Qiya tidak merasa malu atau apapun, ia tidak pernah memikirkan bagaimana cowok-cowok itu melihatnya jelek ketika tidur. Qiya tidak peduli akan dianggap bagaimana, ia memilih cuek, bagi Qiya bahagia tetap harus menjadi nomor satu.
Cara bahagia yang paling utama adalah cuek, yang terpenting sikap kita tidak melewati batas dan tidak menganggu orang lain.
Jam istirahat kali ini, Qiya mendapat tontonan gratis yaitu drama alay anak remaja. Dimana teman sekelasnya yaitu Maharani sedang di tembak oleh anak Ips. Cowok jangkung itu berlutut di samping Maharani yang tengah duduk santai menikmati bekalnya.
Namun terlihat dari ekspresi muka Maharani yang sepertinya sangat merasa terganggu dengan cowok itu.
Kelas Qiya menjadi ricuh ketika adegan itu berlangsung. Banyak murid kelas lain yang berdatangan hanya untuk melihat adegan itu. Qiya tetap santai dibangkunya tanpa merasa terganggu atau apapun.
Tiba-tiba Maharani menangis, Qiya menatapnya dengan alis terangkat karena heran. Sejujurnya, Qiya tidak sabar menunggu reaksi Maharani yang sedari tadi hanya diam dan menunduk, bahkan tidak sama sekali menatap cowok Ips itu.
"Gue gak suka sama lo! Apaan? Gue kenal lo aja ngga. Sana pergi! Gue keganggu! Gue gak suka kaya gini!" Teriak Maharani tanpa menatap cowok Ips itu.
Cowok itu tidak menyerah, ia terus mengungkapkan perasaannya. Qiya mulai muak dengan adegan dramatis itu. Bagaimana bisa, jam istirahat yang biasanya tenang kini terganggu oleh seorang cowok gila dari Ips. Teman kelasnya pun mulai menyuruh agar cowok itu pergi.
"Keras kepala banget itu cowok! Udah tau si Maharani kaga mau. Heran deh" ucap Rissa.
Qiya hanya mengangguk menyetujui ucapan Rissa. Apa semua lelaki begitu? Keras kepala? Harus selalu mendapatkan wanita yang ia inginkan? Padahal mungkin, perasaan mereka tidak benar-benar menyukai wanita yang mereka inginkan, kebanyakan perasaan itu hanya terisi oleh rasa kagum kepada wanita itu, lalu timbul rasa penasaran yang membuat mereka jadi keras kepala hanya untuk memenuhi kepuasan hati.
Qiya selalu tidak mengerti dengan cowok. Walaupun ia beberapa kali berpacaran tapi tetap saja, menurutnya semua cowok pasti kaya gitu.
.....
Bel pulang telah berbunyi 10 menit yang lalu, di depan gerbang sekolah Qiya sibuk mengirim pesan kepada Yasir memintanya untuk menjemput Qiya di warung depan lalu pulang bersama.
Yasir selalu menitipkan motornya di warung belakang sekolah. Katanya supaya gampang kabur. Memangnya bisa? Entahlah Qiya belum memahami segalanya tentang sekolah ini.
Saat setelah pesannya dibaca, Dan tak lama dari itu Qiya melihat kakaknya datang menjemput. Diperjalanan, kakanya bercerita bahwa ada satu temannya yang menanyakan anak murid kelas Qiya, namanya Bara.
"Eh eh.. lo pada tau gak? Anak kelas sepuluh Ipa 2" tanya Bara menggantung.
Yasir menyahut, "Ooohhh... yang di tembak?"
Bara menggeleng, "gue bukan mau bahas itu," jawabanya kesal.
Riza mendesis, lalu melempar kacang ke arah Bara "lagian, maneh ngomongnya ngegantung."
Bara duduk di kursi kosong di antara 5 orang sahabatnya. "Kan tadi gue abis dari toilet mau kesini ngeliat kelas sepuluh Ipa 2 rame. Nah kebetulan gue lewat, gue ngeliat sebentar ternyata ada adegan tembak menembak--"
"Taiy!!! Katanya lo gak akan bahas itu" sarkas Aji memotong ucapan Bara.
"Sebentar astagfirullah!!! Aing can beres carita," (gue belum selesai cerita)
"Oke lanjut!"
"Terus gue bodo amat kan.. pas gue mau lanjut jalan ke kantin gue liat cewek yang lagi duduk di bangku paling belakang di dalem kelas itu. Manis banget gilaaa..."
5 teman Bara menghembuskan nafasnya, "gue kira lo mau cerita apaan! Ternyata cewek!" Ucap Fatur.
Bara tersenyum, "kira-kira namanya siapa ya?"
"Nu mana sih??" Tanya Heri
"Ceweknya tuh manis, keliatan agak tomboy, kayaknya pendek deh. Duduknya paling belakang pokonya, sayang banget aing gak liat nametag nya. Kejauhan, gue liat dari kaca doang. Rambutnya pendek sebahu gitu, cakep lah pokonya," sepertinya Yasir agak mengenal ciri-ciri cewek yang Bara sebutkan tadi.
"Ahh ngaco lo, kak! Gak mungkin gue, anak kelas gue tuh banyak, mungkin yang lain,"
"Terus tadi tuh banyak anak kelas lain dateng ke kelas gue gara-gara yang ditembak itu, nah bisa aja kan?" Lanjut Qiya.
Mereka sampai dirumah, ketika memasuki gerbang, Yasir melihat banyak motor temannya terparkir di garasi. Ia buru-buru masuk ke dalam rumah. Benar saja, kelima temannya berada di ruang tamu rumahnya. Mereka sibuk dengan ponselnya masing-masing.
"Ngapain lo pada disini?" Tanya Yasir lalu menghampiri mereka.
"Ya main lah, ngapain lagi?" Ucap Aji.
Setelah membuka sepatunya di depan rumah, Qiya masuk dengan mengucapkan salam. Betapa kagetnya Qiya saat melihat teman-teman Yasir yang berkumpul di ruang tamu rumahnya, ia kira teman-teman Yasir berada di kamar Yasir, ternyata tidak. Tatapannya terpokus pada seorang cowok yang juga menatapnya. Qiya lari masuk ke kamarnya karena merasa malu.
Semua orang yang berada di ruang tamu itu merasa heran dengan Qiya, ada juga yang cekikikan karena tingkah malu yang Qiya lakukan. "Itu adek lo? Sekian lama gue temenan sama lo dan hampir setiap hari main disini, baru pertama gue ketemu adek lo."
"Ya iyalah baru pertama, orang si Qiya diem mulu dikamarnya, terus pas smp dia tuh pulang sore terus, mana bisa ketemu kalian, kalo pulang siang juga terus dia tau ada kalian, waahhh kaga mau keluar kamar banget dia" jelas Yasir.
Bara tersenyum setelah mengetahui nama cewek yang ia lihat tadi saat disekolah. "Jadi cewek kelas sepuluh ipa 2 itu adek lo?"
Yasir menoleh ke arah Bara dengan tatapan horor, "cewek yang lo ceritain tadi itu si Qiya?" Tanya Yasir dengan jari yang menunjuk ke arah pintu kamar Qiya yang tertutup.
Bara tersenyum lebar sambil mengangguk. Teman-temannya yang lain tertawa keras melihat Yasir dan Bara.
Yasir pernah bercerita, bahwa ia tidak akan pernah merestui adiknya dengan temannya, Yasir bilang, ia tidak akan begitu saja percaya kepada teman-temannya untuk menjadi pacar adiknya. Dan sekarang mereka baru saja melihat sinyal kesialan dari Bara, mampus rayu tuh si Yasir sampe rusa lehernya pendek biar di bolehin deketin adeknya.
"Bolehin gue deketin adek lo ya.. please!!!" Rayu Bara kepada Yasir.
Yasir menghempaskan tangan Bara yang menyentuh bahunya, "ogah!! Awas aja lo deketin adek gue."
"Yahh... lo kok gitu sih.. percaya sama gue, gue gak akan macem-macem sama adek lo. Kalo gue mau ajak main juga, gue izin dulu deh sama lo," Bara terus merayu Yasir agar merestuinya.
"Kepedean banget lo, emangnya adiknya si Yasir mau main sama lo?" Tanya Heri.
"Gak mungkin gak mau!!" Ucap Bara dengan percaya diri.
Yasir tertawa, "gak mungkin adek gue gampang di ajak main sama cowok kaya lo! Dia tuh cuma mau main sama temen-teman ceweknya terus sama keluarganya. Dia tuh pilih-pilih banget soal cowok, punya pacar aja ketemunya cuma pas sekolah doang," ucap Yasir sambil sesekali menatap Fatur, lelaki itu mendengarkan obrolan mereka, tapi matanya tetap pokus terhadap game diponselnya.
"Kalo adek lo akhirnya mau sama gue, lo restuin gak?" Tanya Bara tetap tidak menyerah.
"Keras banget emang lo. Sekali lagi nih ya, gue gak izinin kalian buat deketin adek gue! Sekalipun Fatur yang emang paling diem di antara kita padahal sama brengseknya. "
Fatur mendongak. "Kok gue? Gue gak brengsek kali, gue cowok paling baik diantara kalian, makanya paling banyak fans nya."
"Sombong!!!" Desis Aji.
Bara mendengus kesal, bagaimana caranya agar Yasir percaya dan membiarkan ia mendekati adiknya itu.
"Hai Qiyaa..." sapa Bara saat melihat Qiya melewatinya di kantin.Qiya menoleh melihat siapa yang manyapanya, memangnya nama Qiya dikenal banyak orang? Ia rasa tidak. Bagaimana bisa cowok itu tau namanya padahal ia murid baru Ah sudahlah, Qiya tidak peduli. Ia melenggang melewati seseorang yang menyapanya itu, tanpa membalas sapaannya. Bodo amat, bahkan jika Qiya dikenal sombong."Gue bilang apa, adek gue tuh gak gampang" ujar Yasir dengan songong. Ia menyunggingkan senyum menyebalkannya. Dan hal itu berhasil membuat Bara mendengus kesal.Aji menepuk-nepuk bahu Bara berniat menenangkannya tapi tetap saja, setelah itu Aji tertawa puas karena melihat temannya yang selalu menjadi idaman para cewek itu di abaikan oleh satu murid baru. "Sabar, masih permulaan" kata Aji, "tapi kalo permulaan
Malam minggu ini seperti biasa, Qiya hanya diam di dalam kamarnya tanpa berniat pergi main seperti remaja lainnya. Nasib jomblo memang begitu. Jika bukan karena oppa oppa korea idolanya, entah akan segabut apa Qiya setiap hari.Ketika sedang asik menonton acaravariety showkorea yang menampilkanboygrupidolanya, Qiya di ganggu dengan suara dentingan dari ponselnya, pertanda satu pesan masuk di aplikasiWhatsapp.0812******** :HaiiMe:Ya?0812*****
Jam istirahat sholat dzuhur telah berbunyi sekitar 3 menit yang lalu. Sebagian teman kelasnya beranjak pergi ke kantin entah untuk makan atau hanya sekedar nongkrong, sebagian lagi memilih diam di kelas menunggu adzan sambil merebahkan kepala di atas meja. Seperti Qiya, gadis itu sedang berusaha memejamkan matanya, berniat tidur walaupun hanya memiliki waktu sekitar 15 menit sebelum pergi ke mushola untuk sholat dzuhur.Begitu pun dengan Rissa ia juga sama tertidur, suara hembusan nafas teraturnya sedikit terdengar di telinga Qiya.. Sarah yang duduk sedikit jauh dari tempat duduknya menoleh, "gak tidur lo?" Tanya nya ketika melihat Qiya yang nampak linglung menatap sekelilingnya.Qiya menatap Sarah dengan lesu, "hm.. gak bisa tidur padahal pengen. Kantin yuk!" Ajaknya."Kuy!"
"Wooyy!!!Nyaho teu? Aing ges aya kamajuan yeh ngadeketan si Qiya." (Tau gak? Gue udah ada kemajuan nih deketin si Qiya) Bara bercerita kepada teman-temannya dengan bersemangat. Ia bukannya tidak tahu kalau dikelas itu ada Yasir yang sedang bermain game bersama Fatur, tapi ia hanya pura-pura tidak tahu dan tidak peduli jika nanti Yasir akan marah karena ia tetap mendekati Qiya."Gaya pokonya lah.." sahut Aji."Ciillll !!!Yeuhh si Bara, Cillngegasngadekeransi Qiya!" Teriak Heri memancing baku hantam diantara Bara dan Yasir.Sejak mendengar suara Bara tadi, Yasir memang sudah mendongak melihat ke arah Bara dengan kening berkerut. Merasa heran, bagaimana bisa Bara menyebut ada kemajuan dengan aksi PDKT nya kepada Qiya? Yasir
Mereka bertiga akhirnya merebahkan tubuh mereka di pojokan mushola.cukup lama mereka berdiam, sama-sama menikmati nyamannya rebahan di lantai mushola. Hingga tanpa terasa Qiya benar-benar di hampiri rasa ngantuk, dan mulai menjelajahi alam bawah sadarnya. Sarah menoleh ke arah Qiya lalu mendengus sebal ketika mendapati Qiya yang sudah tertidur dengan nyaman di sampingnya."Ca, liat tuh orang yang ngajak kesini buat curhat malah ngebo duluan sebelum ngomong apapun" ucap Sarah dengan sebal.Rissa menoleh ke arah Qiya untuk memastikan ucapan Sarah benar atau tidak, ia ikut mendengus ketika mendengar nafas teratur Qiya. "parah tuh dia, padahal udah kepo banget gue pengen denger dia mau curhat apa,""Dahla, mending ikut tidur sebelum dzuhur."
Besoknya, Yasir pergi sekolah lebih pagi, bareng Qiya tentunya. Ia mengantar Qiya sampai warung depan, lalu pergi ke tempat nongkrong biasa, warung belakang sekolah.Sampai di warung belakang, ia duduk di samping Bara yang sibuk dengan game online di ponselnya. "Heh!! Deketin si Qiya lagi gue pites lo kaya kutu, ngapaiiinnn anter-anter si Qiya balik kemarinmaneh??" ancam Yasir dengan candaan.Bara terkekeh dengan pandangan yang tetap mengarah ke layar ponsel, "tenang Cil, gak akan di sakitin kok" jawab Bara."Boongtahsi Bara, biasa ngarayu supaya di restuaneta tehCil.." ucap Riza mengompori.Bara mengantongi ponselnya lalu menepuk bahu Yasir dengan tenang, "moal eeehh, perca
Hari minggu ini, Qiya ada acara reuni bersama teman-teman SMP nya. Ia begitu semangat hari ini, terbukti dengan Qiya yang langsung mandi setelah membereskan kamarnya, biasanya Qiya mandi jam 12 siang sekalian sholat dzuhur, atau bahkan sekalian sore saat mau sholat ashar. Ya begitulah memang pemalas tingkat akut."Lah udah rapi lo, mau kemana?" Tanya Yasir saat melihat adiknya di dapur dengan keadaan rapi dan wangi."Biasalaaahh" jawab Qiya asal."Biasanya lo kan rebahan, ngapain serapi ini? Dasar centil" ledek Yasir.Qiya melotot, "enak aja lo! Gue mau reuni!"Yasir hanya mengangguk-anggukan kepalanya.......
"Besok gue pindah sekolah Qiy,"kata Irham ketika perjalanan pulang mengantar Qiya. Benar-benar, Qiya tak habis pikir, mereka baru saja sekolah satu semester tapi Irham sudah akan pindah sekolah. Dasar bandel pikir Qiya. Ia merasa kasihan kepada bunda Irham, saat pertama masuk SMP Irham itu murid baik-baik, tidak bandel seperti sekarang. Itu semua berawal dari kelas 2 SMP, saat ia mulai bergaul dengan teman yang bandel, suka ikut tauran, datang telat, pulang telat dsb. Bundanya jadi kerepotan dengan tingkah Irham yang berubah bandel karena salah gaul.......Hari senin ini, Qiya datang sekolah lumayan siang. Jangan khawatir, ia tidak akan terlambat upacara, di sekolah Qiya upacaranya siang, ya gitu udah pada tau kan. Jam 07.40 Qiya baru sampai di sekolah. Ia berjalan santai melewati ruang Tata Usaha. Ia melihat ada seorang
Belum lama putus, Qiya sudah terlihat bersemangat lagi. Sudah kembali menjadi Qiya yang biasanya. Hal itu memang terdengar positif untuk Qiya. Tapi tidak dengan penglihatan orang sekitarnya. Terutama Arumi, entah sejak kapan kabar Qiya putus dengan Irham sudah menyebar ke seantero sekolah. Oh hampir saja lupa, ini semua karena ulah Rendi tempo hari. Qiya mendengus kesal saat berjalan melewati Arumi ketika akan pergi ke kantin. Qiya cukup menyesal menolak tawaran Rena yang ingin menemaninya ke toilet sebelum menyusul teman-temannya yang lain."Emang dasar jalang sih ya... baru aja putus udah bisa ketawa ketiwi lagi. Parahnya sih udah ada cowo baru? Kesian deh cowo barunya."Sindiran itu membuat langkah Qiya terhenti. Dia bilang apa? Jalang? Ya ampun kasar sekali. Sebelumnya Qiya tidak mau meladeni, tapi kata Jalang yang keluar dari mulut Arumi sangat mengganggu harga dirinya."Jalangan siapa ya? Sama cewek yang mepet-mepetin pacar orang?
Terlentang di atas kasur empuk favoritenya. Qiya menatap langit-langit kamar dengan tatapan yang sulit diartikan. Entah keputusannya baik atau tidak, yang pasti sekarang Qiya kembali merasakan ragu.Ia merutuki kelabilannya lagi kali ini. Rasanya baru kemarin Qiya bertekad tidak akan bersama Irham ataupun Bara walaupun hatinya ada diantara dua cowok itu.Qiya tidak ingin menyakiti atau memberi harapan kepada salah satu dari mereka.Ya.. itulah yang Qiya pikirkan sebelum berbincang dengan Bara di kantin berdua.Entah apa yang Qiya pikirkan saat itu hingga bisa-bisanya mulut manisnya berkata "oke, kita jalanin dulu."Qiya mendengus kala otaknya mengingat jawabannya itu. Ia menarik salah satu bantalnya kemudian menutup kepalanya dengan bantal itu. "Aaaaarrrggghhh Zelqiya lo labil banget!!!"Qiya berguling-guling gelisah di atas kasur. Pusing memikirkan apa yang akan terjadi dengan hubungannya.Eh tapi, kalau Qiya
"Qiyaa.. lo sama Irham gak balikan?" Tanya Bara hati-hati.Qiya menoleh sebentar lalu tersenyum. Kakinya terus melangkah ke arah kantin berdampingan dengan langkah Bara."Balikan ya??" Tanya Bara lagi karena tidak mendapat jawaban."Nggaa.. kenapa? Mau pepet gue lagi?" Qiya tersenyum jail ke arah Bara."Iyalahh... target udah jomblo masa gak di gas."Qiya tertawa. "Jangan kak.. kita gini aja, gue gak mau kelabilan hati gue buat lo ngerasain apa yang di rasain Irham. Sekarang gue, lo bahkan Irham temenan aja. Oke?""Gue sebenernya gak bisa. Tapi mau gak kalo kita jalanin dulu? Gue gak maksa. Gimana nyamannya lo aja. Walaupun gue maunya kita ada status, kalo lo gak mau gue gak papa."Qiya berpikir sampai mereka tiba di kantin. Memesan es cekek untuk mereka berdua dan teman-teman Bara di lapang. Mereka duduk tak jauh dari penjual es. Duduk berhadapan dengan mata yang saling menatap."Oke, kita jalanin dulu."Mata Bara
Pukul 12 malam, Yasir baru pulang kerumah setelah puas bermain di rumah Fatur. Sebelum masuk ke kamarnya, Yasir menoleh ke arah meja makan karena tak sengaja melihat seseorang yang terduduk sambil memainkan ponselnya.Yasir mendekat dan melihat Qiya sedang memakan mie instan sembari menonton drama korea kecintaannya. Yasir meraih gelas lalu menuangkan air untuk ia minum.Yasir duduk di hadapan Qiya, menyimpan gelasnya di meja dan mengambil toples biskuit disana."Halal gak yaa kalo jual adek kaya lo?"Qiya mendongak kaget dengan pertanyaan Yasir. Ia menatap sinis ke arah sang kakak. "Menurut lo?!""Menurut gue mah halal.. daripada bikin pusing. Mending jual.""Apaan sih?"Yasir mendengus. Lalu memakan lagi biskuitnya. "Lo balikan sama si Irham?""Mana ada."Yasir mengerutkan
Istirahat kedua, Bara berjalan ke arah kelas Qiya dengan senyum lebarnya. Hatinya berbunga-bunga walaupun otaknya hampir depresi karena mikirin cara buat pepet Qiya sedikit lagi. Tapi depresi terlalu hiperbola buat penggambaran keadaan otak Bara.Tangannya menggenggam satu kotak susu kesukaan Qiya. Biarlah ia dikatakan mengambil kesempatan disaat Qiya baru saja putus, bahkan putusnya pun karena Bara.Sampai di depan pintu kelas Qiya, Bara menarik nafas dulu sebelum masuk. Entah karena rasa bahagianya sedang membuncah karena Qiya atau memang Bara saja yang sedang lebay. Pokoknya saat ini Bara degdeggan berat.Setelah dirasa siap, Bara membuka pintu kelas itu lalu mengedarkan pandangannya mencari kekasih hatinya. Bara hanya melihat beberapa cewek teman kelas Qiya sedang merebahkan kepalanya juga ada Rendi yang sibuk dengan ponsel serta telinga memakai earphone.Bara menghampiri cewek yang
Irham menghentikan motornya di parkiran kedai dekat SMP mereka dulu. Tempat yang pernah mereka datangi saat masih berpacaran. Rasanya Qiya ingin menangis melihat tempat ini. Satu memori indah bersama Irham berputar lagi.Irham mengajak Qiya masuk ke dalam. Sepi. Pengunjung kedai memang anak sekolah. Berhubung sekarang masih jam masuk jadi kedai pasti sepi.Mereka duduk di pojok kedai, tempat yang dulu mereka tempati juga. Tempat ini sangat cocok untuk mengobrol."Ada apa?" Tanya Qiya langsung.Jujur saja, Qiya canggung sekarang. Entah harus bersikap bagaimana. Qiya tidak bisa bersikap sebagai teman seperti sebelum mereka balikan. Rasanya masih aneh."Tegang amat.." ucap Irham santai.Tapi Qiya tau, Irham juga sama canggungnya. Sorot mata Irham membuktikan kecanggungan. Namun, sepertinya Qiya juga harus santai untuk menghargai usaha Irham menyembu
Di kantin, Qiya memesan nasi goreng untuk sarapannya. Ia duduk sendirian. Kantin tidak begitu ramai karena masih pagi. Qiya merasa gak salah karena memilih kabur ke kantin sendiri.Tapi ketenangannya gak bertahan lama setelah gerombolan Bara datang dengan kericuhannya. Mereka jalan masuk kantin sambil bercanda. Belum lagi suara bisik bisik cewe cewe alay yang mengangumi mereka mulai terdengar di telinga Qiya.Earphone yang tadinya mati sekarang mulai Qiya nyalakan karena gak mau dengar kebisingan.Suara lagu mulai mengalun masuk ke telinga Qiya menyamarkan suara bising kantin, ia menaikan sedikit volumenya sampai suara bising itu benar-benar tidak terdengar.Qita tersentak kaget saat ibu kantin penjual nasi goreng meletakan satu piring nasi goreng dan sebotol air mineral di hadapannya."Ibu ngagetin aja.""Gimana gak kaget, orang neng pake tutup
Esoknya, Qiya sekolah seperti biasa namun dengan perasaan berbeda. Suasana hatinya masih sedih dan kehilangan. Baru kali ini Qiya merasa benar-benar putus cinta seperti kebanyakan orang.Mata Qiya sedikit bengkak karena menangis semalam. Ada beberapa teman sekolahnya yang menatap aneh ke arah Qiya saat mereka berpapasan.Sampai di kelas, Qiya melihat ke bangku Irham yang masih kosong. Belum ada tas, rupanya cowok itu belum datang.Qiya menghela nafas panjang, ia bingung bagaimana nanti Qiya harus ketemu Irham. Ia tidak tau harus bereaksi apa, bertingkah seperti apa. Qiya benar-benar belum siap.Rasanya sekolah dihari kemarin masih baik-baik saja dengan Irham. Masih bercanda dan lainnya. Sekarang, semuanya telah berubah.Tepakan di bahunya membuat Qiya terkejut. Ia menoleh dan mendapati Rena disana. Baru datang juga."Kenapa lo?"Qiya menggeleng lesu lalu jalan ke arah bangkunya meninggalkan Rena. Rena merasa Qiya tidak baik-baik saja.
Sampai di rumah Qiya. Ternyata ada Irham duduk di bangku teras sambil memainkan ponselnya. Qiya mulai gugup saat melihat Irham disana. Apalagi tatapan Irham yang terlihat kesal sekali."Kak Bara pulang aja. Terima kasih."Bara mengerti keadaan, tapi ia berniat menjelaskan dulu kepada Irham daripada Irham harus marah ke Qiya.Qiya semakin panik saat melihat Bara malah turun dari motornya. Qiya menarik baju Bara agar kembali menaiki motornya lalu pergi saja dari rumahnya."Kak Bara.. pulang ajaa yaa.""Gue jelasin dulu sama Irham.""Gak perlu kak, gak papa kok. Nanti sama gue aja."Bara menatap Qiya meyakinkan. "Nanti lo yang dimarahin padahal lo gak salah apa-apa."Bara berjalan menghampiri Irham yang sekarang terlihat menghampiri Bara juga. Mata Irham semakin tajam apalagi saat bertatapan dengan Bara. Tapi Bara malah terlihat biasa saja.